Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 113164 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Paku Utama
Jakarta: Indonesian Legal Roundtable, 2013
345.023 PAK m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Irma Reisalinda Ayuningsih
"Pada tahun 1997 dan 2004-2005, Pemerintah Indonesia melikuidasi beberapa bank umum antara lain akibat adanya tindak pidana di bidang perbankan yang dilakukan oleh para pemegang saham dan/atau para pengurus bank. Sisa aset bank tersebut diserahkan kepada Pemerintah untuk dikelola, dimana hasil pengelolaan aset tersebut diperhitungkan sebagai pengurang kewajiban bank. Selama ± 13 tahun mengelola aset tersebut, Pemerintah mengeluarkan biaya pengelolaan aset yang cukup besar yang tidak sebanding dengan penerimaan hasil pengelolaan aset. Di sisi lain, Perserikatan Bangsa-Bangsa menerbitkan UNCAC 2003 yang antara lain mengatur mengenai Non-Conviction Based Asset Forfeiture (NCBAF). Beberapa negara, contohnya Amerika Serikat dan Thailand, menggunakan NCBAF ini sebagai strategi baru yang digunakan untuk memperbaiki situasi dimana penyitaan tidak efektif karena terlalu sulit untuk mencapai sanksi pidana. Untuk itu, penelitian ini mengkaji pengaturan dan pelaksanaan mekanisme ini di Indonesia, Amerika Serikat, dan Thailand terhadap tindak pidana di bidang perbankan, khususnya pada Bank Dalam Likuidasi (BDL) serta memberikan rekomendasi dalam rangka pengembalian aset (asset recovery) pengelolaan aset BDL ditinjau dari hukum responsif. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif untuk memperoleh hasil kajian yang bersifat preskriptif-analitis dengan mengolah data baik primer maupun sekunder. Dari hasil penelitian menyimpulkan bahwa mekanisme ini telah berhasil dilaksanakan di Amerika Serikat dan Thailand. Namun, belum dilaksanakan di Indonesia karena masih menganut mekanisme criminal forfeiture dan dalam pelaksanaannya masih berhadapan dengan beberapa kendala. Oleh karena itu, Pemerintah perlu segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset dengan mengakomodir beberapa konsep kunci. Pengesahan ini merupakan perwujudan hukum yang responsif atas kebutuhan sosial masyarakat.

In 1997 and 2004-2005, the Government of Indonesia liquidated several commercial banks due to criminal acts in the banking sector committed by shareholders and/or bank administrators. The bank's assets are handed over to the Government to be managed, where the results of the management of these assets are taken into account as a deduction from the bank's liabilities.  During ± 13 years of managing these assets, the Government incurred sufficient asset management costs that were not proportional to the receipt of asset management results. On the other hand, the United Nations issued UNCAC 2003 which among other things regulates Non-Conviction Based Asset Forfeiture (NCBAF). Some countries, for example the United States and Thailand, are using the NCBAF as a new strategy used to improve situations where seizures are ineffective because it is too difficult to achieve criminal sanctions. For this reason, this study examines the regulation and implementation of this mechanism in Indonesia, the United States, and Thailand against criminal acts in the banking sector, especially in Banks In Liquidation (BDL) and provides recommendations in the context of asset recovery in the management of BDL assets in terms of responsive law. This research uses normative research methods to obtain prescriptive-analytical study results by processing data both primary and secondary. From the results of the study concluded that this mechanism has been successfully implemented in the United States and Thailand. However, it has not been implemented in Indonesia because it still adheres to the criminal forfeiture mechanism and in its implementation it is still facing several obstacles. Therefore, the Government needs to immediately pass the Asset Forfeiture Bill by accommodating several key concepts. This ratification is the embodiment of a law that is responsive to the social needs of the community."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anindita Kusuma Listya
"Upaya perlawanan terhadap korupsi yang merupakan tindak kejahatan lintas batas (transnational organized crime), kini menjadi salah satu agenda global penting yang membutuhkan kerjasama internasional untuk menanggulanginya. UNCAC merupakan sebuah institusi internasional yang menyasar isu korupsi, disahkan pada tahun 2003 dan hingga kini dianggap sebagai kerangka kerjasama internasional paling penting yang memberikan pilar-pilar utama dalam pemberantasan korupsi – pencegahan, penegakan hukum, kerjasama internasional, serta asset recovery.
