Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 44999 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"The objective of this research was to determine the pathogenicity of Nomuraea rileyi on larvae of Spodoptera litura. The isolate was from the infected Crocidolomia binotalis. This fungus was reproduced in rice, corn, and mixture of rice and bran media. The results showed that rice was the best medium for N. rileyi. The spore production in the media of rice, corn, and mixture of rice and bran media after three weeks cultivation age were 7,65 x 10"; 1, 78 x 1013; and 1,06 x 1013 spore-/ml, respectively.
The pathogenicity tests of N. rileyi were employed against three instars (first, third, and fifth instar) of S. litura by spraying the soybean leaves with different concentration of spores. The spray volume was calculated based on the recommended field rate (500 I/ha). No mortality was observed on the first instar of S. litur. However, the third and fifth instar were found to be more susceptible to N. rileyi than the first instar with the LC50 values of 1,471 x 10° and 1,754 x 106 spore/ml respectively. Furthermore the LC95 of N. rileyi against the third and fifth instar was 1,319 x 10" and 2,574 x 1017 spore/
respectively."
580 AGR 19 (1-4) 2006
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Atiek Soemiati
"Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui efek antijamur kombinasi infus daun sirih, kulit buah delima dan rimpang kunyit terhadap Candida albicans. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dilusi untuk penentuan Kadar Hambat Minimal (KHM) dan metode difusi untuk penentuan diameter zona hambatan.
Hasil penentuan KHM menunjukkan bahwa infus daun sirih dan kulit buah delima mempunyai efek antijamur, sedangkan infus rimpang kunyit tidak mempunyai efek antijamur. Efek antijamur juga ditunjukkan dengan angka KHM kombinasi infus daun sirih dan infus kulit buah delima dengan perbandingan konsentrasi masing-masing 31,2 mg/ml : 7,8 mg/ml; 15,6 mg/ml: 15,6 mg/ml dan 7,8 mg/ml : 31,2 mg/ml. Efek antijamur juga ditentukan dengan mengukur zona hambatan terhadap 3 konsentrasi infus daun sirih dan 3 konsentrasi infus kulit buah delima serta 9 kombinasi keduanya. Ternyata efek antijamur kombinasi dua infus lebih besar daripada efek antijamur infus tunggalnya.

The investigation for antifungal effect of medicinal plants, combination infusion of Piper bettle leaves, Punica granatum Fructus Cortec, Curcuma domestica Rhizome. The tested demartophyta used Candida albicans. This research using dilution method to determine of minimum inhibitory concentration (MIC) and difusion method to determine zone inhibition around of disc.
The results of determination of MIC showed that combination infusion Piper bettle leaves with Punica granatum Fructus Cortex against C. albicans respectively, 31,2 mg/ml : 7,8 mg/ml; 15,6 mg/ml : 15,6 mg/ml and 7,8 mg/ml : 31,2 mg/ml. The determination for zone inhibition from 3 concentration of infusion of Piper bettle leaves with 3 concentration of Punica granatum Fructus Cortex with 9 combination against C. albicans showed that combination of two infusion is the larger than the single infusion.
"
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2002
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Djarwanto
"Di alam banyak ditemukan jamur pelapuk kayu yang dapat dimakan. Salah satunya adalah genus Pleuratus (jamur tiram), yang merupakan salah satu perombak utama bahan lignoselulosa di hutan tropis (Kurtzman & Zadrazil, 1982). Jamur tersebut telah diterima masyarakat sebagai sumber bahan makanan tambahan (Suprapti, 1987). Jamur tiram memiliki nilai gizi cukup baik (Crisan & Sand, 1978; Bano & Rajarathnam, 1982, dan Djarwanto & Suprapti, 1992), Selain itu, jamur P. ostrecrrrrs dapat menghambat pertumbuhan tumor pada tikus sebesar 75,3% (Chang, 1993).
