Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 96552 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adriana Soekandar Ginanjar
"Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh pemahaman yang mendalam dan holistik tentang proses healing pada istri yang suaminya berselingkuh. Disamping itu juga ingin diketahui faktor-faktor pendukung sepanjang proses tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan disain studi kasus. Partisipan penelitian adalah tiga orang istri yang mengikuti terapi perkawinan dengan peneliti dalam jangka waktu minimal 6 bulan atau setidaknya telah mengikuti 10 sesi terapi. Untuk meningkatkan kredibilitas penelitian, peneliti melakukan triangulasi sumber data. Data utama diperoleh dari catatan selama proses terapi. Sebagai tambahan, dilakukan wawancara mendalam untuk menggali proses healing secara lebih mendetil dan faktor-faktor yang membantu para istri berkembang ke arah positif. Data lain juga diperoleh melalui observasi sepanjang proses terapi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perselingkuhan suami memberikan dampak negatif dalam kehidupan istri. Mereka mengalami berbagai emosi negatif secara bersamaan yang tidak mudah untuk dihadapi. Setiap partisipan melalui proses healing yang unik, namun secara umum mereka melewati tahapan-tahapan berikut ini: 1) terkejut dan tidak percaya, 2) mengalami dan mengatasi emosi-emosi negatif, 3) membicarakan masalah perkawinan dengan suami, 4) memperbaiki kondisi perkawinan. Proses healing dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan eksternal. Beberapa faktor yang secara signifikan membantu proses healing adalah: agama, dukungan emosional, karakteristik kepribadian, perubahan positif pada suami, aktivitas yang mendukung aktualisasi diri, dan proses terapi.

The purpose of this research is to find an in-depth and holistic understanding of the betrayed wives? healing process. Also studied is any supporting factors that helps them in their healing process. This study uses qualitative method with case study design. Participants are researcher?s clients, which consist of three wives whose husbands are involved in extra marital affairs. They have been in therapy for at least six months or undergo at least ten continuous therapy sessions. This research uses several data collection methods, as data triangulation, to improve the credibility of the research. The main data source is the researcher?s notes taken in the therapy sessions. In addition, the researcher also conducts additional in-depth interview to inquire the participants? healing process in details, and the supporting factors that help them grow in a positive direction. Another source of data is observation through the therapy process.
The result shows that husbands? infidelity causes an extremely negative impact on the well-beings of their wives. They simultaneously undergo many intense negative feelings and this condition is usually extremely hard for them to experience. Every individuals go through their unique healing process, but in general they all go through the following stages: 1) shock and disbelief, 2) experience and coping with intense negative emotions, 3) talking about marital problem with the husbands, 4) repairing the damage. Healing process is influenced by internal and external factors. The factors that are significant in healing process are: religion, emotional supports, personality characteristics, positive changes of the husbands, self-actualizing activities, and therapy process."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ratih Cinthyadevi Erviantini
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pengambilan keputusan pada istri untuk mempertahankan pernikahan setelah perselingkuhan suami. Sudut pandang yang akan digunakan dalam mengulas hal ini adalah dengan menggunakan teori interdependence. Teori interdependence memiliki lima komponen yaitu reward, cost, comparison level, comparison level alternative, dan investasi. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan menggunakan tiga orang subjek penelitian yang memiliki suami yang pernah terlibat perselingkuhan. Dari penelitian ini diketahui bahwa ketiga subjek menilai bahwa perselingkuhan yang dilakukan suami sebagai sesuatu yang menyakitkan. Alasan utama ketiga subjek dalam mempertahankan pernikahan adalah karena cinta terutama dari anak dan uang. Reward yang didapatkan oleh ketiga subjek memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan cost yang mereka dapatkan. Ketiga subjek memiliki kesamaan dimana outcome yang diterima melebihi comparison level yang dimiliki subjek sehingga menimbulkan kepuasan akan pernikahan. Ketiganya menganggap perceraian akan memberikan dampak buruk bagi mereka. Ditambah lagi mereka telah menanamkan investasi yang cukup banyak dalam hubungan tersebut sehingga menguatkan keputusan untuk mempertahankan pernikahan.