Penelitian ini secara khusus berupaya untuk melihat efektivitas UNCAC dalam proses asset recovery hasil korupsi Indonesia yang berada di Swiss, melalui kerangka Mutual Legal Assistance yang merupakan salah satu ketentuan di dalamnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa UNCAC tidak berhasil menjamin proses asset recovery melalui MLA antara Indonesia dan Swiss, karena: 1) Lemahnya proses dan mekanisme pengawasan, 2) Tertutupnya kemungkinan aksi kolektif negara-negara anggota, serta 3) Ketidakmampuan UNCAC dalam memfasilitasi proses negosiasi secara reguler dan terukur antara kedua belah pihak.

International efforts in the fight against corruption–which is considered as the transnational organized crime-has become an important global agenda that requires international cooperation. UNCAC is an international institution that focus on the corruption issues. Passed in 2003 and entered into force in 2005, UNCAC regarded as the most important international framework which provides four main pillars in the fight against corruption - prevention, law enforcement, international cooperation, and asset recovery.
This research specifically sought to measure the effectiveness of UNCAC in the asset recovery process between Indonesia and Switzerland through one of the the provisions in the convention, Mutual Legal Assistance (MLA) framework.
The results showed that UNCAC does not succeed to ensure the asset recovery process through MLA between Indonesia and Switzerland, because: 1) The lack of control mechanism process, 2) The lack of possibility of collective action among member states, and 3) the inability of UNCAC in facilitating the negotiation process on a regular basis between the two parties.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S57984
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heri Herdiansah
"Dalam Penelitian ini membahas mengenai Mekanisme Pengembalian dan Tata Kelola Aset Negara Hasil Tindak Pidana Korupsi yang berlaku di Indonesia. Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah sejauhmana pengaturan aset negara yang berasal dari Tindak Pidana Korupsi dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, bagaimana mekanisme yang ideal dalam pengembalian aset negara sebagai akibat perbuatan melawan hukum dalam tindak pidana korupsi, dan Bagaimanakah tata kelola dan pertanggungjawaban atas pengelolaan terhadap aset negara hasil tindak pidana korupsi. Sedangkan tujuan dalam peneltian ini adalah mengetahui sejauhmana suatu aset dapat dikatagorikan sebagai obyek tindak pidana korupsi, mengetahui sejauhmana pengaturan mengenai pengembalian aset negara hasil tindak pidana korupsi, menemukan cara tepat dalam pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi, dan mengetahui tata kelola atas pengelolaan pengembalian aset berdasarkan perturan perundang-undangan. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan melakukan penelitian lapangan dan studi kepustakaan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa yang termasuk aset negara yang dapat menjadi objek dari sebuah tindak pidana korupsi yaitu uang, surat berharga, piutang, barang berharga, dan hak-hak yang lain yang dapat dinilai dengan uang. Mekanisme yang ideal dalam pengembalian aset negara hasil tindak pidana korupsi adalah gabungan antara instrumen hukum yang terdapat dalam UNCAC PBB 2003 dan instrumen hukum civil forfeiture. Mekanisme ini didasarkan atas keberhasilan negara-negara maju seperti Amerika dan Inggris dalam pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi. Adapun mekanisme ideal pengelolaan Aset dilakukan oleh Lembaga Pengelola Aset di bawah Kementerian Keuangan.

Abstract
This research is mainly discussed about The Mechanism and Management System of Asset Recovery from Corruptions Act in Indonesia. The problem that this research is trying to resolves is how Indonesian Law regulate the state asset that comes from Corruption Act, what kind of mechanism that is ideal to recover the state asset as a consequence of tort in corruption act and how to manage and take responsibility of asset recovery from Corruption Act. The purpose of this research is to explain about the clasification of state assets especially if the assets come from corruption act, to find the right method regarding asset recovery from corruption act, to know the management of asset recovery based on the rule of law. The researcher is using the normative law research method combined with field research and literature study. Output from this research shows that state assets that is sourced from corruption act are money, obligation, credit, valuable thing, and the other rights that can be valued with money. The ideal mechanism regarding asset recovery from corruption act is the unification between law instrument contained in UNCAC PBB 2003 and forfeiture in civil law instrument. This mechanism is based on the succeed of developed country such as United State of America and United Kingdom regarding asset recovery from corruption act. Furthermore, the ideal mechanism to management of asset recovery by doing management asset institution underneath ministry of finance."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S310
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Isma Nurillah
"Mengungkap Keterlibatan Gatekeeper Dalam Tindak Pidana Korupsi Dan Tindak Pidana Pencucian Uang Pembimbing : Prof. Dr. Topo Santoso, SH, MHPola kejahatan terus mengalami pembaharuan modus dalam skema praktiknya. Baik dalam tata cara hingga melibatkan para profesional hukum dan perbankan guna mengamankan hasil kejahatan dan diskemakan menjadi aset yang bersih, semua berkolaborasi dan memiliki peran masing-masing sehingga terciptalah mekanisme yang sulit dilacak dan akibatnya kejahatan menjadi kabur. Penelitian ini menggunakan analisis yuridis normatif serta analisis perbandingan hukum, terutama perihal kerahasiaan bank di Belanda, Bahamas dan Indonesia. perbandingan ini menjadi perlu, guna mengetahui sistem perbankan di tiga negara dengan sistem yang berbeda terlebih, Bahamas sebagai negara yang termasuk ldquo;tax heaven country, maka dengan situasi ini dimanfaatkan para pelaku kejahatan untuk melarikan aset hasil korupsi ke wilayah dengan sistem kerahasiaan yang ketat, hal ini bertujuan untuk menyulitkan investigasi dan memutuskan nexus kejahatan, oleh karena itu perlu adanya komitmen yang kuat antara penegak hukum serta pemahaman dalam gerak korupsi dan pencucian uang yang melibatkan para profesional hukum dan perbankan.

