Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 181707 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arleen Devita
"Penyakit kusta masih menjadi masalah kesehatan di dunia terutama di Indonesia sebagai negara dengan prevalensi tertinggi ketiga di dunia. Gejala klinis dan pemeriksaan penunjang yang ada sulit untuk menegakkan diagnosis definitif kusta pausibasilar (PB) dengan basil tahan asam (BTA) negatif. Diperlukan uji alternatif seperti real-time polymerase chain reaction berbasis probe TaqMan yang sensitif dan spesifik untuk mendeteksi Mycobacterium leprae. Tujuan penelitian ini adalah mendeteksi M. leprae pada pasien kusta PB dengan basil tahan asam negatif, dengan menggunakan real-time polymerase chain reaction (PCR) berbasis probe TaqMan pada spesimen kerokan jaringan kulit dan jaringan biopsi kulit. Sebanyak 24 pasien yang menjadi sampel penelitian. Setiap pasien dilakukan pengambilan spesimen kerokan jaringan kulit dari cuping telinga dan lesi kulit dan jaringan biopsi kulit. Uji TaqMan real-time PCR memberikan positivitas sebesar 20,8%, 25% dan 95,8% pada spesimen kerokan jaringan kulit cuping telinga, lesi kulit dan pada jaringan biopsi kulit. Positivitas hasil pemeriksaan patologi anatomi (PA) yang menunjukkan kusta sebesar 79,2%. Hal ini menunjukkan bahwa pemeriksaan TaqMan real-time PCR mampu meningkatkan kemampuan diagnosis pemeriksaan PA sebesar 16,6%. yang selama ini menjadi pemeriksaan baku emas kusta. Spesimen yang dianjurkan untuk digunakan pada pemeriksaan TaqMan real-time PCR adalah jaringan biopsi kulit.

Leprosy is still considered as a major health problem worldwide especially in Indonesia as the third highest prevalence in the world. The clinical symptoms are often similar with other skin diseases and the current available laboratory methods to establish definitive diagnosis of paucibacillary leprosy with negative acid-fast bacilli is difficult. Therefore, it is important to apply an alternative assay such as real-time polymerase chain reaction-based TaqMan probe for sensitive and specific detection of Mycobacterium leprae. The aim of this study is to detect M. leprae in paucibacillary leprosy with negative acid-fast bacilli using real-time PCR-based TaqMan probe in slit skin and skin biopsy tissue specimens. A total of 24 patients were selected as sample. From each patient it was taken slit skin specimen from the ear lobe and skin lesions and skin biopsy tissue specimen. The TaqMan real-time PCR showed 20,8%, 25% and 95,8% positivity in slit skin of earlobes, slit skin lession and skin biopsy tissue respectively. Histopatology examination result showed 79,2% positivity of leprosy. It showed that TaqMan real-time PCR could improve the diagnosis by 16,6% compared to histopathology which considered as gold standard. Specimen recommended to be used is skin biopsy tissue.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yulia Siskawati
"Latar belakang: Multidrug therapy (MDT) merupakan kombinasi obat yang aman dan efektif untuk pengobatan kusta, yang antara lain bertujuan untuk mencegah resistensi obat. Resistensi obat MDT, khususnya rifampisin, penting karena dapat menggagalkan program pengendalian penyakit kusta oleh WHO. Diduga salah satu faktor pencetusnya adalah kepatuhan pengobatan pasien yang buruk, sehingga perlu dilakukan penelitian guna mengetahui kejadian resistensi rifampisin pada pasien kusta tipe MB berdasarkan kepatuhan pengobatan baik dibandingkan kepatuhan kepatuhan pengobatan buruk.
Tujuan: Mengetahui perbandingan kejadian resistensi rifampisin pada pasien kusta tipe MB berdasarkan kepatuhan pengobatannya.
Metode: Dilakukan penelitian analitik dengan rancangan penelitian comparative cross sectional pada pasien kusta tipe multibasiler. Sampel diambil dari kerokan kulit pada pemeriksaan slit skin smear, kemudian dilakukan analisis dengan teknik PCRsequencing.
