Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 112551 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Indonesia mempunyai kekayaan keanekaragaman hayati yang bernilai untuk strain udang galah (Macrobrachium rosenbergii), mulai dari perairan di Sumatera, Jawa, Kalimantan sampai Sulawesi. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan kombinasi silangan yang memiliki produktivitas yang tinggi dengan cara menyilangkan (crossbreed) induk yang memiliki kriteria unggul dan menguji keragaan udang galah hasil silangan berdasarkan kriteria unggul yang diinginkan. Induk-induk yang digunakan berasal dari Sungai Batanghari, Jambi (BAHARI), dari Sungai Citarik Jawa Barat (TARIK), dari Sungai Kumai, Kalimantan Tengah (KUMAI), dan dari Sungai Jeneberang, Sulawesi Selatan (JENEBE). Berdasarkan lima kriteria unggul yang ditetapkan, kombinasi silangan JENEBE vs TARIK memperlihatkan keragaan yang paling baik, walaupun dari sisi masa inkubasi telur memperlihatkan hasil yang lebih rendah. Silangan ini diikuti oleh silangan BAHARI vs TARIK, dan KUMAI vs TARIK yang menunjukkan keragaan yang baik pada produksi pasca larva (PL), sintasan larva, dan masa inkubasi telur."
551 LIMNO 18:2 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Widharma Jaya Sentosa
"State capture corruption yang terjadi dalam pengiriman benih lobster keluar dari wilayah Indonesia merupakan bentuk kejahatan korupsi terorganisir dalam ranah legal dan dilakukan melalui pembentukan aturan Permen KP No. 12 Tahun 2020.  Metode penelitian kualitatif dilakukan dengan teknik wawancara terarah terhadap sumber informan dan studi dokumen untuk menganalisis korupsi dalam 3 (tiga) periode. Hasil analisis dalam penelitian ini menggambarkan tahapan korupsi pada kondisi terjadinya overfishing, korupsi administratif oleh individu birokrat dalam periode larangan pengiriman benih lobster, hingga terbentuk persekongkolan jahat birokrat-korporat secara sistematis dan terorganisir yang bertujuan untuk "melegalkan" penyelundupan benih lobster dalam bentuk state capture corruption.  Kasus suap ekspor benih lobster yang melibatkan menteri kelautan dan perikanan RI tahun 2020 dengan eksportir benih lobster terjadi untuk kepentingan pribadi dengan memanfaatkan diskresi jabatan menteri. Untuk kepentingan itu, maka dibuatlah pengaturan terhadap pengelolaan benih lobster yang sejatinya bertujuan untuk melegalkan penyelundupan benih lobster dengan modus cost-enhancing pada perusahaan patungan antara birokrat dan korporat melalui nominee.

State capture corruption that occurred in the export of lobster seeds out of the territory of Indonesia is a form of organized corruption in the legal aspect and carried out during the establishment of Regulation of the Minister of Maritime Affairs and Fisheries No. 12 year 2020. Qualitative research methods are carried out using structured interviews with informant sources and document literature studies to analyze corruption in 3 (three) periods. The results of the analysis in this study describe the stages of corruption starting conditions of overfishing, administrative corruption by individual bureaucrats in the period of prohibition of export lobster seeds, until the formation of a systematic and organized bureaucrat-corporate conspiracy that aims to "legalize" lobster seed smuggling in the form of state capture corruption. The lobster seed export bribery case involving the Indonesian Minister of Maritime Affairs and Fisheries in 2020 where the lobster seed export occurred for personal interests by taking advantage of the minister's discretion. For this purpose, an arrangement is made for the management of lobster seeds, which is actually aimed at legalizing the smuggling of lobster seeds, with a cost enhancing mode under joint venture company between bureaucrats and corporations through nominees."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"In management of the spatial lay out of the space's prawn, is needed mastery knowledge abouts its. prawn is water animal , that needed specific habitats, so that we are also to think the potential factors so far its to be concorned for revitalisation of the coastal zon we are planed; for example water temperature, salt concentration, short wave etc. Many factors must be presents joined to the integrated planning for the zone optimal"
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Lies Emmawati Hadie
"One of the most important factors in the formulation of effective breeding plans for improving the genetic quality of crops and livestock is a knowledge of the relative contribution made by genes to the variability of a trait under consideration. The variability of phenotypic values for quantitative trait can be partitioned into genetic and non genetic (environment) components.