This research tries to examine decision making process in wives who keep their marriages after their partner's affair by using interdependence theory approach. The dimensions of interdependence theory are reward, cost, comparison level, comparison level alternatives, and investment. This study use qualitative method. Responses from three participants whose husband had experienced in infidelity showed that the main reasons to keep their marriage are love especially from their children, and money. Rewards that they received exceed costs yield the positive outcome of their marriage. All the participants felt satisfaction during their marriage because outcome that they got from their marriage exceed their expectations or their comparison level. They perceived that they have poor alternative for this problem. The only alternative that currently available is divorce but this alternative can give severe impact for their life. It makes them decide to remain in their relationship. In addition, they have invested many things in their marriage. Investment that they have done strengthen their commitment to their marriage.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika Sari
"Di Indonesia, terutama di Jakarta tampaknya perselingkuhan telah menjadi gaya hidup dalam masyarakat. Fenomena ini tidak hanya terjadi di kota-kota besar seperti halnya Jakarta, tetapi juga di kota-kota kecil atau di daerah (h;tp://www.e-psikologi.comkeIuarg/seling5uh.htm) Data yang diproleh menunjukkan dari
sejumlah praktek konsultasi perkawinan (Marriage Counseling) yang ada di Jakarta
membuktikan bahwa sebahagian besar penyebab terjadinya krisis dalam perkawinan adalah dikarenakan masalah perselingkuhan (Hawari, 2002).
Akibat dari perselingkuhan suami, maka istri akan mengalami perasaan sakit hati dan kecewa Oleh karena itu untuk dapat mengatasi perasaan tersebut dan
mengembalikan hubungan seperti sebelumnya, maka diperlukan adanya perilaku mwmaatkan pada istri.
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana gambaran forgiveness pada istri sebagai upaya untuk mengembalikan keutuhan rumah tangga akibat perselingkuhan suami dan faktor apa saja yang menyebabkaan istri memanfaatkan perselingkuhan yang dilakukan oleh suami. Responden penelitian 2 orang, responden
pertama adalah N dan reaponden kedua adalah A yang memiliki pengalaman suami berselingkuh dan subjek hingga sekarang masih bertahan dalam perkawinannya.
Hasil studi menunjukkan bahwa lamanya berpacaran dan saling mengenal
tidak memiliki pengaruh tehadap keinginan pasangan untuk berselingkuh Subjek pertama, yaitu N menilai menilai perselingkuhan yang dilakukan oleh pasangan dikarenakan adanya kekurangan dalam dirinya dalam melayani pasangan (kegiatan seksual). Namun, N menyadari bahwa pasangan berselingkuh bukan hanya dikarenakan kekurangan dalam dirinya, tetapi hal tersebut telah menjadi sifat suami
yang kelika berpacaran telah memiliki banyak kekasih. Sebaliknya., subjek kedua,
yaitu A menilai pasangan berselingkuh dikarenakan terpengaruh oleh teman-teman kantornya. Jenis perselingkuhan yang dilakukan oleh masing-masing pasangan subjek
juga berbeda-beda. Pada subjek N, pasangan berselingkuh iebih dengan satu orang, yaitu dengan keponakan N dan dengan teman satu profesi. Perselingkuhan yang
dilakukan suami berlangsung bertahun-tahun, bahkan sepanjang perkawinan, dimana perselingkuhan jenis ini dapat digolongkan dalam Long-term Ajair. Sedangkan suami A berselingkuh dengan wanita yang bekerja sebagai pegawai magang dikantorya. Perselingkuhan yang dilakukan oleh suami A dikarenakan adanya suasana
yang mendukung dan belum adanya keterikatan emosional dan komitmen apa pun terhadap partner seksualnya, sehingga perselingkuhan jenis ini dapat digolongkan dalam Flings.
