Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 77690 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sylvia Harlena
"There are many controversial results concerning whether the intercanine could be change. The aims of this study was 1) to improve is the intercanine width will change during orthodontic treatment and 2) are there correlation with the type of treatment. To test this hypothesis, study models of 79 patients with good condition were evaluated. This study was carried out in Orthodontic Clinic RSGM FKG-UI. The results showed that there is a significant changes in the upper and lower intercanine width in extraction group. On the other hand there was no significant changes in the upper and lower intercanine width in non extraction group."
Jakarta: [Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia;Journal of Dentistry Indonesia, Journal of Dentistry Indonesia], 2002
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Angelitha Shavira
"Latar Belakang: Gigi berjejal seperti yang dijelaskan oleh Nance, adalah perbedaan antara ruang yang diperlukan di dalam lengkung gigi dengan ruang yang ada di dalam lengkung gigi. Banyak faktor telah dievaluasi dan ditemukan terkait dengan gigi berjejal, termasuk perbedaan antara ukuran gigi, lebar lengkung dan panjang lengkung gigi. Penelitian ini dilakukan pada usia remaja karena sebagian besar anak usia pertumbuhan khususnya remaja di Indonesia mengalami gigi berjejal. Tujuan: Mengetahui korelasi antara Lebar Lengkung gigi dengan Panjang Lengkung gigi permanen rahang atas pada remaja dengan gigi berjejal. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik korelasi dengan desain potong lintang. Dilakukan pencetakan rahang atas dan bawah pada 52 subjek penelitian sesuai kriteria inklusi untuk menghitung Lebar Lengkung yaitu Lebar Interkaninus dan Lebar Intermolar dan Panjang Lengkung yaitu Panjang Lengkung Gigi Anterior dan Panjang Lengkung Gigi Total rahang atas. Digunakan uji
korelasi Pearson untuk analisis korelasi antara Lebar Lengkung dan Panjang Lengkung gigi. Hasil: Uji korelasi Pearson menunjukkan terdapat korelasi linier positif lemah yang bermakna secara statistik antara Lebar Interkaninus dengan Panjang Lengkung Gigi Anterior (r = 0,28, p=0,04). Sedangkan pada hasil uji korelasi Lebar Intermolar dan
Panjang Lengkung Gigi Total, tidak terdapat korelasi linier yang bermakna secara statistik (r=0,13, p=0,36). Kesimpulan: Terdapat hubungan antara Lebar Interkaninus dan Panjang Lengkung Gigi Anterior, namun tidak terdapat hubungan antara Lebar Intermolar dan Panjang Lengkung Gigi Total.
Background: Dental crowding as described by Nance is the difference between the space needed in the arch and the space available in that arch that is the space discrepancy. Many factors have been evaluated and found to be related to dental crowding, including discrepancy between tooth size, arch width, and arch length. This research was conducted in adolescence because most growing age in Indonesia,
especially adolescents have dental crowding. Objective: To determine the correlation between maxillary arch width and length of crowded permanent dentition in the adolescent. Methods: This research was an analytic correlation study with crosssectional design. Study model of 52 selected sample based on inclusion criteria were used to measure the arch widths are calculated by measuring Intercanine Width and Intermolar Width and arch lengths are calculated by measuring Anterior and Total Arch Length. The Pearson correlation was used to analyse the correlation between the arch widths and arch lengths. Result: Pearson correlation test showed that there was statistically significant with weak positive liniear correlation (r=0,28, p=0,04) between the Intercanine Width and the Anterior Arch Length. Whereas there was no statistically
significant (r=0,13, p=0,36) between the Intermolar Width and Total Arch Length. Conclusion: There was correlation between Intercanine Width and Anterior Arch Length, but there was no correlation between Intermolar Width and Total Arch Length."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Krisnawati
"ABSTRAK
Pencabutan gigi untuk keperluan perawatan ortodonti telah menjadi perdebatan selama bertahun-tahun. Berkaitan dengan hal tersebut, maka telah dilakukan studi pendahuluan untuk melihat "Kecenderungan perawatan ortodonti dengan pencabutan gigi ditinjau dari faktor usia, jenis kelamin dan maloklusi " pada pasien ortodonti di Jakarta periode tahun 1993 - 1995.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perawatan ortodonti dengan pencabutan cenderung meningkat pada periode tersebut, meskipun prosentasenya masih dalam rentangan 25 % - 85 % . Pasien perempuan jumlahnya lebih banyak daripada laki-laki. Pada penelitian ini terlihat bahwa kelompok umur 13-17 tahun adalah yang terbanyak mendapat perawatan ortodonti dan maloklusi yang terbanyak dijumpai adalah maloklusi klas I .