The heritability is defined as a ratio of additive genetic variances to phenotypic variances. The most important function of the heritability is its predictive role. Heritability value is an expression of the reliability of the phenotypic value as a guide to breeding values.
The edible portion trait of giant freshwater prawn has a high heritability, since most of the phenotypic variability is due to genetic variations. Thus, genetic improvement can be made by selecting individuals with preferred phenotype because the offspring-parent correlation should be high. This is called mass selection or individual selection, but it is actually based on the individual's own performance record or phenotype.
The giant freshwater prawn population from Cimanuk (Tanjung Air, West Jawa), Cimandiri (Pelabuhan Ratu, West Jawa) and Walanae (Maros, South Sulawesi), obtained from natural habitat, were used in this study. The determination of heritability were conducted on several charater i.e. carapace length, standard length, dressing perecentage, edible portion and weight. The determination of heritability was based on regression between parents and offsprings. Structure of selection was conducted by individual selection. Parental stocks were selected based on individual breeding value. Natural breeding were used for first and second progeny.
Larvae were reared of eggs originated from individual female that had been mated to double males. Female were reared in 200-litre concrete tanks and newly hatched larvae were placed in 50-litre conical tanks. Water was recirculated through the tanks. The duration of rearing the larvae was 35 days.
Fingerlings were reared in cages replaced on 500 m2 earthen pond. Grow-out of juveniles were reared on 100 m2 earthen ponds. Juveniles were fed pellets with 30 % protein content. The duration of grow-out was 3 months.
The results showed that the heritability values of carapace length, standard length, weight, dressing percentage, and edible portion trait were in the level of medium to high. These suggest that giant freshwater prawn populations from Cimanuk, Cimandiri and Walanae are responsive to selection. Indeed, individual selection on edible portion trait show a positive response to selection. Therefore, selection programme can be utilized for genetic improvement of giant freshwater prawn.

Heritabilitas merupakan rasio antara keragaman aditif dan keragaman fenotipe. Fungsi penting dari heritabilitas adalah bersifat prediktif pada generasi berikutnya. Nilainya dapat memperlihatkan nilai fenotipe yang pada akhirnya dapat digunakan sebagai breeding value . Nilai heritabilitas edible portion trait cukup tinggi pada udang galah. Oleh karena itu, program seleksi dapat diterapkan untuk meningkatkan mutu genetik udang galah.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan populasi udang dari Cimanuk (Tanjung Air, Jawa Barat), Cimandiri (Pelabuhan Ratu, Jawa Barat), dan Walanae (Maros, Sulawesi selatan) yang di koleksi dari alam.
Penentuan heritabilitas dilaksanakan pada beberapa karakter yaitu panjang karapas, panjang standar, berat, dressing percentage, dan edible portion. Penetapan nilai heritabilitas didasarkan atas perbandingan antara induk dengan keturunannya. Struktur seleksi yang dilakukan adalah seleksi individu. Untuk memilih induk udang digunakan breeding value.
Untuk memproduksi keturunan F, dan F2 dilakukan pemijahan secara alami. Pemeliharaan larva udang dilakukan dengan menggunakan sistem air jernih. Untuk menghasilkan udang ukuran juvenil dan pembesaran udang, dilakukan di kolam tanah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai heritabilitas pada karakter panjang karapas (0,68 - 0,86), panjang standar (0,43 - 0,90), berat tubuh (0,85?0,97), dressing percentage (0,49 - 0,95) dan edible portion trait (0,46- 0,67) memperlihatkan nilai medium sampai tinggi. Hasil yang diperoleh ini dapat di interpretasikan bahwa populasi udang dari Cimanuk, Cimandiri dan Walanae memperlihatkan indikasi respon yang positif, jika karakter-karakter tersebut akan di seleksi. Implementasi struktur seleksi individu pada edible portion trait populasi udang galah tersebut memberikan respon yang positif."