Kedua subjek belum dapat memaatkan sepenuhnya psrseiingkuhan yang
dilakukan oleh pasangannya. Perilaku memaafkan hanya terlihat dari tindakan subjek sehari-hari yang masih melayani kebutuhan suami, sepeni masih menyiapkan sarapan
dan masih melakukan hubungan seksual. Namun, perilaku memaaikan belum dapat dihayati dan dirasakan sepenuhnya dalam diri subjek. Hal ini dikarenakan adanya
rumination about Iransgression, yaitu kocenderungan Subjek untuk terus menerus mengingat kejadian perselingkuhan suami, sehingga menghalangi dirinya untuk memaafkan. Oleh karena itu, perilaku memaafkan subjek terhadap perselingkuhan
suami tergolong dalam dimensi Holiow Forgiveness, yaitu subjek dapat
mengekspresikan secara konkret pemanfatan melalui perilaku, namun sebenamya ia belum dapat merasakan dan menghayati adanya pemaafan dalam dirinya.
Kedua subjek masih bertahan dalam perkawinan dikarenakan oleh alasan
pribadi, yaitu anak. Walaupun pada subjek A, sclain karcna alasan pribadi, ia masih berlahan dalam perkawinan dikarenakan oleh alasan Enansial, yaitu ketergantungan secara ekonomi terhadap suami dan meuganggap perselingkuhan bukan merupakan
alasan untuk bercerai. A menganggap apabila ia bcrccrai dari suaminya belum tcntu ia akan mendapatkan suami yang lebih baik dafi suaminya sekarang"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T38512
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christine Natalia
"ABSTRAK
Pernikahan adalah satu institusi sosial yang paling penting dan mendasar dalam masyarakat dan merupakan salah satu bentuk intimale relationship yang paling vital. Orang menikah karena berbagai macam alasan dan tujuan antara lain untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan psikologis. Dalam beberapa pernikahan ada kalanya terjadi suatu fenomena yang disebut perselingkuhan sehingga apa yang diharapkan pasangan dari pernikahan tidak lagi terpenuhi. Ada beberapa perselingkuhan yang berlangsung selama bertahun-tahun lamanya, bahkan sepanjang pernikahan seseorang. Dalam kondisi seperti ini pasangan yang dikhianati tentunya merasakan penderitaan yang berkepanjangan. Penelitian ini bertujuan untuk mencari alasan dari para istri yang tetap bertahan dalam status pernikahannya walau suami mereka terlibat perselingkuhan jangka panjang. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih menyeluruh atas permasalahan tersebut, maka dicari juga gejala stress yang dialami para istri tersebut, masalah yang dihadapi, serta bagaimana mereka mengatasi hal-hal tersebut sehingga mampu bertahan selama ini. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif melalui tehnik penelitian studi kasus. Data yang diolah dalam penelitian ini diperoleh melalui metode wawancara dan observasi selama wawancara dilakukan. Pengambilan data dilakukan pada tiga orang wanita yang suaminya terlibat perselingkuhan jangka panjang. Ketiga subyek adalah ibu rumah tangga dan jangka waktu perselingkuhan suami berkisar antara delapan sampai sepuluh tahun. Ketiga subyek tetap berada dalam ikatan pernikahan dengan suaminya tersebut hingga wawancara dilakukan. Hasil dari penelitian ini secara umum menunjukkan bahwa ketiga subyek tetap bertahan dalam pernikahannya karena mereka tidak mempunyai pilihan lain. Mereka tidak memiliki biaya untuk mengurus perceraian sendiri dan bahkan masih ada subyek yang menggantungkan hidup dari kiriman uang suaminya. Ketiga subyek juga percaya bahwa apa yang mereka alami ini adalah takdir yang digariskan Tuhan sehingga mereka harus menerimanya. Secara khusus, Ada satu subyek yang masih mengharapkan pernikahannya dapat pulih kembali suatu hari nanti dan ada satu subyek yang suaminya memang menolak untuk menceraikan