Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 176822 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Makalah ini membahas tentang konsep dasar riset ionosfer regional. Konsep
penelitian dan pengembangan pengetahuan dinamika ionosfer regional dan
pemanfaatannya telah disusun berdasarkan tugas dan fungsi Bidang Ionosfer dan
Telekomunikasi. Tiga tahapan dalam rangkaian penelitian, pengembangan, dan
pemanfaatan pengetahuan dinamika ionosfer adalah pembangunan bank data ionosfer
regional, penelitian dan pengembangan dinamika ionosfer regional, dan pengembangan
kemasan hasil riset untuk pemanfaatan. Pengembangan bank data ionosfer regional
dimaksudkan sebagai dasar penopang yang kuat bagi kegiatan penelitian dan
pengembangan. Kegiatan penelitian dan pengembangan diarahkan untuk memahami
dinamika ionosfer regional dan pengaruhnya terhadap komunikasi dan navigasi.
Pengemasan hasil riset dimaksudkan agar informasi yang diberikan sesuai dengan
kebutuhan pengguna. "
620 DIR 15:1 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Perbandingan antara model TEC near-real time (TEC-NRT) regional Indonesia dan model TEC GIM (Global Ionospheric Map) berdasarkan variasi diurnal telah dapat dilakukan. Metode perbandingannya dengan mencari selisih nilai TEC kedua model secara spasial (lintang dan bujur) yang mencakup wilayah Indonesia. Perbandingan yang telah dilakukan hanya menggunakan data TEC kedua model tanggal 15 Maret 2009 dengan rentang waktu 0 â?? 10 UT. Kedua model memiliki pola yang sama dalam pola diurnal. Hanya saja, pola grafik diurnal TEC model GIM lebih landai dibandingkan model TEC-NRT sehingga terlihat waktu nilai puncak TEC kedua model berbeda. Jam 6 UT adalah waktu nilai TEC mencapai puncak dalam variasi diurnal untuk model TECNRT, sedangkan model GIM memiliki waktu puncak TEC pada jam 8 UT dalam variasi diurnal. Pemodelan TEC dari model TEC-NRT secara umum lebih rendah (underestimate) terhadap TEC model GIM. Dari jam 0 â?? 10 UT, selisih nilai TEC model TEC-NRT sekitar 2 â?? 20 TECU dari nilai TEC model GIM. Selisih terbesar pada jam 10 UT, yaitu sekitar 10 â?? 20 TECU. Pada jam tersebut, nilai TEC model TEC-NRT seluruh wilayah Indonesia model lebih rendah dibandingkan model GIM"
620 DIR 5:1 (2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Dalam penelitian ini dikaji dua model empiris lapisan E yaitu model Hunsucker-
Hargreaves dan Edinburgh. Analisis dilakukan terhadap data foE hasil simulasi menggunakan dua model tersebut dan data hasilnya dibandingkan dengan data foE hasil pengamatan di Tanjungsari (6,91ºLS, 107,83ºBT) tahun 2001-2002 dan 2009. Dari analisis yang telah dilakukan diperoleh empat kesimpulan yaitu: Pertama, model Hunsucker-Hargreaves dan Edinburgh sama-sama mampu menunjukkan variasi harian, musiman, dan variasi skala siklus Matahari dari lapisan E; Kedua, dua model tersebut tidak mampu menunjukkan variasi lapisan E terhadap garis lintang; Ketiga, erdapat perbedaan cukup besar antara kedua model akan hasil perhitungan foE pada pukul 6:00 WIB dan 18:00 WIB; dan Keempat, jika dilihat dari segi perumusannya, maka model Hunsucker-Hargreaves lebih berpeluang untuk dibangun kembali menggunakan data foE regional Indonesia"
620 DIR 5:1 (2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"The type III solar radio bursts is an indicator of solar X-ray flare phenomena. The effect of solar X-ray flares to the ionospheric layer is the increasing of minimum frequency (fmin) which indicates the absorption of incoming high frequency (HF) radio wave. Further impact is a disturbance of high frequency radio communications. The number and flux density of type III bursts and X-ray flare can used as an information of ionospheric disturbance possibility. The correlation analysis shows that the number of X-ray flare is related to the number of ionospheric absorption and the time duration of these absorption. The serial event of type III bursts and solar X-ray flare occures during February 6th to 12th, 2010 are an example cases of the early warning of possibility of radio communications disturbances."