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mahfudl Umar Khamdan
"Perairan Cilacap dan sekitarnya merupakan salah satu daerah penangkapan udang jerbung yang sangat potensial di perairan pantai selatan Jawa. Trend indeks kelimpahan stok udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya cenderung menurun pada periode tahun 2004-2010. Hal ini sangat mengkhawatirkan terhadap keberlanjutan produksi udang jerbung apabila tidak ada pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya udang tersebut dengan baik. Penelitian ini dilaksanakan di Cilacap dan sentra perikanan udang lainnya di Kabupaten Cilacap pada Januari sampai dengan November 2013. Data dikumpulkan melalui metode survey dan wawancara. Metode analisis terdiri dari metode analitik menggunakan Program FiSAT II, dan model surplus produksi. Udang jerbung yang tertangkap dominan pada mid length 31 mm, 33 mm, dan 35 mm, dan umumnya belum dewasa. Nilai faktor kondisi udang jerbung betina dan jantan masing-masing berkisar 37,36-648,87 dan 15,55-319,05. Laju pertumbuhan (K) udang jerbung betina 1,10 per tahun dan udang jerbung jantan 1,00 per tahun. Laju eksploitasi (E) udang jerbung betina 0,36 per tahun dan udang jerbung jantan 0,56 per tahun. Laju mortalitas total (Z) udang jerbung betina 1,69 per tahun dan udang jerbung jantan 2,46 per tahun. Pola rekruitmennya menunjukkan 2 modus dalam satu tahun, dengan puncak terjadi pada periode Maret-April dan periode Juli-Agustus. Estimasi potensi lestari (MSY) dan f-opt udang jerbung di perairan Cilacap 326 ton/tahun dan effort optimum (f-opt) 231 trip serta tingkat pemanfaatan sudah berada pada tahap overfishing.

Cilacap and surrounding waters is one of the potential fishing ground of banana prawn in south of Java sea. Abundance stock index of banana prawn in Cilacap and surrounding waters tend to decline in 2004-2010. It was apprehension for the banana prawn sustainability, when no appropriate management and utilization for this species. This research conducted in Cilacap and other shrimp fisheries centers in Cilacap District begin from January until November 2013. Data collected through a survey and interview methods. The method of analysis consists of : an analytical method by FiSAT II program, and surplus production models. Most of Banana prawn caught dominantly in the mid length 31 mm, 33 mm, and 35 mm, and generally immature. Value factor condition banana prawn females and males respectively ranged from 37.36-648.87 and 15.55-319.05. Growth rate (K) of banana prawn female was 1.10 per year and banana prawn male was 1.00 per year. The exploitation rate (E) of banana prawn female was 0.36 per year and banana prawn male was 0.56 per year. Total mortality rate (Z) of banana prawn female was 1.69 per year and banana prawn male was 2.46 per year. The pattern of recruitment showed two models in one year, with the peak season occur in the period of March-April and July-August. Estimation of the Maximum Sustainable Yield (MSY) and f-opt banana prawn in Cilacap waters about 326 tons/year and optimum effort (f-opt) about 231 trips, and the utilization rate toward to overfishing level.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2015
T45297
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andrias Steward Samusamu
"ABSTRAK
Penangkapan lobster di Pangandaran sudah berlangsung sejak tahun 1990-an. Perkembangan produksi lobster selama satu dasawarsa terakhir menunjukan kecenderung penurunan. Penurunan produksi lobster ini dapat dipengaruhi atau sebaliknya mempengaruhi kehidupan sosial-ekonomi masyarakat dan kelembagaan pengelolaan lobster di wilayah tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis potensi sumber daya lobster di Pangandaran dan melihat hubungan antara kriteria pada masing-masing domain EAFM (Ecosystem Approach to Fisheries Management), serta menganalisis solusi ideal sebagai alternatif pengelolaan sumber daya lobster di Pangandaran. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif, dengan metode campuran kuantitatif dan kualitatif, serta analisis MSY (Maximum Sustainable Yield), AHP (Analytic Hierarchi Process) dan TOPSIS (Technique for Order of Preference by Similarity to Ideal Solution). Hasil penelitian menunjukan bahwa nilai upaya penangkapan lobster di wilayah Pangandaran selama tahun 2008-2017 telah melebihi fMSY kurang lebih sebesar 67,94% sedangkan nilai rata-rata produksi lobster di wilayah ini hanya sebesar 9.031 kg atau kurang lebih 43,59% di bawah nilai MSY dengan nilai CPUE yang mengalami penurunan sebesar 31,75% antara tahun 2016 dan 2017 sehingga status potensi lobster di wilayah Pangandaran telah mengalami overfishing. Hubungan antara kriteria pada masing-masing domaian EAFM berdasarkan hasil pembobotan setiap kriteria menunjukan bahwa kriteria luas tutupan karang (C6) pada domain habitat dan ekosistem menempati urutan tertinggi (0,13239), setelah itu diikuti oleh kriteria JTB lobster (C1) pada domain sumber daya (0,09639) dan kriteria ukuran lobster (C3) pada domain sumber daya merupakan kriteria yang menempati urutan ketiga (0,09566). Sedangkan, hasil analisis yang terkait dengan solusi ideal untuk pengelolaan lobster di Pangandaran adalah sesuai dengan alternatif dioptimalkan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah sumber daya lobster di Pangandaran telah mencapai overfishing sebagai akibat dari jumlah upaya penangkapan yang tinggi. Penurunan produksi ini turut dipengaruhi oleh penurunan luas tutupan karang yang adalah habitat lobster sehingga hal ini perlu mendapat perhatian atau, dengan kata lain perlu diprioritaskan sebagai bahan pertimbangan dalam pengelolaan sumber daya lobster di Pangandaran. Solusi ideal bagi pengelolaan lobster yang berkelanjutan di Pangandaran adalah pengelolaan lobster berdasarkan alternatif dioptimalkan.

ABSTRACT
The arrest of lobsters in Pangandaran has been going on since the 1990s. The development of lobster production over the past decade has shown a downward trend. This decrease in lobster production may be affected or otherwise affect the socio-economic life of the community and the institutional management of lobsters in the region. The purpose of this study was to analyze the potential of lobster resources in Pangandaran and to see the relationship between the criteria in each EAFM (Ecosystem Approach to Fisheries Management) domain, and to analyze the ideal solution as an alternative to the management of lobster resources in Pangandaran. The approach used in this research is quantitative, with the method of quantitative and qualitative mix, and analysis of MSY (Maximum Sustainable Yield), AHP (Analytic Hierarchi Process) and TOPSIS (Technique for Order of Preference by Similarity to Ideal Solution). The results showed that the value of lobster catch effort in Pangandaran area during 2008-2017 has exceeded fMSY approximately 67.94% while the average value of lobster production in this region is only 9,031 kg or less 43,59% below value MSY with CPUE value decreasing 31,75% between 2016 and 2017 so that potency status of lobsters in Pangandaran area has been overfishing. The relationship between the criteria in each EAFM domain based on the weighting result of each criterion indicates that the criteria for coral cover (C6) extent in the highest domain and ecosystem habitats (0.13239), followed by JTB lobster (C1) criteria on resource domain (0.09639) and lobster size criterion (C3) on resource domain existing (0.09566). Meanwhile, the analysis results related to the ideal solution for lobster management in Pangandaran is in accordance with the optimized alternatives. The conclusion of this research is that the lobster resources in Pangandaran have reached overfishing as a result of the high number of fishing effort. The decline in production is done by coral habitats that are habitat for habitat lobsters that need attention or, in other words, need to be prioritized as resources in the management of lobster resources in Pangandaran. The ideal solution for existing lobster management in Pangandaran is optimized alternative lobster management."
