Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 104353 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Soelarto Reksoprodjo
Jakarta: UI-Press, 1991
PGB 0233
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Subroto Sapardan
Jakarta: UI-Press, 2005
PGB 0211
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Naura Cintantya Khairunnisa
"In adult patients if the jaw discrepancy is too great to compensate for, and camouflage by tooth movement alone, surgery is the only way to obtain a resonable result. Before surgery, the orthodontist must establish not only anteropostrior and transverse position, but also the vertical position of the teeth. Inadequate orthodontic preparation can jeopardize the quality of the surgical result. Occlusion is important but satisfactory facial esthetic must accompany it. A good team work between orthodontist and oral surgeon is the key of succes of the treatment, which will be shown in case reports of 3 patients."
Jakarta: Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2003
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Pribadi
"Patient with severe condition which single conventional orthodontic treatment cannot be carried out, it must be considered to undergo combination treatment between orthodontic and orthognathic surgery, so that patient's complaint about aesthetic, mastication and speech function can receive better correction. The aim of performing the orthodontic treatment before orthognathic surgery is to place teeth position ideally to the bone base before correcting the abnormality of its sceletal bone. After the orthognathic surgery there is still the orthodontic treatment to be done which has the aim to achieve good teeth occlusion, inclination and angulation. if possible comparable to the conditions described by Andrew in Six Keys of Normal Occlusion."
Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2003
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Andre Wilia Putra
"Tindakan operasi orthopaedi membutuhkan tarif yang tinggi karena dilakukandengan alat berteknologi tinggi, proses perawatan komplek dan seringkali menggunakanimplan berharga mahal. Terdapat variasi tarif rumah sakit pada operasi orthopaedi yangperlu diidentifikasi penyebabnya. Penelitian bertujuan mengetahui komponen tarif danmenganalisa faktor-faktor yang berhubungan dengan tarif operasi orthopaedi pasien JKNpada prosedur anggota tubuh atas, sendi tungkai bawah dan fusi tulang belakang padalengkungan tulang belakang di RSUP Fatmawati tahun 2017. Desain penelitian adalahcross sectional dengan pendekatan kuantitatif melalui menghitung tagihan danpendekatan kualitatif melalui wawancara mendalam.
Hasil penelitian menunjukkangambaran rata-rata tarif prosedur anggota tubuh atas Rp22.264.612 terdiri atas komponenbahan alat 51, jasa rumah sakit 14 dan jasa pelayanan 35, gambaran rata-rata tarifprosedur sendi tungkai bawah Rp61.700.637 yaitu bahan alat 75, jasa rumah sakit 10 dan jasa pelayanan 15, dan gambaran rata-rata tarif prosedur fusi tulang belakangRp79.501.208 yaitu bahan alat 63, jasa rumah sakit 11 dan jasa pelayanan 26 .Faktor penggunaan dan harga implan, tingkat keparahan, lama hari rawat, danpenggunaan ICU mempengaruhi tarif pada tiga prosedur, sedangkan faktor metode costplus pricing dan kelas perawatan tidak mempengaruhi tarif pada tiga prosedur. RSUP Fatmawati telah melakukan upaya untuk mengatasi variasi tarif pada komponen bahanalat, jasa rumah sakit dan jasa pelayanan. Rumah Sakit perlu melakukan perhitungan unitcost berkala, pembuatan unit cost pada tagihan yang belum memiliki unit cost,pemenuhan dan kepatuhan Clinical Pathway dan Panduan Praktik Klinis untuk tindakanoperasi khususnya yang memiliki lama hari rawat dan jumlah terbanyakKata kunci: variasi tarif operasi orthopaedi, prosedur anggota tubuh atas, prosedur senditungkai bawah, prosedur fusi tulang belakang pada lengkungan tulang belakang, implan.

Orthopedic surgery requires high rates because it is done with high tech tools,complex maintenance process and often use expensive implans. There are variations inhospital rates on orthopedic surgery that need to be identified. The objectives of the studywere to determine the tariff components and to analyze factors related to the operatingtariffs of JKN patients on upper limb procedures, lower limb joints and spinal fusion inthe spinal arch at Fatmawati Hospital 2017. This study is cross sectional study designwith quantitative approach through counting the bill and qualitative approaches throughin depth interviews.