Kayu akasia (Acacia mangium Willd.), damar (Agathis borneensis Warp.), dan karet (Hevecr brasiliensis Muell. Arg.) merupakan tiga dari beberapa jenis kayu yang dikembangkan sebagai pohon hutan tanaman industri. Di Indonesia, limbah lignoselulosa yang merupakan produk sampingan industri kehutanan terdapat melimpah. Tanpa perlakuan terhadap limbah tersebut maka proses pelapukan secara alami akan memakan waktu yang relatif lama, sehingga menimbulkan pencemaran lingkungan. Mempertimbangkan bahwa sumber daya kayu dan jamur pelapuk banyak terdapat di Indonesia, maka terbuka peluang untuk memanfaatkannya secara bersamaan sehingga akan diperoleh nilai tambah yang lebih baik dibandingkan apabila dimanfaatkan secara terpisah atau dibiarkan begitu saja. Dengan memanfaatkan kekayaan tersebut secara bijaksana, diharapkan akan mempunyai andil dalam pelestarian sumberdaya alam dan kemungkinan terbukanya lapangan kerja Baru.
Ketahanan kayu yaitu daya tahan suatu jenis kayu terhadap beberapa faktor seperti jamur, serangga, dan binatang laut. Di daerah tropis, nilai suatu jenis kayu untuk keperluan konstruksi sangat ditentukan oleh keawetannya, karena kayu yang berkelas kuat satu, tidak akan ada artinya jika kelas awetnya rendah, sehingga kelas pakainya juga rendah.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pertumbuhan dan produktivitas sembilan isolat jamur Pleurolus dalam mengkonversi limbah lignoselulosa menjadi biomasa yang dapat dimakan, dan kemampuan jamur tersebut melapukkan balok tiga jenis kayu hutan tanaman. Jenis jamur yang diteliti yaitu Pleurolus flabellalrrs Berk. & Br., P. oslrealus Jacq. ex Fr., dan P. sajor-caju (Fr) Sing., masing-masing terdiri dari tiga isolat yang diperoleh dari lapangan di Jawa Barat dan koleksi Puslitbang Hasil Hutan, Bogor. Untuk mengetahui pertumbuhan miselium jamur pada media agar dipergunakan Malt Extract Agar (MEA), dan Potato Dextrose Agar (PDA) dalam cawan petri.
Media produksi dibuat dari serbuk gergaji kayu akasia, damar, dan karet, masing-masing sebanyak 77,5%, ditambah dengan dedak 20%, gips 1,0%, CaCO3 1,0%, urea 0,5%, dan air suling secukupnya. Masing-masing komposisi dicampur hingga homogen dan dimasukkan ke dalam kantong plastik PVC sebanyak 450 gram, kemudian disterilkan dan diinokulasi dengan isolat jamur tersebut. Efisiensi konversi biologi (EKB) dinyatakan dalam persentase bobot tubuh buah jamur segar terhadap bobot bahan media kering, sesuai dengan penelitian Silverio el al. (1981), Royse (1985), Diable & Royse (1986), dan Madan el al. (1987).
Kemampuan jamur dalam melapukkan balok kayu diuji dengan metode Kolleflask sesuai standar DIN 52176. Sebagai pembanding digunakan Schizophyllum commune Fr. Data bobot tubuh buah, jumlah pilaus, frekuensi panen, nilai EKB dan pengurangan berat balok kayu dianalisis dengan menggunakan rancangan faktorial 3x3x3 (jenis kayu, jenis jamur dan isolat) dengan lima ulangan.
Hasilnya menunjukkan bahwa miselium jamur Pleurolus dapat tumbuh baik pada media MEA maupun PDA. Laju pertumbuhan miselium pada media agar berkisar antara 5,5-8,8 mm/hari. Laju pertumbuhan yang tinggi ditemukan pada P. ostreatus isolat II, sedangkan yang rendah pada P. flabellatus isolat II. Isolat jamur yang cepat tumbuh untuk masing-masing jenis yaitu P. flabellatus isolat III, P. ostreatus isolat I dan II, dan P. sajor-caju isolat I dan III.