dirinya. Masalah khusus yang mereka hadapi meliputi masalah ekonomi, pengasuhan anak, dan perbandingan diri dengan selingkuhan suaminya. Gejala stres yang dialami bervariasi mulai dari gejala fisik yaitu sakit, gejala kognitif, gejala emosi, dan gejala perilaku. Untuk coping terhadap masalah yang dialami, secara umum para subyek mengaku sudah mampu menerima kenyataan, tidak menyalahkan diri sendiri atas perselingkuhan yang dilakukan oleh suami, dan mencoba bersikap masa bodoh terhadap perselingkuhan tersebut. Secara khusus terdapat variasi dari ketiga subyek dalam mengatasi permasalahan mereka. Hal-hal tersebut antara lain adalah dengan mendekatkan diri pada Tuhan, mendapat dukungan dari kerabat dan teman, berharap untuk menikah lagi suatu hari nanti, mempertahankan belief negatif tentang pria, mencari kesibukan, dan hanya mengingat kejelekan suami saja. Ada juga subyek yang mengurangi rasa tertekannya dengan melampiaskannya secara verbal terhadap suami lewat makian dan kata-kata penghinaan. Untuk penelitian selanjutnya peneliti menyarankan untuk menambah nara sumber yang diwawancara meliputi anak-anak, kerebat, dan sahabat subyek. Peneliti juga menyarankan untuk dilakukan penelitian mengenai pengaruh belief akan takdir terhadap sikap seseorang dalam pernikahannya. Pemikiran ini muncul karena ketiga subyek dalam penelitian ini memiliki 6e//e/bahwa apa yang mereka alami sekarang adalah takdir. Peneliti juga menyarankan agar penelitian selanjutnya tidak terpaku pada teori yang sebagian besar berasal dari luar negeri dalam menganalisis data karena kenyataan yang terjadi di Indonesia dapat berbeda dengan teori yang diperoleh."
2005
S3513
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitompul, A. R Adelany
2001
S3041
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agrina Ika Wahidayati
"Di Indonesia, tindak kekerasan dalam rumah tangga menduduki peringkat ke-10 dalam penyebab kematian perempuan usia subiu' pada tahun 1998 (Depkes, 2000). Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Indonesia mengatakan bahwa 11,4% dari 217.000.000 jiwa penduduk Indonesia atau sekitar 24.000000 perempuan mengaku pemah mengalami kekerasan, dan kekerasan yang terbanyak adalah kekerasan dalam rumah tangga. Meskipun kejahatan ini tenjadi di banyak tempat, kejahatan ini masih tetap tersembunyi dalam kehidupan masyarakat dan terlindungi dari intervensi dunia luar, karena nilai patriarki yang mewarnai sikap dan kultur kehidupan kebanyakan keluarga di Indonesia.
Korban dari kekerasan dalam rumah tangga merasakan dampaknya dalam berbagai bentuk, baik secara rnedis, emosional, maupun mempengaruhi pekerjaan istri. Istri yang terjebak dalam hubungan dengan kekerasan mengalami kebingungan dan tekanan manipulasi, teror, dan ancaman yang harus diterima, serta merasa cemas dan depresif (Poerwandari, 2000). Karenanya, situasi kekerasan dalam rumah tangga merupakan sumber stres bagi istri. Mengingat dampak yang mengganggu kehidupan sehari-hari yang aman dan nyaman, istri melakukan usaha-usaha untuk mengatasi kondisi stresfid tersebut Usaha istri untuk membebaskan diri dari kekerasan sebagai sumber stres merupakan suatu proses. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dialami istri, memahami proses coping yang terjadi, serta menetahui keefektifan coping istri dalam menghadapi bentuk-bentuk KDRT tersebut. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif karena peneliti berusaha untuk menggali lebih dalam pemaasalahan kekerasan dalam rumah tangga. Alat ‘Inventori Sirategi terhadap Kekerasan’ dan ‘Abusive Behavior Observation Checklist (ABOC)’ yang disusun Dutton (1996) digunakan sebagai pembanding hasil wawancara. Subyek yang berpartisipasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 5 orang. Hasil penelitian ini memmjukkan bahwa bentuk kekerasan dalam rumah tangga yang teljadi adalah kekerasan fisik, psikologis, ekonomi, seksual, dan perampasan kemerdekaan, masing-masing deugan intensitas dan Eekuensi yang bervariasi. Keberlangsungan proses coping merupakan hasil interaksi aspek-aspek eksternal dan aspek-aspek dalam individu, serta penilaian terhadap ancaman stresor dan sumber daya yang dimiliki untuk rnengatasi tindak kekerasan. Berdasarkan proses tersebut, istri yang mengalami kekerasan dapat menggunakan strategi untuk mengakhiri perkawinan, mempertahankan perkawinan dengan tetap berusaha untuk merubah perilaku suami, atau bertahan dengan menerima atau memaklumi tindak kekerasan. Keefektifan strategi coping berlaku spesifik pada tiap-tiap kasus kekerasan, seiring dengan sumber daya individu dan sirategi coping yang digunakannya. Tanda-tanda keefektifan strategi coping terhadap kekerasan dalam rumah tangga dapat dilihat dari berkurangnya frekuensi dan intensitas kekerasan, tidak adanya afek negatifl serta dapat melakukan kegiatan sehari-hari dengan baik tanpa gangguan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T38220
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Baby Ingrid
"Seiring dengan perkembangan yang terjadi di berbagai bidang kehidupan, kini wanita maupun pria memiliki kesempatan yang sama untuk mengembangkan diri. Wanita yang bekerja di luar rumah menjadi sorotan masyarakat ketika ia memutuskan untuk tetap bekerja setelah menikah dan mempunyai anak. Pandangan tradisional masyarakat menuntut wanita untuk bertanggung jawab terhadap urusan rumah tangga dan pengasuhan anak. Ada berbagai alasan mengapa seorang istri memutuskan untuk bekerja. Selain untuk memperoleh penghasilan (ekonomis) juga adanya kebutuhan untuk memperluas wawasan intelektual dan interaksi sosial (non-ekonomis).
Keputusan istri untuk bekerja mendatangkan konsekuensi pada tiga aspek dalam lingkungannya, yaitu pada hubungan perkawinan, pada anak serta pada dirinya sendiri. Penelitian-penelitian yang dilakukan selama ini cenderung berfokus pada konsekuensi negatif tanpa lebih dalam melihat pandangan obyektif, dari pihak istri dan suami. Oleh karena itu, penelitian ini ingin mengetahui gambaran yang lebih mendalam mengenai persepsi kedua pihak terhadap tujuan dan konsekuensi istri yang bekerja penuh waktu. Adapun yang dimaksud persepsi adalah interpretasi secara selektif oleh individu untuk memberi arti pada Iingkungannya Dengan demikian permasalahan dalam penelitian ini ialah : Bagaimanakah persepsi suami dan istri terhadap istri yang bekerja sebagai karyawati penuh waktu ?
Penelitian ini menggunakan pengumpul data berupa kuesioner dan wawancara sebagai pelengkap. Subyek penelitian ialah pasangan suami-istri yang bekerja penuh waktu sudah mempunyai anak, berpendidikan minimal SLTA. Istri berusia 22-45 tahun dan bekerja di instansi swasta.
Hasil yang diperoleh dari 57 pasang suami-istri menunjukkan bahwa istri dan suami mempersepsi adanya tujuan ekonomis dan non-ekonomis dari bekerja. Adapun terhadap konsekuensi, suami mernpersepsi konsekuensi yang positif dari istri yang bekerja sedangkan istri mempersepsi adanya konsekuensi yang positif dan sekaligus negatif pada hubungan perkawinan, anak dan diri istri yang bersangkutan. Hasil tambahan menyatakan bahwa semakin positif persepsi suami terhadap konsekuensi istri bekerja semakin negatif persepsi istri, sebaliknya semakin positif persepsi istri semakin negatif persepsi suami. Hasil wawancara mendukung hasil di atas dan memberi data tambahan bahwa pasangan suami istri cenderung rnenjalankan peran tradisional.
