Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7408 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Walau trauma dan skeptisme publik terhadap militer masih cukup kuat, walau dosa-dsa militer pada masa orde baru dengan bebas ditelanjangi dalam berbagai ruang publik pada masa reformasi sekarang ini. Faktanya, tokoh militer justru semakin bangkit berkibar di banyak partai baik level nasional hingga level lokal."
320 ALI 3:2 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Gema Insani Press, 1994
324.2 BIN
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Mouliza Kristhopher Donna Sweinstani
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis terkait bagaimana keterpilihan dan ketidakterpilihan caleg perempuan Tionghoa pada Pemilu DPRD Kota Semarang tahun 2014 yang dilihat proses rekrutmen politik yang dilakukan oleh PDI Perjuangan, Partai Demokrat, dan Partai Nasdem, dan strategi pemenangan pemilu masing-masing caleg perempuan Tionghoa. Penelitian ini sekaligus akan membuktikan apakah pemanfaatan modal finansial oleh caleg perempuan Tionghoa dapat mendukung keterpilihannya dalam pemilu. Argumen ini berangkat dari hasil beberapa penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa modal finansial adalah modal yang lebih dominan mendukung keterpilihan seseorang pada sistem pemilu saat ini yang mana di sisi lain modal tersebut adalah hal yang dikuasai oleh Etnis Tionghoa di negeri ini.Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan tipe eksplanatif yang menggunakan sumber data primer melalui wawancara mendalam dengan masing-masing pengurus partai pengusung, caleg yang bersangkutan, dan dokumen primer lainnya. Temuan di lapangan menunjukkan bahwa partai mempertimbangkan tiga tataran analisis dalam proses rekrutmen politik seperti yang dikemukakan oleh Pippa Norris dan Lovenduski, yaitu sistem politik/fakta politik nasional, demokrasi internal partai, dan latar belakang sosial serta sumber daya finansial dan jaringan kandidat. Dengan proses rekrutmen yang demikian, dilihat dari kaca mata analisis rekrutmen politik yang dikemukakan oleh Almond, maka rekrutmen politik terhadap caleg perempuan Tionghoa yang dilakukan oleh seluruh partai pengusung adalah rekrutmen terbuka yang dilatar belakangi oleh pertimbangan pragmatis untuk memenuhi persyaratan administrasi partai terkait kuota perempuan. Sementara itu, jika dilihat dengan menggunakan kaca mata analisis teori rekrutmen politik yang dikemukakan oleh Geddes maka rekrutmen yang dilakukan oleh PDI Perjuangan digolongkan pada tipe Immediate Survival yang tidak mempertimbangkan kompetensi kandidat dan bertujuan untuk membina hubungan baik dengan kelompok Tionghoa Kota Semarang. Pada kasus rekrutmen Partai Demokrat kepada Ika Angajaya, rekrutmen yang dilakukan adalah tipologi Civil Service Reform yang mempertimbangkan kualitas kandidat dengan seleksi meritokrasi formal dan tipologi Partisan pada rekrutmen Anggraeni Angajaya yang kurang memperhatikan kualitas kandidat namun mendasarkan diri pada loyalitasnya pada partai. Terakhir, rekrutmen yang dilakukan oleh Partai Nasdem dapat dikategorikan sebagai tipologi Compartmentalization yang mempertimbangkan kualitas kandidat namun dengan seleksi informal.Berkaitan dengan strategi pemenangan pemilu yang dilakukan, spesifikasi isu yang diusung dan segmen target pemilih yang ditentukan oleh seorang kandidat terbukti tidak terlalu berpengaruh pada keterpilihannya. Keterpilihan caleg perempuan Tionghoa justeru dipengaruhi oleh pemanfaatan modal sosial berupa jaringan kandidat, kekerabatan dengan elit/patron, dan modal budaya yang berkaitan dengan identitas simbolik etnis, adat, atau suku bangsa tertentu. Sementara itu ketidakterpilihan caleg perempuan Tionghoa dipengaruhi oleh faktor inkonsistensi tim pemenangan pemilu karena konflik kepentingan antara individu kandidat, tim pribadi, dan partai serta tidakadanya upaya membangun kedekatan identitas sosial pada pemilih dengan identitas sosial yang sama.Implikasi teoritis menunjukan bahwa teori rekrutmen yang dikemukakan oleh ketiga tokoh tersebut dapat diaplikasikan dalam penelitian ini. Namun, dalam melihat strategi pemenangan pemilu, penulis perlu memodifikasi pengertian Modal Budaya yang dikemukakan Bourdieu karena modal budaya di sini bukan berkaitan dengan pengetahuan seseorang melainkan berkaitan dengan kesamaan identitas adat, etnis, atau suku bangsa. Penelitian ini juga membantah hasil studi sebelumnya yang dilakukan oleh Darawijaya, Idil Akbar, Tirto Soeseno, Fitriyah dan Supratiwi yang menyatakan bahwa modal finansial mendukung keterpilihan baik perempuan maupun Etnis Tionghoa. Dalam penelitian ini modal finansial hanya dapat dimanfaatkan untuk meyakinkan partai politik ketika mengusung kandidat perempuan Tionghoa pada proses rekrutmen caleg. Sementara pada saat dimanfaatkan pada strategi pemenangan pemilu, tidak semua dari mereka dapat terpilih sekalipun telah memanfaatkan modal finansialnya