Revealing Gatekeeper Involvement Corruption And Money LaunderingCounsellor Prof. Dr. Topo Santoso, SH, MHPattern experiencing a renewal of mode in its practice scheme. Both in the ordinance and involving legal and banking professionals to secure the proceeds of crime and discoloration into clean assets, all collaborating and having their respective roles to create a mechanism that is difficult to trace and the consequences of crime becoming blurred. This study uses normative juridical analysis and comparative analysis of law, especially concerning bank secrecy in the Netherlands, Bahamas and Indonesia. this comparison becomes necessary, in order to know the banking system in three countries with different systems especially, Bahamas as a country that includes tax heaven country, then with this situation is used by perpetrators of crime to flee assets of corruption to the region with a strict confidentiality system it aims to complicate investigation and decide the nexus of crime, therefore there needs to be a strong commitment between law enforcement as well as an understanding in the motion of corruption and money laundering involving legal and banking professionals."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T51479
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meir Febriyanti
"Tesis ini membahas mengenai bagaimana peranan gatekeeper dalam tindak pidana pencucian uang yang dihubungkan dengan kekuatan perangkat hukum di Indonesia seperti Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Undang-Undang No 18 Tahun 2003 tentang Advokat di Indonesia.
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif dan apabila dilihat dari tujuannya termasuk penelitian hukum normative. Penelitian ini menggunakan data studi kepustakaan. Jenis data yang dipergunakan adalah data sekunder. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan yaitu teknik analisis kualitatif.
Hasil penelitian menyarankan bahwa gatekeeper sebenarnya dapat dicegah keberadaannya apabila semua undang-undang yang berhubungan dengan peranannya terintegrasi dengan baik termasuk undang-undang profesi yang rawan dimanfaatkan oleh gatekeeper sebagai aturan yang melindungi tindakannya. Selain itu kepedulian dan pengetahuan aparat penegak hukum yang sepadan dengan gatekeeper pun diperlukan untuk memberantasnya.

This thesis is giving explanation regarding the gatekeeper role in money laundering relates to the strength of law equipment in Indonesia such as Law No 8 Year 2010 regarding the Prevention and Eradication of Money Laundering and Law No 18 Year 2003 regarding Advocate in Indonesia.
The method of this research is descriptive and normative. This research is using the study of literature data. The type of the data is secondary. The technique of it is using qualitative method.
The result of this research stated that gatekeeper role in money laundering is very important and actually its existence could be prevented if all law related to it is well integrated including the law of profession. Moreover the knowledge of the law enforcement official should be improved to prevent the gatekeeper role in doing money laundering.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35680
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nada Mahardhika
"Korupsi bukan hanya menjadi masalah suatu negara saja, tetapi sudah berkembang sebagai masalah transnasional karena melibatkan berbagai negara. Contohnya adalah banyak koruptor di Indonesia yang melarikan diri dan aset hasil kejahatannya ke luar negeri, terutama negara-negara yang menjadi safe haven. Salah satu negara yang sering menjadi tempat penyimpanan aset hasil korupsi Indonesia adalah Singapura. Indonesia dan Singapura telah meratifikasi United Nations Convention Against Corruption UNCAC. UNCAC memuat berbagai strategi penting untuk penanganan korupsi baik di level nasional maupun internasional. Salah satu terobosan penting dalam UNCAC adalah kerjasama internasional dalam asset recovery yang dapat dilakukan melalui mutual legal assistance MLA. Meskipun Indonesia dan Singapura sama-sama sudah meratifikasi UNCAC, akan tetapi Indonesia menghadapi kesulitan dalam menerapkan kerjasama MLA terkait asset recovery dengan Singapura.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana kerjasama MLA terkait asset recovery antara Indonesia dan Singapura menurut kerangka UNCAC dipengaruhi oleh perilaku dan faktor domestik di antara kedua negara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerjasama MLA antara Indonesia dan Singapura dalam upaya pengembalian asset hasil korupsi belum efektif karena adanya tantangan dari faktor politik domestik serta perbedaan eksternalitas isu pemberantasan korupsi yang berpengaruh terhadap perilaku masing-masing negara.
