Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 156594 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Margaretha Suharsini Soetopo
Jakarta: UI-Press, 2008
PGB 0278
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Isnainy Soengkono
"ABSTRAK
Asthma is a common chronic inflammatory condition of the lung airways whose cause is incompletely understood. A variety of disorders can result in asthma. The most common is an inheritet immunologic abnormality that allows inhalet antigens (allergens) to trigger a hypersensitivy response mediated by immunoglobulin E (Ig F) and thus produce bronchial narrowing. The circumstances leading to an episode of asthma should be analyzed to identify possible precipitating factors. In oral infection focus may be important in precipitating attacks. Asthma medications can contibute to xerostomia making individuals who use medications more susceptible to caries and periodontal disease. The goal of the dental management of the patient asthma is to avoid precipitating an acute attack. Report of case: Oral treatment for an elamination of the causes of infection focus for girls at 11 years old."
Journal of Dentistry Indonesia, 2003
J-pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fransiska A.K.
"Penelitian ini dimaksudkan untuk meningkatkan kebersihan mulut dan kesehatan gingiva pada anak lambat belajar melalui kegiatan pendidikan kesehatan gigi. Evaluasi peningkatan pengetahuan, kebersihan mulut dan kesehatan gingiva dilakukan pada anak lambat belajar yang diberikan 4 kali PKG dalam waktu 2 minggu dan anak lambat belajar yang diberikan 6 kali PKG dalam waktu 3 minggu.
Sebagai subjek adalah anak lambat belajar yang berusia 9-11 tahun di SD Budi Waluyo. Sampel berjumlah 64 orang yang dibagi atas 2 kelompok masing-masing 32 orang anak. Kelompok 1 diberikan 4 kali pendidikan kesehatan gigi dengan frekwensi 2 kali seminggu, yang dilakukan selama 2 minggu berturut-turut. Sedangkan, kelompok 2 diberikan 6 kali pendidikan kesehatan gigi dengan frekuensi 2 kali seminggu, yang dilakukan selama 3 minggu berturut-turut.
Hasil uji statistik membuktikan ada perbedaan bermakna pada pengetahuan, kebersihan mulut dan kesehatan gingiva anak lambat belajar sebelum dan sesudah PKG. Pada pengetahuan didapat ada perbedaan yang tidak bermakna antara anak lambat belajar yang diberikan 4 kali PKG dan 6 kali PKG, namun pada kebersihan mulut dan kesehatan gingiva ada perbedaan bermakna antara kedua kelompok tersebut."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2000
T1864
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ismu S. Suwelo
"ABSTRAK
Sampai saat ini program penggunaan ASI (Air Susu Ibu) sampai usia dua tahun masih digalakkan pada masyarakat ASI untuk bayi ini biasa dikatakan ASI eksklusif, karena ASI tersebut sangat panting bagi bayi untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, intelegensia dan penangkal pelbagai penyakit Keberhasilan pemberian ASI sangat bergantung pada peranan ibu. Oleh karena itu penelitian tentang ASI yang mendukung program tersebut perlu diperhatikan dan didukung.
Karies gigi pada anak merupakan masalah utama dan selalu menjadi persoalan keluarga. Anak yang sakit gigi akan menderita dan terganggu kesehatannya dan akan menyebabkan kualitas pertumbuhan dan perkembangannya akan mengalami gangguan. Keadaan ini dengan sendirinya akan menyebabkan peningkatan kualitas sumber daya manusia mendatang juga akan mengalami gangguan.
Pemberian ASI pada bayi sampai dua tahun memang perlu digalakkan, namun perlu juga diketahui bagaimana dampaknya terhadap kesehatan gigi dan mulut anak. Dengan demikian pemberian ASI secara terpadu dapat dilaksanakan dengan memperhatikan kesehatan secara keseluruhatinya termasuk kesehatan gigi, sehingga peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia mendatang dapat tercapai.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tenting seberapa besar peranan ibu atau berapa banyak ibu yang memberikan ASI pada anaknya dan bagaimana status kesehatan gigi dan mulut (karies gigi) anak baik yang tinggal di daerah pedesaan maupun perkotaan. Selain itu juga ingin mengetahui seberapa besar dampak pemberian ASI terhadap karies gigi anak. Dengan demikian diharapkan dapat memberikan asupan dalam rangka peningkatan kualitas somber daya manusia yang akan datang.