ABSTRACT
The aim of this study is to analyze how the Chinese Indonesian women 39 s electability and unelectability are perceived by the PDI Perjuangan, Democrat Party, and Nasdem Party 39 s political recruitment and election winning strategies by each of the CHinese Indonesian women candidates. This study will also prove whether the utilization of financial capital by Chinese Indonesian women candidates can support her election in the election. This argument starts from the results of some previous research which states that financial capital is a more dominant capital supporting one 39 s election in the current electoral system which on the other hand, the capital is controlled by ethnic Chinese in this country.The method used in this study is a qualitative method with explanative research type, which uses primary data source through in depth interviews with political party leaders, candidates, and other main documents. Field findings show that the party considers three levels of analysis in the process of political recruitment as proposed by Pippa Norris and Lovenduski national political facts politics, party internal democracy, social background and financial resources and network of candidates. With such recruitment process, seen from Almond 39 s political recruitment theory, the political recruitment of Chinese women 39 s candidates by all staging parties is open recruitment based on pragmatic considerations to meet party administration requirements related to women quota. Meanwhile, when viewed using political recruitment theory proposed by Geddes, the recruitment conducted by PDI Perjuangan is classified on Immediate Survival type which does not consider candidate competence and aims to foster good relationship with Chinese group of Semarang City. In the case of Democratic Party recruitment to Ika Angajaya, the recruitment is a Civil Service Reform typology that considers the qualities of candidates with formal meritocracy selection and Partisan typology on the recruitment of Anggraeni Angajaya who pay little attention to the quality of candidates but based their loyalty to the party. Finally, recruitment by the Nasdem Party can be categorized as a Compartmentalization typology that considers the quality of candidates but with informal selection.In relation to the winning strategy of the election, the specification of the issues raised and the segment of voter targets determined by a candidate proved to have little effect on her election. The elected of Chinese Indonesian women candidates is influenced by the utilization of social capital in the form of candidate networks, kinship with elites patrons, and cultural capital related to certain ethnic, custom, or ethnic symbolic identities. Meanwhile, the unelected of Chinese Indonesian women candidates is influenced by the inconsistency of election winning teams due to the conflict of interests between individual candidates, private teams, and parties and the absence of an attempt to build a social identity closer to voters with the same social identity.The theoretical implications show that the recruitment theory proposed by the three scholars mentioned above can be applied in this study. However, in viewing the winning strategy of the election, the writer needs to modify the definition of Cultural Capital proposed by Bourdieu because cultural capital here is not related to one 39 s knowledge but relates to the common identity, ethnicity, or ethnic identity. This study also denied the results of previous studies conducted by Darawijaya, Idil Akbar, Tirto Soeseno, Fitriyah and Supratiwi stating that financial capital supports the election of both women and ethnic Chinese. In this study, financial capital can only be used to convince political parties when carrying Chinese Indonesian women candidates in the candidate rsquo s recruitment process. While at the time used in the election winning strategy, not all of them can be elected even if they have utilized their financial capital"
2017
T48155
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Subangun, Emmanuel-1949-
Yogyakarta: Yayasan Alcocita, 1999
324.2 EMM p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Dedi Irawan
"Kekuatan politik yang mapan harus siap melakukan adaptasi dengan tuntutan-tuntutan perubahan politik yang terjadi di lingkungannya. Jika kekuatan politik itu tidak melakukan respon dan beradaptasi dengan perubahan politik, maka perubahan politik akan melemahkan kekuatan politik tersebut. Karenanya, jika kekuatan politik ingin tetap hadir dalam panggung politik maka ia harus terus berdaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi. Konflik politik di Golkar, pasca kejatuhan politik Soeharto, menunjukkan adanya keinginan dari organisasi ini untuk berubah. Namun, perubahan itu tidak berjalan mulus karena adanya tantangan dari kelompok yang tidak menyukai perubahan.
