Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 159476 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Thamrin Hamdan
"Tesis ini merupakan suatu hasil studi mengenai tradisi penyelesaian sengketa yang dilandasi oleh adanya pluralisme hukum yang hidup (berlaku) pada masyarakat di wilayah hukum Polsek Pendopo, yang mempunyaì implikasi terhadap pelaksaan tugas pokok dan fungsi utama kepolisian di wilayah itu. Tradisi penyelesaian sengketa tersebut terimplementasi ke dalam 5 (lima) ?pola alternatif pilihan penyelesaian sengketa bagi warga masyarakat setempat, yang mereka gunakan secara selektif berdasarkan pertimbangan-pertimbangan: (a) paling masuk akal; (b) paling menguntungkan dari segi efisiensi waktu dan biaya; (d) paling sesuai dengan rasa keadilan menurut persepsi mereka; serta (e) paling efektif dan bersifat wín-win solution bagi para pihak yang bersengketa. Sedangkan aparat Polsek Pendopo juga telah melakukan penginterpretasian terhadap ?pola-pola alternatif penyelesaian? yang digunakan oleh warga masyarakat setempat, dengan bersikap tegas dan aktif sepanjang hal ¡tu berkaitan dengan hukum positif, serta bersikap pasif ? tidak melarang dan juga tidak mau terlibat ? sepanjang ?pola alternatif pilihan? penyelesaian sengketa yang digunakan warga masyarakat berkaitan dengan upaya musyawarah untuk mencapai kesepakatan damai berdasarkan tradisi masyarakat setempat. yelesaian sengketa pada masyarakat di wilayah hukum Polsek Pendopo ini dapat disimpulkan sebagai salah satu perwujudan dari apa yang di dalam terminologi ilmu hukum dinamakan sebagai model ?PSA Tradisional.? Suatu model penyelesaian sengketa yang telah lama dikenal dan berlaku di berbagai daerah di Indonesia dalam berbagai bentuk dan sifat yang beraneka ragam, tetapi mekanisme pemanfaatannya secara yuridis-formal belum diatur di dalam sistem hukum dan sistem peradilan di Indonesia. Secara teoritis, hasil studi ini bemianfaat bagi pengembangan khazanah Kajian Ilmu Kepolisian yang bersifat antar-bidang, terutama di dalam upaya mengembangkan konsep dan teori yang lebih relevan untuk: (a) memahami ?realitas hukum? (law ¡n action) dalam konteks penegakan hukum oleh aparat kepolisian pada Iingkungan suatu masyarakat tertentu; (b) memahami salah satu perwujudan ?hukum yang hidup di dalam masyarakat? (living law) dalam konteks pluralisme hukum yang berlaku pada lingkungan masyarakat tertentu; (c) memahami salah satu model PSA Tradisional pada língkungan suatu masyarakat tertentu; dan (d) memahami bagaimana hak-hak korban kejahatan maupun hak hak pelaku kejahatan, balk sebagal individu maupun sebagal kelompok, telah tertindungi atau terakomodasikan di dalam tradisi penyelesaian sengketa yang bertaku pada lingkungan suatu masyarakat tertentu di Indonesia.