Hasil: Terdapat 57 subyek penelitian (SP) yang diikutsertakan pada penelitian ini. Pada kelompok kepatuhan pengobatan baik (29 SP), resistensi rifampisin terjadi pada 1 SP (3,4%). Sedangkan pada kelompok kepatuhan pengobatan buruk (28 SP), ditemukan 8 sampel (28,6%) dengan M. leprae yang resisten terhadap rifampisin. Kejadian resistensi M. leprae terhadap rifampisin pada kepatuhan pengobatan buruk lebih tinggi dibandingkan dengan kepatuhan pengobatan baik (OR= 11,2; 95% IK=1,296-96,787; p=0,012).
Kesimpulan: Penelitian ini menunjukkan kejadian resistensi M. leprae terhadap rifampisin pada kepatuhan pengobatan buruk 11 kali lebih tinggi dibandingkan dengan kepatuhan pengobatan baik.

Background: Multidrug therapy (MDT) is a combination of safe and effective drugs for the treatment of leprosy which have additional aim to prevent drug resistance. MDT resistance, especially to rifampicin, is very important as it could prevent the target to eliminate leprosy by the WHO. One of the suspected causes of resistance is poor drug compliance by the patient; therefore it is necessary to perform a study to assess the prevalence or rifampicin? resistance on multibacillary (MB) type leprosy patients based on good compare to poor drug compliance.
Purpose: To compare the prevalence of rifampicin? resistance on MB type leprosy patients based on drug compliance.
Methods: Analytical study was performed with comparative cross sectional design on MB type leprosy patients. Samples were taken from skin smear on slit skin smear examination, which then analyzed with PCR sequencing technique.
Results: 57 study subjects were enrolled in this study. On good drug compliance group (29 subjects), only 1 resistance (3,4%) was found. Meanwhile on poor drug compliance group (28 subjects), there are 8 resistance (28,6%) cases found. Mycobacterium leprae resistance to rifampicin? was found significantly higher on poor compliance patient group compared to the good compliance group. (OR= 11,2; 95% IK= 1,296-96,787; p=0,012).
Conclusion: This study revealed that the prevalence of Mycobacterium leprae resistance to rifampicin? group of patients with po.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Komarasari
"Latar belakang : Reaksi ENL disebabkan oleh ketidakseimbangan imunitas selular dan humoral. Kortikosteroid merupakan obat standar yang digunaktapi dapat menimbulkan efek samping pada berbagai organ. Sehubungan dengan itu perlu dipikirkan terapi ajuvan yang efektif untuk reaksi ENL. Seng merupakan mikronutrien yang berperan penting pada berbagai fungsi enzimatik, aktivasi sel T, efek antiinlamasi, menghambat pembentukan kompleks imun, dan mempunyai efek antioksidan, dipikirkan dapat digunakan sebagai terapi ajuvan untuk terapi reaksi ENL.
Tujuan : Menilai perbandingan perbaikan klinis reaksi ENL pada pasien kusta yang diberikan ajuvan seng dengan yang diberikan plasebo.
Metode : Penelitian ini merupakan suatu uji klinis acak tersamar ganda menggunakan plasebo dengan desain paralel. Dilakukan randomisasi blok untuk membagi subyek menjadi dua kelompok, yaitu kelompok perlakuan dan kelompok plasebo. Evaluasi dilakukan tiap dua minggu selama enam minggu.
Hasil : Pada akhir perlakuan, perbaikan klinis kelompok perlakuan adalah 79,2% dan kelompok plasebo adalah 72,7%. Perbedaan tersebut tidak bermakna secara statistik.
Kesimpulan : Tidak terdapat perbedaan bermakna pada perbaikan klinis reaksi ENL antara pasien kusta yang diberikan ajuvan seng dengan yang diberikan plasebo.

Background : ENL reaction is caused by imbalance of cellular and humoral immunity. Corticosteroid is the standard drug used to treat ENL, but can cause serious side effects in multiple organs. There for, it is needed to find effective adjuvant drug for ENL. Zinc is essential micronutrient for various enzymatic proceses, T cell activation, antiinflamation effect, inhibiting the formation of immune complexes, and has the effect of antioxidant. Several studies have shown the benefit of addition zinc for ENL reaction.