Sampai umur tiga minggu setelah inokulasi, pertumbuhan miselium pada permukaan media serbuk gergaji kayu akasia paling cepat. Laju pertumbuhan miselium berturut-turut adalah P. ostreatus, diikuti P. sajor-caju, dan yang paling lambat adalah P. flabellatus. Laju pertumbuhan yang cepat adalah P. ostreatus isolat I & II, dan P. sajor-caju isolat I & III. Permulaan panen jamur tercepat adalah P. flabellatus isolat III, diikuti oleh P. flabellatus isolat II & I, dan yang paling lambat adalah P. sajor-caju isolat II. Frekuensi panen dan jumlah pileus P. flabellatus adalah paling tinggi. Frekuensi panen yang tinggi umumnya pada isolat II, sedangkan jumlah pileus isolat I umumnya paling banyak.
Kemampuan jamur Neuron's dalam mengkonversi media yang paling tinggi adalah pada kayu karet, dan yang paling rendah pada kayu damar. Produktivitas dan biokonversi yang tinggi dihasilkan oleh P. ostretus isolat I dan II, P. flabellatus isolat I, sedangkan P. sajor-caju hampir sama untuk masing-masing isolat. P. flabellatus isolat I dan II merupakan strain yang berbeda dengan isolat III, P. ostreatus isolat I adalah satu strain dengan isolat III yang berbeda dengan isolat II, sedangkan P. sajor-caju isolat I dan III memiliki strain yang berbeda dengan isolat II. Pemanfaatan limbah serbuk gergaji tersebut merupakan salah satu upaya mengefisiensikan pemanfaatan sumber daya kayu yang berimplikasi pada konservasi sumber daya alam, karena biokonversi membantu mempertahankan lingkungan dari timbunan sisa bahan organik yang berlebihan, dan memberikan nilai tambah berupa biomassa jamur yang dapat dimakan.
Kemampuan P. sajor-caju melapukkan kayu rendah, sedangkan kemampuan P. ostrealus lebih tinggi. Pada umumnya ketiga jenis jamur Pleurotus isolat II dan lII lebih merusak kayu daripada isolat I. Derajat pelapukan kayu akasia oleh jamur Pleurolus tidak berbeda dengan damar, sedangkan pada kayu karet lebih tinggi. Pengurangan berat kayu yang tinggi ditemukan pada kayu karet yang diinokulasi dengan P. ostreatus isolat II dan P. flabelatus isolat III. Kemampuan jamur Pleura's dalam melapukkan contoh uji balok kayu umumnya lebih rendah dibandingkan dengan S. commune."
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Rahayu K
"ABSTRAK
Penggunaan fungisida bertujuan untuk melindungi benih dari serangan cendawan patogen penyebab penyakit sehingga benih dapat disimpan lama serta memberantas cendawan penyebab penyakit pada tanaman.
Dua macam penelitian dilakukan di Laboratorium dan rumah kaca PAU IPB di Dermaga Bogor untuk mengetahui pengaruh fungisida folirfos pada beberapa konsentrasi (0,04%, 0.12% dan 0,20%) serta fungisida ridomil pada konsentrasi 1,16%, 1,54% dan 2,31%.
Penelitian pertama dilakukan untuk mengetahui pengaruh fungisida terhadap perkecambahan benih jagung SD II dan perkecambahan spora cendawan mikoriza arbuskula. Metode yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 ulangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan fungisida folirfos pada konsentrasi rendah, sedang dan tinggi tidak menghambat perkecambahan benih jagung dan perkecambahan spora Gigaspora rosea serta perkecambahan Glomus manihotis. Penggunaan ridomil menghambat perkecambahan benih jagung, tetapi tidak menghambat perkecambahan spora Gigaspora rosea dan Glomus manihotis.
Penelitian kedua untuk mengetahui pengaruh fungisida terhadap infeksi spora CMA pada akar tanaman jagung dan jumlah spora CMA pada tanah basah dan kering bekas pertanaman jagung dengan metode rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 ulangan. Pengaruh fungisida dan mikoriza terhadap jumlah daun dan tinggi tanaman jagung menggunakan rancangan acak lengkap (faktorial) dengan 3 ulangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan fungisida tidak berpengaruh terhadap infeksi CMA pada akar tanaman jagung dan jumlah spora CMA pada tanah basah dan tanah kering. Kombinasi perlakuan fungisida dan spora CMA juga tidak berpengaruh terhadap jumlah daun dan tinggi tanaman jagung.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan fungisida folirfos dapat diberikan pada benih jagung dan pada spora Gigaspora rosea dan Glomus manihotis, sedangkan fungisida ridomil tidak dapat diberikan pada benih jagung, namun dapat diberikan pada spora Gigaspora rosea dan Glomus manihotis.
