Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 119436 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pradakso Hadiwidjojo
"Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia yang lebih dari 7% pada tahun 1989 dan 1990 merupakan indikator ekonomi yang menggembirakan, apalagi dengan menyimak pernyataan-pernyataan pemerintah yang menginginkan pertumbuhan ekonoini yang konstan sekitar 5?7% per tahun dengan tirigkat inflasi dipertahankan pada satu digit. Pertumbuhari ekonomi yang konstan dan stabil lebih mudah diikuti dilandingkan dengan pertumbuhan ekonomi yang melonjak-lonjak menakjubkan tetapi bersifat sementara.
Dengan semakin berkembangnya kegiatan bisnis, peranan bank sebagai financial institution juga semakin besar. Bank sangat besar peranannya dalam menyediakan jasa-jasa keuangan bagi dunia usaha. Kebijaksanaan uang ketat (TMP = tight money policy) yang dilakukan pemerintah untuk mendinginkan mesin ekonomi yang overheated sedikit banyak mempengaruhi kemampuan bank untuk menyediakan dana bagi dunia usaha. Pasar Keuangan dunia juga masih mengalami overcrowding karena besarnya biaya transformasi dan liberalisasi sosial di negara-negara komunis. Untuk memperoleh pinjaman juga semakin sulit dengan adanya credit Crunch, yaitu keadaan dimana bank-bank semakin berhati-hati dalam memberikan kredit dan sernakin selektif dalam memilih nasabah.
Hal tersebut juga disebabkan karena dunia perbankan harus memenuhi Capital adequacy ratio (CAR), yaitu perbandingan antara modal dengan asset sebesar 8%, yang disyaratkan oleh Bank of International Settlements. Di Indonesia, CAR perbankan harus mencapai 5% pada Maret 1992, 7% pada Maret 1993 dan 8% pada Desember 1993. Ketetapan agar Loan to Deposit Ratio (LDR) tidak melebihi batas tertentu juga membuat pihak perbankan bersikap konservatif dan melakukan strategi konsolidasi.
Tingkat kemacetan kredit yang tinggi telah mendorong banyak bank untuk menyalurkan dana yang mahal tersebut ke sektor?sektor yang relatif kecil resikonya. Bahkan ada kecenderungan bahwa bank-bank di Indonesia lebih suka membeli SBI yang tidak beresiko dari pada menyalurkan dananya untuk kegiatan bisnis dan investasi yang mempunyai resiko. Akibatnya pengendoran TNP yang dilakukan pemerintah tidak terasa efeknya bagi dunia usaha.
Hal tersebut rnenyebabkan banyak perusahaan-perusahaan tidak mendapatkan cukup dana untuk melakukan ekspansi usaha ataupun sekedar mempertahankan operation activities mereka sehari-hari. Dengan semakin banyaknya transaksi bisnis yang menggunakan mekanisme kredit untuk pembayaran jasa atau produk yang telah dijual, fund shortage akan semakin terasa dan semakin besar efeknya terhadap kegiatan operasional perusahaan sehari-hari.
Mengingat keterbatasan bank dalam pendanaan dunia usaha, kegiatan ANJAK PIUTANG (FACTORING) merupakan alternatif yang sangat menggembirakan bagi para pengusaha. Meningkatnya volume kredit yang berskala besar dengan kegiatan penagihannya yang dirasakan semakin rumit dan menyita waktu serta perhatian yang lebih intensif telah menyebabkan factoring mendapat tempat dan mendapatkan porsi bisnis yang semakin besar.
Karya akhir ini dibuat untuk membahas peranan factoring dalam perekonomian Indonesia sebagai instrumen perangsang bagi dunia bisnis dan investasì, termasuk pemanfaatan factoring dalam meningkatkan kegiatan ekspor non-migas."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adis Banjere
"Salah satu bentuk bisnis yang turut meramaikan dunia perdagangan Indonesia saat ini adalah factoring, yang dalam istilah Indonesia disebut anjak piutang. Perjanjian anjak piutang tidak dikenal dalam RUH Perdata maupun KUH Dagang, tetapi dapat hidup dan berkembang karena RUH Perdata kita mengenal sistem terbuka dan azas kebebasan berkontrak yang berpangkal dari adanya kedudukan kedua belah pihak yang sama derajat. Namun, dalam praktek, perjanjian anjak piutang berbentuk kontrak baku yang isi dan syarat kontraknya telah ditentukan sepihak oleh factor, maka klien hanya berpeluang untuk menerima atau menolak syarat-syarat yang telah ditentukan tersebut. Di sini nampak dominasi factor yang cukup besar sehingga kewajaran perjanjian tersebut sangat tergantung kepada factor. Faktor selalu memaksakan kehendaknya pada klien. Lemahnya posisi klien tergambar dalam Termination Clause dan syarat panghentian perjanjian sebelum saat berakhirnya perjanjian. Secara substansi hubungan hukum antara factor dengan klien tidak jelas, terutama dalam hal menentukan masalah tanggung jawab hukumnya.