Objective : To assess the comparative clinical improvement ENL reaction in leprosy patients given adjuvant zinc with placebo.
Methods : Randomized double-blind clinical trial using placebo with parallel design. Block randomization divided the subjects into two groups, namely the treatment group and the placebo group. The evaluation was performed every two weeks for six weeks.
Result : At the end of treatment, the clinical improvement ENL reaction obtained was 79,2% treatment group and the placebo group was 72,7%. The differences were not statistically significant.
Conclusion : There were no significant differences in clinical improvement ENL reaction in leprosy patient treated with adjuvant zinc compared to placebo.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erni Astutik
"Kusta merupakan penyakit Neglected Tropical Diseases (NTDs) yang menjadi masalah global yang menyebabkan perceived stigma pada orang yang mengalaminya. Penelitian bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perceived stigma dan faktor yang paling dominan mempengaruhinya pada orang yang pernah mengalami kusta di perkampungan kusta Sitanala, Tangerang tahun 2013. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif.
Desain yang digunakan adalah cross-sectional. Sampel dipilih secara purposive sampling. Hasil peneltian menunjukkan faktor-faktor yang berhubungan dengan perceived stigma adalah tingkat pendidikan (OR1=3,45 95% CI 1,08-11,06 dan OR2=2,47, 95% CI 0,9-6,82), persepsi pengetahuan, tingkat cacat, dan nilai budaya (OR=3,36, 95% CI 2,02-5,61).
Terdapat efek modifikasi antara tingkat cacat dengan persepsi pengetahuan, OR1=4,82(95% CI 1,26-18,34) dan OR2=1,18(95% CI 0,2-6,98). Faktor dominan adalah tingkat pendidikan dengan PAR%=38,8%. Oleh karena itu perlu dilakukan intervensi, penyuluhan, dan konseling mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan perceived stigma tentang penyakit kusta sehingga dapat menurunkan perceived stigma.

Leprosy is a disease of Neglected Tropical Diseases (NTDs) that becomes a global problem and causes the perceived stigma in people affected by leprosy. This study aims to determine the factors and the most dominant factor that related to perceived stigma in people affected by leprosy in leprosy villages Sitanala, Tangerang in 2013.
This research was conducted with quantitative and qualitative approaches. Using cross-sectional design. Samples were selected by purposive sampling. The results of the study showed that factors related to perceived stigma are level of education (OR1=3,45 95% CI 1,08-11,06 and OR2=2,47 95% CI 0,9-6,82), perception of knowledge about leprosy, level of disability, and cultural values (OR=3,36, 95% CI 2,02-5,61).
There is effect modification between the level of disability and perception of knowledge about leprosy, OR1=4,82(95% CI 1,26-18,34) dan OR2=1,18(95% CI 0,2-6,98). The dominant factor is level of education, PAR%=38,8%. Therefore it is necessary for intervention, counseling to factors related to perceived stigma about the leprosy so as to decrease the perceived stigma.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T36867
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vania Vashti Lasrindy
"Latar belakang: Penyakit kusta adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang dapat melibatkan organ mata. Kelainan mata pada kusta perlu dideteksi lebih dini untuk mencegah kebutaan. Alat deteksi dini kelainan mata yang tersedia bervariasi, sehingga perlu dikembangkan suatu instrumen daftar tilik yang valid dan sensitif untuk mempermudah deteksi kelainan mata pada kusta, yang disesuaikan dengan kompetensi dokter bukan spesialis mata yang menangani kusta.
Tujuan: Uji validitas suatu instrumen daftar tilik untuk mempermudah deteksi dini kelainan mata pada kusta.
