Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 217482 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nieniek Ritianingsih
"ABSTRAK
PPOK merupakan penyakit yang mengarah kepada adanya beberapa gangguan yang
mempengaruhi keluar masuknya udara paru-paru. Pemenuhan kebutuhan dasar manusia
terutama kebutuhan oksigen dapat terganggu dengan adanya PPOK, sehingga untuk
mengoptimalkan kesehatan pasien kembali diperlukan tindakan keperawatan yang tepat.
Salah satu tindakan mandiri keperawatan guna mempertahankan fungsi ventilasi paru
adalah mengatur posisi pasien PPOK. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan
perbedaan pengaruh posisi duduk high fowler dan orthopneic terhadap fungsi ventilasi
paru pada asuhan keperawatan pasien PPOK di RS Paru Dr. M. Goenawan Partowidigdo
Bogor. Desain penelitian menggunakan metoda kuasi eksperimental dengan pendekatan
pre test post test group design. Sampel berjumlah 36 orang yang diambil secara
purposive sampling. Pasien diberikan tindakan pengaturan posisi high fowler dan
orthopneic. Hasil penelitian menunjukkan posisi high fowler dan orthopneic dapat
meningkatakan fungsi ventilasi paru (p=0,0005), tetapi posisi orthopneic dapat
meningkatkan fungsi ventilasi paru lebih baik dibandingkan high fowler (p=0,0005).
Usia berhubungan terhadap peningkatan fungsi ventilasi paru pasien PPOK baik pada
posisi high fowler (p=0,0048) maupun pada orthopneic (p=0,0005). Tinggi badan
(p=0,453 dan p=0,456), berat badan (p=0,385 dan p=0,411), dan jenis kelamin (p=0,240
dan 0,164) tidak mempengaruhi peningkatan fungsi ventilasi paru baik pada posisi high
fowler maupun orthopneic. Rekomendasi hasil penelitian adalah perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan pasien PPOK dengan dispnea sebaiknya memberikan
posisi orthopneic sehingga fungsi ventilasi paru pasien dapat ditingkatkan

ABSTRACT
Fungsi ventilasi paru dapat terganggu dengan adanya penyakit paru obstruktif kronik
(PPOK). Salah satu tindakan mandiri keperawatan guna mempertahankan fungsi
ventilasi paru adalah mengatur posisi pasien PPOK. Penelitian ini bertujuan untuk
menjelaskan perbedaan pengaruh posisi duduk high fowler dan orthopneic terhadap
fungsi ventilasi paru pada asuhan keperawatan pasien PPOK di RS Paru Dr. M.
Goenawan Partowidigdo Bogor. Desain penelitian menggunakan metoda kuasi
eksperimental dengan pendekatan pre test post test group design. Sampel berjumlah 36
orang yang diambil secara purposive sampling. Pasien diberikan pengaturan posisi high
fowler dan orthopneic. Hasil penelitian frekuensi nafas memiliki nilai yang sama. Posisi
high fowler dan orthopneic dapat meningkatkan nilai APE (p=0,0005), tetapi posisi
orthopneic dapat meningkatkan nilai APE lebih baik dibandingkan high fowler
(p=0,0005). Usia berhubungan terhadap peningkatan nilai APE pasien PPOK baik pada
posisi high fowler (p=0,0048) maupun pada orthopneic (p=0,0005). Tinggi badan, berat
badan, dan jenis kelamin tidak mempengaruhi fungsi ventilasi paru baik pada posisi high
fowler maupun orthopneic. Rekomendasi hasil penelitian adalah perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan pasien PPOK dengan dispnea sebaiknya memberikan
posisi orthopneic sehingga fungsi ventilasi paru pasien dapat ditingkatkan
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2008
T24772
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sahabuddin Latif, auhtor
"Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi kondisi eksisting dan strategi perbaikan sistem ventilasi kamar kos yang mempunyai bukaan ventilasi hanya pada satu sisi dinding untuk mendapatkan distribusi aliran udara optimum dalam ruangan. Penelitian menggunakan metode survei dan eksperimen, analisis dengan metode simulasi komputer. Parameter input dalam simulasi diperoleh melalui pengukuran di lapangan berupa dimensi geometri kamar kos, letak dan luas bukaan ventilasi, serta parameter iklim mikro. Simulasi dilakukan pada kondisi eksisting dan strategi terhadap letak serta rasio bukaan. Perlakuan terhadap kecepatan angin untuk input adalah 0,25 m/det, 0,5 m/det, 0,75 m/det dan 1,00 m/det. Hasil riset menunjukkan bahwa sistem ventilasi eksisting kamar kos berkinerja buruk karena temperatur dalam ruangan dapat mencapai 7 °C diatas temperatur luar. Peningkatan rasio bukaan menjadi 20,26% dari luas lantai, dengan rincian 11,77% bukaan ventilasi atas, dan 8,45% bukaan ventilasi bawah, mengakibatkan distribusi aliran udara meningkat, ventilasi silang terjadi dengan inlet pada bukaan bawah dan outlet pada bukaan atas, efeknya temperatur ruangan dapat diturunkan terutama pada kecepatan angin inlet diatas 0,25 m/det."
Bandung: Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2020
728 JUPKIM 15:2 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Meka Yusselda
"Pertumbuhan dan aktivitas masyarakat yang cepat membawa dampak yang signifikan terhadap lingkungan. Salah satu masalah kesehatan yang ditimbulkan dari perubahan lingkungan dan karakteristik masyarakat yaitu masalah paru-paru. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) merupakan penyakit yang dikarakteristikan dengan adanya keterbatasan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Selain masalah fisik, PPOK dapat pula menimbulkan masalah psikososial, salah satunya adalah dukacita. Intervensi yang dilakukan untuk masalah ini adalah dengan mengeksplorasi persepsi, dukungan serta mekanisme koping klien. Kompleksitas masalah yang mungkin ditimbulkan oleh PPOK membuat keadaan ini perlu mendapatkan perhatian yang kusus, sehingga pelaksanaan asuhan keperawatan pada PPOK perlu memperhatikan segala aspek yang ada pada individu.

Rapid human growth and activities can bring a significant effect to environmental system. One of the problem caused by environmental changing is lung problem. Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) is a disesase characterized by airflow limitation that is not fully reversible. Not only physical problem, COPD also contribute to psychosocial problem like grieving. One of nursing intervention for this problem is by exploring client perception, support, and coping mechanism about grieving. The complexity of the problem which is possibly caused by COPD makes this condition need to be concern specifically, thus nursing implementation adressed to COPD should pay attention to all aspects in each individual.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Elsa Philiani
"Pertukaran udara dan kenyamanan termis pada kamar tidur penting untuk diketahui mengingat pentingnya peranan kamar tidur sebagai tempat beristirahat dan teritori bagi manusia. Untuk mengetahui pertukaran dan kenyamanan termis, dapat dilakukan simulasi aliran udara pada kamar tidur dengan software Computational Dynamics Fluid (CFD). Kamar tidur dengan pertukaran udara yang memenuhi standar, belum tentu memenuhi standar kenyamanan termis. Letak bukaan, luas bukaan, kecepatan angin, suhu udara, aktivitas manusia, luas permukaan tubuh manusia serta pakaian yang dikenakan pada kamar tidur sangat berpengaruh pada pertukaran udara dan kenyamanan termis.