This thesis is a result of a study on the tradition of dispute resolution based on the existence of legal pluralism that lives (applies) in the community in the Pendopo Police jurisdiction, which has implications for the implementation of the main tasks and main functions of the police in the area. The tradition of dispute resolution is implemented into 5 (five) alternative patterns of dispute resolution choices for local residents, which they use selectively based on the following considerations: (a) the most reasonable; (b) the most profitable in terms of time and cost efficiency; (d) the most in accordance with their sense of justice; and (e) the most effective and win-win solution for the disputing parties. Meanwhile, the Pendopo Police apparatus has also interpreted the alternative patterns of resolution used by local residents, by being firm and active as long as it is related to positive law, and being passive - not prohibiting and also not wanting to get involved - as long as the alternative pattern of choice is not used. dispute resolution used by community members is related to deliberation efforts to reach a peaceful agreement based on local community traditions. Dispute resolution in the community in the Pendopo Police jurisdiction can be concluded as one of the manifestations of what in legal terminology is called the "Traditional PSA" model. A dispute resolution model that has long been known and applied in various regions in Indonesia in various forms and diverse natures, but the mechanism for its use in a legal-formal manner has not been regulated in the legal system and judicial system in Indonesia. Theoretically, the results of this study are useful for the development of the inter-disciplinary Police Science Study treasury, especially in efforts to develop more relevant concepts and theories for: (a) understanding "legal reality" (law and action) in the context of law enforcement by the police in a particular community environment; (b) understanding one of the manifestations of "living law" in the context of legal pluralism that applies in a particular community environment; (c) understanding one of the Traditional PSA models in a particular community environment; and (d) understand how the rights of crime victims and the rights of crime perpetrators, both as individuals and as groups, have been protected or accommodated within the traditions of dispute resolution that apply to a particular society in Indonesia.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T2475
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"ABSTRAK
Tesis ini merupakan suatu hasil studi mengenai tradisi penyelesaian
sengketa yang dilandasi oleh adanya pluralisme hukum yang hidup (berlaku)
pada masyarakat di wilayah hukum Polsek Pendopo, yang mempunyaì implikasi
terhadap pelaksaan tugas pokok dan fungsi utama kepolisian di wilayah itu.
Tradisi penyelesaian sengketa tersebut terimplementasi ke dalam 5 (lima) ?pola
alternatif pilihan penyelesaian sengketa bagi warga masyarakat setempat, yang
mereka gunakan secara selektif berdasarkan pertimbangan-pertimbangan: (a)
paling masuk akal; (b) paling menguntungkan dari segi efisiensi waktu dan biaya;
(d) paling sesuai dengan rasa keadilan menurut persepsi mereka; serta (e) paling
efektif dan bersifat wín-win solution bagi para pihak yang bersengketa.
Sedangkan aparat Polsek Pendopo juga telah melakukan penginterpretasian
terhadap ?pola-pola alternatif penyelesaian? yang digunakan oleh warga
masyarakat setempat, dengan bersikap tegas dan aktif sepanjang hal ¡tu
berkaitan dengan hukum positif, serta bersikap pasif ? tidak melarang dan juga
tidak mau terlibat ? sepanjang ?pola alternatif pilihan? penyelesaian sengketa
yang digunakan warga masyarakat berkaitan dengan upaya musyawarah untuk
mencapai kesepakatan damai berdasarkan tradisi masyarakat setempat.
Tradisi penyelesaian sengketa pada masyarakat di wilayah hukum Polsek
Pendopo ini dapat disimpulkan sebagai salah satu perwujudan dari apa yang di
dalam terminologi ilmu hukum dinamakan sebagai model ?PSA Tradisional.?
Suatu model penyelesaian sengketa yang telah lama dikenal dan berlaku di
berbagai daerah di Indonesia dalam berbagai bentuk dan sifat yang beraneka
ragam, tetapi mekanisme pemanfaatannya secara yuridis-formal belum diatur di
dalam sistem hukum dan sistem peradilan di Indonesia.
Secara teoritis, hasil studi ini bemianfaat bagi pengembangan khazanah
Kajian Ilmu Kepolisian yang bersifat antar-bidang, terutama di dalam upaya
mengembangkan konsep dan teori yang lebih relevan untuk: (a) memahami
?realitas hukum? (law ¡n action) dalam konteks penegakan hukum oleh aparat
kepolisian pada Iingkungan suatu masyarakat tertentu; (b) memahami salah satu
perwujudan ?hukum yang hidup di dalam masyarakat? (living law) dalam konteks
pluralisme hukum yang berlaku pada lingkungan masyarakat tertentu; (c)
memahami salah satu model PSA Tradisional pada língkungan suatu masyarakat
tertentu; dan (d) memahami bagaimana hak-hak korban kejahatan maupun hak
hak pelaku kejahatan, balk sebagal individu maupun sebagal kelompok, telah
tertindungi atau terakomodasikan di dalam tradisi penyelesaian sengketa yang
bertaku pada lingkungan suatu masyarakat tertentu di Indonesia."