Untuk keberadaan CMA pada tanaman jagung penggunaan fungisida tidak mempengaruhinya. Sedarigkan jumlah dan tinggi tanaman jagung tidak dipengaruhi oleh penggunaan fungisida dan mikoriza.

ABSTRACT
One of the purposes of using fungicides is to protect seeds against the attack of pathogenic fungi that cause diseases, so that seeds can be stored longer and fungi that cause disease can be eliminated.
Two experiments were performed in a green house of PAU IPB Bogor, Dermaga, to find out the influences of folirfos fungicide with low concentration (0.04%), medium concentration (0,12%) and high concentration (0,20%), and ridomil fungicide with low concentration (1,16%), medium concentration (1,54%) and high concentration (2,31%) to SD II variety of sweet corn seed germination, to the spore germination of vecsicular - arbuscular (VA) mycorrhizal fungi, Gigaspora rosea and Glomus manihofis, VA mycorrhizai fungi infection on roots, the number of VA mycorrhizal fungi spores on wet soil and dry soil, the number of leaves and the height of corn trees.
The first experiment was performed to find out the influences of folirfos fungicide and ridomil to corn seeds germination and germination of VA mycorrhizal fungi spores.
The results showed that the use of folirfos fungicide with low, medium and high concentrations did not inhibit the the germination of corn seeds, whereas ridomil fungicide with low, medium and high concentrations inhibited the germination of corn seeds. For the germination of Gigaspora rosea, folirfos fungicide with low, medium and high concentrastiens did not inhibit the germination of Gigaspora rosea, whereas ridomil fungicide with medium and high concentrations did not inhibit the germination of Gigaspora rosea either. Ridomil fungicide with low concentration (F4) was still able to increase the germination of Gigaspora rosea amounting to 64,16%, whereas for the germination of Glomus manihofis, the use folirfos and ridomil fungicide could increase the germination of Glomus manihofis spores. Ridomil fungicide with medium concentration (F5) was still able to increase the germination of Glomus manihotis spores amounting to 22,5%.
The second experiment was performed to find out the influences of folirfos fungicide to the VA mycorrhizal fungi on roots of corn trees, and the amount of VA spores on wet soil and dry soil which were previously planted with corn trees, as well as the influences of both fungicides and a mycorrhizal inoculum to the number of leaves and the height of corn trees.
The results showed that folirfos fungicide and ridomil did not influence the infection of VA mycorrhizal fungi on the roots of corn trees and the amount of VA spores on wet soil and dry soil. The combination of treatment of fungicide and VA spores did not significantly influence (p>0,05) the number of leaves and the height of corn trees, 1 can be concluded, from the fisrt experiment, that the use of folirfos fungicide with any level of concentration can be given to the seeds of corn because it did not inhibit germination, whereas ridomil fungicide with low, medium and high concentrations can not be given to the seeds of corn because it inhibit germination. As for the germination of VA mycorrhizal fungi, ridomil fungicide with low concentration (F4) can be given to Gigaspora rosea, because the spores were still able to germinate up to 64,14%.
From the second experiment I can conclude that folirfos fungicide as well as ridomil fungicide with any level of concentration can be used for corn trees containing mycorrhizal fungi, because both fungicide did not influence the existence of VA mycorrhizal fungi on the trees, the number of leaves as well the height of the corn trees.