Air exchange and thermal comfort in bedroom is important, as bedroom is a territory and resting place for people. To determine the exchange and thermal comfort, air flow simulation can be performed using Computational Fluid Dynamics (CFD) software. Bedroom which has standard air exchange, is not always meet thermal comfort standard condition. Location of the opening, wide of the opening, wind speed, air temperature, human activities, human body surface area and clothing worn in the bedroom is very influential on the thermal comfort and air exchange."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S56864
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Rahayu
"Tesis ini membahas pengaruh kepuasan pasien terhadap kunjungan ulang secara analitik kuantitatif dengan desain prospective cohort dilengkapi pendekatan kualitatif. Pengambilan sampel dengan consecutive sampling. Informan terdiri dari Direktur, kepala instalasi, dokter spesialis paru, perawat, dan pasien, Tingkat kepuasan pasien sebesar 88,59% clan kunjungan ulang 75,5%. Dimensi Reliability, Responsiveness, dan kepuasan total berhubungan signifikan dengan kunjugan ulang. Pada analisis multivariat tidak ada variabel perancu hubungan kepuasan dengan kunjungan ulang. Disarankan melengkapi penunjuk arah, optimalisasi Poliklinik DOTS, penyusunan SOP informasi dan komunikasi, penyimpanan berkas rekam medik disatukan dengan foto rontgent, alat komunikasi supaya bisa langsung terhubung ke semua bagian tanpa melalui operator.

This thesis discusses the influence of patient satisfaction to re-visit with the quantitative and qualitative analytical approach, prospective cohort design. Sampling with consecutive sampling. Informants consisted of Director, head of the installation, tuberculosis specialist doctors, nurses, and patients. Level of patient satisfaction of 88.59% and 75.5% re-visit. Dimensions of Reliability, Responsiveness, and total satisfaction have significant associated with re-visit. In the multivariate analysis does not have confounding variable relationship satisfaction with the re-visit. Recommended a complete way, optimaliz.ation Clinic DOTS, SOP preparation of information and communication, medical record storage file together with image rontgent, means of communication that can be directly connected to all parts without going through the operator. "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
T34346
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Efriadi
"ABSTRAK
Latar belakang : Penelitian ini merupakan studi awal untuk mengukur kapasitas
difusi paru DLCO-SB ipada pasien PPOK di RSUP Persahabatan Jakarta untuk
mengetahui prevalens penurunan nilai DLCO pada pasien PPOK.
Metode : Penelitian ini menggunakan desain studi potong lintang (cross sectional
study) pada pasien PPOK yang berkunjung di Poliklinik Asma-PPOK RSUP
Persahabatan Jakarta. Dilakukan uji spirometri dan DLCO pada pasien PPOK
yang diambil secara konsekutif antara bulan Mei-Juli 2015. Komorbiditas juga
dicatat.
Hasil : Uji Spirometri and DLCO dilakukan pada 65 subjek didapatkan 7 subjek
(10,8%) termasuk kedalam PPOK Grup A, 19 subjek (29,2%) PPOK Grup B, 21
subjek (32,3%) PPOK grup C dan 18 subjek (27,7%) PPOK grup D. rerata usia
64,15 (45-89) tahun;rerata VEP
1
% 46,05%, rerata nilai DLCO 19,42
ml/menit/mmHg dan rerata DLCO % adalah 72.00%. prevalens penurunan
DLCO pasien PPOK adalah 56,92% (37/65 subjek) sedangkan 28 subjek dengan
nilai DLCO normal. Ditemukan 15 subjek (23,07%) dengan penurunan ringan, 18
subjek (27.69%) penurunan sedang dan 4 subjek (6,15%) dengan penurunan berat.
Ditemukan 47 subjek (72,3%) memiliki komorbid. Terdapat hubungan bermakna
antara grup PPOK, derajat spirometri, VEP
1
, IMT dan komorbiditas dengan nilai
hasil uji DLCO. Tidak terdapat hubungan bermakna antara nilai DLCO dengan
jenis kelamin, umur, riwayat merokok, Indeks Brinkmann, obstruksi-restriksi dan
lama terdiagnosis PPOK.