Akhir-akhir ini ASI menjadi perhatian para ahli karena ASI juga bisa menyebabkan baik karies biasa maupun karies botol. Hal ini mungkin karena ASI mengandung laktosa cukup tinggi. Banyak laporan tenting adanya penderita karies botol pada anak yang dari bayi minum ASI (Kotlow, 1977; Gardner dkk, 1977; Brains dan Maloney, 1983; Johnsen, 1984; dan Roeters, 1977). Dapat dikatakan bahwa sebenarnya anak yang dari bayi minum ASI juga dapat terserang karies, sampai karies yang berat (karies botol) pada gigi sulungnya.
Gigi berlubang (karies) pada anak merupakan masalah yang sangat penting dan utama dari penyakit gigi dan mulut anak. Anak dengan gigi berlubang akan mengalami gangguan dalam pengunyahan makanan, apalagi kalau kerusakannya sudah parah. Anak akan menderita sakit dan akan menjadi persoalan keluarga. Anak menderita sakit namun tidak mau dibawa ke dokter gigi karena takut, dan ibu juga segan membawa anaknya ke dokter gigi karena alasan tertentu. Sampai sekarang ini masyarakat masih menganggap bahwa gigi sulung pada anak tidak perlu dirawat karena nantinya akan diganti dengan gigi tetap. Perawatan gigi sulung masih dianggap tidak perlu karena akan memakan waktu dan dana. Padahal kerusakan gigi sulung anak di Indonesia sudah meluas dan parah.
Karies gigi adalah suatu penyakit yang multifaktorial, yang penyebabnya tidak terlepas dari kebudayaan manusia. Sejak muncul di dalam rongga mulut kemungkinan gigi menderita karies selalu ada dan umumnya bergantung pada faktor-faktor yang ada pada manusia dan lingkungannya. Proses karies pada gigi sulung agak berbeda dengan gigi tetap pada orang dewasa. Karena beberapa faktor yang ada pada anak itu sendiri serta keadaan jaringan giginya, karies pada gigi sulung berjalan lebih cepat dan mudah terjadi karies yang rampant. Massler (dalam Mc. Donald & Avery 1978) serta Levine dan Hill (1978); mendefinisikan karies rampant sebagai karies yang akut dan penyebarannya cepat secara menyeluruh pada gigi. Demikian pula pada gigi yang umumnya tahan terhadap karies. Beberapa ahli percaya bahwa pada karies rampant, pertambahan terjadinya karies baru rata-rata 10 setiap tahunnya.
Dari beberapa data yang telah dilaporkan, frekuensi karies gigi sulung di Indonesia cukup tinggi. Hal ini mungkin karena kurangnya kesadaran masyarakat mengenai pentingnya gigi sulung untuk dirawat, dan anggapan bahwa keberadaan gigi sulung hanya sementara yang nantinya akan diganti oleh gigi tetap masih mengakar. Bukti mengenai kurangnya perhatian terhadap gigi sulung ini dibuktikan oleh Suwelo (1988) dalam penelitiannya terhadap 1099 anak usia prasekolah di Jakarta dan sekitarnya. Dari sejumlah subyek tersebut, ternyata hanya 6 gigi dan 3 anak yang telah ditumpat
Mengenai frekuensi karies gigi sulung di Indonesia beberapa laporan dapat diutarakan. Dari 7 lokasi di Yogyakarta penelitian pada anak-anak umur 3-5 tahun, frekuensi karies adalah sebesar 75 % dengan indek def t=5.2 (Supartinah 1978). Selanjutnya penelitian tahun 1985 pada Taman Kanak-kanak di Yogyakarta dilaporkan frekuensi sebesar 85% (Rinaldi dan Iwa Sutarjo 1985). Lira dan Situmorang (1985) dalam penelitiannya pada gigi anak balita di beberapa Puskesmas di Medan mendapatkan frekuensi sebesar 61%. Sedang Suwelo (1992) melaporkan frekuensi karies pada anak prasekolah di Jakarta dan sekitarnya sebesar 85.17% dengan rata-rata def-t = 6.03. Anak yang tinggal di daerah pedesaan def-t rata-rata lebih rendah.
