Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 129780 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Harahap, Armand P.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heru Adhyanto
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1991
S18052
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haryo Prasetyo
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1993
S18244
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Soelaksono
"Sejak tahun 1983 :Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan serangkaian kebijakan deregulasi dibidang moneter, keuangan dan perbankan. Paket deregulasi Juni 1983 telah membebaskan bank-bank dari ketentuan pagu kredit dan tingkat suku bunga, serta pengurangan kredit likuiditas, sehingga kegiatan perbankan semakin berorientasi kepada mekanisme pasar.
Kebijakan diatas dilanjutkan.dengan Pakto 27, Pakdes 20 tahun 1988, Pakmar 1989, Pakjan 1990 serta Pakfeb 1991 yang membuka barrier to' entry dibidang perbankan serta meningkatkan peranan dari lembaga-lembaga keuangan dengan kegiatan leasing, modal ventura, perdagangan surat berharga, anjak piutang, kartu kredit dan pembiayaan. konsumen. Reserve requirement bank diturunkan dari. 15% menjadi 2% .dan peminjaman offshore loan sekarang tidak lagi dibatasi. Dampak yang segera dirasakan adalah jumlah bank dan kantor bank tumbuh dengan cepat, yang kemudian diimbangi dengan penciptaan produk-produk baru dan pelayanan. Dan ini menyebabkan tingkat persaingan antar bank menjadi semakin tajam.
Dengan adanya deregulasi tersebut maka lingkungan makro dan mikro industri telah berubah. Perkembangan yang nyaris serentak yang dialami oleh lembaga-lembaga keuangan, baik bank maupun non-bank menyebabkan posisi dan kekuatan tawar menawar dari nasabah, pemasok dana, produk atau jasa pengganti semakin kuat, yang memaksa bank untuk mengurangi tingkat margin yang diperoleh serta melakukan efisiensi .Yang ketat. Hal ini menyebabkan perusahaan-perusahaan dalam industri perlu mengevaluasi kembali kebijakan strategis yang telah diambilnya selama ini.
Dari evaluasi terhadap kegiatan perbankan di Indonesia, terlihat bahwa pangsa pasar kredit bank pemerint~h telah mengalami penurunan dari 72,5% pada tahun 1985 menjadi 67,8% pada tahun 1988 dan menurun lagi menjadi 55,2% pada tahun 1990, dan untuk pengerahan dana menurun dari 64,3% menjadi 61,4% pada tahun 1988 dan kemudian turun lebih drastis menjadi 41,4% pada tahun 1990. Ini menunjukkan bahwa dalam hal pengerahan dana, bank-bank pemerintah kalah gesit dibanding bank-bank swasta serta kalah dalam kemampuan menciptakan produk baru yang kompetitif dan memenuhi selera konsumen.
Posisi BRI dalam persaingan relatif lebih baik dibanding bank-bank pemerintah : lainnya. Data usaha BRI menunjukkan perkembangan usaha yang cukup baik, tetapi dilihat dalam pangsa pasarnya mengalami sedikit penurunan. Setelah Pakto 27 tahun 1988 proporsi aktiva BRI terhadap total bank turun dari 13,3% menjadi 12,4%, pen9erahan dana turun dari 15,6% menjadi 13,5% dan laba perusahaan mengecil dari 10,2% menjadi 9,2%. Akan tetapi untuk kredit yang diberikan justru mengalami kenaikan dari 14,2% menjadi 14,7%."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ferry Bernardus P. W.
"Hotel Borobudur merupakan hotel bintang lima bertaraf internasional yang berlokasi di Jakarta. Untuk menjaga kestabilan tingkat hunian kamarnya, hotel Borobudur menggunakan bauran promosi untuk kegiatan promosinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi dari pelaksanaan bauran promosi di hotel Borobudur Jakarta. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survai dengan jenis penelitian deskriptif analisis. Untuk mengetahui kelebihan, kekurangan, kesempatan dan ancarnan yang dihadapi hotel Borobudur, penulis menggunakan analisis SWOT.