Kesimpulan : Proporsi penurunan nilai DLCO pada pasien PPOK adalah
56,92%. Terdapat hubungan bermakna antara grup PPOK, derajat spirometri,
VEP
1
, IMT dan riwayat TB dengan nilai hasil uji DLCO. Tidak terdapat
hubungan bermakna antara nilai DLCO dengan jenis kelamin, umur, riwayat
merokok, Indeks Brinkmann, obstruksi-restriksi, komorbid dan lama terdiagnosis
PPOK.ABSTRACT
Background and the aim of study : This is a preliminary study to measure
DLCO-SB in COPD patients in Persahabatan Hospital. The aim of the study is to
know the magnitude of disturbance in diffusing capacity of the lung in COPD
patients.
Methods : This was a cross sectional study in which COPD patients attending
COPD-Asthma clinic in Persahabatan Hospital Jakarta were performed spirometry
and DLCO-SB consecutively between May 2015?July 2015. Comorbidities
conditions were also recorded.
Results : Spirometry and DLCO-SB measurement were conducted on 65 COPD
subjects of which 7 subjects (10.8%) were COPD Group A, 19 subjects (29.2%)
were Group B, 21 subjects (32.3%) were COPD group C and 18 subjects (27.7%)
were COPD group D. The mean age was 64.15 (45-89); mean FEV
1
% was
46.05%, mean DLCO measured was 19.42 ml/min/mmHg and the mean DLCO%
was 72.00%. The prevalence of decreasing in diffusing capacity of the lung in
COPD patients was 56.92% (37 subjects) While 28 subjects were normal. There
were 15 subjects (23.07%) with mild decrease in DLCO, 18 subjects (27.69%)
were moderate decrease and 4 subjects (6.15%) with severe decrease. 47 subjects
(72.3%) had comorbid conditions. There was significant correlation between grup
COPD, GOLD COPD grade, VEP
1
, BMI and comorbidities with magnitude of
decreasing DLCO value. There was no correlation between DLCO value with sex,
smoking history, Brinkmann index, age, obstruction-mix criteria, length of COPD
period.
Conclusion : The proportion of decreasing in DLCO in COPD patients are
56.92%. There is significant correlation among the group of COPD, GOLD
COPD grade, VEP
1
, BMI and previous TB history with magnitude of decreasing
DLCO value. There is no correlation between DLCO value with sex, smoking
history, brinkmann index, age, obstruction-mix criteria, comorbidities and length
of COPD period. ;Background and the aim of study : This is a preliminary study to measure
DLCO-SB in COPD patients in Persahabatan Hospital. The aim of the study is to
know the magnitude of disturbance in diffusing capacity of the lung in COPD
patients.
Methods : This was a cross sectional study in which COPD patients attending
COPD-Asthma clinic in Persahabatan Hospital Jakarta were performed spirometry
and DLCO-SB consecutively between May 2015?July 2015. Comorbidities
conditions were also recorded.
Results : Spirometry and DLCO-SB measurement were conducted on 65 COPD
subjects of which 7 subjects (10.8%) were COPD Group A, 19 subjects (29.2%)
were Group B, 21 subjects (32.3%) were COPD group C and 18 subjects (27.7%)
were COPD group D. The mean age was 64.15 (45-89); mean FEV
1
% was
46.05%, mean DLCO measured was 19.42 ml/min/mmHg and the mean DLCO%
was 72.00%. The prevalence of decreasing in diffusing capacity of the lung in
COPD patients was 56.92% (37 subjects) While 28 subjects were normal. There
were 15 subjects (23.07%) with mild decrease in DLCO, 18 subjects (27.69%)
were moderate decrease and 4 subjects (6.15%) with severe decrease. 47 subjects
(72.3%) had comorbid conditions. There was significant correlation between grup
COPD, GOLD COPD grade, VEP
1
, BMI and comorbidities with magnitude of
decreasing DLCO value. There was no correlation between DLCO value with sex,
smoking history, Brinkmann index, age, obstruction-mix criteria, length of COPD
period.