The results of this study showed that the average tariff procedure ofthe limbs of Rp22,264,612 consisted of 51 of appliance component, 14 hospitalsservice and 35 service, the average cost of lower limb joint procedure Rp61,700,637, ,hospital services 10 and service 15 , and average picture tariff of spinal fusionprocedure Rp79.501.208 yaitu appliance 63 , hospital services 11 and service 26 .Factors of use and implanation rates, severity, length of stay, and use of ICUs affect tariffson three procedures, while cost plus pricing and treatment class methods do not affecttariffs on three procedures. RSUP Fatmawati has made efforts to overcome the variationof tariff on components of equipment, hospital services and services. Hospital need to calculate unit cost periodically, unit cost creation on bills that do not have unit cost,compliance and compliance Clinical Pathway and Clinical Practice Guidelines forsurgery, especially those with long days of service and the highest numberKey words tariif variations of orthopeadi surgery, upper limb procedures, lower limbjoint procedures, spine fusion procedures in the spinal cord, implans."
2018
T51401
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Karmel Lindow
"Tujuan : untuk mengetahui kejadian VTE pada pasien Indonesia yang menjalani bedah ortopedi mayor dan tidak menerima tromboprofi laksis.
Metode Uji klinik terbuka pada pasien Indonesia yang menjalani bedah ortopedi mayor, dilakukan di 3 senter di Jakarta. Venografi bilateral dilakukan antara 5 dan 8 hari pasca bedah untuk menemukan VTE yang asimptomatik dan memastikan VTE yang simptomatik. Pasien dievaluasi hingga 1 bulan pasca bedah.
Hasil Telah diteliti 17 pasien dengan median usia 69 tahun dan 76,5% di antaranya perempuan. Enam belas dari 17 pasien (94,1%) menjalani bedah fraktur panggul. Median waktu antara fraktur dengan tindakan adalah 23 hari (antara 2 sampai 197 hari), median lamanya tindakan bedah 90 menit (antara 60 sampai 255 menit), dan median lamanya imobilisasi 3 hari (antara 1 sampai 44 hari). Tiga belas dari 17 pasien menjalani venografi kontras untuk mendeteksi VTE yang asimtomatik. VTE ditemukan pada 9 dari 13 pasien (69,2%) saat akan keluar dari rumah sakit (RS). VTE yang simtomatik ditemukan pada 3 pasien (23,1%), semuanya dengan tanda-tanda klinis DVT dan tidak seorangpun dengan tanda klinis embolisme paru (PE). Pasien tersebut diobati dengan heparin berat molekul rendah, dilanjutkan dengan antikoagulan oral warfarin. Tidak ada kematian mendadak sampai pasien keluar dari RS. Tidak ada kasus VTE simtomatik baru sejak keluar dari RS sampai 1 bulan kemudian. Tidak ditemukan kematian mendadak, komplikasi pendarahan, ataupun perawatan ulang di RS dalam studi ini.
Kesimpulan Insidens VTE asimtomatik sebesar 69,2% dan simtomatik 23,1% setelah bedah ortopedi mayor tanpa tromboprofi laksis. Studi yang lebih besar dibutuhkan untuk memastikan insidens yang benar, dan yang lebih penting, untuk menggunakan tromboprofi laksis pada pasien-pasien ini.

Aim To estimate the incidence of VTE in Indonesian patients undergoing major orthopedic surgery and not receiving thromboprophylaxis.
Methods This was an open clinical study of consecutive Indonesian patients undergoing major orthopedic surgery, conducted in 3 centers in Jakarta. Bilateral venography was performed between days 5 and 8 after surgery to detect the asymptomatic and to confi rm the symptomatic VTE. These patients were followed up to one month after surgery.
Results A total of 17 eligible patients were studied, which a median age of 69 years and 76.5% were females. Sixteen out of the 17 patients (94.1%) underwent hip fracture surgery (HFS). The median time from injury to surgery was 23 days (range 2 to 197 days), the median duration of surgery was 90 minutes (range 60 to 255 minutes), and the median duration of immobilization was 3 days (range 1 to 44 days). Thirteen out of the 17 patients were willing to undergo contrast venography. A symptomatic VTE was found in 9 patients (69.2%) at hospital discharge. Symptomatic VTE was found in 3 patients (23.1%), all corresponding to clinical signs of DVT and none with clinical sign of PE. These patients were treated initially with a low molecular weight heparin, followed by warfarin. Sudden death did not occur up to hospital discharge. From hospital discharge until 1-month follow-up, there were no additional cases of symptomatic VTE. No sudden death, bleeding complication, nor re-hospitalization was found in the present study.