Produk yang ditawarkan oleh hotel Borobudur kepada konsumen mencakup membership hotel yang bernama discovery club yaitu di mana konsumen ditawarkan untuk menjadi anggota atau konsumen tetap dari hotel Borobudur dengan berbagai fasilitas dan kemudahan yang akan diperoleh seperti discount untuk kamar, adanya pemakaian fasilitas hotel tak terbatas,adanya undangan bila hotel Borobudur mengadakan suatu acara dan banyak lagi.Hotel Borobudur pun cukup sering untuk mengadakan acara-acara yang sifatnya aural atau charity dengan bekerjasama dengan kedutaan-kedutaan asing maupun para artis ibukota. Klub Borobudur menawarkan menu-menu makanan yang khas dan merupakan ciri khas hotel Borobudur dengan harga khusus,seperti buy one get one free, all you can eat dan sebagainya.
Segmen pasar dari hotel Borobudur adalah orang-orang asing yang tinggal di Indonesia maupun yang berasal dari luar negeri. Produk yang ditawarkan kepada mereka adalah adanya jaminan keamanan bagi mereka, voucher menginap dan menggunakan fasilitas hotel dengan rate khusus, pemberian discount bagi penggunaan function room, meeting room dan wedding packet, serta adanya kims yaitu kartu discount khusus bagi orang-orang asing yang ingin menginap dan menggunakan fasilitas hotel Borobudur. Tetapi hotel Borobudur tidak mengabaikan konsumen dalam negeri, dan strategi pemasaran yang dilakukan kepada mereka dengan menetapkan kurs rupiah dengan harga khusus terutama pada masa-masa low seasons.
Pesaing/kompetitor utama hotel Borobudur adalah hotel-hotel bintang lima berlian terutama hotel-hotel yang memiliki terobosan-terobosan dalam bidang pemasaran atau promosi, seperti bila ada suatu hotel yang berhasil mernbawa tamu panting untuk menginap di hotel tersebut (tamu negara atau artis terkenal) dapat dikatakan sebagai pesaing utama hotel Borobudur dan bila hal itu terjadi hotel Borobudur akan mempelajari secara sungguh-sungguh terhadap promosi hotel tersebut.
Hasil analisis SWOT menunjukkan pelaksanaan bauran promosi di Hotel Borobudur Jakarta sudah cukup baik, karena promosi yang dilakukan hotel Borobudur lebih menekankan pada segi kearnanan bagi konsumen, hal ini sangatlah penting mengingat situasi politik dan keamanan Indonesia yang tidak menentu saat ini dan banyaknya kemudahan-kemudahan yang ditawarkan kepada konsumen lewat discount dan harga khusus, baik bagi konsumen asing maupun kunsumen lokal. Dan kepada media-pun hotel Borobudur telah menjaga dan membina hubungan secara baik, seperti cukup seringnya hotel Borobudur mengundang mereka bila akan mengeluarkan produk-produk baru, begitu pula dengan pelanggannya, hotel Borbudur selalu aktif menghubungi dan mengontak para pelanggannya baik lewat telephon, fax atau e-mail sehingga diharapkan dapat meningkatkan citra positif hotel Borobudur.
Namun masih terdapat beberapa penyimpangan / kekurangan, seperti kurang aktif atau kurang gencarnya hotel Borobudur melakukan promosi terhadap produknya, hal ini dapat dilihat dari jarangnya hotel Borobudur memasang iklan bila hotel Borobudur telah melakukan suatu kegiatan, belum dapat melakukan suatu terobosan besar dengan mengundang tamu-tamu panting untuk menginap, meskipun hal tersebut telah dicoba dilakukan tetapi belum rnembuahkan hasil yang maksimal, dan adanya tumpang tindih dalam pelaksanaan public relations dan advertising. Atas dasar kenyataan tersebut maka penulis menyarankan agar melakukan promosi secara gencar (hard selling) terutama yang berhubungan dengan event-event besar, lakukan secara terus menerus terobosan-terobosan baru dengan menawarkan produk-produk yang kompetitif bagi konsumen ,sehingga target pasar dapat dicapai secara maksimal. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T1117
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Wahyu Putranto
"Struktur persaingan industri perhotelan di Yogyakarta semakin ketat. Kondisi mi memaksa Ambarrukmo Palace Hotel (APH) mengembangkan
strategi penetapan tarif kamar yang fleksibel agar mampu bersaing dengan hotel berbintang empat lainnya. Tujun penulisan skripsi ini adalah untuk menganalisa dan mengukur efektivitas strategi penetapan tarif kamar
hotel APH disesuaikan dengan target pendapatannya.
Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi mi adalah kepustakaan dan analisa data yang mengarah ke pengukuran tingkat efektivitas strategi penetapan tarif kamar dalam mencapal target penjualan.