Conclusion : The proportion of decreasing in DLCO in COPD patients are
56.92%. There is significant correlation among the group of COPD, GOLD
COPD grade, VEP
1
, BMI and previous TB history with magnitude of decreasing
DLCO value. There is no correlation between DLCO value with sex, smoking
history, brinkmann index, age, obstruction-mix criteria, comorbidities and length
of COPD period. ;Background and the aim of study : This is a preliminary study to measure
DLCO-SB in COPD patients in Persahabatan Hospital. The aim of the study is to
know the magnitude of disturbance in diffusing capacity of the lung in COPD
patients.
Methods : This was a cross sectional study in which COPD patients attending
COPD-Asthma clinic in Persahabatan Hospital Jakarta were performed spirometry
and DLCO-SB consecutively between May 2015?July 2015. Comorbidities
conditions were also recorded.
Results : Spirometry and DLCO-SB measurement were conducted on 65 COPD
subjects of which 7 subjects (10.8%) were COPD Group A, 19 subjects (29.2%)
were Group B, 21 subjects (32.3%) were COPD group C and 18 subjects (27.7%)
were COPD group D. The mean age was 64.15 (45-89); mean FEV
1
% was
46.05%, mean DLCO measured was 19.42 ml/min/mmHg and the mean DLCO%
was 72.00%. The prevalence of decreasing in diffusing capacity of the lung in
COPD patients was 56.92% (37 subjects) While 28 subjects were normal. There
were 15 subjects (23.07%) with mild decrease in DLCO, 18 subjects (27.69%)
were moderate decrease and 4 subjects (6.15%) with severe decrease. 47 subjects
(72.3%) had comorbid conditions. There was significant correlation between grup
COPD, GOLD COPD grade, VEP
1
, BMI and comorbidities with magnitude of
decreasing DLCO value. There was no correlation between DLCO value with sex,
smoking history, Brinkmann index, age, obstruction-mix criteria, length of COPD
period.
Conclusion : The proportion of decreasing in DLCO in COPD patients are
56.92%. There is significant correlation among the group of COPD, GOLD
COPD grade, VEP
1
, BMI and previous TB history with magnitude of decreasing
DLCO value. There is no correlation between DLCO value with sex, smoking
history, brinkmann index, age, obstruction-mix criteria, comorbidities and length
of COPD period. "
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yessi Haryanti
"Latar belakang penelitian: Perawatan pasien dengan penyakit kritis, kompleks dan membutuhkan perawatan intensifcare unit (ICU), untuk mendapatkan perawatan yang baik dan meminimalkan kesalahan dalam tindakan medis. Perlu strategi untuk melihat perkembangan pasien setiap hari.Kemajuan untuk mendiagnosis, perawatan dan pengobatan penyakit yang berat atau dalam kondisi kritis meningkatkan. Kebutuhan ICU di rumah sakit berbagai negara seringkali melebihi fasilitas yang ada, khususnya perawatan yang ventilasi mekanis. Panduan, protokol atau standar dalam menseleksi pasien sangat dibutuhkan di ruang ICU dan harus memperhatikan etika kedokteran. Skor APACHE II dapat menilaioutcomepasien dari lepas ventilasi mekanis sampai kematian. Tujuan penelitian ini untuk melihat kelangsungan hidup serta faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti karakteristik pada awal pemakaian ventilasi mekanis serta pengaturan sampai outcome pasien.
Metode penelitian: Desain penelitian ini uji potong lintang dengan populasi pasien dewasa yang menggunakan ventilasi mekanis. Pengambilan sampel mengambil data di rekam medis dengan membuka status dan followupsheet. Data yang didapat dinilai karakteristik berdasarkan demografi, kasus dan indikasi perawatan IPI, risiko medis dan pemakaian ventilasi mekanis (VM) serta menilai outcome pasien di IPI.
