Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 210706 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"This article tries to analyze the social and political implication of a radical change on law vision, from unlawful vision to substantial unlawful vision , especially on fighting agains corruption through criminal justice system in Indonesia"
340 JIH 7:1 (2004)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Indriyanto Seno Adji
"Dalam hukum pidana, khususnya tindak pidana korupsi, telah terjadi terobosan baru dimana perbuatan melawan hukum yang semula diartikan secara "formil" ("wederwettelijk") mengalami pergeseran, karena sifat dari perbuatan itu kini diartikan juga secara "materiel" yang meliputi setiap pembuatan yang melanggar norma-norma dalam kepatutan masyarakat atau setiap perbuatan yang dianggap tercela oleh masyarakat. Perubahan arti menjadi "wederrechtelijk", khususnya perbuatan melawan hukum materil dalam hukum pidana ini (ederrechtelijk) mendapat pengaruh yang kuat sekali dari pengertian secara luas ajaran perbuatan melawan hukum dalam hukum perdata melalui arrest Cohen-Lindenbaum tanggal 31 Januari 1919.
Pembaharuan Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, khususnya pasal 2 ayat 1 maupun Penjelasan pasalnya berkaitan antara penerapan ajaran perbuatan melawan hukum materiel dengan arrest Cohen-Lindenbaum. Semula dalam hukum pidana, ajaran perbuatan melawan hukum materiel dibatasi penggunaannya melalui fungsi Negatif sebagai alasan peniadaan pidana, hal ini dimaksudkan untuk menghindari pelanggaran Asas Legalitas maupun penggunaan analogi yang dilarang dalam hukum pidana.
Perkembangan multi-tipologi kejahatan baru yang dianggap koruptif/tercela dan merugikan Masayarakat/Negara dalam skala yang sangat besar seringkali tidak terjangkau oleh peraturan perundang-undangan tertulis yang ada sanksi pidananya, sehingga pelaku dapat bertindak secara bebas dengan berlindung dibalik Asas Legalitas. Dari aspek /pendekatan sejrah pembentukan undang-undang, norma kemasyarakatan, yudikatif dan legislatif, terdapatlah kecenderungan pergeseran kearah fungsi positif dari perbuatan melawan hukum materil, dengan kriteria yang tegas dan limitatif serta kasuistis, yaitu apabila perbuatan pelaku yang tidak memenuhi rumusan delik dipandang dari segi kepentingan hukum yang lebih tinggi ternyata menimbulkan kerugian yang jauh tidak seimbang bagi masyarakat/negara dibandingan dengan keuntungan dari perbuatan pelaku yang tidak memenuhi rumusan delik itu. Tentunya unsur melawan hukum materiel melalui fungsi positif ini diartikan dalam konteks komprehensif secara menyeluruh terhadap unsur-unsur lainnya dalam suatu delik."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000
D660
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Wangke, Humphrey
"On sustainable development in Indonesia; collection of articles"
Jakarta : Setjen DPR Republik Indonesia, 2013
338.9 WAN t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ignatius Sriyanto
"Lembaga pendidikan seharusnya merupakan suatu lembaga yang paling anti terhadap segala bentuk penyelewengan. Namun ternyata masih terdapat banyak lembaga pendidikan khususnya SMP dan SMA yang melakukannya, terutama dalam bidang administrasi, yang apabila ditinjau berdasarkan terori ilmu hukum, pembuatan tersebut ternyata dapat dikualifikasikan sebagai suatu tindak pidana. Perbuatan penyelewengan administrasi tersebut meliputi, pertama mengenai pembuatan laporan tertulis yang isinya tidak benar yang secara periodik disampaikan kepada Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan setempat, kedua adalah mengenai pembuatan Buku Rapor Siswa dengan data yang dibuat secara fiktif. Dari segi Yuridis Formil, perbuatan tersebut memang