Metode: Sebuah daftar tilik disusun berdasarkan tanda dan gejala kelainan mata pada kusta, sesuai dengan masukan ahli di bidang dermatovenereologi dan oftalmologi. Pasien kusta yang berobat di Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo, diperiksa mata dengan menggunakan instrumen daftar tilik tersebut oleh dokter bukan spesialis mata, kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan mata yang lebih lengkap oleh dokter spesialis mata, untuk konfirmasi hasil pemeriksaan sebagai baku emas. Data yang dihasilkan dianalisis untuk mendapatkan nilai validitas dan sensitivitas instrumen daftar tilik.
Hasil: Daftar tilik pada penelitian ini memiliki validitas dan reliabilitas baik, dengan koefisien korelasi 0,664 p.

Introduction: Leprosy is a disease caused by Mycobacterium leprae that affects peripheral nerve, skin, and other organs including eye. Ocular leprosy needs early detection to prevent blindness. Early detection tools for ocular leprosy varies, thus it is important to develop a valid and sensitive screening tool that can easily be used by general practitioner and doctor other that ophtalmologist who treat leprosy.
Purpose: This study aimed to test the validity of a checklist for early detection of eye involvement in leprosy.
Methods: A checklist was designed according to signs and symptoms of ocular leprosy, based on suggestion from dermatovenereologist and ophtalmologist. Leprosy patients in Dermatovenereology clinic of Cipto Mangunkusumo National General Hospital was examined by a general practitioner non ophtalmologist using the checklist as a screening tool, then those patients were re examined by an ophtalmologist as gold standard. Data were later analized to get the validity and sensitivity of the screening tool.
Results: This checklist had good validity and realibility with correlation value was 0,664 p
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Sam Askari Soemadipradja
"Salah satu upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat adalah dilaksanakannya Program Pemberantasan Penyakit Kusta dan kesepakatan global Eliminasi Kusta Tahun 2000. Kusta merupakan penyakit menular menahun dengan menimbulkan "sligina" dan dampak sosial negatif akibat cacat yang ditimbulkannya. Kabupaten Sumedang tidak terlepas dengan problematika kusta. Bila dibandingkan dengan kabupaten yang berbatasan dengan Kabupaten Sumedang yaitu Subang, Indramayu dan Majalengka cakupan penemuan kasus kusta masih rendah. Prevalensi kusta yang rendah di Kabupaten Sumedang mungkin belum menunjukkan angka yang sesungguhnya. Karena pada penemuan kasus baru, tipe multibasiler yang potensial sebagai sumber penularan juga disertai kecacatan tingkat 2, relatif lebih banyak daripada tipe pausibasiler.
Penelitian deskriptif analitik, menggunakan desain penelitian dengan metode pendekatan potong lintang serta pengukuran kuantitatif dan kualitatif, dilaksanakan di Kabupaten Sumedang. Populasi penelitian adalah seluruh petugas pemberantasan penyakit kusta puskesmas di Kabupaten Sumedang.
Penelitian menghasilkan sebagian besar petugas mempunyai kinerja yang buruk. Dari 13 variabel bebas yang diteliti terdapat 3 variabel yang mempunyai hubungan bermakna dengan kinerja petugas, yaitu motivasi petugas, insentif yang didapat petugas dan pembinaan serta dukungan yang didapat petugas. Hubungan antara kinerja dan ketiga variabel bebas diatas secara simultan tidak bermakna.
Disarankan agar dalam meningkatkan kinerja petugas, memperhatikan faktor motivasi petugas, insentif bagi petugas dan pembinaan maupun dukungan terhadap petugas yang berkesinambungan.

The Program of Leprosy Control and the Global Plan of Action for the Elimination of Leprosy by the Year 2000 are efforts towards the improvement of public health. Leprosy is a chronic infectious disease causing stigma and generating negative social impact due to the deformities resulted.
Sumedang shares problems attached to the leprosy, even though in comparison to the neighboring regencies : Subang, Indramayu and Majalengka, the number of leprosy cases is low. However, the low prevalence of leprosy in Sumedang cannot significantly be determined as an indication of the real number since new case findings suggest that more multibacillary types, which have the potential to become the source of contagion along with disability grade 2, have been found rather than the paucibacillary.