Hasil: Seratus enam puluh tujuh subjek dalam penelitian, terbanyak umur ≤ 44 tahun 70(41,9%), laki-laki101(60,5%), Jaminan sosial kesehatan 86 (51,5%), skor APACHE II untuk menilai mortalitas pasien dengan median 46,03(5,80-95,49). Kasus bukan bedah86(51,5%), kasuspenyakit paru hanya 68(40,7%) sedangkan gabungan kedua kasus terbanyak kasus bedah bukan penyakit paru 56(33,5%), pasca bedah indikasi pemasangan VM terbanyak 81(48,5%). Sepsis penyebab kematian terbanyak 66(62,9%).Outcome pasienlepas VM 68(40,7%), tindakan trakeostomi8(3,8%), keluar IPI dalam kondisi hidup 61 orang (36,5%).
Kesimpulan: Karakteristik dari pasien sangat mempengaruhi outcome pasien seperti umur, diagnosis dan jaminan kesehatan dan pentingnya suatu penilaian seperti skor APACHE II untuk melihat mortalitas.

Background research: Treatment of patients with critical illness, complex and require intensive care ( ICU ), to get good care and minimize errors in medical treatment. Strategies need to see the patient's progress every day. Progress to diagnose, care and treatment of severe disease or in critical condition improves. Needs of the hospital ICU in various countries often exceed existing facilities, particularly mechanical ventilation treatment. Guidelines, protocols or standards for the selection of patients is needed in the ICU and had to pay attention to medical ethics. APACHE II scores to assess the outcomes of patients off mechanical ventilation until death. The purpose of this study to look at the viability and the factors that influence such characteristics at the beginning of the use of mechanical ventilation as well as setting up patient outcomes.
Methods: Design A cross-sectional study with a test population of adult patients using mechanical ventilation. Sampling took the data in the medical record by opening the status and folllow sheet. Data obtained assessed based on demographic characteristics, cases and indications IPI care, medical risks and the use of the VM as well as assess the outcomes of patients in the IPI.
Results: One hundred sixty- seven subjects in the study, most aged ≤ 44 years 70 ( 41.9 % ), 101 men ( 60.5 % ), Social Security Health 86 ( 51.5 % ), APACHE II score to assess the mortality of patients with a median of 46.03( 5.80 to 95.49 ). Instead of 86 surgical cases ( 51.5 % ), only 68 cases of lung disease ( 40.7 % ) while the second combined surgical cases instead of cases of lung disease 56 ( 33.5 % ), post- surgical indications VM pemasanan most 81 ( 48, 5 % ). Sepsis causes the most deaths 66 ( 62.9 % ). Outcome off VM 68 patients ( 40.7 % ), tracheostomy measures 8 ( 3.8 % ), out of IPI in living conditions 61 ( 36.5 % ).
Conclusion: Characteristics of patients greatly affects patient outcomes such as age, diagnosis and health insurance and the importance of an assessment such as APACHE II score to see mortality.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Lisna Yuliawati
"Polusi udara dan kebiasaan merokok pada masyarakat meningkatkan resiko terjadinya Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK). Penyakit ini merupakan penyakit obstruksi saluran nafas yang bersifat kronis, progresif, dan banyak dialami oleh lansia. Selain masalah fisik, ansietas merupakan masalah yang paling sering terj pada pasien PPOK. Ansietas memberikan dampak yang sangat besar terhadap kemampuan fungsional dan angka kekambuhan pasien.
Karya Ilmiah ini bertujuan untuk menggambarkan hasil asuhan keperawatan psikososial masalah ansietas pada pasien lansia yang mengalami penyakit PPOK.
Metode yang digunakan yaitu studi kasus, dengan melakukan asuhan keperawatan terhadap pasien PPOK yang mengalami ansietas.
Hasil studi kasus ini menunjukan bahwa intervensi membina hubungan saling percaya, latihan relaksasi nafas dalam dan distraksi dapat menurunkan tingkat kecemasan pada pasien. Pengembangan format pengkajian masalah psikososial serta peningkatan kemampuan perawat dalam melakukan asuhan keperawatan masalah psikososial, menjadi rekomendasi dari studi kasus ini.

Air pollutant and smoking behavior increase the risk of Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). COPD is a chronic, progressive respiratory tract obstruction which is often experienced by elderly. Despite physical problems, anxiety highly affect functional ability, and patient exacerbation.
