Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 133731 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dwi Puspitorini
"Teks Cantakaparwa (CP) yang ditulis di atas lontar merupakan teks prosa berbahasa Jawa Kuno. Teks ini tergolong unik
dan menarik selain karena memuat cerita Sutasoma yang terkenal juga bahasa yang digunakan memperlihatkan campuran
struktur Bahasa Jawa Kuno (BJK) dan bahasa Jawa (BJ) sebagaimana digunakan oleh orang Jawa saat ini. Hal tersebut
menjadi latar belakang dilakukannya penelitian terhadap aspek gramatikal teks CP. Penelitian yang masih dalam tahap awal
ini memilih verba sebagai focus alisis. Alasan yang mendasarinya adalah karena verba secara dominan menjadi pengisi
predikat, sedangkan predikat adalah bagian kalimat yang paling penting. Ada dua pokok bahasan yang disorot yaitu (a)
bagaimana tata bentuk kata polimorfemis berkategori verba dalam teks Cantakaparwa; dan (b) bagaimana struktur kalimat
berpredikat verbal dalam teks Cantakaparwa? Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode linguistik sinkronik,
yang sering pula disebut deskriptif. Metode ini dipandang sesuai dengan tujuan penelitian ini karena melihat bahasa yang
hidup dalam kesatuan kurun waktu tertentu. Hasil penelitian menunjukkan adanya gabungan antara aspek gramatikal BJK
dan BJ di dalam teks CP. Afi ks pembentuk verba sebagian besar sama dengan yang ada di BJK, namun bentuk-bentuk
yang hanya dimiliki oleh BJ sudah muncul. Pola kalimat P + S yang dalam BJK biasanya dibatasi dengan partikel penegas,
sedikit sekali ditemukan dalam teks CP.
Cantakaparwa Manuscripts (CP) written on palm-leaves are prose texts in old Javanese. These texts considered unique and
interesting because they contain the famous story of Sutasoma and the language used in it is the combination of old and
modern Javanese. These are the main reason why the grammatical aspects of CP texts become the focus of this research.
This research, which is still in its early stage, chose verbs as the focus of the analysis. The reason is that verbs dominantly
function as predicate, and predicate is the most important part of a sentence. There are two topics that will be focused on, i.e.
(a) what are the forms of polymorpheme verbs in CP texts?, (b) what are the structure of sentences with verbal predicates in
CP texts? The method used in this research is a synchronic language method, which is also known as a descriptive method.
This method is considered in accordance with the objective of this research because it tries to fi nd out a language that exists
at a certain time. The results of the research show that there are some combinations of old and modern Javanese grammatical
aspects in CP texts. Most affi xes that function as verb formers in modern Javanese are the same as those in old Javanese.
However, the forms that can only be found in modern Javanese began to appear. The sentence patterns with Predicate +
Subject in old Javanese are usually marked by particles of emphasis, but they are rarely found in CP texts."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2002
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dwi Puspitorini
"ABSTRAK
Teks Cantakaparwa (CP) yang ditulis di atas lontar merupakan teks prosa berbahasa Jawa Kuno. Teks ini tergolong unik dan menarik selain karena memuat cerita Sutasoma yang terkenal juga bahasa yang digunakan memperlihatkan campuran struktur BJK dan bahasa Jawa (BJ) sebagaimana digunakan oleh orang Jawa saat ini. Hal tersebut menjadi latar belakang dilakukannya penelitian terhadap aspek gramatikal teks CP.
Penelitian yang masih dalam tahap awal ini memilih verba sebagai focus alisis. Alasan yang mendasarinya adalah karena verba secara dominan menjadi pengisi predikat, sedangkan predikat adalah bagian kalimat yang paling penting. Ada dua pokok bahasan yang disorot yaitu (a) bagaimana tata bentuk kata polimorfemis berkategori verbs dalam teks Cantakaparwa: dan (b) bagaimana struktur kalimat berpredikat verbal dalam teks Cantakaparwa?