"
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ihda Alhusnayain
"Enzim dari jamur merupakan enzim yang sangat potensial untuk mengatasi kendala teknis industri yang berhubungan dengan proses produksi. Salah satu sumber enzim adalah mikroorganisme termofilik yang banyak terdapat pada sumber air panas, salah satunya sumber air panas di Kabupaten Lombok, Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk memproduksi, memurnikan, dan mengkarakterisasi lakase dari isolat jamur yang didapatkan dari penelitian sebelumnya. Jamur yang diperoleh, diremajakan kembali dalam medium potato dextrose agar (PDA). Isolate jamur kemudian dioptimasi pada 4 medium yang berbeda, selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm pada suhu 4°C untuk memperoleh pellet. Pellet dimurnikan seacara parsial dengan ammonium sulfat dan dialisis menggunakan membran dialisis dengan ukuran MW cut-off 8000-14000 Da. Aktivitas enzim diukur menggunakan alat spektrofotometri UV-Vis dengan 2.2'-azino-bis (3-etilbenzthiazolin-6-asam sulfonat) (ABTS) sebagai substrat pada panjang gelombang 420 nm. Pellet dengan aktivitas tertinggi selanjutnya di evaluasi karakternya yang meliputi pH, suhu, dan kinetika reaksi. Berdasarkan hasil yang diperoleh, peremajaan jamur yang optimal tumbuh pada suhu 35ºC, selanjutnya aktivitas tertinggi dengan nilai 8,8148 U/mL berasal dari medium 2 dengan pH optimum 5,0, suhu inkubasi optimal 30ºC, dan laju reaksi maksimum enzim (Vmaks) Lakase adalah 7,5851 μmol/mLmenit serta nilai konstanta Michaelis-Mentennya (Km) adalah 0,3816 μmol/mL. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa jamur yang tumbuh pada penelitian ini bukan jamur termofilik.

Enzymes from fungi are enzymes that are highly potential to overcome industrial technical barriers related to the production process. One of the sources of enzymes is thermophilic microorganisms that are many found in hot water sources, one of which is hot water in Lombok,Indonesia. The study aims to produce, purify, and characterize lacase from fungal isolates obtained from previous studies. The resulting mushrooms are re-maintained in a medium of potato dextrose. (PDA). The fungus isolate was then optimized on 4 different media, then centrifugated at a speed of 3000 rpm at a temperature of 4°C to obtain pellets. The pellet is partially purified with ammonium sulfate and dialysed using a dialytic membrane with a MWcut-off size of 8000-14000 Da. Enzyme activity was measured using UV-Vis spectroscopic instrument with 2.2'- azino-bis (3-ethylbenzthiazolin-6-acid sulfonate) (ABTS) as a substrate ata wavelength of 420 nm. Pellets with the next highest activity in their character evaluation that includes pH, temperature, and reaction kinetics. Based on the results obtained, optimal fungalrejuvenation grows at a temperature of 35ºC, then the highest activity
with a value of 8.8148 U/mL comes from the medium 2 with an optimal pH of 5.0, the optimal incubation temperature of 30ºC, and the maximum enzyme reaction rate (Vmax) of Lakase is 7.5851 μmol/mlminute and the Michaelis-Menten constant value (Km) is 0.3816 μmol/mL. Therefore, it can be concluded that the mushrooms that grew in this study were not thermophilic fungi.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Grand Septia Yama
"Metarhizium majus UICC 295 merupakan kapang entomopatogen yang mampu membunuh serangga. Penelitian bertujuan menguji pengaruh penambahan tepung cangkang kepiting 10% (b/v) pada medium Saboraud Dextrose with Yeast Extract Agar (SDYA) terhadap kemampuan M. majus UICC 295 dalam menginfeksi larva Oryctes rhinoceros serta mengetahui pengaruh freezing pada -80o C menggunakan gliserol 10% (v/v) dan gliserol 10% (v/v) dengan penambahan laktosa 5% (b/v). Metarhizium majus UICC 295 pada SDYA dengan penambahan tepung cangkang kepiting 10% mampu membunuh larva 100% dalam waktu 13 hari. Preservasi pada -80o C menggunakan akuades, gliserol 10% (v/v) dan gliserol 10% (v/v) dengan penambahan laktosa 5% (b/v) mampu mempertahankan viabilitas M. majus UICC 295 pada SDYA dan SDYA dengan penambahan tepung cangkang kepiting 10% (b/v). Metarhizium majus UICC 295 pada kadaver larva O. rhinoceros tetap viabel setelah dipreservasi pada suhu -80o C.