This analytic descriptive research was conducted at the Sumedang Regency. The research was designed with a crsoss-sectional approach, and was quantitatively and qualitatively measured. The population of the research was all of the public health center fieldworkers of Leprosy Control Program in Sumedang.
The hypothesis is that there is a correlation between the performance of the Public Health Center fieldworkers of Leprosy Control and the internal factors (individual) and the external factors (environment).
Evidence reveals low performance among a large number of the fieldworkers. Out of 13 independent variables, 3 variables indicate significant correlation with the performance of the fieldworkers. The variables are motivation of the fieldworkers (p:0.04422), incentive received by the fieldworkers (p:0,01210), and guidance as well as support for the fieldworkers ( p:0,029-18). Nevertheless, from a simultant perspective, the correlation between the performance and the three variables is not significant.
To improve performance of the fieldworkers, it is suggested that there should be more significant consideration towards factors of motivation, incentive, continuous guidance and support for the fieldworkers.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1998
T8447
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leny
"Latar Belakang : Indonesia adalah negara peringkat ke-3 di dunia sebagai penyumbang penderita baru kusta terbanyak dengan jumlah penderita cacat tingkat-2 sejumlah 2.025 atau 10.11% (indikator < 5%). Kabupaten Bogor memiliki proporsi cacat kusta yang tinggi bahkan melebihi angka nasional yaitu 15.18 %. Beberapa studi menunjukkan hubungan bermakna antara perawatan diri dengan kecacatan pada penderita kusta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan perawatan diri dengan kecacatan pada penderita kusta di Kabupaten Bogor tahun 2012 setelah dinkontrol oleh faktor-faktor lainnya.
Metode : Desain penelitian kasus kontrol. Populasi dalam penelitian ini adalah penderita kusta tipe MB usia ≥ 15 tahun yang sudah menjalani minimal 8 bulan pengobatan MDT dan tercatat pada register puskesmas tahun 2012 di 10 kecamatan di Kabupaten Bogor. Kasus adalah sebagian dari populasi yang mengalami kecacatan baik tingkat-1 atau tingkat-2 pada saat penelitian dilakukan yang diambil dari puskesmas yang dipilih secara purposive sedangkan kontrol adalah sebagian dari populasi yang tidak mengalami kecacatan pada saat penelitian dilakukan yang diambil secara purposive dari puskesmas yang terpilih. Jumlah sampel 86 orang terdiri dari 43 kasus dan 43 kontrol. Analisis data dilakukan secara bivariat dan multivariat.
Hasil : Terdapat variabel interaksi antara perawatan diri dengan faktor lama sakit sehingga pada analisis multivariat diketahui bahwa penderita kusta yang melakukan perawatan diri dengan baik dan lama sakitnya < 2 tahun diperoleh OR=0.68 (95% CI: 0.12 ? 3.72). Penelitian ini memberikan hasil bahwa perawatan diri tidak berdiri sendiri dalam mempengaruhi kecacatan penderita kusta melainkan ada interaksi bersama antara perawatan diri dengan faktor lama sakit. Bahwa risiko kecacatan semakin besar pada penderita kusta yang kurang baik dalam merawat diri dan lama sakitnya ≥ 2 tahun dengan OR=10.6 (95% CI: 1.03 ? 109.86).

Background : Indonesia is ranked 3rd in the world as a contributor to the new leprosy patients with the highest number of people with disabilities level-2 or 2.025 (10.11%). Bogor district has a high proportion of deformed leprosy even exceed the national rate is 15.18%. Some studies show a significant relationship between self-care disability in patients with leprosy. This study aims to determine the relationship of self-care with a disability in leprosy patients in Bogor Regency in 2012 after control by other factors.