Konflik politik saat Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Juli 1998 dan saat Sidang Umum MPR tahun 1999 menunjukkan keterpengaruhan Golkar akan tuntutan gerakan reformasi yang berada di lingkungan poiitiknya. Tesis ini ingin menjelaskan pengaruh gerakan reformasi terhadap Golkar yang terlihat dalam konflik politik di organisasi yang pernah berjaya di era Orde Baru masa lalu.
Metode penelitian tesis ini adalah deskriptif analitis yaitu menggambarkan hubungan antar fenomena yang terjadi sehingga dapat menjelaskan pokok permasalahan yang ada. Teknik menjaring data dengan cara mewawancarai lima orang tokoh aktivis di lingkungan Golkar yang terlibat dalam konflik-konflik yang terjadi. Selain itu, data juga dihasilkan melalui informasi media massa, dokumen-dokumen yang relevan dan dari buku-buku.
Penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh gerakan reformasi terhadap konflik di Golkar. Tekanan gerakan reformasi menjadi salah satu tekanan yang menyebabkan Harmoko mengeluarkan pernyataan agar Soeharto mengundurkan diri dari kursi kepresidenan. Digunakannya isu-isu yang sesuai dengan semangat reformasi menjadi bukti lain dari pengaruh gerakan reformasi tersebut.
Konflik politik di Golkar menunjukkan bahwa organisasi ini sangat rentan dengan perubahan. Konflik itu terjadi karena ada sebagian pihak yang tidak siap menerima perubahan-perubahan. Konflik politik adalah ekses yang harus ditempuh oleh Golkar manakala ia ingin melakukan perubahan. Dengan demikian dapat digambarkan bahwa konflik politik di Golkar merupakan salah satu hasil dari tuntutan terjadinya perubahan politik. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T3055
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarwo Sukmono
"Di era reformasi dituntut adanya perubahan baik dalam bidang politik, social maupun ekonomi. Untuk memenuhi tuntutan perubahan tersebut, maka peran partai politik sebaiknya ditingkatkan. Partai Golongan Karya (Golkar) sebagai salah satu partai politik yang merupakan salah satu pilar utama demokrasi harus menunjukkan eksistensinya secara menyeluruh, terpadu dan terencana, namun hingga saat ini eksistensi tersebut belum menunjukkan hasil yang maksimal.
Berdasarkan haI tersebut diatas, maka penulis akan mengadakan penelitian tentang :
1. Apakah demokratisasi internal Partai Golkar telah sejalan dengan nilai-nilai demokrasi
2. Sejauhmana demokratisasi internal Partai Golkar mampu meningkatkan Integrasi Bangsa ?
3. Sejauhmana demokratisasi internal Partai Golkar mampu meningkatkan Ketahanan Nasional ?
Penelitian akan difokuskan kepada persepsi atau tanggapan pimpinan partai DPP Partai Golkar, Pimpinan KINO, Pimpinan DPD I Partai Golkar DKI Jakarta dan Pimpinan DPD II Partai Golkar se- DKI Jakarta terhadap Demokratisasi Internal yang dilakukan Partai Golkar dalam meningkatkan Ketahanan Nasional. Untuk mengetahui penelitian tersebut dilakukan dengan menggunakan Paradigma Konstruktivisme.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif, dengan melakukan perbandingan dan hasil interaksi antara peneliti dan yang diteliti serta cara pandang terhadap obyek penelitian.
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa persepsi terhadap peran Demokratisasi Internal Partai Golkar dalam meningkatkan Ketahanan Nasional yang dilakukan oleh Partai Golkar telah sejalan dengan nilai-nilai demokrasi, mampu meningatkan Integrasi Bangsa dan meningkatkan Ketahanan Nasional, maka berdasarkan hasil penelitian Proses Demokratisasi Internal Partai Golkar adalah verifikasi.