Penelitian Soemartono (1994) di daerah pedesaan (Tangerang) menunjukkan 80% anak usia sate sampai dengan lima tahun menderita karies dengan def-t rata-rata meningkat dari 1 sampai 8.35 pada anak usia lima tahun. Penelitian Anita dan Suwelo (1994) pada anak usia dua tahun sampai dengan lima tahun di klinik kesehatan anak (Jakarta Utara) menunjukkan bahwa anak yang diberi tablet fluor hanya 49.12% yang menderita karies, dengan def-t 0.24. Pada penelitian itu juga ditunjukkan bahwa 83.33% anak yang tidak diberi tablet fluor menderita karies, dengan def-t 6.81.
Penelitian merupakan penelitian observasi cross-sectional. Subyek penelitian anak usia 1 s/d 5 tahun, jumlah subjek: 500 anak dan lokasi: 300 anak di Posyandu di Pedesaan, 200 anak di Posyandu di Perkotaan. Pelaksanaan penelitian pemeriksaan status kesehatan gigi (karies) dan kuesioner yang ditujukan pada ibu anak-anak yang diperiksa untuk mengetahui kebiasaan minum ASI sejak lahir.
Penelitian dilakukan di. pedesaan (Posyandu) Tangerang, pada 355 anak usia 2-5 tahun, di perkotaan DKI Jakarta (Posyandu) pada 233 anak usia yang sania. Ternyata dari semua anak baik di pedesaan maupun di perkotaan 85,82% menderita karies dan di perkotaan lebih tinggi (89,27%) dibanding anak di pedesaan (78,59%). Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian Suwelo (1988) dengan lokasi dan objek yang sama. Demikian juga dengan def-t, di pedesaan def-t rata-rata = 5,48 + 4,77, perkotaan + 7,63 + 5,23. Pada penelitian ini sedikit lebih tinggi. Dad basil penelitian ini terlihat bahwa jumlah penderita karies dan jumlah gigi yang terkena karies tetap tinggi. Anak dengan karies yang cukup banyak dan sering sakit gigi; akan mengakibatkan anak tidak mau makan dan dengan sendirinya akan mengurangi "in-take" makanan.
Keadaan tersebut perlu segera ditangani sehubungan dengan akibat dari kerusakan gigi sulung pada anak yang akan berakibat pada kesehatan umum anak yang akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya. Akibat selanjutnya akan menghambat peningkatan sumber daya manusia yang akan datang.
Dari 588 anak yang diteliti 68,09% anak diberi susu ibu sedikitnya selama satu tahun, di pedesaan 84,18%, dan di perkotaan 43,53%. Hasil ini menunjukkan bahwa kurang dari setengah jumlah ibu-ibu yang memberikan ASI. Hal ini bisa dimengerti karena karena banyak ibu-ibu di perkotaan lebih banyak mempunyai kesibukan, antara lain bekerja dan kesibukan lain dalam menunjang kesejahteraan keluarga.
Dari hasil penelitian tersebut terlihat bahwa peranan ibu dalam pemberian ASI di pedesaan hampir dua kali lipat dibanding di perkotaan. Atau dalam perkotaan lain peranan ibu dalam pemberian ASI di perkotaan sudah sangat berkurang dibanding di pedesaan.
Namun demikian, bila dilihat dari jumlah anak yang menderita karies (pedesaan 83,67%; perkotaan 88,27%) tidak menunjukkan perbedaan yang berarti. Demikian juga dengan jumlah gigi yang terkena karies (def-t pedesaan 5,51 ± 4,74, perkotaan 7,91 + 5,74). Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa walaupun jauh lebih banyak ibu di pedesaan yang memberi ASI, namun kesehatan gigi dan mulut (karies) tidak menunjukkkan perbedaan yang menyolok. Atau dengan perkataan lain, peranan ibu dalam pemberian ASI kurang ada kaitannya dengan kesehatan gigi dan mulut (karies).