The goal of this study is to describe the psychosocial aspect of nursing care to elderly patient with COPD experiencing anxiety.
The method of this study is case study, by applying nursing care for patient with COPD, experiencing anxiety.
The result of this study show that building trust relationship with patient and family, relaxation and distraction therapy can reduce level of anxiety. Development of assessment tool and improvement of nursing skill to care patient with psychosocial problems, are recommended of this study.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muthia Rahmanuri Pudjihapsari
"Merokok merupakan salah satu mekanisme koping yang dilakukan mahasiswa untuk mengurangi stresor. Walaupun mahasiswa sebagai individu dengan pendidikan tinggi yang dapat diasumsikan memiliki pengetahuan baik terkait penyakit akibat merokok seperti kanker paru dan PPOK, masih ditemukan mahasiswa yang menjadi perokok aktif. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi hubungan tingkat pengetahuan tentang kanker paru dan PPOK dengan sikap terhadap rokok pada mahasiswa perokok aktif. Penelitian ini merupakan studi deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian ini adalah 129 mahasiswa perokok aktif tingkat sarjana di Universitas Indonesia. Pengetahuan kanker paru diukur menggunakan instrumen Lung Cancer Awareness Measure (Lung CAM), pengetahuan PPOK diukur menggunakan Bristol COPD Knowledge Questionnaire (BCKQ), dan instrumen Global Youth Tobacco Survey (GYTS) digunakan untuk mengukur sikap terhadap rokok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 40,3% responden berpengetahuan baik tentang kanker paru. 49,6% responden berpengetahuan baik tentang PPOK, dan 42,6% responden memiliki sikap negatif terhadap rokok. Tidak ada hubungan bermakna antara tingkat pengetahuan tentang kanker paru dengan sikap terhadap rokok (p=0,093; α=0,05). Begitu juga antara tingkat pengetahuan tentang PPOK dengan sikap terhadap rokok (p=0,222; α=0,05). Penelitian lebih lanjut disarankan untuk melihat faktor lain selain pengetahuan yang dapat memengaruhi sikap terhadap rokok.

Smoking is one of the coping mechanisms that students use to reduce stressors. Even though students as individuals with higher education can be assumed to have a good knowledge regarding smoking-related diseases such as lung cancer and COPD, there are still students who are active smokers. The purpose of this study was to identify the relationship between the level of knowledge about lung cancer and COPD with attitudes towards smoking among active smoking students. This research is a descriptive correlation study with a cross-sectional approach. The sample of this study was 129 undergraduate students of active smokers at the University of Indonesia. Lung cancer knowledge was measured using the Lung Cancer Awareness Measure (Lung CAM) instrument, COPD knowledge was measured using the Bristol COPD Knowledge Questionnaire (BCKQ), and the Global Youth Tobacco Survey (GYTS) instrument was used to measure attitudes towards smoking. The results showed that 40.3% of respondents had good knowledge about lung cancer. 49.6% of respondents have good knowledge about COPD, and 42.6% of respondents have negative attitudes towards smoking. There was no significant relationship between the level of knowledge about lung cancer and attitudes towards smoking (p = 0.093; α = 0.05). Likewise, the level of knowledge about COPD with attitudes towards smoking (p = 0.222; α = 0.05). Further research is suggested to look at other factors besides the knowledge that can influence attitudes towards smoking.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marscha Iradyta Ais
"Latar Belakang: Jumlah kasus KPKBSK diperkirakan 85% dari seluruh kasus kanker paru dan 40% diantaranya adalah jenis adenokarsinoma. Sebanyak 10%-30% pasien adenokarsinoma mengalami mutasi EGFR dan mendapatkan terapi EGFR-TKI. Mayoritas pasien KPKBSK memiliki respons dan toleransi baik terhadap terapi EGFR- TKI tetapi sebagian kecil pasien mengalami penyakit paru interstisial akibat EGFR- TKI. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proporsi gambaran penyakit paru interstisial pada pasien KPKBSK dengan terapi EGFR-TKI di RSUP Persahabatan.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendeketan kohort retrospektif yang dilakukan bulan Januari 2021 hingga Juni 2022. Subjek penelitian adalah pasien KPKBSK yang mendapatkan terapi EGFR-TKI. Subjek penelitian dipilih sesuai kriteria inklusi dan eksklusi. Pengambilan data melalu data sekunder berupa rekam medis dan hasil CT scan toraks pasien yang kontrol di poliklinik onkologi RSUP Persahabatan.
