Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 76320 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Sejalan pemberlakuan otonomi daerah, kewenangan daerah menjadi bertambah besar dan lebih berperan dalam melaksanakan pembangunan wilayah. Salah satu tujuan desentralisasi adalah meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi sehingga dapat meningkatkan kemandirian daerah dalam melaksanakan pembangunan secara berkelanjutan"
620 PUSKA 1:1 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Salemba Empat, 2018
338.9 STR
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Lukman Arifin
"Kesenjangan pembangunan di Kawasan Timur Indonesia pada umumnya dan di Propinsi Kalimantan Timur pada khususnya merupakan salah satu permasalahan yang terjadi sampai saat ini. Kesenjangan yang terjadi tersebut disamping merupakan warisan sejarah, juga diakibatkan oleh sistim pembangunan yang dilaksanakan dewasa ini yang lebih bersifat sektoral, sentralistik dan kurang memperhatikan wilayah. Kurangnya percepatan pembangunan diwilayah tersebut diidentifikasi karena kurangnya modal atau investasi sebagai akibat adanya kegagalan pasar dan sekaligus kegagalan pemerintah.
Untuk mengatasinya, Pemerintah Pusat mengupayakan percepatan pembangunan melalui pendekatan kebijakan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) yang bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat setempat melalui percepatan dan maksimalisasi perturnbuhan ekonomi.
Secara garis besar ada tiga hat yang ditawarkan dalam kebijakan KAPET, yakni : (a) keterpaduan perencanaan dan program antar sektor dan antara sektor pemerintah dan sektor swasta; (b) keterpaduan dalam pelayanan perijinan; dan (c) keterpaduan dalam pemberian insentif-insentif khusus kepada wilayah yang dikembangkan.
Mengingat bahwa kebijakan KAPET SASAMBA telah berjalan Iebih dari dua tahun, tetapi belum menunjukkan kinerja yang baik, maka perlu dikaji kembali kebijakan KAPET tersebut, apakah masih cukup efektif dan relevan diterapkan untuk Propinsi Kalimantan Timur. Apalagi dengan telah disyahkannya UU Otonomi Daerah yang akan berlaku efektif tahun 2001, maka kajian tersebut sangat diperlukan. Analisis yang dilakukan secara garis besar dapat dibagi menjadi dua hal, yaltu analisis perencanaan regional dan analisis kebijakan publik.
Dari analisis yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa dipandang dari sisi perencanaan, konsep KAPET cukup baik bagi pengembangan suatu wilayah, walaupun dengan catatan-catatan. Apabila dipandang dari aplikabilitas kebijakan, konsep KAPET masih perlu deregulasi, agar kebijakan tersebut cukup efektif dilaksanakan, baik dari sudut keterpaduan insentif terhadap wilayah yang di kembangkan, maupun penyelenggaraannya itu sendirii. Deregulasi juga sangat diperlukan berkaitan dengan terjadinya konflik kebijakan antara konsep KAPET dan UU Otonomi Daerah. Selanjutnya, studi ini juga mengusulkan agar konsep KAPET tetap dapat dilaksanakan dengan "kesepakatan baru" dan perbaikan-perbaikan sebagaimana yang diusulkan. "
2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amelia Novianti
"Terjadinya disparitas pertumbuhan ekonomi antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI), telah melatarbelakangi dibentuknya Kawasan Pembangunan Ekonomi Terpadu (KAPET). Pada Kapet-kapet tersebut akan diprioritaskan upaya-upaya pembangunan baik berupa pengembangan infrastruktur, pengembangan sumberdaya alam yang menjadi komoditas potensial, pengembangan sumberdaya manusia, maupun pengembangan kelembagaam Untuk mendukung aktifitas pembangunan di Kapet, pemerintah memberikan bermacam-macam insentif atau kemudahan-kemudahan kepada dunia usaha maupun masyarakat untuk menanamkan modalnya. Kapet- ini diharapkan dapat menjadi `Pusat Pertumbuhan' yang pada gilirannya mampu merangsang pertumbuhan wilayah seldtarnya (hinterlands) melalui apa yang disebut `trickle down effects'.