Walaupun demikian peranan ibu perlu ditingkatkan melalui pemberian ASI atau NON ASI untuk menghambat lajunya kenaikan jumlah karies pada anak sehingga anak dapat ditingkatkan kualitasnya sebagai sumber daya manusia yang akan datang.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan, hampir sembilan dari sepuluh anak di Jakarta menderita kerusakan gigi, dan jumlah gigi yang terkena karies cukup tinggi, peranan ibu dalam pemberian ASI di pedesaan hampir dua kali lipat dibanding ibu di perkotaan dan tidak terlihat perbedaan yang mencolok dari jumlah penderita karies dan jumlah gigi yang terkena karies pada anak di pedesaan di banding di perkotaan."
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1997
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
"Haemophilia is a congenital haemorrhagic disorders passed down by the x linked rescessive, divided into two: Haemophilia A caused by deficiency of factor VIII and Haemophilia B caused by deficiency of factor IX. Since spontaneous bleeding or bleeding after dental treatment can cause severe or even fatal complication, people with haemophilia or congenital bleeding tendencies are priority group for dental and oral preventive health care. Maintenance of a healthy mouth and prevention of dental problem is thus of great importance not only for quality of life and nutrition but also to avoid complications of surgery."
Journal of Dentistry Indonesia, 2003
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Yosi Kusuma Eriwati
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
PGB 0618
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Althea Pranggapati Alexander
"Latar Belakang: Karies gigi merupakan masalah kesehatan yang dialami setengah populasi penduduk dunia (3,58 milyar jiwa) dan penyakit gigi dengan prevalensi terbesar di Indonesia. Insidensi karies mencapai pulpa juga selalu meningkat setiap tahunnya. Perawatan saluran akar merupakan tindakan kuratif yang dilakukan untuk mengatasi hal tersebut. Menurut studi di berbagai negara, tingkat kegagalan PSA dapat mencapai 30% dengan melibatkan banyak faktor. Saat terjadi kegagalan, tindakan yang paling diutamakan untuk dilakukan adalah perawatan saluran akar ulang untuk mempertahankan gigi asli dari pasien. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai prevalensi PSA ulang di RSKGM FKG UI dengan mengidentifikasi dan mengevaluasi penyebab kegagalan PSA dan faktor-faktor yang mempengaruhi hal tersebut untuk mencegah hal tersebut terjadi lagi di masa yang akan datang. Tujuan: Mengetahui prevalensi perawatan saluran akar ulang di Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia periode 2019-2021. Metode: Penelitian merupakan penelitian deskriptif dan analitik komparatif yang bersifat retrospektif menggunakan data sekunder rekam medis pasien konservasi di RSKGM FKG UI. Hasil: Dari 3503 pasien PSA di RSKGM FKG UI periode Januari 2019-Juli 2021, 181 pasien dengan kegagalan PSA memilih untuk PSA ulang dan 20 pasien lainnya dilakukan ekstraksi. Melalui analisis komparatif, terdapat perbedaan secara statistik antara etiologi kegagalan PSA dengan status penyakit periapeks pada pasien, tidak ditemukan perbedaan antara sosiodemografi, elemen gigi dan diagnosis periapeks pasien pada perawatan PSA ulang dan ekstraksi, dan terdapat perbedaan secara statistik antara etiologi kegagalan PSA dengan perawatan yang dipilih (PSA ulang dan ekstraksi). Kesimpulan: Prevalensi PSA ulang di RSKGM FKG UI adalah 5,1%. Penyebab kegagalan PSA yang paling banyak ditemukan adalah pengisian saluran akar yang kurang. Diagnosis penyakit periapeks pasca PSA, paling banyak ditemukan adalah abses periapikal. Berdasarkan sosiodemografis, pasien paling banyak didominasi oleh jenis kelamin perempuan dan kelompok usia yang paling banyak ditemukan adalah kelompok usia 50-59 tahun. PSA ulang paling banyak terjadi pada gigi molar mandibula. PSA yang inadekuat memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penyakit periapeks, proporsi tertinggi etiologi kegagalan PSA pada tindakan PSA ulang adalah PSA inadekuat dan proporsi tertinggi etiologi kegagalan PSA pada tindakan ekstraksi adalah restorasi inadekuat