Dari hasil penelitian ini, disarankan agar pemerintah perlu membuat ketentuan yang membatasi kebebasan berkontrak dan mencegah penggunaan klausul kontrak yang tidak seimbang, yaitu dengan cara membuat ketentuan yang berisikan larangan menggunakan klausul kontrak yang dinilai dapat merugikan klien baik dari segi kepatutan, keadilan maupun berdasarkan kebebaaan dalam dunia bisnis di Indonesia sehingga pada akhirnya, tercipta kondisi bisnis anjak piutang yang saling menguntungkan baik dari segi hukum maupun dari segi bisnis yang pada akhirnya dapat merangsang pertumbuhan dan kegiatan usaha anjak piutang untuk menunjang perekonomian di Indonesia.
Sasaran yang ingin dicapai adalah memberikan porlindungan hukum yang seimbang kepada factor, klien, dan customer, pembatasan kebebasan berkontrak dapat dilakukan dengan dua Cara yaitu, Pertasra, menyempurnakan kaidah-kaidah dalam buku III KUH Perdata atau membuat undang-undang tentang perikatan dan undang-undang tentang hukum kontrak (termasuk kontrak baku). Kedua, membuat beberapa undang-undang yang khusus mengenai suatu aspek tertentu seperti undang-undang mengenai anjak piutang."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bachtiar Siradjuddin
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Bhuwana Fairuz Kusumawardhani
"Tesis ini membahas mengenai konsep anjak piutang dalam hukum di Indonesia dan perbandingan konsep anjak piutang di Indonesia dengan Belanda dan Perancis. Anjak piutang (Factoring) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian piutang usaha suatu perusahaan berikut pengurusan atas piutang tersebut. Secara teknis anjak piutang memang dapat dikatakan sebagai pengalihan piutang dagang, namun anjak piutang tidak sesederhana itu. Kombinasi dari dua fungsi dalam konsep anjak piutang menimbulkan beragam perkembangan produk-produk anjak piutang yang membutuhkan pertimbangan hukum yang berbeda dan khusus. Oleh karena itu lingkungan hukum pada suatu negara memegang peranan penting dalam menentukan suksesnya anjak piutang. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif dan metode perbandingan hukum. Data penelitian dikumpulkan melalui penelitian kepustakaan akan dianalisis dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menjelaskan bahwa munculnya konsep anjak piutang di Indonesia merupakan bagian dari kecenderungan dalam pembangunan hukum di dunia yang mendorong transplantasi konsep-konsep yang timbul dari bidang ekonomi di Amerika Serikat ke dalam sistem hukum negara lain. Perbandingan konsep anjak Piutang di Indonesia dengan Belanda dan Perancis dapat dilakukan berdasarkan aspek regulasi dan aspek kontraktual. Berdasarkan aspek regulasinya, anjak piutang di Indonesia dan Perancis adalah teregulasi sedangkan anjak piutang di Belanda tidak teregulasi. Berdasarkan aspek kontraktualnya, Indonesia, Belanda dan Perancis belum memiliki peraturan khusus yang mengatur tentang perjanjian anjak piutang, oleh karena itu ketentuan umum hukum perjanjian di ketiga negara tersebut pada umumnya masih menjadi acuan untuk perjanjian anjak piutang.

This thesis concerns with factoring concept in Indonesian Law and it’s comparison to the Netherlands and France regime. Factoring is a financing activity in the form of trade receivables sale followed by the administration of said accounts receiveable. Technically, factoring could be said simply as an assignment of accounts receivable. However, factoring is not as straightforward as it seems. The development of various factoring products that arise from the combination of factoring’s two functions pushed the need of different and specific contractual considerations. Therefore, the legal environment of a country holds an important role in deciding the success of factoring concept. This thesis is using normative and comparative method. The data in this thesis is collected by conducting library research. The result of this research shows that the factoring concept appeared in Indonesia as a part of trends in the law development across the world which urged the transplantation of American economic concepts into other countries legal system. Comparison to the regulation aspect of factoring concept in Indonesia, Netherlands, and France shows that both Indonesia and France factoring industries are regulated while factoring industry in Netherlands is not. On the other hand, based on the contractual aspect, the three countries do not have a specific and specialized regulations or laws concerned with factoring agreement. Subsequently, factoring agreement still largely refers to the general contract law that governs each countries."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purba, Eric Nathanael
"Melalui Nomor Keputusan Presiden. 61 tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan, dan setelah itu muncul ketentuan yang mengatur anjak piutang meskipun tidak spesifik tentang anjak piutang dan hanya sedikit. Akan tetapi sejak diperkenalkan di Indonesia hingga saat ini belum ada ketentuan yang secara khusus mengatur anjak piutang. Sementara itu di India, tagihan anjak piutang yang diperkenalkan pada tahun yang sama sudah memiliki ketentuansecara khusus mengatur anjak piutang di India, yaitu The Act Factoring Regulation Act, 2011 dan Registrasi Assignment of Receivables Rules, 2012 yaitu
ketentuan yang mengatur pendaftaran anjak piutang. Penelitian ini akan menganalisis ketentuan mengenai anjak piutang di Indonesia dan juga di India serta persamaan dan perbedaannya. Penelitian ini dilakukan dengan metode yuridis normatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa di Indonesia perjanjian anjak piutang sendiri masih didasarkan pada prinsip kebebasan kontrak yang ada di Burgerlijk Wetboek (BW) dan ketentuannya ada dalam ketentuan yang berbeda, memiliki ketentuan yang belum ada dalam ketentuan tersebut. The Factoring Regulation Act 2011 di India dan sebaliknya. Menurut penulis, yang kurang dari ketentuan anjak piutang di Indonesia mengenai hak dan kewajiban yang dirasa sangat penting tetapi belum diatur oleh Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan ketentuan atau peraturan khusus mengenai anjak piutang di Indonesia untuk memberikan kepastian hukum bagi para pihak pesta.