Pembangunan growth centre dipercayai para pengambil kebijakan maupun perencana bail( di negara maju ataupun negara-negara berkembang termasuk Indonesia sebagai suatu strategi yang dapat mengatasi kesulitan dalam melaksanakan percepatan pembangunan daerah. Namun strategi pengembangan growth centre ini menimbulkan silang pendapat di antara para ahli. Niles Hansen (1972:103), misalnya mengatakan bahwa strategi di atas, khususnya di negara-negara berkembang mengalami banyak hambatan atau kegagalan, antara lain disebabkan karena masalah `keuangan' yang ternyata merupakan kendala terbesar bagi berhasilnya pembangunan pusat-pusat pertumbuhan tersebut. Demikian pula halnya dengan Harry W. Richardson (1978:134) menyatakan bahwa banyak dari negara-negara berkembang yang meninggatkan konsep pembangunan ini karena `spread effects' yang dihasilkan dan yang diharapkan mampu untuk mengembangkan daerah sekitarnya ternyata tidak pemah terwujud dan hanya menyerap sedikit sekali tenaga kerja.
Upaya mendorong pertumbuhan ekonomi KAPET Parepare dilakukan dengan mengembangkan sektor-sektor unggulan, seperti sektor pertanian dan sektor industri. Upaya ini didukung dengan pengembangan sarana dan prasarana yang sudah tersedia, agar dapat lebih menarik minat investor menanamkan modalnya di kawasan ini. Dad basil perhitungan LQ menunjukkan bahwa sektor pertanian dan sektor bangunan dan konstruksi menjadi sektor basis di kawasan ini. Analisis shift share menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor-sektor ekonomi di KAPET Parepare secara umum lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan sektor-sektor yang sama di tingkat propinsi_ Hal ini mengindikasikan strategi pembangunan KAPET Parepare secara sektoral memang berbeda dengan Sulawesi Selatan. Analisis regress data panel menunjukkan bahwa PDRB seluruh daerah yang termasuk KAPET Pare-Pare dipengaruhi oleh nilai produksi pertanian, jumlah tenaga kerja, produktivitas tenaga kerja, kapasitas daya listrik terpasang, konsumsi listrik, dan variabel bonekaldummy (menunjukkan perbedaan sebelum dan setelah diberlakukannya kebijakan pembentukan KAPET Parepare). Analisis disparitas menunjukkan bahwa setelah pembentukan KAPET Parepare, kesenjangan pendapatan perkapita antar daerah dalam kawasan sernakin bertambah_ Berarti pengembangan KAPET Parepare belum membawa manfaat bagi pemerataan terhadap pendapatan perkapita antar daerah.
Perlu ada diciptakan keterpaduan dan keterkaitan fungsional berbagai kegiatan dan program antar sektoral dan antar daerah. Hal ini selain untuk menciptakan sinergi potensi wilayah KAPET Parepare, juga semakin memperkecil disparitas antar daerah dalam kawasan tersebut."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T12594
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Omah Laduani Ladamay
"Latar Belakang: Pemerataan pembangunan merupakan salah satu topik cukup hangat dibicarakan dalam memasuki rencana pembangunan lima tahun ke depan (Repelita VI), baik pemerataan antara kelompok masyarakat maupun pemerataan antar wllayah. Salah satu bentuk pemerataan yang cukup mendapat perhatian di Indonesia adalah pemerataan antar wilayah terutama antara Kawasaki Barat Indonesia OCR, dengan Kawasaki Timur Indonesia PI yang merupakan dua wilayah utama di Indonesia.
Kurang adanya pemerataan antar daerah di Indonesia terutama antara KRI dan KTI dapat ditunjukkan dari hasil analisis (tampion) performance ekonomi dengan mengidentifikasikan berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita regionalnya. Hasil analisis tersebut mound Maildl (1997), pada tahun 1994- hampir sebagian besar propinsi-propinsi di KTI, antara lain : Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Irian Jaya, Maluku, dan Sulawesi Selatan termasuk dalam kategori pertumbuhan ekonomi rendah dan pendapatan regional rendah.