Background: Dental caries is a serious health problem experienced by half of the world’s population (3.58 billion people) and an oral disease with the highest prevalence in Indonesia. The incidence of pulpitis is also increasing every year. Root canal treatment is taken to cure the disease. According to studies in various countries, endodontic treatment failure rate can reach to 30% involving many factors. When endodontic treatment failure occurs, the most applied action to be taken is endodontic retreatment to preserve patient’s teeth. Therefore, it is necessary to conduct a research on the prevalence of endodontic retreatment at RSKGM FKG UI by discovering the causes of the failure and other factors that contributed to the failure to prevent it from happening in the future. Objectives: This study aims to determine the prevalence of endodontic retreatment at RSKGM FKG UI for the period of 2019-2021. Methods: Retrospective descriptive and comparative analytical study is done using secondary data found in patient’s medical record. Results: There were 3503 endodontic patients at RSKGM FKG UI for the period of January 2019-July 2021, 181 patients with endodontic failure chose to be treated with endodontic retreatment and another 20 patients underwent extraction. Through comparative analysis, there were statistical differences between the etiology of endodontic failure and periapical disease. No differences found between the sociodemographic and the tooth, periapical diagnoses of patients with the choices of treatment between endodontic retreatment and extraction, and there were statistical differences between the etiology of endodontic failure and the choice of treatment. Conclusion: The prevalence of endodontic retreatment at RSKGM FKG UI is 5.1%. The most common etiology of endodontic failure is underobturation. Periapical abscess is the most found diagnosis of post endodontic treatment. Based on sociodemographics, most patients are female and the age group that commonly found was 50-59 years old age group. Endodontic retreatment mostly treated on mandibular molars. the biggest proportion of etiology of failure on endodontic retreatment treatment choice is an inadequate endodontic treatment while the highest proportion of etiology of failure on extraction is inadequate restoration"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irmawati
"Selection of the whitening technique for tooth whitening in pediatric use should be based on the types of the stains and discoloration, and depth of the stains. if superficial, stains can be removed by microabrasion, but for deeper stains bleaching materials must be used. Use the bleaching materials or bleaching product should also be based on the concentration of active ingredient, the viscosity of the product, and tooth sensitivity."
Surabaya: Bagian Ilmu Kedokteran Gigi Anak, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Airlangga, 2005
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Yulia Rahmad
"Dari data Paviliun Khusus RSGM FKG UI diketahui lebih dari separuh pasien tidak menyelesaikan perawatan kasus konservasi gigi. Hal ini diduga ada hubungan antara mutu pelayanan dengan penyelesaian perawatan.
Tujuan Penelitian : untuk mengetahui penilain pasien terhadap mutu pelayanan dengan penyelesaian perawatan kasus konservasi gigi di Paviliun Khusus RSGM FKG UI.
Subjek Penelitian : pasien yang datang berobat selama bulan Agustus sampai Desember 2004 untuk perawatan konservasi gigi yang membutuhkan lebih dari satu kali kunjungan.
Metode Penelitian : mengunakan kuesioner yang dikirim ke setiap pasien melalui surat dan dikembalikan ke peneliti setelah kuesioner diisi secara lengkap. Responden dibagi dalam dua kelompok yaitu yang menyelesaikan perawatan dan tidak menyelesaikan perawatan. Analisis bivariat mengunakan uji Anova 2 arah dengan mengunakan SPSS versi 10 dan model servqual juga dibangun untuk analisis regresi ganda.