2018
T50995
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ignatius Tri Hargiyatno
"ABSTRAK
Perkembangan penangkapan perikanan tuna seiring dengan perkembangan penggunaan Fish Agregating Divices FADs atau rumpon sebagai alat untuk mengumpulkan sumber daya ikan tuna. Masalah dalam penelitian ini adalah pengunaan rumpon memiliki dampak terhadap kondisi sumber daya ikan, sosial dan ekonomi nelayan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pemanfaatan sumber daya ikan tuna dengan menggunakan handline yang berasosiasi dengan rumpon secara berkelanjutan di PPN Palabuhanratu dari aspek biologi sumber daya, sosial dan ekonomi. Penelitian ini menggunakan metode selektivitas, LB-SPR, persepsi masyarakat dan kelayakan usaha penangkapan. Hasilnya menunjukan penggunaan handline selektif terhadap sumber daya ikan cakalang Katsuwonus pelamis , namun tidak selektif terhadap sumber daya ikan madidihang Thunnus albacares dan tuna mata besar Thunnus obesus . Nilai Spawning Potential Ratio SPR atau potensi rasio pemijahan sumber daya ikan cakalang berada diantara limit reference point 20 dan target reference point 40 yang berarti dalam kondisi fully-exploited, sedangkan sumber daya madidihang dan tuna mata besar berada dibawah 20 yaitu dalam kondisi over-exploited. Hasil analisis sosial menunjukkan bahwa penggunaan rumpon bagi nelayan handline di PPN Palabuhanratu tidak menimbulkan adanya konflik pemanfaatan. Terdapat peluang diberlakukannya kebijakan karena nelayan memahami adanya peraturan rumpon dan bersedia mentaati kebijakan yang akan diberlakukan. Hasil analisis kelayakan usaha penangkapan sumber daya ikan tuna dengan handline dikategorikan menguntungkan dan dapat dilanjutkan. Berdasarkan kondisi sumber daya ikan, sosial dan ekonomi nelayan penangkapan sumber daya ikan tuna dengan menggunakan handline di sekitar rumpon dapat dilanjutkan. Kebijakan pemanfaatan rumpon secara berkelanjutan yang direkomendasikan adalah dengan memperbaiki ijin pemasangan rumpon, zonasi daerah penangkapan, pembagian kewenangan, pemberdayaan komunitas masyarakat dan pengaturan operasi penangkapan.

ABSTRACT
Tuna fishery development is in line with the use of Fish Aggregating Devices FADs as a tool to gather tuna resources. The problem in this research is that the use of FADs has an impact on fish resources, as well as social problem and fisher rsquo s economic condition. This study will examine the utilization of tuna resources by handline fishers that associated with FADs in PPN Palabuhanratu in terms of fish resources, social and economic aspects using several approaches i.e. selectivity, LB SPR, public perception and feasibility of fishing effort. The results show that handline is selective on skipjack tuna Katsuwonus pelamis , but not on yellowfin tuna Thunnus albacares and bigeye tuna Thunnus obesus . The Spawning Potential Ratio SPR of skipjack fish is in between the limit reference point 20 and the target reference point 40 , which means this fish resources is in fully exploited condition, while yellowfin and big eye tuna have reached overfishing condition below 20 . The use of FADs for the handline fishery in PPN Palabuhanratu does not cause any conflict. There is an opportunity for policy enforcement because the fishers are understands the existence of the FADs regulation and willing to obey the policy. Results on feasibility analysis show that handline tuna fishery in Palabuhanratu is still profitable and can be continued. Based on the condition of fish resources, social and economic fishers, catching tuna using handline around FADs are in sustainable level. This paper recommends the policy of sustainable use of FADs by improving the installation permit of FADs, zoning of fishing grounds, divide management authority, community empowerment and arrange of fishing operations."