600 JADIR 8:2 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Makalah ini membahas kaitan antara keberhasilan 9 kanal frekuensi untuk sirkit komunikasi distrik Pameungpeuk-Bandung dengan variasi harian lapisan ionosfer. Tujuannya untuk mengetahui ketergantungan keberhasilan kanal frekuensi yang dapat digunakan pada sirkit tersebut terhadap variasi lapisan ionosfer. Keberhasilan kanal frekuensi diamati dengan perangkat Automatic Link Establishment (ALE) dan data ionosfer diamati menggunakan ionosonda IPS51 di Pameungpeuk (7,65°LS, 107,96°BT). Sebagai contoh kasus digunakan data pengamatan bulan Juni 2013. Dari analisis disimpulkan bahwa dari 9 kanal frekuensi hanya 5 kanal yang dapat digunakan yaitu frekuensi 3,596 MHz, 7,0495 MHz, 7,102 MHz, 10,1455 MHz, 14,109 MHz. Kanal frekuensi 3,596 MHz dapat digunakan optimal pada malam hari karena pengaruh peningkatan absorpsi pada siang hari. Frekuensi 7,0495 MHz, 30MHz, dan 10,1455 MHz dapat digunakan dengan baik pada siang hari karena terjadi peningkatan kerapatan elektron lapisan ionosfer. Frekuensi 14,109 MHz dapat digunakan pada siang hingga malam hari karena adanya kemungkinan pemantulan oleh lapisan E-Sporadis. Frekuensi 18,106 MHz, 21,096 MHz, 24,926 MHz, 28,146 MHz tidak bisa digunakan karena lebih tinggi dari frekuensi maksimum lapisan ionosfer. Semua ini menujukkan bahwa keberhasilan komunikasi radio pada sirkit Pameungpeuk-Bandung bergantung kepada perubahan frekuensi lapisan ionosfer."
600 JADIR 11:1 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Satu parameter yang penting untuk menunjukkan akurasi GPS (Global
Positioning System) dalam penentuan posisi adalah UERE (User Equivalent Range
Error). Parameter ini akan lebih memberikan akurasi presisi tinggi yang signifikan
kepada pengguna GPS bila disertai dengan informasi geometri visible satellite yang
lebih dikenal dengan DOP (Dilution Of Precision). Salah satu komponen dari UERE
adalah galat yang disebabkan lapisan ionosfer. Dengan menggunakan data TEC
Bandung dan model DOP Bandung, dapat dilakukan perhitungan total galat GPS
untuk mengetahui UERE. Hasil perhitungan program error budget menunjukkan
bahwa ionosfer memberikan kesalahan terbesar terhadap UERE."
620 DIR 11:2 (2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Karakteristik lapisan ionosfer, baik variasi harian, musiman, maupun variasi yang berkaitan dengan aktivitas matahari perlu diketahui untuk dapat dimanfaatkan secara optimal. Salah satu lapisan ionosfer adalah lapisan E yang berada pada ketinggian sekitar 100 km. Karakteristik lapisan E ionosfer diteliti untuk pengembangan model gangguan ionosfer terhadap propagasi gelombang radio. Makalah ini membahas karakteristik lapisan ionosfer dari 3 stasiun pengamat dirgantara LAPAN di Tanjungsari-Sumedang (6.5 derajat LS, 107.47 derajat BT, Kototabang (0.2 derajat LS, 100.3 derajat BT), dan Biak (1.2 derajat LS, 136.00 derajat BT). Data yang digunakan masing-masing adalah data Tanjungsari tahun 2001-2006, Kototabang tahun 2005-2006, dan Biak tahun 2005. Data pendukung yang digunakan adalah indeks T, sebagai indikator aktivitas matahari. Hasil penelitian menunjukkan maksimum frekuensi kritis lapisan E (foEs)tercapai pada pukul 12:00, yang menunjukkan pengaruh posisi matahari (sudut zenith) pada pembentukan lapisan E. Besarnya foE bervariasi antara 2.2-4.5 MHz. Variasi musiman nampak lebih jelas pada saat aktivitas matahari tinggi (tahun 2001-2003), dimana foE tinggi pada bulan Oktober sampai Maret dan rendah pada bulan April sampai September. Pada saat aktivitas matahari rendah, variasi musiman ini kurang jelas. Variasi aktivitas matahari tidak terlalu jelas dampaknya pada frekuensi kritis lapisan E ionosfer. Korelasi antara median foE dengan indeks T juga rendah (R = 0,2638). Hal ini menunjukkan bahwa semakin rendah lapisan ionosfer, pengaruh aktivitas matahari semakin kecil. Perbadingan karakteristik antar stasiun pengamat menunjukkan bahwa pada tingkat aktivitas matahari rendah pada tahun 2005, ketiga stasiun (Biak, Tanjungsari, Kototabang) mempunyai karakteristik foE yang hampir sama. Nilai maksimum median foE sekitar 3.7 MHz, sedangkan nilai minimumnya sekitar 2.15 MHz."