Methode : Case-control study design. Population in this research is the type of MB leprosy patients aged ≥ 15 years who had undergone at least 8 months of treatment MDT and recorded in the register in 2012 health centers in 10 districts in Bogor Regency. Case is part of the population who have disabilities either level-1 or level-2 at the time of the study were drawn from purposively selected health centers while the control is part of the population who do not have disabilities at the time of the study were taken from the clinic were purposively selected . Number of samples 86 people consisting of 43 cases and 43 controls. Data analysis was performed bivariate and multivariate
Result : There is a variable interaction between self-care with a long illness factor that in multivariate analysis known that leprosy patients who perform self-care and well long illness <2 years obtained OR = 0.68 (95% CI: 0:12 - 3.72). This study provides results that self-care does not stand alone in influencing disability lepers but no interaction with the factor of self-care with a long illness. That the greater the risk of disability in leprosy patients in poor self-care and pain ≥ 2 years old with OR = 10.6 (95% CI: 1.03 - 109.86).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T35062
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
H.M. Afif Kosasih
"Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Kuningan, tepatnya di 3 kecamatan yaitu Kecamatan Ciawigebang, kemantren Japara dan Kecamatan Keramatmulya.
Penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran tentang pengetahuan dan sikap terhadap kusta dari kepala keluarga dan tokoh masyarakat dan hubungannya dengan karateristik menurut umur, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan.
Penelitian ini merupakan penelitian survei terhadap kepala keluarga dengan pendekatan "Cross Sectional" dan penelitian kualitatif terhadap tokoh masyarakat dengan menggunakan diskusi kelompokterarah (Fokus Group Diskusi).
Pengambilan data kuantitatif dilakukan melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner tertrukstur terhadap 120 kepala keluarga yang dipilih secara acak. Data yang diperoleh kemudian diolah secara statistik menggunakan teknik analisa ditribusi frekuensi dan Chi-Square dengan menggunakan program komputer SPSS/PC. Sedangkan pengambilandata kualitatif dilakukan dengan menggunakan diskusi kelompok terarah (Fokus Group Diskusi) terhadap 6 kelompok yang masing-masing kelompok terdiri dari 6 sampai 8 peserta. Data yang diperoleh dari hasil diskusi diolah dan kemudian dijelaskan berdasarkan analisa isi.
Hasil penelitian kuantitatif menunjukan bahwa karateristik berdasarkan jenis keiamin, umur, tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan mempunyai hubungan yang bermakna secara statistik dengan pengetahuan tentang penyakit kusta. Sedangkan terhadap sikap, hanya karateristik berdasarkan umur dan tingkat pendidikan yang bermakna karateristik.
Dari hasil kelompok diskusi terarah (Fokus Group Diskusi) diketahui bahwa sebagian besar tokoh masyarakat mempunyai pengetahuan yang baik dan sikap positif terhadap penyakit kusta.

The Factor Related To The Knowledge Attitude Of The Heads Of Household And The Community Leaders On Leprosy In Kuningan Regency, The Province Of West JavaThe research employ quantitative and qualitative research method. Survey technique is employed as quantitative research method, while focus group discussion is used to collect qualitative information.
The Purpose of the research is to obtain the description on the relationship between age, sex, education and occupation characteristics to the knowledge and attitude of the community on the idea of leprosy disease and to examine knowledge and attitude of the community leader.
The primary data obtained from the survey collected from respondent who are selected through the random sampling technique. The data gathering is carried out through the used of interview, using structured questionaries. The data they are arranged and organized, after they have been given codes and scores, by using the computer programme SPSSIPC.
The research conducted in 3 sub districs of Kuningan Regency i.e. Kecamatan Keramat Mulya, Kemantren Japara and Kecamatan Ciawi gebang The sample for survey were 120 heads of households, while focus group discussion were carried out among community leaders.
The research result implies that the age based characteristics is statistically associated significantly to the knowledge on how leprosy spreads. and the attitude of the respondents when any member of their families or neighbor has skin disorder, and their attitude when there is a member of the community suffers from leprosy.
The level of education has statistically significant association with the knowledge on leprosy including the first symtom, how the disease spreads, the appropriate place of medicinal treatment, how to get the medicine, and the regularity of taking the medicine.lt is also associated significantly with the respondent, attitude on the problem of isolating the leprosy sufferers, the communities attitude when there is a member of them who suffers leprosy, and their attitude to a leprosy sufferer who sells food.