2001
T2475
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taufik Rinaldi
"Paradigma hukum positif mengabaikan fakta bahwa penyelesaian sengketa pada dasarnya merupakan arena pertarungan kepentingan antar kelas sosial di masyarakat. Penelitian ini mendeskripsikan bagaimana budaya hukum dan ketertiban sosial yang merepresentasikan kepentingan kelas yang dominan menentukan aturan main dan jenis kapital yang diperebutkan oleh aktor dan lembaga, termasuk mereka yang berasal dari kelompok miskin. Konstruksi sosiologis terhadap arena penyelesaian sengketa sekaligus menjelaskan bagaimana pengetahuan hukum, keterampilan dan relasi sosial memberi peluang, dan pada saat yang sama membawa dilema, bagi aktor paralegal dalam memperkuat posisi tawar kelompok miskin untuk medapatkan keadilan.

The legal-positivist paradigm ignores the fact that the dispute resolution is basically a battle arena of interests between social classes in society. In the light of Bourdieu?s Reflexive Sociology in approaching dispute resolution practices, this study illustrates how legal and social order as a culture, which represents the interests of dominant class, determines the objective, power relation and type of capitals contested by actors and institutions, including those poor and marginalized groups in society. By constructing dispute resolution as a social field, this study explains how legal knowledge, skills and social networks provide opportunities, yet problematic, for paralegal in order to strengthen the access to justice for the poor and marginalized groups."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2011
T28969
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sulistyowati Irianto
"Perempuan di antara berbagai pilihan hukum studi mengenai strategi perempuan Batak Toba untuk mendapatkan akses kepada harta waris melalui proses penyelesaian sengketa""
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005
305.459 8 SUL p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmadi Usman
Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003
347.09 RAC p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Erika
"Thesis ini membahas penyelesaian sengketa penanaman modal asing dibidang pertambangan minerba, berikut permasalahan-permasalahan yang muncul pada penyelesaian sengketa tersebut. Sebelumnya penyelesaian sengketa antara Pemerintah dengan penanam modal asing (investor) diselesaikan berdasarkan kesepakatan Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara, dimana para pihak dapat menentukan forum penyelesaian sengketa yaitu salah satunya melalui arbitrase internasional. Pilihan penyelesaian sengketa melalui arbitrase internasional sejalan ketentuan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang mengatur bahwa penyelesaian sengketa dibidang penanaman modal antara Pemerintah dengan penanam modal asing akan diselesaikan melalui arbitrase internasional yang harus di sepakati oleh para pihak. Namun saat ini ketentuan penyelesaian sengketa untuk penanaman modal asing di bidang minerba berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan batubara tidak ditentukan secara jelas, undang-undang ini hanya menentukan bahwa setiap sengketa yang muncul dalam pelaksanaan IUP, IPR, atau IUPK diselesaikan melalui pengadilan dan arbitrase dalam negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, tidak ditentukan dengan jelas penyelesaian sengketa untuk penanam modal asing dan arbitrase internasional.
Dalam pembahasan thesis ini banyak ditemukannya permasalahan terkait penyelesaian sengketa penanaman modal asing dibidang minerba yang meliputi permasalahan dalam peraturan perundang-undangan, sikap pemerintah mapun para pihak yang bersengketa dalam memandang sengketa penanaman modal asing dibidang minerba, belum seragamnya sikap hakim dalam melihat yurisdiksi arbitrase internasional dan keputusan arbitrase internasional. menyikapi permasalahan -permasalahan diatas, kegiatan penanaman modal asing dibidang minerba termasuk penyelesaian sengketa haruslah didukung oleh sistem hukum yang efektif yang didalamnya terdiri atas substansi, struktur dan budaya hukum yang saling mendukung satu sama lain. Selain itu, hukum akan mendorong datangnya modal asing dibidang minerba apabila dapat menciptakan predictability, stability, dan fairness.