621 DIRGA 8 (1-4) 2006
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian dan pemantauan Ionosfer semakin berkembang. Hal tersebut ditunjang dengan berkembangnya peralatan pemantau ionosfer, salah satunya adalah penerima ITS (Ionosphere Tomography System) yang menggunakan teknologi CT-Scan. Tomografi lebih dulu dikenal di bidang kedokteran (CT-scan), kemudian teknik ini berkembang ke bidang lain seperti tomografi seismik (tomografi perut Bumi), tomografi akustik (kelautan) dan saat ini dikembangkan tomografi ionosfer. NWRA (NortWest Research Associates) mengembangkan peralatan yang khusus untuk tomografi ionosfer yaitu ITS Receiver dari versi ITS-10 sampai dengan ITS-30. Saat ini penerima ITS-30 digunakan oleh jaringan Low latitude Ionospheric Tomography network (LITN) yang dibentuk oleh National Central University (NCU), Taiwan. Di Stasiun Pengamat Dirgantara Pontianak-LAPAN pun terdapat penerima ITS-30 yang merupakan salah satu jaringan LITN. Salah satu hasil data yang diperoleh adalah indeks S4 di ketinggian 350 kilometer di sepanjang lintasan jejak satelit yang sinyalnya dapat diterima oleh penerima ITS di Pontianak.
"
621 DIRGA 12:1 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"
Model-model yang digunakan untuk prediksi ionosfer jangka panjang belum mempertimbangkan efek histeresis ionosfer. Beberapa hasil penelitian pengaruh histeresis ionosfer pada pemodelan ionosfer jangka panjang memberikan kesimpulan yang kontradiktif. Data Total Electron Content (TEC) yang diperoleh dari Global Ionosphere Maps (GIM) telah digunakan untuk penelitian variabilitas spasial dan diurnal histeresis ionosfer selama siklus matahari 23. Besar histeresis diestimasi sebagai perbedaan antara rata-rata TEC selama fase turun dengan rata-rata TEC selama fase naik dari siklus matahari. Histeresis ionosfer memiliki variabilitas spasial yang mirip dengan variabilitas anomali ionisasi ionosfer ekuator, dimana nilai terbesarnya terjadi di daerah puncak anomali ionisasi ionosfer ekuator, dan ada ketidaksimetrissan arah lintang dan bujur. Histeresis ionosfer ekuator dan lintang rendah memiliki pola kejadian yang sistematis baik secara spasial maupun temporal sehingga memungkinkan untuk memasukkan efek histeresis dalam model ionosfer jangka panjang. Histeresis ionosfer di daerah lintang rendah bisa menyebabkan kesalahan dari model linier ionosfer sampai 49 %. Oleh karena itu dalam pemodelan ionosfer lintang rendah hendaknya mempertimbangkan efek histeresis dengan menggunakan formulasi yang berbeda untuk fase naik dan fase turun dari siklus matahari."
600 JADIR 11:1 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Ketinggian lapisan ionosfer mempengaruhi besarnya frekuensi yang dapat dipantulkan oleh lapisan Ionosfer. Munculnya lapisan E ionosfer yang dapat menghalangi perambatan gelombang radio antara pemancar dengan lapisan F, mengakibatkan perubahan frekuensi kerja suatu sirkit radio komunikasi. Dari hasil simulasi yang dilakukan, semakin jauh jarak suatu sirkit komunikasi, maka perubahan frekuensi kerja yang harus dilakukan akan semakin besar. Untuk jarak sirkit komunikasi 1000 km dengan frekuensi vertikal (fv) 4 MHz dan ketinggian lapisan E (h?E) 100 km serta ketinggian lapisan F(h?F) 250 km, frekuensi yang harus diubah pada saat munculnya lapisan E yang menghalangi perambatan gelombang radio pada lapisan F mencapai 8,76MHz. Dengan perubahan sebesar itu, penyesuaian perangkat maupun perijinan penggunaan frekuensi tidaklah mudah dilakukan. Tanpa adanya kesiapan baik dari sisi perangkat maupun perijinan penggunaan frekuensi, maka komunikasi radio tidak dapat dilakukan dan hal inilah yang dapat dinyatakan sebagai gangguan komunikasi radio HF akibat kemunculan lapisan E"
620 DIR 4:3 (2009)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>