Conclusion The incidence of asymptomatic (69.2%) and symptomatic (23.1%) VTE after major orthopedic surgery without thromboprophylaxis in Indonesian patients (SMART and AIDA), and still higher than the results of the Western studies. A larger study is required to establish the true incidence, and more importantly, that the use of thromboprophylaxis in these patients is warranted.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Edi Hartini Sundoro
Jakarta: UI-Press, 2005
617.6 EDI s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Edi Hartini Sundoro
Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), 2007
617.6 EDI s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Hendrati Tjiptobroto
"ABSTRAK
Pengukuran tinggi muka bawah (TMB) dari beberapa pasien anak-anak yang mempunyai gigitan dalam dengan rasio "upper face height terhadap lower face height" (rasio UFH/LFH) didapatkan nilai yang bervariasi. Padahal TMB merupakan salah satu faktor dalam tata laksana gigitan dalam dan pemilihan jenis alat retensi. Maka penelitian ini bertujuan apakah pada gigitan dalam tidak selalu dijumpai TMB yang menurun dan apakah sudut palatomandibular (sudut PP-MP) yang lebih kecil dari normal menunjukkan TMB yang menurun.
Penelitian ini berdasarkan analisa vertikal dari sefalometri ronsenografik lateral, yang dilakukan pada anak-anak Indonesia yang datang di Klinik Pasca Sarjana FKG-Ul. Kriteria sampel adalah anak-anak dengan tumpang gigit lebih dari 50%, hubungan molar satu K1. I Angle dan belum pernah dirawat ortodonsi.
Uji statistik terhadap rasio UFH/LFH dan sudut PP-MP dengan chi kuadrat didapatkan nilai xa sebesar 0,51 dan 0,183 pada p=0,05 dan df=1. Pengujian terhadap kelompok sudut yang normal dan menurun dimana masing--masing kelompok didapati nilai rasio UFH/LFH normal dan meningkat didapatkan nilai x2' sebesar 15,384 dan 9,782 pada p.=:0,05 dan df=1.
Hasil penelitian menunjukkan pada gigitan dalam didapati TMB yang 'normal dan menurun. Penafsiran TMB menurut rasio UFH/LFH selalu sama dengan sudut PP-MP. Dan sudut PP-MP yang kurang dari normal menunjukkan TMB yang menurun. Kedua parameter ini cukup sensitif dan konsisten dalam menggambarkan TMB. Dengan penggunaan kedua parameter ini diharapkan pengukuran TMB lebih akurat."
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Anie Lestari
"ABSTRAK
Tujuan perawatan ortodonsi diantaranya mendapatkan profil wajah yang optimal. Para ortodontis berpendapat bahwa posisi bibir merupakan faktor yang sangat penting dalam menilai estetika wajah seseorang . Dalam upaya menegakkan diagnosa pada faktor estetika dan rencana perawatan ortodonsi sering timbul keraguan, karena saat ini masih dipakai norma standar ras Kaukasoid yang mungkin saja tidak sesuai untuk bangsa Indonesia. Seperti diketahui penilaian wajah cantik menarik sifatnya subjektif dan banyak dipengaruhi oleh perasaan, akan tetapi hasil perawatan yang diharapkan seharusnya bersifat subjektif dan objektif. Dengan demikian penilaian yang objektif dari masyarakat umum perlu sekali. Sebagai sampel, masyarakat Jawa dipilih secara acak oleh penulis dalam penelitian ini. Tujuan penelitian ini mendapatkan nilai posisi bibir pada wanita yang dipandang balk terhadap garis E dari sudut pandang orang Indonesia suku Jawa dan untuk mengetahui apakah nilai posisi tersebut sama dengan standar Kaukasoid yang diteliti oleh Chaconas .
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menanyakan kepada 76 responden suku Jawa terhadap penilaian 25 serf gambar profil wajah tentang posisi bibir yang dianggap baik.
Hasil penelitian menunjukkan 52.7 % responden memilih profil dengan posisi bibir atas - 0.58 mm dan bawah 0 mm dari garis E. 23.7 % memilih profil dengan posisi bibir atas - 0.58 mm bibir bawah + 1.4 mm . Penulis menyimpulkan bahwa posisi bibir yang dianggap baik dari sudut pandang orang Indonesia suku Jawa terhadap garis E Chaconas adalah - 0.58 mm untuk bibir atas dan 0 mm untuk bibir bawah . Posisi tersebut berbeda dengan standar Chaconas yaitu posisi bibir atas berada di depan nilai standar .
"
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>