Metarhizium majus UICC 295 is an entomopathogenic fungus with the ability to kill insects. This research investigated the effect of 10% (w/v) crab shell powder in Saboraud Dextrose Agar with Yeast Extract (SDAY) on the pathogenicity of M. majus UICC 295 to infect Oryctes rhinoceros larvae and to determine the effect of freezing at -80o C using 10% (v/v) glycerol and 10% (v/v) glycerol added with 5% (w/v) lactose. Metarhizium majus UICC 295 on SDAY added with 10% (w/v) crab shell powder caused 100% larval mortality within 13 days. Preservation at -80o C using 10% (v/v) glycerol and 10% (v/v) glycerol added with 5% (w/v) lactose maintained the viability of M. majus UICC 295 on SDAY and SDAY added with 10% (w/v) crab shell powder. Metarhizium majus UICC 295 on O. rhinoceros cadaver was viable after being preserved at -80o C."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S43448
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Amalina Khodijah
"Metarhizium majus UICC 295 adalah kapang entomopatogen. Penelitian bertujuan menguji kemampuan M. majus UICC 295 pada medium Sabouraud Dextrose with Yeast Extract Agar (SDYA) dengan penambahan tepung kulit udang 10% (b/v) dalam menginfeksi larva Oryctes rhinoceros serta mengetahui pengaruh preservasi metode freezing pada suhu -80o C menggunakan protektan gliserol 10% (v/v) dan gliserol 10% (v/v) dengan penambahan sukrosa 5% (b/v). Metarhizium majus UICC 295 pada SDYA mampu membunuh larva 3,33%--100% dalam 7--11 hari dan dengan penambahan tepung kulit udang 10% membunuh larva 6,67%--40% dalam waktu 12--30 hari. Metarhizium majus UICC 295 pada medium SDYA tetap memiliki viabilitas setelah dipreservasi pada suhu -80o C menggunakan gliserol 10% dan gliserol 10% dengan penambahan sukrosa 5%. Metarhizium majus UICC 295 pada SDYA dengan penambahan kulit udang 10% kehilangan viabilitasnya setelah dipreservasi pada suhu -80o C. Metarhizium majus UICC 295 pada kadaver larva O. rhinoceros tetap memiliki viabilitas setelah dipreservasi pada suhu -80o C.

Metarhizium majus UICC 295 is an entomopathogenic fungus. This research investigated the pathogenicity of M. majus UICC 295 from Sabouraud Dextrose Agar with Yeast Extract (SDAY) medium added with 10% (w/v) shrimp shell powder to infect Oryctes rhinorecos larvae, and to determine the effect of preservation with freezing method at -80o C with 10% (v/v) glycerol and 10% (v/v) glycerol with addition of 5% (w/v) sucrose as protectants. Application of M. majus UICC 295 from SDYA caused 3.33%--100% larval mortality within 7--11 days, whereas addition of 10% shrimp shell powder caused 6.67%--40% larval mortality within 12--30 days. Metarhizium majus UICC 295 from SDYA was viable after being preserved at -80o C with 10% glycerol and 10% glycerol with addition of 5% sucrose as cryoprotectant, M. majus UICC 295 from SDYA with addition of 10% shrimp shell powder lost its viability after being preserved at -80o C with both cryoprotectants. Metarhizium majus UICC 295 on O. rhinoceros cadaver was viable after being preserved at -80o C."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S43447
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"This study was carried out to investigate the effect of biological treatment with Phanerochaete chrysosporium Burds fungi on the degradation process of chemical component of wood of Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) especially lignin, celullose and extractives and efficiency of the pulping process.
The white-rot fungus, P. chrysosporium Burds was cultured at 28 ° C, RH 65 % for 7 days under growth medium, and inoculated to wood chips of Sengon and incubated for 4 weeks. The chips were then analyzed of its chemical components and then cooked by kraft process with 3 variation of active alkali (16%, 14%,12%) and 3 variation of cooking time (2; 1,5; and 1 hour).