Factoring has been introduced in Indonesia since 1988
through Presidential Decree Number. 61 of 1988 concerning Financing Institutions, and after that comes the provisions governing factoring although not specific about factoring and only a little. Will but since it was introduced in Indonesia until now there has been no provision in that specifically regulates factoring. Meanwhile in India factoring receivables introduced in the same year already have provisions in a manner
specifically regulates factoring in India, namely The Factoring Regulation Act, 2011 and Registration of Assignment of Receivables Rules, 2012 viz the provisions governing registration of factoring. This research will analyze the provisions concerning factoring in Indonesia and also in India and their similarities and differences. This research was conducted with normative juridical methods. The results of this study show that in Indonesia the agreement for factoring itself is still based on the principle freedom of contract that is in Burgerlijk Wetboek (BW) and its provisions are in different provisions, have provisions that dont yet exist in the provisions of The Factoring Regulation Act 2011 in India and vice versa. According to the author, which is less than the factoring provisions in Indonesia regarding rights and obligations that are felt to be very important but have not been regulated by Indonesia. Therefore, special provisions or regulations are needed regarding factoring in Indonesia to provide legal certainty for parties."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kukun Kurniawan Hermanto
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S21391
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Matondang, Immanuel
Depok: Universitas Indonesia, 1995
S22997
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Esti Purnami
"Dalam melakukan kegiatan operasional, Lembaga Pembiayaan memperoleh dana melalui perbankan baik perbankan konvensional maupun syariah. Saat ini dana tersebut lebih banyak diperoleh dari perbankan syariah melalui kerjasama channeling. Dana yang diberikan oleh Bank Syariah tersebut disalurkan kepada masyarakat melalui pembiayaan sewa guna usaha (Leasing). Untuk memberikan kepastian hukum bagi para pihak, dibuatlah suatu perjanjian tertulis yaitu Akta Pembiayaan Sewa Guna Usaha (Ijarah Muntahia Bittamlik) yang dibuat di hadapan Notaris. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk menganalisis pelaksanaan pembiayaan sewa guna usaha (Ijarah Muntahia Bittamlik) yang dilaksanakan oleh PT Tifa Finance, mengkaji ketentuan-ketentuan yang ada dalam akta Sewa Guna Usaha (Ijarah Muntahia Bittamlik) tersebut berdasar prinsip syariah serta menganalisis apakah pembiayaan yang dilaksanakan tersebut seluruhnya telah sesuai dengan hukum Islam. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan penelitian kepustakaan yang bersifat deskriptif dengan menggunakan data sekunder. Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan sewa guna usaha (Ijarah Muntahia Bittamlik) pada lembaga pembiayaan PT Tifa Finance dilaksanakan sebagaimana PT Tifa Finance melaksanakan sewa guna usaha konvensional. Seharusnya sewa guna usaha tersebut dilaksanakan sesuai dengan prinsip syariah sebagaimana ditentukan dalam perjanjian channeling. Ketentuan-ketentuan yang ada dalam format akta pembiayaan sewa guna usaha (Ijarah Muntahia Bittamlik) pada PT Tifa Finance banyak mengadopsi dari format akta sewa guna usaha konvensional. Sesuai analisis pelaksanaan dan format akta pembiayaan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembiayaan sewa guna usaha (Ijarah Muntahia Bittamlik) kurang sesuai dengan Hukum Islam. Dengan demikian, seharusnya baik perjanjian channeling maupun perjanjian IMBT dilaksanakan lebih bijaksana untuk melindungi kepentingan para pihak dan sesuai dengan ketentuan syariah untuk memenuhi asas keadilan dan asas persamarataan dalam Perikatan Islam."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S24670
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>