ABSTRACT
This Thesis discusses Foreign Investment Dispute Resolution in Mineral and Coal Mining, including the problems arisen in dispute resolution there of. Previously, the dispute resolution between government and foreign investor (investor) is settled according to agreement of Contract of Work (KK) and Work Agreement of Coal Mining Production (PKP2B) where parties here of is able to determine the dispute resolution forum namely through international arbitration. The option of dispute resolution through international arbitration subject to the Law No. 25 2007 regarding Investment which govern the dispute resolution between government and investor is settled through international arbitration that must be conducted by the consent of both parties. At present, however, the rule of dispute resolution for the foreign investment of mineral and coal according to the Law No.4 Year 2009 regarding Mineral and Coal Mining does not stipulated clearly, this Law only determine that every dispute occur in implementation of IUP,IPR or IUPK is settled before the court or national arbitration according to the Law, it does not clearly stated for the foreign investment and international arbitration.
In the Thesis, it will be more discussed about the problems regarding the foreign investment dispute resolution in mineral and coal that entail the issues in Law, government policy, the parties in dispute, and their perspective in foreign investment dispute resolution in mineral and coal issue, the different opinion of judges regarding the jurisdiction of international arbitration and the sentence of international arbitration. To look upon the issues mentioned above, the activities of foreign investment in mineral and coal including the dispute resolution must be supported by the effective legal system that comprise the substance, structure and legal culture which is sustained each other. Besides that, the law will support the foreign capital inflow in mineral and coal industry if it is able to create predictability, stability, dan fairness."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T26740
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
[, Universitas Indonesia], 2007
S23611
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Arya Samudra
"ABSTRACT
Penelitian dilakukan untuk mengetahui lembaga alternative penyelesaian sengketa manakah yang lebih efektif dalam menyelesaikan persengketaan antara konsumen dengan pelaku usaha di sektor jasa keuangan perbankan serta untuk mengetahui apakah dengan adanya kedua lembaga yang sama sama memiliki tugas untuk menyelesaikan sengketa tersebut akan timbulnya dualisme hukum. Penelitian dilakukan dengan metode yuridis normative, yaitu dengan melihat undang undang yang mengatur serta wawancara. Peneliti juga memperoleh data statistik yang didapat dari BPSK Prov. DKI Jakarta serta LAPSPI. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa LAPSPI merupakan lembaga yang lebih efektif dalam menyelesaikan persengketaan di sektor jasa keuangan perbankan, serta tidak adanya dualisme hukum diantara kedua lembaga tersebut karena LAPSPI mengharuskan para pihak yang bersengketa di LAPSPI untuk membuat perjanjian yang menimbulkan adanya kompetensi absolut bagi LAPSPI untuk menyelesaikan sengketa tersebut. Namun dalam impelementasinya hal tersebut dirasa masih kurang maksimal karena menyebabkan ambiguitas dalam proses penyelesaian sengketa di sektor jasa keuangan perbankan. Dengan demikian, disarankan seharusnya kedua lembaga tersebut dapat bekerja sama  sehingga menciptakan kondisi hukum yang Efektif, Efisien, dan Bersinergi. Namun apabila hal tersebut sulit untuk diwujudkan maka diperlukannya sosialisasi yang lebih baik dari LAPSPI serta dibentuknya peraturan pelaksana yang lebih tegas oleh pemerintah terhadap kedua lembaga tersebut.