Hasil Penelitian : nilai rata-rata jawaban responden yang menyelesaikan perawatan cenderung lebih tinggi daripada yang tidak menyelesaikan perawatan, setelah dilakukan kontrol terhadap faktor karakteristik. Penilaian responden dan variabel karakteristik secara mandiri tidak mempunyai pengaruh terhadap hubungan antara skor penilaian responden dengan variabel penyelesaian perawatan, kecuali wakta pulang pergi berobat dan jumlah kunjungan. Analisis model servqual pada mutu pelayanan kesehatan nampak tidak ada hubungan yang bermakna dengan fasilitas Paviliun khusus RSGM FKG UI.
Kesimpulan : dari analisa model servqual mengenai mutu pelayanan, diperoleh prioritas utama yang harus diperhatikan dalam meningkaikan mutu pelayanan yaitu kedua kelompok responden yang menyelesaikan perawatan dan yang tidak menyelesaikan perawatan merasa tidak mempersoalkan tentang keadaan fisik fasilitas Paviliun Khusus RSGM FKG UI. Kelompok yang tidak menyelesaikan perawatan merasa bahwa peningkatan petugas dan petugas yang cepat sangat penting. Sedangkan pada kelompok yang menyelesaikan perawatan merasa bahwa selain pelayanan petugas yang cepat juga menginginkan keterampilan harus ditingkatkan.

The Dental Hospital of Faculty of Dentistry, University of Indonesia showed that around half of patients did not complete their conservative treatment. This problem is assumed to correlate to the quality of health service at the institution.
Purpose of study: to investigate the patients' assessment towards completing their conservative treatment at the Dental Hospital.
Subject of study: incoming patients during the period of August to December 2004 with conservative treatment more than one visit.
Methods of study: A structured questionnaire was sent to each patient by mail, which should be sent back to researcher after completion the questionnaire farm. The respondents were grouped into 2 (finished and did not finished treatment). Bivariat analysis by using Two Way Annova analysis with SPSS (version 10) was carried out. A servqual model was also built in the multiple analyses.
Result of study: Mean score of respondent's assessment who finished their treatment trend to be higher than those who did not finish the treatment, after controlling confounding variables. The respondents' characteristic did not appear to influence the relationship of respondents' assessment and finishing treatment, except for the length-time the patients need to go to the hospital and number of visits. Servqual model analysis on health service quality showed that there is no significant relationship between physical facilities at the Dental Hospital of Faculty of Dentistry, University of Indonesia.
Conclusion: The respondents who did not finish the treatment gave low score in assessing the quality of dental officers and waiting time to get the treatment. While for the respondents who finished their treatment felt the need of upgrading the fast service and skill of the dental officers at the Dental Hospital.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2005
T16251
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ibnu Ali
"Penelitian di Rumah Sakit Anak dan Bersalin Harapan Kita dilakukan dengan tujuan untuk melihat gambaran umum tingkat kesehatan gigi dan mulut (kebersihan mulut, kesehatan gingiva, dan karies gigi) anak yang berkunjung di Klinik Khusus Tumbuh Kembang Rumah Sakit Anak dan Bersalin Harapan Kita dan untuk mengetahui status kesehatan gigi dan mulut (kebersihan mulut, kesehatan gingiva, dan karies gigi) antara anak sindroma Down dan anak non sindroma Down yang berkunjung ke Rumah Sakit Anak dan Bersalin Harapan Kita. Selain itu juga diharapkan dapat dipergunakan sebagai dasar untuk menyusun program perawatan gigi dan mulut anak sindroma Down di Rumah Sakit Anak dan Bersalin Harapan Kita, Subyek penelitian dilakukan pada 34 anak sindroma Down dan 39 anak yang tidak mengalami kelainan genetika dengan usia 21-76 bulan. Penelitian merupakan kasus kelola berdasarkan data rekam medik, pengamatan serta wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa indeks gingivitis untuk kelompok anak sindroma Down 0,60 dan anak non sindroma Down 0,51, ada perbedaan yang tidak bermakna. Anak sindroma Down mengalami karies dengan def-t rata-rata 4,65 dan anak non sindroma Down def-t rata-rata 4,28."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>