sudah dapat dikualifikan sebagai tindak pidana Pemalsuan Surat dan bahkan kemungkinannya dapat merupakan Gabungan Tindak Pidana, yaitu Pemalsuan Surat dengan Penipuan. Akan tetapi berdasarkan ajaran di dalam teori ilmu hukum, khuhusnya dalam hukum pidana, yaitu mengenai Sifat Melawan Hukum Secara Materiel (hateriele Wederrechtelijkheid), maka untuk dapat menjatuhkan sanksi pidana kepada pelaku penyelewengan tersebut, harus ditinjau terlebih dahulu Secara Materiel mengenai terdapat atau tidaknya Sifat Melawan Hukum dalam perbuatannya itu. Dalam hal perbuatan penyelewengan administrasi yang dilakukan oleh beberapa lembaga pendidikan tersebut, secara mateteriel adalah bertujuan agar mereka tetap dapat berdiri, di mana dalam hal ini ternyata dapat membantu beberapa anggota masyarakat yang terpaksa tidak dapat mengikuti pendidikan pada lembaga pendidikan yang memerlukan persyaratan ketat, ataupun yang memerlukan biaya tinggi. Sedangkan dalam hal pembuatan Buku Rapor Siswa dengan data fiktif, ternyata juga dapat membantu beberapa anggota masyarakat yang karena sesuatu hal terpaksa putus sekolah, di mana dengan cara demikian mereka dapat mengikuti ujian akhir pada jenjang pendidikannya masing-masing. Dari kedua macam perbuatan yang dilakukan oleh beberapa lembaga pendidikan tersebut, ternyata secara materiel akhirnya dapat membantu sebahagian anggota masyarakat pencari kerja, di mana pada saat ini kiranya tidak ada lagi suatu lembaga ataupun instansi yang dapat menerima para pelamar yang tidak dapat menunjukkan bukti tertulis atas tingkat pendidikan ataupun kemampuannya, yaitu Ijazah. Hal tersebut pada gilirannya akan dapat membantu mengurangi melajunya jumlah pengangguran. Dengan demikian untuk melaksanakan ketentuan pidana atas perbuatan penyelewengan administrasi oleh beberapa lembaga pendidikan tersebut, kiranya perlu dikaji melalui pendekatan Yuridis-Filosofis, yaitu dengan mencari keserasian (bukan sekedar keseimbangan) antara pasangan nilai-nilai dalam hukum yang sating bertegangan. Pasangan nilai-nilai tersebut antara lain adalah "kesebandingan hukum dengan kepastian hukum", dan "keluwesan hukum dengan keketatan hukum"."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Radjagukguk, Erman
Jakarta: UI-Press, 1997
PGB 0369
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Patricia Beata Kurnia
"Di Indonesia, Perempuan Pembela Hak Asasi Manusia (PPHAM) memainkan peran penting dalam mendukung hak asasi dan keadilan gender. Namun, mereka sering dihadapkan pada berbagai jenis kekerasan berbasis gender, yang membahayakan keselamatan dan kesejahteraan mereka. Keadaan ini diperparah oleh kurangnya perlindungan resmi negara; akibatnya, PPHAM harus bergantung pada mekanisme perlindungan informal dari keluarga, teman, dan komunitas. Studi ini menyelidiki pengalaman PPHAM dalam menghadapi kekerasan berbasis gender, serta upaya mereka untuk memperoleh perlindungan informal melalui aksi kolektif dan solidaritas feminis. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang menggunakan metode observasi partisipasi dan wawancara mendalam. Analisis didasarkan pada teori burnout dan self-care oleh Gorski (2015) dan dinamika perlindungan informal dipahami melalui teori aksi kolektif dan solidaritas feminis Sweetman (2015). Hasil penelitian menunjukkan bahwa PPHAM menghadapi kekerasan fisik, psikis, finansial, dan digital yang mengancam keselamatan mereka selain kekerasan fisik dan psikologis. Penelitian ini menyoroti pentingnya perlindungan yang komprehensif dan inklusif bagi PPHAM serta pentingnya memperkuat mekanisme perlindungan informal berbasis solidaritas komunitas. Perlindungan informal yang diberikan oleh keluarga, teman, dan komunitas terbukti sangat penting dalam mendukung pemulihan PPHAM.