Tantangan-tantangan tersebut terdiri dari tantangan internal yang berasal di Indonesia yaitu: 1 political will kurang didukung oleh aktor-aktor di level domestik, 2 masalah harmonisasi UNCAC dengan peraturan nasional, 3 system kerahasiaan bank, 4 kemampiuan teknis yuridis yang dialami dalam proses pembuatan MLA, serta 5 masalah kapasitas dan koordinasi antar lembaga penegak hukum yang terlibat dalam MLA dan asset recovery, terutama Kemenkumham sebagai otoritas pusat. Selain itu, Indonesia juga menghadapi tantangan dari segi eksternal, yaitu: 1 kepentingan Singapura terkait investasi asing, 2 lack of trust, dan 3 prinsip dual criminality.

Corruption is not only a state solution, but it develops as a transnational problem because of various countries. An example is a lot of corruptors in Indonesia who are the result of their crimes abroad, especially the countries that become safe haven. One of the countries that is often the place where Indonesia 39s corruption is stored is Singapore. Indonesia and Singapore have ratified the United Nations Convention against Corruption UNCAC. UNCAC is an important step for both national and international handling. One of the key breakthroughs in UNCAC is to assist in the recovery of assets that can be done through mutual legal assistance MLA. Although Indonesia and Singapore have both ratified UNCAC, Indonesia is facing difficulties in implementing MLA cooperation related to asset recovery with Singapore.
This study aims to analyze how MLA cooperation related to recovery of assets between Indonesia and Singapore by UNCAC. The result of the research indicates that MLA cooperation between Indonesia and Singapore in the effort of recovering the assets of corruption has not been effective because there are factors that support the internalities and issues of externalities of corruption eradication issues that give rise to the behavior of each country.
These challenges consist of internal origin in Indonesia 1 political will is not supported by domestic actors, 2 UNCAC harmonization problems with national regulations, 3 confidential bank system, 4 juridical ability who are involved in the MLA process, and 5 capacity and inter agency coordination issues involved in MLA and asset recovery, especially Kemenkumham as the central authority. In addition, Indonesia also faces external obstacles, namely 1 investment related Singaporean interests, 2 lack of trust, and 3 dual crime principles.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aghia Khumaesi Suud
"Pusat Pemulihan Aset (PPA) sebagai satuan kerja Kejaksaan Republik Indonesia, bertanggung jawab memastikan terlaksanakannya pemulihan aset di Indonesia dengan sistem pemulihan aset terpadu (Integrated Asset Recovery System) secara efektif, efisien, transparan dan akuntabel. Dengan melakukan penelusuran, pengamanan, pemeliharaan, perampasan, dan pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi yang ditangani Kejaksaan. Namun, jumlah pemulihan aset (asset recovery) hasil tindak pidana korupsi yang dilakukan PPA masih sedikit dan pelaksanaannya sekarang ini hanya dilakukan setelah ada putusan pengadilan, padahal seharusnya dapat dilakukan penelusuran (asset tracking) sejak sebelum putusan. Selain itu, urgensi keberadaannya masih dipertanyakan mengingat ruang lingkupnya hampir sama dengan Labuksi KPK dan Rupbasan pada KemenkumHAM yang secara tidak langsung menimbulkan tarik menarik kewenangan antara unit aparat penegak hukum tersebut. Untuk itu, diperlukan optimalisasi PPA Kejaksaan agar aset hasil tindak pidana korupsi dapat dipulihkan secara cepat, efektif dan transparan.