This study showed that fungal treatment could reduce the lignin content of wood chip from 26 % to 24 % and reduce the extractives content from 2,5 % to 1,7 %, and celullose content changed slightly. The highest screened yield (50,72 %) was reached on treated chips cooked with 16 % active alkali and 1,5 hours time cooking. The treated chips cooked with 14% active alkali and 1,5 hours cooking time has the same screened yield with untreated chips, 39,85% dan 39,32% respectively. The kappa number decreased from 7,97 to 2, 89. This means that bio-kraft pulping could reduce the active alkali requirement unto 12,5 % and reduce the cooking time unto 25 %."
580 AGR 19 (1-4) 2006
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Kenardo
"Penelitian bertujuan mengisolasi dan mengidentifikasi kapang endofit dari Broussonetia papyrifera, serta mengetahui aktivitas antimikroba kapang endofit terhadap Escherichia coli ATCC 25922, Bacillus subtilis ATCC 6633, dan Candida albicans UICC Y-29. Hasil identifikasi konvensional berdasarkan karakter morfologi menunjukkan kapang-kapang endofit terdiri dari Aspergillus flavus ES6, Aspergillus sparsus ES5, Penicillium chrysogenum ES8, dan Mycelia sterilia ES7. Pengujian dengan blok agar memperlihatkan kapang A. flavus ES6 memiliki aktivitas antimikroba terhadap C. albicans dan kapang P. chrysogenum ES8 memiliki aktivitas antimikroba terhadap B. subtilis, sedangkan kapang A. sparsus ES5 dan mycelia sterilia ES7 tidak memperlihatkan aktivitas antimikroba.

This research was to isolate endophytic fungi from Broussonetia papyrifera, to identify the isolates, and to investigate their antimicrobial activity against Escherichia coli ATCC 25922, Bacillus subtilis ATCC 6633, and Candida albicans UICC Y-29. Endophytic fungi were identified by conventional method and they were Aspergillus flavus ES6, Aspergillus sparsus ES5, Penicillium chrysogenum ES8, and Mycelia sterilia ES7. Agar block test results of A. flavus ES6 showed antimicrobial activity against C. albicans and P. chrysogenum ES8 against B. subtilis. Aspergillus sparsus ES5 and Mycelia sterilia ES7 showed no antimicrobial activity."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
S192
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Galuh Purnamasari
"ABSTRAK
Metarhizium majus UICC 295 adalah kapang entomopatogen. Penelitian bertujuan membuat dan menguji formula M. majus UICC 295 menggunakan media pembawa substrat jagung (Zea mays) terhadap larva Oryctes rhinoceros dengan metode kontak langsung, serta mengetahui pengaruh suhu dan waktu penyimpanan terhadap viabilitas konidia/hifa kapang pada formula. Pengujian suspensi konidia/hifa kapang sebanyak (2,42 ± 0,50) x 106 CFU/ml menyebabkan kematian larva 100% dalam 9--14 hari. Pembuatan formula dengan menginokulasikan biomassa kapang sebanyak 10% (berat/berat) ke dalam jagung. Pengujian formula dengan jumlah konidia/hifa (1,77 ± 0,73) x 106 CFU/g menyebabkan kematian larva 100% dalam 7--13 hari. Penyimpanan formula pada suhu 25--27° C dan 4° C selama 30 hari menyebabkan penurunan viabilitas
konidia/hifa berturut-turut sebesar 93,95% dan 91,19%.

Abstract
Metarhizium majus UICC 295 is an entomopathogenic fungus. This research investigated the use of corn as a carrier for formulation of Metarhizium majus UICC 295, application of the formula on Oryctes rhinoceros larvae, and the effect of temperature and time on the conidia/hyphal viability during storage. Application of conidia/hyphal suspension (2.42 ± 0.50) x 106 CFU/ml caused 100% larval mortality within 9--14 days. Formulation was carried out by inoculation of 10% (w/w) fungal biomass into corn. Application of the formula containing conidia/hyphae (1.77 ± 0.73) x 106 CFU/g caused 100% larval mortality within 7--13 days. The conidia/hyphal viability in the formula was decreased 93.95% and 91.19%, after storage for 30 days at 25--27° C and 4° C, respectively.
"
2011
S1626
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>