2018
T51010
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Tomi Suwartono
"Sumberdaya perikanan lobster merupakan komoditas bahan makanan populer yang memiliki nilai ekonomis tinggi sehingga banyak dicari dan ditangkap secara global dan mempunyai harga jual yang sangat tinggi. Hal tersebut menyebabkan penangkapan lobster dilakukan secara terus menerus dan tidak memperhatikan kondisi sumberdaya dan lingkungan. Teluk Palabuhanratu merupakan salah satu sentra perikanan lobster di Jawa Barat. Spesies lobster di Teluk palabuhanratu yaitu lobster pasir (Panulirus homarus) telah mengalami penurunan tangkap.
Tujuan penelitian ini (1) mengkaji populasi lobster pasir berdasarkan aspek biologi dan aspek dinamika populasi; (2) mengetahui status pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya lobster pasir; (3) menyusun strategi pengelolaan sumberdaya lobster pasir di perairan Palabuhanratu yang berkelanjutan.
Penelitian dilaksanakan dengan pengambilan sampel setiap satu bulan sekali. Analisis parameter populasi digunakan program FISAT II dan pengkajian potensi Maximum Sustainable Yield (MSY) dianalisis dengan model surplus produksi, strategi pengelolaan dan A`WOT. Hasil penelitian menunjukkan kisaran panjang karapas lobster pasir sebesar 30-101 mm dengan ukuran panjang karapas dibawah 8 cm sebanyak 97,6%. Pola pertumbuhan lobster pasir bersifat allometrik negatif. Nilai Lc< Lr menunjukkan bahwa lobster pasir betina sudah banyak tertangkap sebelum mencapai ukuran rata-rata pertama kali mengerami telur. Panjang asimtotik (L) lobster pasir jantan lebih kecil dari betina, sedangkan koefisien pertumbuhan (K) jantan lebih cepat dari betina. Nilai laju eksploitasi (E) untuk lobster pasir jantan maupun betina diperoleh hasil diatas nilai optimum yaitu 0,59 dan 0,61. Potensi lestari dan tingkat pemanfaatan sumberdaya lobster di perairan WPP 573 sebesar 662,93 ton/tahun dan 910 ribu trip dengan alat tangkap standar jaring. Hasil tangkapan terjadi fluktuasi dengan trend menurun dan laju eksploitasi diatas nilai optimum, hal ini mengindikasikan terjadinya overfishing.
Berdasarkan analisis alternatif strategi pengelolaan yang dapat dilakukan berdasarkan skala prioritas adalah (1) optimalisasi pemanfataan sarana dan prasarana (2) peningkatan kualitas sumber daya manusia, (3) peningkatan layanan transportasi distribusi pemasaran, (4) penegakkan aturan untuk menghindari overfishing.

Lobster fishery resources are popular food commodities with high economic value so they are captured globally and have very high selling prices. This causes lobster capture to be condunted continuously and does not notice to resource condition and environment. Palabuhanratu bay is one of the lobster fishing centers in West Java. Scalloped spiny lobster (Panulirus homarus), one of the lobster species in Pelabuhanratu bay, was run into overexploitation.
The purpose of this study (1) study the population of scalloped spiny lobsters in Palabuhanratu waters based on aspects of biology and aspects of population dynamics; (2) know the status of utilization and management of scalloped spiny lobster resources in the waters of Palabuhanratu and its surroundings; (3) develop a strategy for managing sustainable of scalloped spiny lobster resources in the waters of Pelabuhanratu.
The study was conducted from October 2017 to September 2018 with sampling every once a month. Population parameter analysis used the FISAT II program and the assessment of Maximum Sustainable Yield (MSY) potential was analyzed by the production surplus model, management strategy and A`WOT. The results showed a range of scalloped spiny lobster carapace length of 30-101 mm with a carapace length below 8 cm as much as 97.6%. The growth pattern of scalloped spiny lobster both of female and male was negative allometric. The value of Lc
Based on an analysis of alternative management strategies that can be carried out based on priority scale is (1) optimization of utilization of facilities and infrastructure; (2) The increasing of human resources quality; (3) improvement of marketing distribution transportation services; (4) enforce rules to avoid overfishing."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
T52853
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>