In Indonesia, Women Human Rights Defenders (WHRDs) play an important role in supporting human rights and gender justice. However, they are often exposed to various types of gender-based violence, which endangers their safety and well-being. This situation is exacerbated by the lack of official state protection; As a result, WHRDs must rely on informal protection mechanisms from family, friends and communities. This study investigates WHRDs’ experiences in facing gender-based violence, as well as their efforts to obtain informal protection through collective action and feminist solidarity. This research is qualitative research that uses participant observation and in-depth interviews. The analysis is based on burnout and self-care theory by Gorski (2015) and the dynamics of informal protection are understood through Sweetman's theory of collective action and feminist solidarity (2015). The research results show that PPHAM faces physical, psychological, financial and digital violence that threatens their safety in addition to physical and psychological violence. This research highlights the importance of comprehensive and inclusive protection for WHRDs as well as the importance of strengthening informal protection mechanisms based on community solidarity. Informal protection provided by family, friends and community has proven to be crucial in supporting WHRDs’ recovery."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ihsan Abdurrahman
"Hukum Indonesia, berasal dari tradisi hukum Belanda, termasuk gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang berasal dari onrechtmatige daad di Belanda. Meskipun mengalami perkembangan, PMH di Indonesia masih berfokus pada kompensasi untuk pihak yang mengalami kerugian, berbeda dengan konsep the law of torts di Inggris yang tidak hanya bertujuan untuk memberikan kompensasi tetapi juga mencegah terjadinya PMH dikemudian hari dan memberikan efek jera bagi pelaku. Perbedaan mencolok terlihat dalam pertimbangan terhadap niat pelaku, di mana PMH di Indonesia tidak mempertimbangkan niat, sementara the Law of Torts di Inggris memasukkan niat pelaku sebagai faktor yang penting dalam menentukan besaran tanggung jawab hukum. Selain itu PMH di Indonesia tidak diklasifikasikan ke dalam bentuk-bentuk tertentu, hal ini berbeda dengan the Law of Torts yang mengkategorikan tort ke dalam bentuk-bentuk spesifik. Pertimbangan niat pelaku dan pengklasifikasian torts ini memberikan kejelasan dan panduan bagi hakim dalam menentukan besaran ganti rugi yang lebih tepat dan adil. Dengan demikian, pengadopsian pengklasifikasi dan pertimbangan niat PMH seperti dalam the Law of Torts dapat mempermudah penyelesaian kasus PMH di Indonesia dan meningkatkan keadilan dalam penentuan besaran ganti rugi.

Indonesian law, originating from the Dutch law, includes the lawsuit for Perbuatan Melawan Hukum or PMH, which originates from onrechtmatige daad in the Netherlands. Despite undergoing developments, PMH in Indonesia still focuses on compensation for parties experiencing losses, in contrast to the concept of the Law of Torts in England, which aims not only to provide compensation but also to prevent future trots and deter perpetrators. A notable difference lies in the consideration of the perpetrator's intention, where PMH in Indonesia does not take intention into account, while the Law of Torts in United Kingdom incorporates the perpetrator's intention as a crucial factor in determining the extent of tortious liability. Additionally, PMH in Indonesia is not classified into specific forms, unlike the Law of Torts, which categorizes torts into specific forms. Considering the intention of the perpetrator and classifying torts provides clarity and guidance for judges in determining more accurate and fair compensation. Therefore, adopting the classification and consideration of intention in PMH, as in the Law of Torts, can facilitate the resolution of PMH cases in Indonesia and enhance justice in determining compensation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Hikmah
"Indonesian Constitutional Court under law number 24 year 2003 is obliged as constitutional watchers and human rights enforcement. The principe is coming from the constitution designations it self as the political documents which protects toward people human rights. Idea through Constitutional Court establishing is as advanced of modern 's state and legal thought since 20th century. This article is embarked on two essential roles of constitution to control towards power in the state organizations and to formulate protection through basic rights of citizens and whole human rights. So that, the role of Constitutional Court is corelated to their significances position as human rights enforcer in the .scope of ?norms control". lt is reflected on their roles in judicial and constitutional reviewers that does not untied from the normative 's massages on universality of human rights."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
HUPE-35-2-(Apr-Jun)2005-127
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>