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara akademis dan berguna bagi Pimpinan Partai dan mahasiswa pada masa yang akan datang.

In this reform era changes are demanded either in political, social or economic areas. In order to fulfill the change demands, then the role of political parties need to be improved. Golongan Karya (Golkar) party one of major political parties is one of main democratic pillars should show its existence in comprehensive, integrated and planned manner, however until now this existence has not shown the maximum results.
Based on the above matter, then the writer is going to conduct a research concerning:
1. Has Golkart Party's internal democratization run in accordance with democratic values?
2. How far Golkar Party's internal democratization is capable to improve National Integration?
3. How far Golkar Party's internal democratization is capable to improve National Resilience?
This research would be focused on perception or response of the leaders of Golkar Party Central Board, KIND Leaders, Provincial Board of Greater Jakarta Golkar Party and Leaders of RegentallCity Board Golkar Party of Capital Jakarta in improving National Resilience. To implement the research by conducting Constructivism Paradigm.
Research methodology that used is qualitative methodology, by comparing and interaction results between the researcher and research object and point of view to the research object.
Based on research results, then it is concluded that the perception toward the role of Golkar Party Internal Democratization by improving National Resilience conducted by Golkar Party has been in line with democratic values, capable to improve National Integration and improve National Resilience, so based on the research results the Internal Democratization Process of Golkar Party is verification.
This research is hoped to be beneficial academically in brings benefits for the Party Leader and students in the future.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20689
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Suhawi
"Penelitian tentang "Peranan Partai Politik Era Reformasi Terhadap Integrasi Nasional yang metigambil studi kasus PDT Perjuangan dan PK Sejahtera" ini dilakukan dengan tujuan untuk mendeskripsikan peranan parpol dalam mengintegrasikan aspirasi masyarakat didalam menjaga kohesifitas bangsa Indonesia; Mengkaji peranan PDI Perjuangan dan PK Sejahtera dalam meningkatkan aspek integrasi nasional; Serta mengkaji implikasi reformasi bagi ketahanan nasional dimana PDI Perjuangan dan PK Sejahtera menjadi aktor demokrasi yang diakui secara konstitusional.
Penelitian memakai metode kualitatif dengan menggunakan pendekatan permasalahan secara asosiatif kepada PDI Perjuangan dan PK Sejahtera dimana sumber data berasal dart sumber primer dan sumber sekunder. Penelitian dilakukan dengan menggunakan indikator ideologi, pola rekrutmen, pola pengorganisasian, sebaran dukungan, kebijakan dari kedua partai terutama yang terkait dengan integrasi nasional.
Adapun teori atau pendapat para ahli yang digunakan untuk melakukan penelitian berkisar seputar teori peranan, partai politik, integrasi nasional, dan ketahanan nasional, sehingga diperoleh kesimpulan sebagai berikut: Fertama, Parpol era reformasi melaksanakan peran integrasi nasional melalui fungsinya sebagai sarana komunikasi, sosialisasi, rekrutmen politik, dan pengatur konflik serta tetap menjadi sarana artikulasi dan mengaggregasi kepentingan. Namun peranan parpol era reformasi terhadap integrasi nasional mengalami pent roan kualiths karena perluasan partisipasi masyarakat tidak berbanding lures dengan kemampuan sumberdaya parpol, termasuk lembaga-lembaga negara lainnya; Kedua, PDI Perjuangan dan PK Sejahtera memiliki peran panting bagi terwujudnya integrasi nasional. PDI Perjuangan sebagai partai terbuka dapat menunjang penguatan aspek integrasi nasional Indonesia sebagai bangsa majemuk. Begitu pula dengan PK Sejahtera, karena ia mengikuti kaidah - kaidah demokrasi didalam memperjuangkan tujuan idiilnya; Ketiga, Euforia politik selama reformasi menjadikan negara pada posisi tidak stabil akibat ledakan partisipasi rakyat yang tidak mampu dikelola oleh institusi politik yang ada. Hal demikian disadari oleh partai - partai politik era reformasi, karma itu ia melalui kadernya di badan legislatif mulai membuat regulasi jurnlah partai melalui pemilu agar bisa menciptakan iklim yang lebih kondusif bagi ketahanan nasional bersendikan demokrasi. Artinya, parpol era reformasi insyaf akan pentingnya sistem multi partai terbatas (proporsional) dalam rangka konsolidasi demokrasi sehingga tercipta kohesi sosial dengan melibatkan partisipasi masyarakat.