Peralatan analisa yang dipakai adalah Regresi Linier Tiga Variabel, yaitu varibel tarif kamar standar ganda, superior ganda dan suite deluxe serta biaya promosi, yang dikorelasikan terhadap tingkat penghunian kamar APH
Semakin tinggi occupancy rate menunjukkan bahwa penerapan strategi penerapan tarif kamar benar-benar efektif.
Hasil penelitidn menunjukkan bahwa pada kamar standar ganda memiliki tingkat korelasi negatif dimana bila tarif kamar dinaikkan maka tingkat
penghuniannya berkurang. Sebaliknya, pada kamar kategori superior ganda dan suite deluxe apabila tarif kamar dinaikkan maka tingkat penghuniannya meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa variabel harga bukanlah merupakan
satu-satunya penentu tinggi rendahnya tingkat penghunian kamar APH.
Variabel lain seperti promosi serta perilaku konsumen yang menganggap
harga samadengan kualitas ternyata berpengaruh atas occupancy rate APH.
Jadi penulis menyarankan agar pihak manajemen hotel Ambarrukmo meningkatkan anggaran dan kegiatan promosinya serta kualitas pelayanan
kepada para tamu. Tujuannya agar para tamu memperoleh kesan memuaskan berniat menginap di Hotel Ambarukmo."
Depok: Universitas Indonesia, 1994
S18738
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indro Yuwono
"Strategi meningkatkan hunian kamar melalui konsep manajemen hasil (yield management) di Hotel Sahid Jaya dilandasi oleh masalah persaingan, karena daya tarik pasar berakibat terjadinya ketidak seimbangan .antara penawaran dan permintaan yang mengarah pada perang harga Berpedoman pada model "ICEBERG" dari D.F. Abell untuk menang di pasar tidak cukup hanya mengandalkan produk dalam bentuk phisik, harus dicoba mengembangkan faktor-faktor bukan produk (visible differences) seperti "value/price". Mulai tahun 1994 manajemen mencoba mengimplementasikan konsep Manajemen Hasil (yield management) yang merupakan teknik memaksimumkan pendapatan dengan harga yang wajar.
Konsep diatas memerlukan banyak rencana kerja yang cukup rumit antara lain, membuat ramalan secara harian, menetapkan sistem dan prosedur, strategi & rencana taktis dan sistem umpan balik dan ketepatan informasi. Implementasi "Yield Management " akan berjalan apabila ditunjang dengan sistem database antara lain dengan menggunakan "Hotel Information System" untuk mendapatkan informasi yang tepat dan cepat. Beberapa tahapan yang diperlukan antara lain menetapkan strategi untuk jangka waktu satu, tiga, enam bulan dan strategi jangka panjang.
Kesimpulan yang dapat diperoleh bahwa konsep "Yield Management" sangat tepat untuk diimplementasikan karena terbukti tingkat hunian dan harga rata-rata meningkat pada tahun 1994 dibanding dengan tahun 1993, namun karena baru tahap awal masih diperlukan beberapa rencana kerja dan strategi dalam pelaksanaannya antara lain dengan menggeser segmen pasar dan persediaan kamar.
Beberapa saran yang direkomendasi di sini adalah perlunya team "Yield Management" ditingkatkan motivasinya dan pelatihan staf untuk memahami konsep tersebut harus dilaksanakan secara terus menerus."
Depok: Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yohanes Widjaya Sadguna
"ABSTRAK
Kondisi perhotelan dan pariwisata di Indonesia sejak masa krisis sampai dengan sekarang mengalami pertumbuhan yang tidak menggembirakan. Sektor pariwisata yang dijadikan salah satu tulang punggung penerimaan negara di luar migas tidak bisa pulih karena krisis multi dimensi Indonesia yang tidak kunjung menunjukan perbaikan. Negara- negara tetangga sesama ASEAN telah berhasil menggalakan sektor pariwisatanya, bahkan Thailand sejak tahun 1998 sudah berhasil membalikan keadaan ini dengan mengalami pertumbuhan positif. Kondisi sosial, politik dan keamanan yang buruk adalah faktor yang membuat Indonesia tidak mampu menarik wistawan asing untuk berkunjung ke Indonesia. Wisatawan asing takut berkunjung ke Indonesia karena setiap hari terdapat begitu banyak berita yang menghawatirkan dan mengerikan dengan terjadinya kerusuhan antar etnis, pemboman, dan berita-berita lainnya yang menakutkan.