Propinsi-propinsi yang termasuk dalam kategori ini adalah propinsi-propinsi yang secara ekonomis sangat tertinggal, baik dari segi pertumbuhan ekonomi maupun pendapatan per kapitanya atau dengan kata lain propinsi yang paling buruk keadaannya dibandingkan dengan wilayah lain di Indonesia. Kondisi pada tahun 1994 ini telah mengalami perubahan dibandingkan pada tahun 1991, dimana propinsi-propinsi yang termasuk dalam kategori pertumbuhan ekonomi rendah dan pendapatan rendah masih termasuk propinsi yang berada pada kawasan barat Indonesia, antara lain : Daerah Istimewa Yogyakarta, Bengkulu, Lampung, dan Jambi. Hai ini menunjukkan adanya perubahan performance yang semakin memperburuk kesenjangan antara KTI dan KRI selama kurun waktu 1991 sampai dengan 1994. "
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Feby Setyo Hariyono
"Rumusan kawasan industri dalam Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1996 tentang kawasan industri adalah sebagai tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri yang telah memiliki ijin usaha kawasan industri. Ditinjau dari segi penataan ruang, resiko lingkungan, kepastian tempat usaha, penyediaan prasarana dan sarana penunjang, prosedur dan waktu penyelesaian perijinan, keamanan, dan lain sebagainya, mendirikan industri di kawasan industri lebih menguntungkan daripada berlokasi industri di luar kawasan industri. Segala kemudahan yang disiapkan di kawasan industri diharapkan dapat mempermudah pembangunan dan pengendalian industri, pihak industri dapat memperkecil ongkos investasi maupun operasinya, serta dengan terkelompoknya industri di satu kawasan diharapkan dapat mempermudah upaya pengelolaannya dan pengendalian dampak pencemaran yang diakibatkan oleh aktifitas industri yang berlangsung.
Mengingat tujuan kebijakan pengembangan kawasan industri adalah untuk memberikan kemudahan bagi kegiatan industri di kawasan industri dalam rangka mendorong kegiatan industri untuk berlokasi di kawasan industri, sementara pada perkembangannya terjadi penurunan tingkat pemanfaatan lahan di kawasan industri dan terjadi peningkatan pemanfaatan lahan di luar kawasan industri, seperti halnya yang terjadi di Kabupaten Bekasi, Propinsi Jawa Barat. Hal tersebut mencerminkan tidak berhasilnya implementasi kebijakan, yang ditunjukkan dengan adanya gap antara harapan dan kenyataan kebijakan pengembangan kawasan industri.
Hasil analisis terhadap lima faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan pengembangan kawasan industri, yaitu jenis manfaat yang diterima oleh target groups, perubahan yang diinginkan dari kebijakan, sumber daya, komunikasi, serta kondisi sosial, politik dan ekonomi menunjukkan adanya hambatan-hambatan, baik yang berasal dari isi kebijakannya maupun pada implementasi kebijakannya. Mengingat kebijakan pengembangan kawasan industri ditujukan untuk menjadikan kawasan industri sebagai alat untuk penciptaan iklim usaha yang baik, pengaturan tata ruang, jaminan lingkungan hidup, pengembangan wilayah, serta sebagai investasi fasilitas umum (bukan profit making/real estate), maka perlu pengaturan yang jelas dan rinci mengenai instansi yang terkait, tugas dan tanggung jawabnya dalam pengembangan kawasan industri, pemberian kemudahan dan fasilitas khusus dalam pengembangan kawasan industri, dan sosialisasi mengenai arti penting investasi bagi pertumbuhan ekonomi negara untuk mendapat dukungan masyarakat menjaga keamanan dan ketertiban di kawasan industri.

Industrial area formulation as stated in Presidential Decree Number 41 Year of 1996 regarding industrial area is a center of industrial activities equipped with infrastructure and facility that are developed and organized by the industrial area's company that has been obtained the business license of industrial area From the point of view of space arrangement facet, environment risk, business place certainty, provision of supporting infrastructure and facility, procedure and license of accomplishment time, security, and so on, establishing industry in industrial area is more advantageous than outside industrial area. All eases prepared in industrial area expected to ease the industrial development and controlling, industry party can reduce investment and operational fee, industrial grouping in a area is expected to ease the efforts of organization and controlling pollution impact that is caused by going on industrial activity.
Considering the aim of industrial area development policy is to ease industrial activity in industrial area in order to support industrial activity to locate in an industrial area, meanwhile during development progress there is a decline in the extent of area utilization and conversely, and increase in area utilization outside industrial area, just like what happens at Bekasi Regency, West Java Province. That reflects unsuccessful policy implementation, as shown by the gap between expectation and reality in policy of industrial area development.