The types of occupation are associated with the knowledge on the first symtom of leprosy, how the disease spreads, the place of medicinal treatment, and how to get the medicine. In addition, the types of occupation are visa associated with the attitude of taking the medicine regularly and in facing leprosy sufferers.
It can be know from the result of FGD that most of the figures of the community have understood what leprosy is and its symtoms. On the other hand, their knowledge on how the disease spreads seems to be insufficient. Mean white, the result of FGD indicated that the attitude of the respondents is negative ( they are afraid of being infected).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1997
T3737
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
H. Bachtiar Oesman
"Kusta masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang dengan dampak yang kompleks. Sebagaimana penyakit khronis lainnya maka keteraturan berobat penderita kusta merupakan salah satu masalah pemberantasan penyakit kusta. Oleh karena itu dilakukan penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan keteraturan berobat penderita kusta.
Penelitian ini merupakan survey dengan desain kross seksional. Populasi penelitian adalah seluruh penderita kusta yang tercatat di Puskesmas tahun 1909-1991 dan mendapat obat MDT dari Yayasan Bina Sehat Tangerang. Pengambilan sampel dengan simple random sampling. Besar sampel 255.
Dari 17 variabel yang diteliti didapat 4 variabel yang berhubungan dengan keteraturan berobat yaitu kepercayaan penderita, persepsi jarak, kelainan kulit, cara mendapatkan obat. Penderita yang teratur berobat 78.4% . Dari hasil nilai Odds yang tinggi ternyata kepercayaan penderita dan persepsi jarak selalu muncul dalam berbagai kombinasi variabel. Dari perhitungan Exposed Attributable risk diperoleh hasil kepercayaan 85.767% , persepsi jarak 63.42% , kelainan kulit 86.42% , Cara mengambil obat 64.58%.
Keteraturan berobat penderita kusta di Kabupaten Tangerang cukup tinggi. Faktor yang mempunyai peran besar dalam keteraturan berobat adalah kepercayaan penderita dan kelainan kulit.
Disarankan untuk meningkatkan keterampilan petugas dalam memotivasi penderita, mengintensifkan pencarian penderita baru, mendekatkan tempat mengambil obat kepada penderita dan tetap menjalin kerja sama.dengan pihak swasta."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kamariah
"Penyakit kusta di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan masyarakat. Di samping besamya masalah di bidang rnedis juga masalah sosial yang ditimbulkan oleh penyakit ini. Menghadapi masalah ini, organisasi kesehatan dunia (WHO) telah menetapkan agar pada tahun 2000 penyakit kusta tidak lagi merupakan masalah kesehatan masyarakat dengan prevalensi rate kurang dari 1 per 10.000 penduduk. Penurunan prevalensi rate ini dapat dicapai dengan upaya peningkatan proporsi penderita kusta yang herobat taeratur dalaxn periode waktu tertentu. Pencapaian persentase keteraturan berobat atau RPT rate pcnderita kusta di Kabupaten Aceh Besar pada tahun 1998 (PB: 93,7 %; MB: 91,3 %). Angka ini relatif lebih tinggi dad target RPT rate nasional yaitu 90 % balk untuk penderita ripe PB maupun MIB. Beberapa penelitian, Salah satunya di Tangerang menunjukkan bahwa RFT Rate (1993) mencapai 78,4%, yang berbeda dengan angka keteraturan berobat yang diperoleh dari pencatatan dan pelaporan (RPT Rate : 90%). Prevalensi Rate Kabupaten Aceh Besar cendenmg menunm dari tahun ke tahun, tetapi belum mencapai target Prevalensi Rate yang ditargetkan oleh WHO yaitu kurang dari 1 per 10.000 penduduk. Namun hal ini berbeda dengan penemuan penderita baru yang cenderung meningkat. Berdasarkan kenyataan ini maka dilakukan penelitian yang rnengkaji bagaimana gambaran keteratumn berobat yang sebenamya dari penderita kusta di Kabupaten Aceh Besar dan hubungannya. dengan faktor-faktor yang diasumsikan melatar belakangi keteraturan berobat penderlta kusta, yaitu faktor umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, keyakinan, sikap, jarak, ketersediaan obat, peran petugas, dan peran keluarga.Penelitian dilakukan di Kabupaten Aceh Besar