Terkait dengan temuan penelitian ini, peneliti merekomendasikan agar peranan parpol era reformasi terhadap integrasi nasional bisa lebih optimal, maka setiap parpol perlu segera berbenah did dengan meningkatkan sumber days yang dimiliki sehingga dapat mengelola partisipasi masyarakat dan mampu melembagakan konflik atau kepentingan yang sating bersaing. Oleh sebab itu, parpol juga perlu mengetahui lingkup serta intensitas perbedaan agama dan etnis, kesenjangan antara kelompok tradisional dan kelompok modem, kesenjangan antara perkotaan dan pedesaan, termasuk ideologi - ideologi yang saling bersaing. Karena semua itu hams diagregasi dan diartikulasikan oleh parpol yang eksis dalam pentas politik nasional. Apalagi jumlah parpol selama transisi demokrasi sangat tergantung pada fragmentasi yang terjadi ditengah-tengah masyarakat. Dengan begitu, parpol era reformasi melalui lembaga legislatif dan eksekutif hazes memastikan bahwa ia melaksanakan perannya dalam memperkuat integrasi nasional dimana secara gradual mengurangi emosentrisme yang mengancam integrasi nasional melalui Undang-undang tentang partai politik dan pemilihan umum.

The research about " The Role Of Political Party Era Reform To National Integration taking case study of PDI Perjuangan and PK Sejahtera conducted with the objective as a mean to describe the role of political party in integrating society aspiration in taking care of Indonesian nation cohesively; Studying the role of PDI Perjuangan and of PK Sejahtera in improving the national integration aspects; And also to study the reform implication to national resilience whereas PDI Perjuangan and of PK Sejahtera become democracy actors confessed constitutionally.
The research uses qualitative method by using approach of analysis description where the source of data came from the primary and the secondary sources. The research conducted by using ideology indicator, pattern of recruitment, organizational pattern, dispersion support, policy of both party - especially which related to national integration.
As for opinion or theory of experts used to conduct research gyrate in around role theory, political party, national integration, and national resilience. So that it obtained the following conclusion: First, political parties in reform era has been doing the role of national integration through communication medium function, socialization, political recruitment, conflict management, and remain consistent in being articulation medium and interest of aggregation. But the quality of the role of political parties in reform era to national integration is declining because the expansion of people participation is not directly proportional with capability and capacity of parties resources, including other state institutions; Second; that both parties have their important roles to form the National integration. PDI Perjuangan as an open party can support reinforcement of national integrity aspects to Indonesia as a plural nation. So does with the PK Sejahtera, because it follows democracy methods in achieving its ideal target; Thirr Political Euphoria during reform will make unstable state on course effect of people participation explosion which unable to be managed by existing political institution. This condition is realized by political parties in reform era; therefore, through their cadre in legislative institution, they begin to make regulation of parties number through the election in order to create more conducive climate of national resilience based on democracy. It means that political parties have realized the importance of definite multi parties (proportional) in order to make democracy consolidation so it can be created social cohesion that involve people participation.