The Asset Recovery Center (PPA) as the Republic of Indonesia General Attorney's unit is responsible for ensuring asset recovery is carried out in Indonesia with an integrated asset recovery system (Integrated Asset Recovery System) in an effective, efficient, transparent and accountable manner. By conducting searches, safeguards, maintenance, seizures, and returning assets resulting from criminal acts of corruption handled by the General Attorney. However, the amount of asset recovery resulting from the criminal acts of corruption carried out by PPA is still small and its implementation is currently only carried out after a court decision, even though asset tracking should have been carried out before the verdict. In addition, the urgency of its existence is still questionable considering its scope is almost the same as the KPK and Rupbasan production at the Ministry of Law and Human Rights which indirectly raises the pull of authority among the law enforcement unit units. For this reason, it is necessary to optimize the PPA of the General Attorney so that the assets resulting from corruption can be recovered quickly, effectively and transparently."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53714
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Washington DC : World Bank, 2009
345.077.3 STO
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Tania
"Aset hasil tindak pidana adalah tujuan utama pelaku kejahatan bermotif ekonomi melakukan perbuatannya. Oleh karena itu upaya penghilangan akses dan hak pelaku terhadap hasil kejahatan beserta perolehannya dapat menjadi salah satu cara yang efektif dalam upaya pemberantasan tindak pidana bermotif ekonomi. Kelahiran rezim anti pencucian uang di Indonesia telah memperkenalkan metode pendekatan baru yaitu follow the money dimana penegakan hukum tidak lagi hanya terfokus kepada pelaku kejahatan tetapi pada aset hasil tindak pidananya. Selain bertujuan untuk menghilangkan motif pelaku kejahatan, metode ini dapat menjadi harapan pemulihan bagi korban kejahatan yang merasakan kerugian finansial. Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang sebenarnya telah memberikan instrumen yang cukup mumpuni bagi para penegak hukum untuk melakukan upaya pemulihan aset bagi korban kejahatan, namun hal ini tidak terlihat pada kasus First Travel dimana majelis hakim menjatuhkan pidana penjara kepada para pelaku dan menyatakan seluruh aset First Travel dirampas untuk negara sehingga korban tidak mendapatkan pemulihan sama sekali. Penelitian ini berusaha untuk menjawab beberapa permasalahan yaitu terkait pengaturan upaya pemulihan aset di dalam Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang serta terkait penerapan upaya pemulihan aset di dalam kasus First Travel. Penelitian ini mendasarkan kepada penelitian hukum yuridis normatif, sehingga menggunakan sumber data sekunder berupa bahan hukum dan non-hukum. Wawancara terstruktur dan terpandu juga dilakukan untuk mengkonfirmasi interpretasi atas peraturan perundang-undangan dan penerapannya dalam praktek. Hasil penelitian membuktikan bahwa instrumen hukum pemulihan aset yang termaktub dalam Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang telah memfasilitasi upaya pemulihan aset bagi korban kejahatan namun belum mengatur secara jelas mekanisme pemulangan aset kepada korban kejahatan yang dapat menjadi hambatan apabila korban kejahatan tidak sedikit. Dalam implementasinya terlihat bahwa penegak hukum masih terfokus hanya kepada pembuktian unsur atau pemenuhan unsur tindak pidana, sehingga mengakibatkan hasil penelusuran aset yang tidak maksimal serta terdapat kebingungan atas mekanisme pemulangan aset kepada korban sehingga pada akhirnya upaya pemulihan aset tidak dapat menjangkau actual victim.

Illegal asset is the main objective of criminals who carry out their action with economic motives. Therefore, eliminating their access and rights to the proceeds of crime can be an effective way of eradicating economic crimes. The deveopment of Anti money laundering regime in Indonesia has introduced a new approach method namely ‘follow the money’ allowing law enforcement to focus not only on criminals but also illegal assets. Besides aiming to eliminate the motives, this method can give hope to actual victim to the crime to get recovery. The anti money laundering law has actually provided a fairly qualified instrument for law enforcement officers to conduct asset recovery for the actual victims, but this is not found in the First Travel case where the judges sentenced the perpetrators to imprisonment and ordered all assests to be confiscated by State. Hence, actual victims left without any remedies. This study seeks to answer several regulatory gaps related to the Anti Money Laundering Law and their implementation particularly in the First Travel case. It is based on normative juridical law research using secondary data sources of legal and non-legal materials. Selective structured and guided interviews with experts were conducted to confirm the interpretation of related laws and regulation as well as their application on practices. The study higlighted that Anti Money Laundering Law has provided legal basis for asset recovery for victims; Nevetheless, it lacks of clear mechanism for returning assets to victims. This indeed can be an obstacle particularly involving massive victims. In practice, it appears that law enforcement still focuses only on proving the elements of crime rather than thingking about recovering assets. This way of working leads to inadequate asset tracing results. It can also create confusion over the mechanism of returning assets. In the end, ultimately asset recovery efforts can not provide adequate remedies to victim."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>