Memasuki era otonomi daerah kota Semarang yang seharusnya berbenah diri di sektor pariwisata, hal ini tidak terjadi karena terkena dampak buruk dari kondisi di tanah air seperti di atas. Kondisi perhotelan di Semarang, lebih khusus lagi hotel berbintang empat dan lima terlihat harus susah payah mempertahankan bisnis mereka saat ini. Hotel berbintang empat dan lima di Semarang terdiri dari; hotel Ciputra Semarang, hotel Patra Jasa Semarang, hotel Graha Santika Semarang, dan hotel Grand Candi Semarang yang merupakan satu- satunya hotel berbintang lima. Ke empat hotel tersebut memiliki pangsa pasar yang serupa yaitu tamu hotel yang berasal dari kalangan bisnis dan meeting sehingga mereka harus berhadapan satu sama lainnya.
Penyusunan karya akhir ini dilakukan dengan dua pendekatan yaitu secara eksploratori riset atau desk research yaitu melakukan studi literatur dan pengumpulan Analisa persaingan secondary datas. Riset kualitatif dilakukan atas persepsi konsumen dari hotel berbintang empat dan lima di Semarang untuk mendapatkan gambaran tentang persepsi konsumen terhadap hotel- hotel yang ada. Strategi yang diterapkan dari masing- rnasing hotel ini adalah ekstensifikasi di produk yang ditawarkan dan strategi positioning yang membedakan hotel satu sama lainnya.
Strategi ini merupakan bagian dari strategi konsolidasi dari masing- masing hotel untuk mengahadapi tantangan besar di kondisi ekstemalnya seperti kondisi ekonomi yang membuat kemampuan pasar yang menurun, pasar menciut, dan dukungan sektor perbank~ yang sulit. Kesulitan ini ditambah lagi dengan menurunnya tamu dari kalangan tamu bisnis asing yang berkunjung di Semarang karena takut mengunjungi Indonesia. Tamu dari kalangan wisatawan asing hampir tidak bisa diharapkan lagi karena secara keseluruhan mengalami penurunan seperti yang dialami daerah- daerah lain di Indonesia.
Berbicara lebih lanjut tentang produk- produk hotel berbintang empat dan lima di
Semarang, terkesan produk yang ditawarkan tidak memiliki perbedaan yang cukup
signifikan, karena satu dengan lainnya terlihat mirip dan sangat mudah ditiru. Sebenamya
positioning yang ditetapkan masing- masing hotel sudah cukup baik, dengan melihat
potensi yang dimiliki. Tampak setiap hotel berusaha mencari segmen tersendiri untuk
menarik kehadiran tamu hanya belum terlihat efektif dan masih mencari bentuk yang
paling pas.
Dari riset yang dilakukan ditarik suatu kesimpulan bahwa kondisi perhotelan berbintang empat dan lima di Semarang belum memiliki atribut tertentu yang kuat dipersepsi konsumennya. Hal ini cukup menghawatirkan karena tidak terlihat faktorpembeda dari masing- masing hotel, sehingga konsumen cenderung tidak akan loyal
terhadap hotel tertentu.
Ketertarikan pasar di hotel berbintang em pat dan lima di Semarang terlihat rendah
karena data- data penunjang seperti tingkat hunian kamar dan harga kamar terlihat
rendah. Hanya saja apabila kondisi pertumbuhan mulai menunjukan perbaikan di
kemudian hari hal ini bisa mengundang pendatang baru yang potensial. Pendatang baru
yang mengetahui bahwa konsumen tidak bisa membedakan kekuatan masing- masing
hotel akan menetapkan strateginya kepada atribut- atribut yang lemah tadi.
Untuk mensiasati penurunan pendapatan, hotel berbintang empat dan lima di
Semarang telah mencoba mengatasi penerimaan yang menurun dari tingkat hunian dan
harga kamar (dibandingakn dengan US Doillar) dengan menggenjot sektor penerimaan
lainnya, seperti menggencarkan penerimaan dari sektor konvensi, F&B, dan paket- paket
yang di tawarkan kepada masyrakat lokal. Strtegi ini diakui cukup berhasil dengan ratarata
penerimaan dari sektor non-kamar meningkat menjadi 30% -50%, bergantung dari
masing- masing hotel yang ada.