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa istri bekerja untuk tujuan ekonomis dan non-ekonomis, dimana hal ini dipersepsi sama pentingnya oleh suami maupun istri. Berkaitan dengan konsekuensi istri bekerja, ternyata persepsi suami Iebih positif dibandingkan dengan persepsi istri bekerja yang bersangkutan. Sebagai tambahan, hasil penelitian ini juga mengungkapkan bahwa pasangan suami-istri mempersepsikan peran masing-masing dalam rumah tangga yang masih cenderung tradisional."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997
S2484
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Suwarningsih
Depok: Universitas Indonesia, 1993
S2245
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sawitri Sjah
"Dalam penelitian ini, yang dimaksud kekerasan domestik adalah tindak kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh suami terhadap istrinya. Di Indonesia, saat ini, masalah kekerasan domestik telah menjadi masalah sosial yang serius yang ditandai dengan semakin meningkatnya laporan statistik mengenai kasus tersebut, dan banyaknya pemberitaan di media massa yang mengungkap mengenai masalah kekerasan domestik.
Akibat dari kekerasan domestik tentu saja dialami oleh para istri yang menderita baik secara fisik maupun psikologis. Disamping itu, anak-anak merekapun tidak luput dari akibat kekerasan domestik tersebut. Namun demikian, banyak istri yang bertahan atau harus bertahan dalam perkawinan rnereka karena berbagai sebab. Untuk itu, mereka harus melakukan coping terhadap tindak kekerasan yang dilakukan oleh suami mereka.
Ada tiga belas jenis strategi coping yang dikembangkan oleh Carver, Scheier, dan Weintraub (1989) yang dapat digunakan oleh istri dalam menangani masalah kekerasan domestik tersebut, yang dapat dibagi atas strategi coping Problem- Focused Emotion-Focused (yang termasuk dalam strategi coping yang efektif) dan strategi coping maladaptif (yang mempakan strategi coping yang kurang efektif). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai perilaku coping istri dalam menghadapi tindak kekerasan yang dilakukan oleh suami.
Penelitian ini dilakukan dengan mewawancarai istri yang teIah mengalami tindak kekerasan fisik dari suaminya dan masih bertahan dalam perkawinannya. Pemilihan subyek penelitian menggunakan metode purposif sampling.
Dari penelitian kualitatif ini diperoleh hasil bahwa keempat orang istri dalam penelitian ini umumnya melakukan strategi coping yang termasuk dalam Problem-Focused Coping dan Emotion-Focused Coping. Namun pada awalnya, tiga orang istri sernpat melakukan strategi coping yang maladaptif selama beberapa waktu. Jadi ada berbagai macam cara yang dapat dilakukan oleh istri dalam menangani tindak kekerasan suami. Karena istri memutuskan untuk bertahan daiam perkawinannya, istri tetap dapat berusaha untuk mengurangi atau bila mungkin, menghentikan tindak kekerasan suami. Jadi istri tidak secara pasif menerima saja segala perlakuan suami tanpa berusaha mencari cara untuk menanganinya.
Penelitian lanjutan dapat dilakukan terhadap subyek istri yang mengalami kekerasan domestik dan masih bertahan dalam perkawinannya, dengan lebih memperhatikan jangkauan lapisan sosial ekonomi, sehingga diharapkan dapat lebih terlihat keanekaragaman cara penanganan yang dilakukan istri, yang mungkin berbeda-beda, karena adanya perbedaan status sosial ekonomi.