Metade yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode linguistik sinkronik, yang sering pula disebut deskriptif. Metode ini dipandang sesuai dengan tujuan penelitian ini karena melihat bahasa yang hidup dalam kesatuan kurun waktu tertentu.
Hasil penelitian menunjukkan adanya gabungan antara aspek gramatikal BJK dan BJ di dalam teks CP. Afiks pembentuk verba sebagian besar soma dengan yang ada di BJK, namun bentuk-bentuk yang hanya dimiliki aleh BJ sudah muncul. Pola kalimat P + S yang dalam BJK biasanya dibatasi dengan partikel penegas, sedikit sekali ditemukan dalam teks CP. "
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2001
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Woro Retno Mastuti
"Cerita Sutasoma adalah kisah tentang Sutasoma sebagai titisan Buddha menjelma ke dunia untuk menyelamatkan manusia dari serangan raksasa. Dalam karya sastra Jawa Kuno, cerita ini digubah dalam bentuk kakawin Sutasoma. Selain berisi tentang kepahlawanan Sutasoma, kakawin ini juga menyuguhkan ide-ide religius yang muncul pada jaman Majapahit. Kakawin Sutasoma sendiri digubah oleh Mpu Tantular antara tahun 1365 sampai 1389. Selain itu, Sutasoma juga dapat ditemukan dalam bentuk parwa (prosa Jawa Kuno). Kisah Sutasoma tersebut dapat kita jumpai dalam naskah Cantakaparwa, yang dianggap sebagai ensiklopedi sastra Jawa Kuno. J. Ensink telah membahasnya dengan menggunakan naskah-naskah koleksi Kirtya, Bali. CP. 21 adalah naskah Cantakaparwa koleksi FSUI yang luput dari pembahasan Ensink_ Di samping itu, naskah-naskah Cantakaparwa koleksi Perpustakaan Nasional RI Jakarta juga belum dibahas oleh Ensink. Penelitian terhadap cerita Sutasoma dalam Cantakaparwa ini menggunakan pendekatan filologi dan analisis sastra ( pendekatan intrinsik).
Naskah Cantakaparwa yang diteliti ada 5 naskah. Dari ke-5 naskah tersebut dapat dibagi 2, yaitu naskah koleksi PNRI merupakan satu kelompok dengan naskah garapan Ensink; sementara naskah CP.21 adalah varian dari naskah kelompok Ensink. Dan sudut sastra, nilai estetika yang terkandung dalam kakawin Sutasoma lebih dapat dirasakan dan dinikmati ketimbang parwa, yang sederhana dan lugas. Nilai keindahan dalam kakawin mempunyai arti sebagai doa sang penyair kepada `dewa keindahan'. Sampai saat ini, cerita Sutasoma masih digemari di Bali. Cerita tersebut ditransformasikan dalam berbagai bentuk, antaral lain seni lukis, wayang. Bahkan Pemda Dati 1 Bali menyebarluaskan cerita Sutasoma ini di kalangan pelajar, dalam bahasa Bali. Hanya saja, tema religius yang sangat kental dalam kakawin Sutasoma, berganti menjadi tema kepahlawanan."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2000
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Retno Wulandari
"Penelitian terdahulu menyebutkan bahwa ibu melahirkan secara sectio cae-
sarea cenderung lebih lambat melakukan inisiasi menyusu dini dan mem-
punyai prevalensi lebih rendah dalam praktik ASI ekslusif dibanding Ibu
melahirkan pervaginam. Ibu post sectio caesarea juga tidak memulai
menyusui bayinya pada hari pertama melahirkan. Tujuan penelitian ini
adalah mengetahui faktor yang menyebabkan rendahnya praktik inisiasi
ASI pada Ibu post sectio caesarea termasuk peran tenaga kesehatan di se-
buah rumah sakit di Surabaya. Sebanyak 72 ibu yang melahirkan secara
sectio caesarea selama bulan Juni 2012 telah menandatangani informed
consent, diobservasi sejak masuk rumah sakit sampai akhir hari ke-2 post
sectio caesarea, dan diwawancara dengan menggunakan kuesioner. Hasil
penelitian menunjukkan semua ibu sudah mempunyai pengetahuan yang
baik tentang ASI, 26,4% di antaranya sudah mempunyai pengalaman se-
belumnya dalam memberikan ASI, tetapi hanya 6,9% dan total 29,2% yang
mulai memberikan ASI pada hari pertama dan kedua pasca sectio cae-
sarea. Dukungan tenaga kesehatan dalam hal membantu proses pember-
ian ASI dilaporkan masih rendah. Uji korelasi mendapatkan bahwa dukun-
gan tenaga kesehatan dan kondisi rawat gabung adalah faktor yang
berhubungan dengan praktik pemberian ASI (p value 0,39; p = 0,001; phi
value = 0,47; p = 0,001). Rendahnya pemberian ASI ibu pasca sectio cae-
sarea berkorelasi dengan rendahnya dukungan tenaga kesehatan dan pe-
nundaan rawat gabung.