Hotel berbintang empat dan lima di Semarang disarankan agar memperhatikan
pembuatan strategi jangka panjang yang lebih jelas untuk mem-positioning-kan hotelnya
dengan lebih spesifik. Hotel Ciputra yang di saat ini dipandang sebagai hotel bisnis akan
berkonsentrasi pada sisi kuatnya di sektor bisnis dan hotel Patra Jasa yang ingin menjadi
hotel resort harus membenahi diri ke arah resort dan leisure hotel. Hotel Graha Santika
harus pula menemukan positioning yang jelas ap'*ah ingin menjadi hotel bisnis murni
ataukah hotel dengan pendekatan leisure. Sementara itu hotel Grand Candi yang
merupakan hotel berkelas bintang lima satu-- satunya di Semarang tidak bisa mengandalkan kategori bintang limanya saja untuk menarik perhatian tamu yang akan
menginap. Grand Candi yang ingin menjadi hotel berbintang lima plus, yaitu dengan
membidik pasar leisure hotel tampaknya belum berhasil membangun imej seperti yang
diharapkan.
Ke empat hotel ini mendapat persaingan keras dari hotel berbintang tiga di
Semarang yang semakin memperbaiki diri dari segi kualitas pelayanan dan perbaikan
fisik dari kamar- kamar yang ada. Tantangan lainnya adalah investor yang ingin masuk
juga ke pasar hotel kategori bintang empat ke atas kelak apabila kondisi sudah mulai
membaik nantinya. Strategi yang tepat harus dibuat untuk menghadapi persaingan jangka
pendek dan mengantisipasi persaingan di waktu mendatang."
2001
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Go, Frank M.
London: Routledge , 1995
338.4 GO g
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
I Ketut Wiryadinata
"Standar kualitas pelayanan suatu hotel dibuat berdasarkan persepsi manajemen hotel terhadap harapan pelanggannya. Dengan asumsi bahwa manajemen telah memiliki persepsi yang tepat mengenai harapan pelanggannya, maka masalah berikutnya adalah bagaimana menterjemahkan persepsi tersebut menjadi suatu standar kualitas pelayanan, suatu standar pelayanan yang operasional - yang dapat diimplementasikan dan dapat diukur.
Untuk memperoleh gambaran bagaimana penetapan standar kualitas pelayanan di Hotel XYZ, dilakukan penelitian terhadap individu (manajer dan karyawan) pada unit-unit kerja/departemen yang ada di Hotel XYZ mengenai persepsi manajer dan karyawan terhadap adanya standar kualitas pelayanan, persepsi manajer dan karyawan terhadap adanya kesenjangan (Gap-2 berdasarkan Gaps Model of Service Quality) serta persepsi manajer dan karyawan terhadap penyebab kesenjangan tersebut.
Pengukuran persepsi tentang adanya standar kualitas pelayanan dilakukan dengan memberikan questionnaire yang meliputi ke 5 dimensi kualitas pelayanan yaitu (1) Penampilan fisik / tangible, (2) Kemampuan mewujudkan janji / reliability, (3) Kecepatan tanggapan dalam memberikan pelayanan / responsiveness, (4) Kemampuan memberikan jaminan pelayanan yang baik / assurance, dan (5) Kemampuan memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan / empathy. Sedangkan persepsi terhadap faktor-faktor yang menyebabkan adanya kesenjangan meliputi (1) faktor komitmen manajemen terhadap kualitas pelayanan, (2) faktor penetapan tujuan/sasaran, (3) faktor standarisasi tugas-tugas, dan (4) faktor keyakinan/kemampuan memenuhi harapan pelanggan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa manajer memiliki persepsi lebih tinggi (skala 6.18) dari pada karyawan (skala 5.86) dari skala 7.00 dalam hal adanya standar kualitas pelayanan di Hotel XYZ. Adanya kesenjangan pada manajer (0.82) dan pada karyawan (1.14) disebabkan oleh karena adanya kesenjangan terutama pada faktor kurangnya standarisasi tugas-tugas (1.65) disusul oleh faktor kurangnya penetapan tujuan/sasaran (goal setting), (1.04).
Kesenjangan-kesenjangan tersebut dapat diperkecil dengan (1) mensosialisasikan standar kualitas yang sudah ada baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, (2) memberikan kesempatan kepada karyawan yang kontak langsung dengan pelanggan untuk memberikan masukan-masukan mengenai standar kualitas pelayanan, yang selanjutnya didiskusikan dan dibahas untuk menentukan standar kualitas yang lebih sesuai dengan harapan pelanggan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T10084
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>