Dapat pula dilakukan penelitian terhadap pasangan (suami-istri) yang telah berhasil mengatasi masalah kekerasan domestik dalam rumah tangganya, untuk melihat tindakan-tindakan/langkah-langkah apa saja yang telah mereka lakukan dalam menangani rnasalah mereka, yang mungkin dapat ditiru/diikuti oleh pasangan-pasangan lain yang memiliki masalah yang sama."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998
S2654
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyuningsih
"Awal terciptanya suatu ikatan perkawinan seharusnya melalui tahap-tahap penetrasi sosial (Altman & Taylor, 1973). Sejalan dengan berkembangnya hubungan antar pribadi pada masing-masing pihak tidak terlepas dari komunikasi antar pribadi. Komunikasi antar pribadi dalam sebuah hubungan merupakan kunci kesuksesan atau keharmonisan dalam bentuk hubungan yang diinginkan.
Ada sepuluh karakter dari komunikasi antar pribadi yang harus dijalankan oleh masing-masing individu (Devito, 1990). Setelah tercipta komunikasi antar pribadi yang efektif maka akan timbul rasa percaya (O'Hair, Friedrich, Wiemann & Wiemann, 1997).
Dari rasa percaya tersebut maka dengan sendirinya seseorang akan mencoba untuk mengungkapkan dirinya atau memberikan informasi mengenai dirinya kepada pasangannya (self disclosure), bersifatnya timbal balik dan menjadikan suasana lebih akrab (Jourard, 1959; Jourard & Lansman, 1960; Jourard & Richman, 1963; Chittick & Himelstein, 1967).
Salah satu cara untuk mengungkapkan diri adalah dengan sharing (Stewart & D'Angelo, 1988) serta dengan listening (O'Hair, Friedrich, Wiemann & Wiemann, 1997).
Hubungan antar pribadi tersebut akan berkembang menjadi hubungan yang stabil (Stable Exchange) (Altman & Taylor, 1973; O'Hair, Friedrich, Wiemann & Wiemann, 1997). Dimana untuk memasuki ikatan perkawinan itu seseorang harus mempersiapkan dirinya dalam sebuah komitmen (Tubbs & Moss, 1996; Stewart & D'Angelo, 1988; Ruben, 1992) dan juga cinta (gunarsa, 1978).
Tetapi dalam sebuah perkawinan tentunya tidak lepas dari konflik yang mengangkat permasalahan yang sesunggguhnya maupun emosional (Watton, 1987). Permasalahan emosional dapat berupa tidak terpemuhinya sepuluh kebutuhan emosional dari pasangan menikah (Harley Chalmers, 1998). Penyelesaian konflik yang terjadi diantara pasangan suami istri tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain dengan kompetitif, kalaborasi, kompromi, penghindaran; dan akomodasi (Hacker & Wilmot, 1978; Fitzpatrick, 1988).
Pada kenyataannya permasalahan yang muncul dalam konflik-konflik tersebut tidak semuanya dapat diselesaikan dengan komunikasi. Akhirnya salah satu pihak yang merasakan ketidakpuasan dalam hubungan antar pribadi dalam ikatan perkawinan mencoba untuk mencari penyelesaiannya diluar perkawinan (Fromm, 2000) yang berdasarkan pada alasan psiko fisik, sosial, dan psikologi (Satiadarma, 2001).
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dimana pendekatan diarahkan pada latar belakang kehidupan individu secara utuh. Data yang digunakan bersifat deskriptif, dikumpulkan dari hasil wawancara yang mendalam (depth interview) terhadap tujuh pasangan menikah yang salah satu pihaknya melakukan perselingkuhan dengan menggunakan teknik bola salju (snow ball). Tipe penelitian yang digunakan adalah studi kasus yang mengangkat masalah perselingkuhan diantara pasangan menikah.
Hasil analisis dari penelitian ini adalah bahwa semua konflik melibatkan komunikasi tetapi tidak semua konflik berawal dari komunikasi yang menyedihkan (Stewart & D'Angelo, 1988). Dan penyelesaian konflik tidak harus dalam bentuk komunikasi verbal tetapi juga dapat menggunakan komunikasi non verbal karena penyelesaian konflik yang biasanya timbul dalam pasangan menikah adalah cendrung lebih berorientasi pada menjaga suatu hubungan (Fitzpatrick, 1988)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T9734
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>