Angka prevalensi dan data-data yang diperoleh memperlihatkan bahwa pencabutan cukup sering menjadi pilihan dalam melakukan perawatan ortodonti, meskipun pasien masih berusia muda dan maloklusi bersifat dental."
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Martyn Suprayugo
"Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pH minuman kemasan terhadap gaya regang power chain. Digunakan 28 power chain merk ormco, tipe tertutup, bening, yang diregangkan pada 2 titik berjarak 40 mm pada plat akrilik dan direndam dalam larutan teh botol, buavita, coca cola dan aquades. Gaya regang (grf) power chain diukur menggunakan force gauge dan dicatat gaya awal, setelah 1 jam, 24 jam, 48 jam, 72 jam, 168 jam dan 336 jam perendaman. Terjadi penurunan gaya regang power chain yang signifikan, namun tidak terdapat perbedaan signifikan terhadap setiap waktu perendaman dalam perbedaan pH larutan teh botol, buavita, coca cola dan aquades.

The aim of the study was to evaluate the effect of teh botol, Buavita, coca cola and distilled water toward force decay of orthodontic power chain. Twenty eight power chains (Ormo, closed type, tranparant) were fixed on acrylic framework (40 mm of distance) and immersed in teh botol, buavita, coca cola and distilled water. Force decay were measured using tension gauge (grf) and recorded at initial force, 1 hour, 24 hour, 42 hour, 72 hour, 168 hour and 336 hours of immersion. There was a decrease of force, however acidity did not influence force degradation of power chain statistically.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eky S. Soeria Soemantri
"To obtain a final occlusion, torque is needed to place the teeth in a precise labiolingual or buccolingual position. Biomechanically principles and arch manipulation is compulsory to produce torque movement. This paper discusses the technique to produce torque and its biomechanical principles. There are two kinds of torque, root torque and crown torque which can be done on anterior as well as posterior teeth by holding the crown in its position while applying a moment of a force on the rest, root torque can be obtained. In root torque, the center of rotation is at the incisal edge or at the bracket with a 12:1 moment to force ratio. Torque can be produced by using retrangular wire or using torquing auxiliaries. Torque movement is frequently needed in orthodontic treatment which needs a through understanding a biomechanical principles."
Journal of Dentistry Indonesia, 2003
J-pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fahriansyah Maulana Sudirman
"Latar Belakang: Perawatan ortodontik, yang bertujuan memperbaiki maloklusi dan meningkatkan estetika serta fungsi dentofasial, membutuhkan keterlibatan aktif pasien untuk mencapai hasil yang optimal. Peran pasien menjadi semakin penting dengan pendekatan Pengambilan Keputusan Bersama (PKB), yang mendorong partisipasi pasien dalam pengambilan keputusan perawatan. PKB, didukung oleh komunikasi efektif dan pendidikan manajemen diri, menawarkan peluang untuk meningkatkan kepuasan, kepatuhan, dan hasil klinis, meskipun menghadapi tantangan dalam implementasinya. Pembahasan: PKB memberikan banyak manfaat, termasuk peningkatan pengetahuan pasien, hubungan yang lebih baik antara pasien dan ortodontis, serta penggunaan sumber daya yang lebih efisien. Komunikasi efektif, baik verbal maupun nonverbal, memainkan peran penting dalam membangun kepercayaan dan menyampaikan informasi secara jelas. Pendidikan manajemen diri juga berkontribusi signifikan, membantu pasien memahami tanggung jawab mereka dalam menjaga kebersihan mulut selama perawatan, mengurangi risiko iatrogenik, dan membentuk kebiasaan sehat jangka panjang. Ringkasan: Peran aktif pasien dalam perawatan ortodontik merupakan kunci keberhasilan perawatan jangka panjang. Dengan memperkuat PKB, komunikasi efektif, dan pendidikan manajemen diri, hasil perawatan dapat ditingkatkan secara signifikan.