Previous studies showed that breastfeeding initiation was late in babies
born with sectio caesarea compared to those with vaginal delivery and
prevalence of exclusive breastfeeding practice was low in the former group.
There was no breastfeeding initiation in the first day of post sectio caesarea.
The objective of this study was to define factors correlated to low breast-
Rendahnya Praktik Menyusui pada Ibu Post Sectio
Caesarea dan Dukungan Tenaga Kesehatan di Rumah
Sakit
The Low Practices of Breastfeeding for Sectio Caesarea Women and Health
Workers Support in Hospital
Dwi Retno Wulandari, Linda Dewanti
feeding practice initiation on post sectio caesarea mother, including the role
of health workers in a hospital in Surabaya. 72 post sectio caesarea moth-
ers were observed and interviewed on 1-30 June 2012 to find the factors
correlated with breastfeeding practice. The results showed that although all
the mothers already had a good knowledge about breastfeeding, and 26.4%
of them had previous experience in breastfeeding, only 6.9% and 29.2% of
total breastfeeding is started on the first and second post sectio caesarea
respectively. Support for breastfeeding practice from health workers was
low, and there were significant correlation between the support and room-
ing conditions with breastfeeding practices (p = 0.001). We concluded that
low level of breastfeeding practice on mother with sectio caesarea correlat-
ed with low support of health professional and with the delay of room-in
practice."
Universitas Airlangga, Fakultas Kedokteran, Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Kedokteran, 2014
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Priyonggo
"Tesis ini bertolak dari pernyataan Panglima Besar Soedirman pada tanggal 16 Agustus 1946 di Yogyakarta, bahwa Tentara Nasional Indonesia lahir karena Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan bersumpah mati-matian hendak mempertahankannya, sebab Proklamasi itulah menjadi dasar dan pokok pegangan serta perjuangan Bangsa Indonesia seluruhnya, buat hari esok dan hari selamanya.
Tidak dapat diingkari bahwa falsafah Jawa "Rumangsa Handuweni, Wajib melu Hangrukebi, Mulat Salira Hang rasa Wani", menjiwai perumusan Sapta Marga, yang kemudian secara resmi menjadi pedoman bagi setiap anggota ABRI dalam bermasyarakat , berbangsa dan bernegara dan bahkan membentuk jati diri A.BRI. Dalam perjalanan sejarah Republik Indonesia, yang diawali dengan Demokrasi Liberal, kemudian Demokrasi Terpimpin yang disusul Demokrasi Pancasila, ternyata bahwa Dwifungsi ABRI ikut serta memberikan kontribusinya pada pembangunan bangsa, selain mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia Proklamasi 17 Agustus 1945.
Mengacu pada "Mulat Salina Hang rasa Ward - berani untuk terus menerus meneliti dan melakukan evaluasi atas diri ", bisa disimpulkan betapa besar "PR" yang masih belum terselesaikan untuk menghadapi masa depan, Abad ke XXI.