Related to the invention of this research, the researcher recommends that in order to make the role of political parties in reform era to national integration more optimum, each party needs to improve themselves by increasing their resources so they are capable to manage people participation and also able to institute the conflicts or compete interests. Therefore, political parties need also to know the scope and the intensity of ethnic and religion diversity, the gap between traditional and modem group, the gap between city and rusticity, including the compete ideologies, because those all factors must be aggregated and articulated by political parties that exist in national political stage. Moreover, number of political parties within democracy transition is much depend on the fragmentation happened between society. Therefore, political parties in reform era through Legislative and executive institution must ensure that they can implement their role in strengthening national integration and gradually decreasing that menace national integration through political party regulations and general election.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
T24551
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Abdalqadir as-Sufi
Depok: Pustaka Adina, 2017
324.22 ABD m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rika Anggraini
"Tesis ini membahas tentang Kebijakan Penyederhanaan Partai Politik Menuju Sistem Multipartai di Indonesia Pasca Reformasi, dengan tujuan utama untuk mengetahui pengaturan dan dasar pemikiran kebijakan penyederhanaan partai, akibat hukum dalam pelaksanaannya terhadap partai politik dan sistem kepartaian dan batasan-batasannya sehingga tetap sesuai dengan amanat UUD 1945. Penelitian ini dilakukan dengan mempergunakan metode penelitian hukum normatif, melalui studi kepustakaan, dan membandingkan perundang-undangan yang berlaku dengan permasalahan yang terkait, kemudian dengan asas-asas hukum atau doktrin yang ada, serta memperhatikan praktek yang terjadi sebagai sebuah kajian terhadap sejarah hukum.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Kebijakan Penyederhanaan Partai Politik Pasca Reformasi di Indonesia bertujuan untuk mewujudkan sistem multi partai sederhana sebagai salah satu upaya memperkuat stabilitas sistem pemerintahan presidensiil dan juga untuk mewujudkan partai politik sebagai organisasi yang bersifat nasional, menciptakan integritas nasional dan menguatkan kelembagaan partai. Perwujudan kebijakan penyederhanaan partai politik yaitu melalui persyaratan kualitatif dan kuantitatif pembentukan dan pendaftaran partai politik sebagai badan hukum, persyaratan kualitatif dan kuantitatif serta persyaratan ambang batas perolehan kursi (electoral threshold) bagi partai untuk dapat menjadi peserta pemilihan umum dan juga persyaratan ambang batas perolehan suara (parliamentary threshold) sebagai syarat untuk dapat menempatkan kursi di DPR.
Akibat hukum kebijakan penyederhanaan partai politik bagi partai politik adalah : 1) Partai Politik tidak mendapat status badan, 2) Partai Politik tidak dapat menjadi peserta pemilu dan 3). Partai Politik tidak dapat memperoleh kursi di DPR. Meskipun terjadi penurunan jumlah partai politik yang diakui sebagai badan hukum dan parpol yang dapat mengikuti pemilu, namun dari pemilu 2004 sampai 2009, masih menciptakan sistem multipartai ekstrim. Namun demikian, Pemberlakuan kebijakan Parliamentary Threshold telah sedikit menurunkan Nilai ENPP (jumlah efektif partai di Parlemen) yang semula pada tahun 2004 bernilai 7.07 menjadi 6.47. Kebijakan penyederhanaan partai politik merupakan kebijakan yang tidak bertentangan dengan UUD 1945, karena merupakan pelaksanaan dari Pasal 28 UUD 1945 dan Pilihan kebijakan hukum (legal policy) pembentuk Undang-Undang, namun demikian terdapat prinsip-prinsip yang harus dipedomani dalam pengaturan kebijakan tersebut, yaitu : prinsip demokratis, Rasional dan Non Diskriminatif.

This thesis discusses Political Party Simplification Policy Towards Moderate Multiparty System in Indonesia Post-Reform, with main objective figuring out the arrangement and underlining idea at party Simplification, legal implication at its implementation on political parties and party system and its boundaries in keeping in line with the mandate of 1945 Constitution. The research was conducted using the method of normative legal research, literature study, and comparing applicable legislation to the associated problems, then with the principles of existing law or doctrine, and with regard to current practices as a study of the history of law.
The results of this study demonstrate that the Political Party Simplification Policy Post-Reform in Indonesia aims to realize a simple multi-party system in an effort to strengthen the stability of the presidential system of government and also to create a political party as a national organization, promoting national integrity and strengthen the parties institutionallity. Manifestation of the simplification policies of political parties is through qualitative and quantitative terms in founding and registrating political parties as a legal entity, as well as qualitative and quantitative threshold requirement of seats (electoral threshold) for the party to take part in the elections and voting threshold requirement (parliamentary threshold) as a requirement to be able to put the seats in Parliament.
The legal consequences of simplification policies of political parties are : 1) Political parties do not get the status of the legal body, 2) political parties do not take part in the elections and 3). Political parties can not gain seats in the House. Despite the decline in the number of political parties which are recognized as legal entities and political parties to follow the election, but the election of 2004 to 2009, it still creates extreme multiparty system. However, the policy Parliamentary Threshold enforcement lowered ENPP Value (effective number of parties in parliament) which was originally worth 7.07 in 2004 to 6.47 in 2009. Simplification policy do not conflict with the 1945 Constitution, simplification policy is an implementation of Article 28 of the 1945 Constitution and legal policy options of the former act. However, there are principles that should be followed in setting the policy, namely : democratic principle, rationality and non-discriminatory
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T33015
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>