ABSTRACT
This research is conducted to further obtain which alternative dispute resolution institutions were more effective in resolving disputes between consumers and business person form the financial services sektor on banking, and to find out whether the existence of the two institutions that had the same task which to resolve the dispute can cause legal dualisme. This research is conducted with normative juridical method, by looking at the governing law and by interview. Researcher obtained the statistical data from Consumer Dispute Resolution Body (BPSK) and Alternative Body for Dispute Settlement in Banking of Indonesia (LAPSPI). The results of this study indicate that LAPSPI is a more effective institution in resolving disputes in the banking financial services sektor, and there was no legal dualisme between the two institutions because LAPSPI requires the parties to make an agreement which creates absolute competence for LAPSPI to resolve the dispute. However, the implementation of this matter were still not optimal because it caused ambiguity in the dispute resolution process in the banking financial services sector. Furthermore, it is recommended that the two institutions to work together to make an Effective, Efficient, and Synergic legal condition. However, if that is difficult to be realized then the need for better socialization from LAPSPI is needed, Also the establishment of  more resolute implementing agreement by the government on both Institutions. "
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitorus, Winner
"Menjelang dan memasuki abad ke-21 atau era globalisasi batas-batas antara negara yang satu dengan yang lain menjadi tidak jelas, dunia telah menjadi suatu perkampungan global dengan satu sistem perekonomian. Konsekuensi dunia bisnis sebagai suatu perkampungan global dalam kesatuan ekonomi tanpa batas, dengan sendirinya membawa bangsa Indonesia ke kancah bisnis global, perdagangan bebas, dan persaingan bebas. Intensitas hubungan perdagangan dan investasi antara masyarakat bisnis, baik domestik maupun internasional, semakin meningkat. Meningkatnya intensitas perdagangan dan investasi itu tidak hanya akan menimbulkan dinamika ekonomi yang makin tinggi, tetapi juga akan meningkat pula intensitas konflik-konflik (sengketa) di antara mereka. Menghadapi kondisi yang seperti ini, diperkirakan sistem peradilan, baik domestik maupun asing, tidak akan mampu memenuhi kebutahan masyarakat bisnis yang semakin kompleks. Penyelesaian melalui pengadilan kurang efektif dan efisien untuk penyelesaian sengketa bisnis internasional karena waktunya lama, memakan tenaga, memerlukan biaya tinggi, dan sering putusannya kurang memuaskan. Oleh karena itu diperlukan suatu alternatif penyelesaian sengketa selain pengadilan. Dewasa ini di negara-negara lain telah dikembangkan suatu alternatif penyelesaian sengketa selain dari pengadilan dan arbitrase, seperti : mediasi, konsiliasi, minitrial, dan lain-lain. Arbitrase yang semula sangat efektif dan efisien untuk penyelesaian sengketa bisnis telah menjadi sangat formal dan kurang efektif. Mediasi sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa telah berkembang cult-up pesat negara-negara maju, seperti Amerika Serikat, Australia, Kanada, Hong Kong, Jepang, Korea Selatan, Inggris, Singapura, dan lain-lain. Mediasi dipilih dan dikembangkan karena waktunya singkat, biaya retatif lebih ringan, hasilnya memuaskan para pihak (win-win solution). Di negara-negara itu mediasi telah melembaga sebagai alternatif penyelesaian sengketa bisnis. Secara internasional mediasi juga telah digunakan sebagai alternatif penyelesaian sengketa bisnis oleh lembaga-lembaga penyelesaian sengketa bisnis internasional, seperti : American Arbitration Association (AAA), International Chamber of Commerce (ICC), UNCITRAL, World Intellectual Property Organization (WIPO), dan Commercial Arbitration and Mediation Centre for Americas (CAMCA). Mediasi telah dikenal dalam sistem hukum Indonesia, tetapi tidak dapat berkembang dengan baik. Hal ini disebabkan oleh belum melembaganya mediasi sebagai penyelesaian sengketa bisnis. Belum melembaganya mediasi sebagai penyelesaian sengketa bisnis meliputi : peraturan perundang-undangan, prosedur pendayagunaan, sumber daya manusia, penyedia jasa mediasi, sumber dana, dan pemasyarakatan. Oleh karena itu pengembangan mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa bisnis di Indonesia harus secara kelembagaan."
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>