Kajian dengan model Ketahanan Nasional semakin menunjukan bahwa Dwifungsi ABRI tidak hanya beraspek Politik saja, sebagaimana ilmu dari Barat membatasinya, tetapi jauh lebih luas daripada itu.
Namun begitu,disadari bahwa Dwifungsi ABRI hanyalah sarana untuk mewujudkan cita-cita nasional sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, sehingga menunjukan relevansinya dalam menghadapi masa depan- masa perpacuan besar antar bangsa, demi kelanjutan hidup NKRI. Dengan demikian jelas bahwa Dwifungsi ABRI bukan tujuan.
Dengan adanya peningkatan kualitas sebagian masyarakat sebagai hasil pembangunan itu sendiri, dan dengan diterimanya Pancasila sebagal satu-satunya asas bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, masyarakat semakin sadar akan haknya untuk ikut serta dalam masalah kenegaraan, maka tibalah saatnya bagi ABRI untuk mengambil posisi baru . Seorang intelektual menggambarkannya dengan "steering, rather than rowing", sehingga dalam posisi inilah Dwifungsi ABRI bisa diterima masyarakat. Namun untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat sebagai "helmsman" (jurumudi) dalam mengarungi masa depan yang penuh tantangan dan gejolak, masih diperlukan kewibawaan, kearifan, keteladanan serta intelektualitas, selain komitmen dan penghayatan mendalam Sapta Marga dan Delapan Wajib ABRI maupun Sumpah Perajurit."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1996
T5620
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bahtiar Effendy
Jakarta: Ushul Press, 2006
297.65 BAH g
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Nurzannah
Depok: Universitas Indonesia, 1993
S25379
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Kropak asal Bali, berisi teks Jawa Kuna Cantakaparwa, yang menyerupai ensiklopedi tentang cerita-cerita epos, terutama dari siklus Mahabharata dan Ramayana. Teks dimulai dengan terciptanya dunia beserta segala isinya, seperti serangga, serba yang bernyawa, adanya gunung, matahari, bintang, dan lain-lain serta asal-usul atau arti kata-kata yang menjadi uraian dalam teks Cantakaparwa ini. Selain itu juga sebutan sejumlah tokoh-tokoh Bhagawan, Mahabharata seperti Darmadewa, Janardana, Kangsa, Kama, Rama Prasu, dan lain-lain. Teks dilanjutkan dengan uraian tentang bidadari di Surga, cerita Arjuna tapa, keterangan tentang pengertian guru lagu secara panjang lebar, cerita tentang raksasa Sunda dan Nisunda (anak sang Purbaka) sampai lahirnya Marica, cerita Bhagawan Daksa, Rama Prasu, patih Suwanda, dan lain-lain. Dalam naskah ini disinggung juga tentang Lapitaparwa yang menguraikan sirnanya para Korawa, Kresna, Arjuna, Nakula, dan Sahadewa. Kemudian uraian tentang kelahiran para kera (wanara) seperti Hanoman, Sugriwa dan lain-lainnya yang mengabdi dan membantu Rama memerangi Dasamuka. Teks berakhir dengan cerita Prabhu Yaksa (Maraja Lingga Bawa), yang berputra Wignatsawa dan Madasga. Wignatsawa bertempat di kraton Joti Prabamandala. Raja ini sangat sakti dalam perang, sehiingga dapat hadiah bidadari dari Sanghyang Prajapati bernama Bidadari Pracasti. Dari perkawinan mereka lahirlah sang Waladewa dan sang Wignahetu. Naskah ini selesai ditulis pada hari Buda (Rabu) Pon Wayang, sasih 10 (Kedasa) sekitar bulan April tanpa angka tahun (h.246b). Lontar ini rupanya diperoleh I Gusti Jlantik, Singaraja, pada tahun 1892. Pada lempir terakhir terdapat catatan tambahan, menyebutkan bahwa A.A.G. Jlantik selesai membacanya pada tanggal 10 September 1967. Bandingkan dengan koleksi Kirtya 295 dan LOr 9246, yang juga memuat teks Cantakaparwa."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CP.21-LT 228
Naskah  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>