The analysis outcome on five factors that influence policy implementation of industrial area development, is kinds of benefit accepted by the group target, desired changes from the policy, resources, condition of social, politic and economy, and communication show obstacles that come either from the policy content of policy implementation. Considering the policy of industrial area development aims to make industrial area as a medium for creation of good business climate, space arrangement, living environment guarantee, area expansion, and as investment facility for public (not for profit making/real estate), then clear and detailed regulations regarding related institutions is needed, its duties and responsibilities in developing industrial area, giving ease and special facility in developing industrial area and socialization regarding the essence of investment for the growth of country economy in order to get support from the society in maintaining security and orderliness in industrial area."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T21527
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chaniago, Alvin Rizalsan
"Kondisi perekonomian antar daerah yang masih timpang satu dan lain membuat pemerintah Indonesia melaksanakan masterplan percepatan dan peluasan pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang mana salah satu strategi yang dilakukan adalah pengembangan koridor-koridor ekonomi dengan memanfaatkan keunggulan masing-masing wilayah. Prakteknya pengembangan ini dilakukan melalui Kawasan Ekonomi Khusus. Salah satu KEK yang baru dibentuk adalah KEK Tanjung Kelayang yang secara penunjukan administratfi paling cepat di Indonesia. KEK Tanjung Kelayang yang merupakan KEK pariwisata memiliki beberapa kendala seperti konflik sengketa tanah dan tidak tercapainya target investasi. Peneliti kemudian mencoba menganalisis implementasi dari Kebijkan KEK Tanjung Kelayang tersebut dengan menggunakan multiple streams/critical juncture approach dan model implementasi rational. Penelitian menggunakan pendekatan post-positivist dan dilakukan pengumpulan data dengan melakukan wawancara mendalam serta data sekunder dari literature. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa KEK merupakan inisiatif BUPP untuk mengembangkan kawasan dengan insentif dari pemerintah. Pemerintah ikut serta melihat potensi dari pengembangan kawasannya dapat meningkatkan perekonomian masyarakat. Dalam implementasi kebijakan dilakukan oleh banyak aktor-aktor yang terdiri dari pemerintah dan BUPP. Masalah yang menjadi hambatan KEK adalah lambatnya realisasi investasi yang dikarenakan banyak investor yang wait and see. Secara faktor-faktor penting implementasi yang menghambat ada pada indikator visi, misi yang kurang jelas, perencanaan target investasi yang kurang dan pengawasan tanpa intervensi.

Massive economic gap between each regions in Indonesa made the government of Indonesia to launch Indonesian masterplan to accelerate economic building (MP3EI) which one of its strategy to develop multiple economic corridor using each region specialities. In the development using special economic zone. One of the new Tanjung Kelayang SEZ which perform the fastest administration appointed in Indonesia. Tanjung Kelayang SEZ have some difficulties with land conflict and unreachable investment target. Then writer want to study about the implementation with streams/critical juncture approach and rational implementation model. This study was conducted with a post-positivist approach and data was collected by conducting in-depth interviews and literature studies as secondary data. The study result, that the SEZ was BUPP doing to do business with incentive from government. Government see this as an opportunity to develop the region. The implementation itself happened with lots of actor from government and BUPP. The problem with SEZ is that the investor choose to wait and see. The important factor that influenced the implementation are unclear vision and mission, unachievable investment target and monitoring without intervention."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Komala
"ABSTRAK
Indonesia adalah negara yang mengembangkan sektor pariwisata untuk meningkatkan perekonomiannya. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan membentuk Kawasan Ekonomi Khusus KEK . KEK Tanjung Lesung ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2012 dan diresmikan pada tanggal 23 Februari 2015. Tujuan penetapan KEK Tanjung Lesung secara umum adalah untuk meningkatkan investasi, menyerap tenaga kerja, dan meningkatkan pemanfaatan sumber daya lokal. Salah satu masalah dalam implementasi pengembangan KEK Tanjung Lesung adalah belum optimalnya pembangunan sarana transportasi dan fasilitas pendukung lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan bagaimana Implementasi pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Lesung dan melihat apa saja yang yang menjadi faktor pendukung dan penghambat implementasi KEK Tanjung Lesung. Dalam menganalisis implementasi Kebijakan Pengembangan KEK Tanjung Lesung penulis menggunakan analisis implementasi Michael Hill dan Peter Hupe, faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan menurut Van Meter dan Van Horn serta teori dari Kotler mengenai marketing place. Metode penelitian yang digunakan adalah postpositive. Hasil penelitian menunjukan implementasi KEK Tanjung Lesung masih belum optimal.