Background: Orthodontic treatment, aimed at correcting malocclusion and improving dentofacial aesthetics and function, requires active patient involvement to achieve optimal outcomes. The role of patients has become increasingly significant with the adoption of Shared Decision Making (SDM), which promotes patient participation in treatment decisions. Supported by effective communication and self-management education, SDM offers opportunities to enhance patient satisfaction, compliance, and clinical outcomes, despite challenges in its implementation. Discussion: SDM provides numerous benefits, including increased patient knowledge, stronger relationships between patients and orthodontists, and more efficient resource utilization. Effective communication, both verbal and nonverbal, plays a critical role in building trust and delivering clear information. Self-management education also makes a significant contribution by helping patients understand their responsibilities in maintaining oral hygiene during treatment, reducing iatrogenic risks, and fostering long-term healthy habits. Summary: Active patient involvement in orthodontic treatment is key to achieving long-term success. Strengthening SDM, effective communication, and self-management education can significantly improve treatment outcomes."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saskia Paramita
"Latar Belakang: Kooperasi pasien merupakan faktor yang penting dalam perawatan ortodonti. Tujuan: Mengetahui gambaran tingkat kooperasi pasien ortodonti cekat di klinik spesialis ortodonti RSGMP FKG UI.
Metode: Penelitian dilakukan pada 94 pasien ortodonti cekat di klinik spesialis ortodonti RSGMP FKG UI yang sudah dirawat selama paling sedikit 12 bulan. Pasien diminta mengisi kuesioner tentang tingkat kooperasi yang digambarkan melalui frekuensi kontrol rutin.
Hasil: 43,6% pasien tergolong kooperatif, 43,6% pasien tergolong cukup kooperatif, 7,4% pasien tergolong tidak kooperatif, dan 5,3% pasien tergolong sangat tidak kooperatif.
Kesimpulan: Sebagian besar pasien ortodonti cekat di RSGMP FKG UI tergolong kooperatif dan cukup kooperatif.

Background: Patient's cooperation is important in determining the result of orthodontic treatment.
Objective: To understand the cooperation level of patients with fixed orthodontic treatment in Postgraduate Orthodontic Clinic at RSGM-P FKG UI.
Methods: A descriptive study of 94 patients with fixed orthodontic treatment treated for at least 12 months. They're asked to fill a questionnaire about cooperation predicted by frequency of miss-appointment.
Results: 43.6% patients are cooperative, 43.6% patients are cooperative-enough, 7.4% patients are non-cooperative, and 5.3% patients are very non-cooperative.
Conclusion: Majority of patients with fixed orthodontic treatment in Postgraduate Orthodontic Clinic at RSGM-P FKG UI are cooperative and cooperative-enough."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S43926
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tinni Trihartini Maskoen, examiner
"[Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan persepsi ortodontis dan orang awam Indonesia terhadap posisi bibir pada profil wajah orang Indonesia ras Deutero-Malayid. Metode: Posisi bibir pada foto profil wanita ras Deutero-Malayid dimodifikasi secara digital dalam arah anteroposterior terhadap garis E Ricketts sehingga diperoleh tujuh posisi bibir. Ketujuh foto ini kemudian dinilai oleh 24 ortodontis dan 24 orang awam wanita ras Deutero-Malayid berusia 25-55 tahun. Penilaian dilakukan dengan metode Visual Analogue Scale (VAS) dan pemilihan satu posisi bibir yang paling disukai. Hasil: Perbedaan persepsi ortodontis dan orang awam yang bermakna dapat ditemukan pada penilaian VAS posisi bibir atas -2 mm dan posisi bibir bawah 0 mm; posisi bibir atas +4 mm dan posisi bibir bawah +6 mm; sertaposisi bibir atas +6 mm dan posisi bibir bawah +8 mm. Baik ortodontis maupun orang awam memilih posisi bibir atas -2 mm dan posisi bibir bawah 0 mm sebagai posisi bibir yang paling disukai. Kesimpulan: Terdapat perbedaan persepsi ortodontis dan orang awam terhadap posisi bibir pada profil wajah dalam hal kekritisan penilaian namun terdapat kesamaan pemilihan posisi bibir., Aim: The aim of this study was to compare the perception of Indonesian orthodontists and laypersons to various lip positions in Indonesian Deutero-Malayid facial profile. Method: The lip position in a female Deutero-Malayid profile photo was digitally adjusted in anteroposterior direction from Ricketts' E-line to obtain seven lip positions. These seven photos were then assessed by 24 female orthodontists and 24 female laypersons (25-55 years). Assessment were done with Visual Analogue Scale (VAS) and selection of the most preferred lip position. Result: Significant differences between perception of orthodontists and laypersons were found for upper lip -2 mm and lower lip 0 mm; upper lip +4mm and lower lip +6 mm; upper lip +6 mm and lower lip +8 mm. Orthodontists and laypersons selected upper lips -2 mm and lower lips 0 mm as the most preferred lip position. Conclusion: There were significant differences between orthodontists' and laypersons' perception regarding evaluation criticality toward lip positions in facial profile. However, both groups show same preference for lip position.]"