dengan desain cross sectional dan menggunakan data primer. Responden berjumlah 134 orang yang merupakan seluruh populasi yang memenuhi kriteria sebagai sampel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi responden yang teratuzr berobat adalah 74,6 % (95 % CI; 67,2 % - 82,0 %)_ Secaxa statistik diperoleh hubungan yang bermakna antara keteraturan berobat dengan faktor pengetahuan (OR: 6,73i6;95 % CI: 2,540 - l7,855), keyakinan (OR: 7,169; 95 % CI: 1,167 - 44,040 ), sikap (OR: 4,481; 95 % CI: 1,458 - 13,773 ), dan peran petugas (OR: 3,325; 95 % CI: 1,195 - 9,248). Dari empat falctor yang berhubungan tersebut, maka faktor pengetahuan merupakan faktor yang paling berhubungan dengan keteraturan berobat. Diperlukan pendidikan kesehatan yang persuasif dengan menggunakan orang yang berpengalaman dalam kesembuhan kusta sebagai pendidik ( Imitation by vicarious learning ).Per1u juga peningkatan kemampuan petugas dalam metode pendidikan dan penyuluhan rnelalui program pendidikan kcsehatan, dan melaksanakan studi eksperimental, untuk melakukan uji cuba beberapa. model yang berkaitan dengan pendidikan kesehatan yang bersifat persuasif, Hasil studi ini dapat digunakan untuk mendukung program intervensi yang akan meningkatkan RFT Rate.

Leprosy is still a public health problem in Indonesia Besides the medical problems, leprosy disease also gives many social problems. To overcome all those problems ,World Health Organization ( WHO) declared elimination of leprosy by the year 2000,mea.ns leprosy will not be a public health problem anymore when the prevalence rate is less than l per 10.000 population Decreasing prevalence rate could be achieved by increasing the proportion of leprosy patients who could complete the treatment regularly within adequate period of time. The number of patients finished treatment during adequate period of time or RPT rate of leprosy patients in Aceh Besar district in 1998 was relatively high (PB: 93.'7%; MB: 91.3% ). This figure is higher compare to the national target, which is 90 % for both PB and MB types. Several studies, which one of them conducted in Tangerang (1993) showed that RFT Rate was 78,4%, it was different to compliance rate gathered from recording and reporting'(RFl` Rate was 90%). Prevalence Rate in Aceh Besar District tended to decrease from year to year, but it has not reached the Prevalence Rate targeted by WHO, that are less than 1 per 10.000 people. This was different to new cases tinding that tended to increase. Based on this face this study aims to ?rind out the real pictures of the treatment compliance of leprosy patients in Aceh Besar district, and some factors related to the treatment compliance of leprosy patients such as age, sex, education, job, knowledge, confidence, attitude, distance, availability of drugs/MDT, the role of health providers and the role of the patients family. The study was conducted in Aceh Besar district and designed as cross sectional study using primary data. The number of respondents was 134, which was all the population who full [ill the criteria. The study result shows that the proportion of respondent with compliance of treatment was 74.6% (95%CI1 67.2% - 32.0%)_ Statistically the correlation was significant between the compliance of treatment and the knowledge ( OR: 6.736 ; 95%CI 1 2-540 - 17.855 ), the confidence ( OR: 7.169 ; 95%Ci 1 1.167 - 44.040 ), the attitude ( OR 1 4.481 ; 95%CI 1 1.453 - 13-774 ) , and the role of health providers ( OR 1 3.325 ; 95%CI 1 1.195 - 9.243 ). Out of four factors, knowledge is the most factor related to the compliance oftreatment. It is needed to do persuasive health education such as Imitation by Vicarious Leaming using ex leprosy patient. It is also important to improve the capability of health providers in giving health education through formal health school, and conduct an experimental study to try out some models regarding the persuasive health education. The result of the study could be used to support the intervention which could improve RPT Rate."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2000
T3742
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>