Hasil: Pada penelitian ini diperoleh 73 subjek penelitian, pasien KPKBSK dengan mutasi EGFR yang mendapatkan terapi EGFR-TKI di RSUP Persahabatan. Sebanyak 12 dari 73 subjek penelitian mengalami gambaran ILD yang dievaluasi berdasarkan CT scan toraks RECIST I dan II dengan karakteristik jenis kelamin laki-laki (22,2%), kelompok usia 40-59 tahun (19,4%), perokok (24,1%), indeks brinkman berat (42,9%) dan mendapatkan terapi afatinib (26,1%). Proporsi gambaran ILD pada pasien KBPKBSK dengan terapi EGFR-TKI adalah opasitas retikular (58,3%), parenchymal band (33,3%), ground-glass opacities (25%), traction bronchiectasis (25%) dan crazy paving pattern (8,3%). Hasil analisis bivariat dan multivariat menunjukkan tidak terdapat perbedaan antara faktor-faktor seperti jenis kelamin, usia, jenis EGFR-TKI, riwayat merokok, indeks brinkman, riwayat penyakit paru dan tampilan status terhadap gambaran ILD.
Kesimpulan: Gambaran ILD pada pasien KPKBSK dengan terapi EGFR-TKI meliputi opasitas retikular, parenchymal band, ground-glass opacities, traction bronchiectasis dan crazy paving pattern. Tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik antara faktor-faktor yang memengaruhi terhadap gambaran ILD.

Background: The number of cases of NSCLC is estimated around 85% of all lung cancer cases and 40% among them are adenocarcinoma. Approximately 10%-30% of adenocarcinoma patients have EGFR mutations and receive EGFR-TKI therapy. The majority of NSCLC patients have a good response and tolerance to EGFR-TKI therapy, but a small group of patients experience EGFR-TKI induced interstitial lung disease. This study aims to determine the proportion of features of interstitial lung disease ini NSCLC patients treated with EGFR-TKI at Persahabatan Hospital.
Methods: This study was an analytic observational with a retrospective cohort approach that was conducted from January 2021 until June 2022. The subject were NSCLC patients who received EGFR-TKI treatment. The inclusion and exclusion criteria were used to determine which subjects will be included in the study. Data collection through secondary data from medical record and chest CT scan results of patients controlled at oncology polyclinic at Persahabatan Hospital.
Result : In this study, there were 73 subjects of NSCLC with EGFR mutations and received EGFR-TKI therapy at Persahabatan Hospital. There were 12 out of 73 subjects had ILD features which were evaluated based on RECIST I and II chest CT scan with predominant of male (22.2%), age group 40-59 years old (19.4%), smokers (24.1%), severe Brinkman index (42.9%) and received afatinib (26.1%). The proportion of ILD features in NSCLC patients with EGFR-TKI therapy are reticular opacities (58.3%), parenchymal bands (33.3%), ground-glass opacities (25%), traction bronchiectasis (25%) and crazy paving pattern (8.3%). The results of bivariate and multivariate analyzes showed that there was no differences between factors such as sex, age, type of GEFR-TKI, smoking history, Brinkman index, history of lung disease and performance status with features of ILD.
Conclusion: Features of ILD in NSCLC patients with EGFR-TKI therapy include reticular opacities, parenchymal bands, ground-glass opacities, traction bronchiectasis and crazy paving pattern. There is no statistically significa
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>