ABSTRACT
Indonesia is a country that develops the tourism sector to improve the economy. Among the ways in which to improve the economy, the Indonesian government established a Special Economic Zone KEK . One of the KEK formed is KEK Tanjung Lesung determined through Government Regulation No. 26 of 2012 and inaugurated on February 23, 2015. The objective of KEK Tanjung Lesung is to increase investment, to absorb labor, and to increase the utilization of local resources. However, the construction of transportation facilities and other supporting facilities in the KEK Tanjung Lesung is not optimal. This study aims to illustrate how the implementation of KEK Tanjung Lesung development and see the supporting and inhibiting factors of the implementation of KEK Tanjung Lesung. In analyzing the policy implementation, the development of KEK Tanjung Lesung, the writer uses the implementation analysis of Michael Hill and Peter Hupe, the factors that influence the implementation of the policy according to Van Meter and Van Horn and Kotler 39 s theory of marketing place. The research method used is postpostivis. The results showed that the implementation of KEK Tanjung Lesung is still not optimal. "
2018
T51646
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evron Asrial
"ABSTRAKSI
Ptnglitlan ini berlangswg dl kawasan pertambakan udang Kecamatan Stippa Kabupattn Pinrang selama Mei - Juli 2001. Tujuannya adalah untuk mengetahuipermasalahan dan potensi produksi budidaya udang w/«efcj/Tiger Prawn (Penaeus monodon), serta untuk membantu pemerintah daerah setempat merencanakan pembangunan masyarakat desa melalui pengembangan pertambakan udang sebagai alternatif kegiatan perekonomian yang handal, stabil dan sinambimg bagi masyarakat desapantai.
Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder dalam bentuk kitantitatif dan kualitatif. Pengumpulan data primer menggunakan metoda simple random sampling melalui wawancara terhadap petani tambak udang selaku responden sebanyak 82 orang (n = 82). Analisis data primer mengunakan metoda SWOT, dan Multiple Regression and Correlation
Hasil analisis SWOT memtnjukkan bahwa stakeholder utama untuk meningkatkan PDRB tambak udang adalah Dinas Eksphrasi Laut dan Perikanan Kabupaten Pinrang, Rencana strategisnya berupa Peningkatan Nilai Produksi (total revenue) tambak udang rakyat melalui Pembentukan Sentra Perekonomian desa pantai. Untuk itu, perlu diupayakan peningkatan dan kesinambungan produksi maupnn hargajual udang tambak.
Analisis multiple regression menghasilkan model pendugaan kapasitas produksi tambak udang rakyat (dependent variable) yang dipengaruhi oleh 6 (enam) variabel bebas (explanatory variables) yang dapat dikendalikan. Variabel-variabel tersebut terdiri dari tinggi pematang, tinggi air tambak, jumlah tebar benur, pemakaian urea & TSP, konsumsi pakan, dan tinggi ganti air. Analisis multiple correlation memperlihatkan nilai R2 - 0,693 yang berarti 69,3% variasi Y dapat dijelaskan oleh model, sehingga model dianggap cukup untuk membuatpendugaan/peramalan (forecasting).
OS423
Gwa meningkatkan PDRB tambak udang, disarankan menjadikan kawasan pertambakan udang sebagai sentra perekonomian desa pantai dengan mengupayakan agar tambak udang rakyat menghasilkan output yang sinambimg dan menguntungkan. Program-program yang perlu dilakukan untuk itu adalah (I) penyusunan, uji coba, validasi dan sosialisasi model peningkatan nilai volume produksi tambak udang, (2) peningkatan kemampuan SDM (PPL dan petani tambak), (3) perencanaan dan pembangunan fasilitas produksi dan fasilitas ekonomi, (4) pembentukan perseroan terbatas usaha/bisnis milik bersama, dan (5) peningkatan modal kerj a petani tambak melalui fasilitas perbankan.
"
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T228
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Siska
"Agroindustry has become the main pillar in South Kalimantan development, it can be found in RPJPD 2005-2025. Kandangan mainstay region as one of three leading region in South Kalimantan which potentially improved to push economy growth through agriculture based industry activity (agroindustry). The concept of agroindustry a side is expected to drive economic growth as well as to realize the equitable distribution of income. This research ains to: identify to economic development of the region in Kandangan mainstay regions, identify the main commodity, identify means of supporting agroindustry, and formulating development development strategies based agroindustry region. Entropy analysis shows the development of the economy sufficiently developed in Kandangan mainstay region dominated by the agricultural sector, namely food crops subsector. LQ an SSA analysis shows corn and rice crops become competitive commodities. There are only few of supporting infrastructure agroindustrial activities. Strategy formulation in the research is the improvement of infrastructure or infrastructure than can facilities inter regional connectivity in the region mainstay Kandangan and the government as the leading actor agroindustry development "
Kementerian Dalam Negeri Ri,
351 JBP 7:2 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>