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2015
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hendrati Tjiptobroto
"ABSTRAK
Pengukuran tinggi muka bawah (TMB) dari beberapa pasien anak-anak yang mempunyai gigitan dalam dengan rasio "upper face height terhadap lower face height" (rasio UFH/LFH) didapatkan nilai yang bervariasi. Padahal TMB merupakan salah satu faktor dalam tata laksana gigitan dalam dan pemilihan jenis alat retensi. Maka penelitian ini bertujuan apakah pada gigitan dalam tidak selalu dijumpai TMB yang menurun dan apakah sudut palatomandibular (sudut PP-MP) yang lebih kecil dari normal menunjukkan TMB yang menurun.
Penelitian ini berdasarkan analisa vertikal dari sefalometri ronsenografik lateral, yang dilakukan pada anak-anak Indonesia yang datang di Klinik Pasca Sarjana FKG-Ul. Kriteria sampel adalah anak-anak dengan tumpang gigit lebih dari 50%, hubungan molar satu K1. I Angle dan belum pernah dirawat ortodonsi.
Uji statistik terhadap rasio UFH/LFH dan sudut PP-MP dengan chi kuadrat didapatkan nilai xa sebesar 0,51 dan 0,183 pada p=0,05 dan df=1. Pengujian terhadap kelompok sudut yang normal dan menurun dimana masing--masing kelompok didapati nilai rasio UFH/LFH normal dan meningkat didapatkan nilai x2' sebesar 15,384 dan 9,782 pada p.=:0,05 dan df=1.
Hasil penelitian menunjukkan pada gigitan dalam didapati TMB yang 'normal dan menurun. Penafsiran TMB menurut rasio UFH/LFH selalu sama dengan sudut PP-MP. Dan sudut PP-MP yang kurang dari normal menunjukkan TMB yang menurun. Kedua parameter ini cukup sensitif dan konsisten dalam menggambarkan TMB. Dengan penggunaan kedua parameter ini diharapkan pengukuran TMB lebih akurat."
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Anie Lestari
"ABSTRAK
Tujuan perawatan ortodonsi diantaranya mendapatkan profil wajah yang optimal. Para ortodontis berpendapat bahwa posisi bibir merupakan faktor yang sangat penting dalam menilai estetika wajah seseorang . Dalam upaya menegakkan diagnosa pada faktor estetika dan rencana perawatan ortodonsi sering timbul keraguan, karena saat ini masih dipakai norma standar ras Kaukasoid yang mungkin saja tidak sesuai untuk bangsa Indonesia. Seperti diketahui penilaian wajah cantik menarik sifatnya subjektif dan banyak dipengaruhi oleh perasaan, akan tetapi hasil perawatan yang diharapkan seharusnya bersifat subjektif dan objektif. Dengan demikian penilaian yang objektif dari masyarakat umum perlu sekali. Sebagai sampel, masyarakat Jawa dipilih secara acak oleh penulis dalam penelitian ini. Tujuan penelitian ini mendapatkan nilai posisi bibir pada wanita yang dipandang balk terhadap garis E dari sudut pandang orang Indonesia suku Jawa dan untuk mengetahui apakah nilai posisi tersebut sama dengan standar Kaukasoid yang diteliti oleh Chaconas .
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menanyakan kepada 76 responden suku Jawa terhadap penilaian 25 serf gambar profil wajah tentang posisi bibir yang dianggap baik.
Hasil penelitian menunjukkan 52.7 % responden memilih profil dengan posisi bibir atas - 0.58 mm dan bawah 0 mm dari garis E. 23.7 % memilih profil dengan posisi bibir atas - 0.58 mm bibir bawah + 1.4 mm . Penulis menyimpulkan bahwa posisi bibir yang dianggap baik dari sudut pandang orang Indonesia suku Jawa terhadap garis E Chaconas adalah - 0.58 mm untuk bibir atas dan 0 mm untuk bibir bawah . Posisi tersebut berbeda dengan standar Chaconas yaitu posisi bibir atas berada di depan nilai standar .
"
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>