Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 52987 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
Indra Hermawan
"Kontaminasi derau pada sistem pemantauan EKG dapat mengakibatkan kesalahan analisis dan diagnosis. Kesalahan tersebut dapat mengakibatkan tingginya false alarm rate (FAR). Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengurangi bahkan menghilangkan derau pada sinyal EKG. Namun berbagai metode tersebut terkendala oleh karakteristik derau yang memiliki rentang frekuensi tumpang tindih dengan frekuensi sinyal EKG dan kemunculan derau secara acak dan sementara. Oleh sebab itu, mengakibatkan terjadinya shape alteration dan terjadinya amplitude reduction pada gelombang P dan R. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan sebuah kerangka kerja metode penghilangan derau yang mampu menghilangkan derau yang memiliki frekuensi yang tumpang tindih dengan frekuensi sinyal EKG dan dengan kemunculan derau secara acak dan sementara. Dalam mengatasi tantangan tersebut, penulis mengusulkan metode penghilangan derau berbasiskan stationary wavelet transform dengan interval dependent thresholding yang ditentukan secara adaptif menggunakan metode change point detection. Dalam mengukur kinerja penghilangan derau dari kerangka kerja yang diusulkan, tiga matrik pengukuran yaitu signal to noise ration improvement (SNRimp), root mean square error (RMSE) dan percentage root mean square difference (PRD) digunakan. Selain itu, kerangka kerja yang diusulkan dibandingkan dengan metode terbaru yaitu stationary wavelet transform (SWT) standar. Selain itu, untuk mengukur tingkat keefektifan dari penghilangan derau, pada sinyal hasil penghilangan derau dilakukan pendeteksian QRS-complex menggunakan metode Pan and Tomkins. Parameter yang digunakan untuk mengukur kinerja pendeteksian QRS-complex adalah sensitivity dan predictive positivity. Pengukuran kinerja, baik penghilangan derau maupun pendeteksian QRS-complex dilakukan pada MITBIH arrythmia database dan noise stress test database. Berdasarkan hasil pengujian, metode yang diusulkan unggul dibandingkan metode SWT standar. Dengan nilai SNRimp yang lebih tinggi dan nilai RMSE dan PRD yang lebih rendah. Selain itu, pada pendeteksian QRS-complex metode yang diusulkan unggul dibandingkan metode SWT standar dengan nilai sensitivity 89,5% dan positive predictivity 86%. Hal tersebut menunjukkan bahwa metode yang diusulkan memiliki efektivitas yang lebih tinggi. Dengan adanya pengembangan kerangka kerja baru penghilangan derau pada sinyal EKG ini diharapkan dapat menjadi metode alternatif yang dapat digunakan para peneliti lain sebagai alternatif untuk digunakan dalam melakukan penghilangan derau pada sinyal EKG.

Noise contamination in ECG monitoring systems can lead to errors in analysis and diagnosis, resulting in a high false alarm rate (FAR). Various studies have been conducted to reduce or eliminate noise in EKG signals. However, existing methods face challenges due to the overlapping frequency characteristics of noise with EKG signals and the random and transient nature of noise. This often results in shape alterations and amplitude reduction in the P and R waves. Therefore, this research aims to develop a new framework for a noise removal capable of eliminating noise in noisy ECG signal. To address these challenges, the author proposes a noise removal method based on stationary wavelet transform with interval-dependent thresholding determined adaptively using change point detection. To measure the performance of the proposed framework in noise removal, three measurement matrices—signal-to-noise ratio improvement (SNRimp), root mean square error (RMSE), and percentage root mean square difference (PRD)—are used. Additionally, the proposed framework is compared with stationary wavelet transform (SWT). Furthermore, to assess the effectiveness of noise removal, QRS-complex detection is performed on the denoised signals using the Pan and Tomkins method. The parameters used to measure the performance of QRS-complex detection are sensitivity and predictive positivity. Performance measurements for both noise removal and QRS-complex detection are conducted on a MIT-BIH Arrhythmia database and a Noise Stress Test database. Based on the test results, the proposed method outperforms the standard SWT method with higher SNRimp values and lower RMSE and PRD values. In QRS-complex detection, the proposed method surpasses the standard SWT method with a sensitivity of 89.5% and positive predictivity of 86%. This indicates that the proposed method is more effective. The development of this new framework for EKG signal noise removal is expected to serve as an alternative method for researchers to use in addressing noise contamination in EKG signals."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maryana Ugahary
"Latar Belakang Penelitian. Warm up merupakan suatu latihan pendahuluan yang dirancang mempersiapkan tubuh untuk mengikuti aktivitas olah raga. Terdapat beberapa macam warm up yaitu:
1. Warm up pasif : pemanasan tubuh dengan sumber dari, luar seperti mandi air hangat, pancuran air hangat, diatermi.
2. Warm up aktif : pemanasan tubuh dengan cara melakukan gerakan tubuh seperti berlari-lari, bersenam, bersepeda dan lain-lain. Warm up aktif dapat terdiri dari beberapa tahap, yaitu:
a) Jalan atau lari perlahan (jogging), untuk meningkatkan aliran darah sehingga menghasilkan suhu tubuh yang lebih tinggi di seluruh tubuh.
b) Latihan kalistenik yaitu gerakan tubuh yang ritmis sistematik yang biasanya dilakukan tanpa alat atau beban, terdiri dari gerakan melengkung (bending), berputar (twisting), mengayun (swinging), menendang (kicking) dan melompat (jumping) dan latihan lain seperti push up, sit up, chin up (7). Latihan kalistenik biasanya dilakukan dari atas ke bawah mulai leper, lengan dan bahu, abdomen, punggung dan tungkai.
c) Latihan peregangan ,(stretching) untuk otot otot yang diperlukan dalam olah raga yang bersangkutan. Untuk pelari diperlukan peregangan otot bahu dan tricep, punggung, panggul, quadricep, hamstring, gastrocnimeus dan achilles_ Latihan peregangan yang dipakai sebaiknya yang secara statik yaitu setelah otot diregang penuh secara aktif, maka otot dipertahankan pada posisi ini selama beberapa waktu. Waktu yang diperlukan untuk mempertahankan peregangan ini sekurangnya 6 detik agar serabut kolagen dalam otot, tendon, ligamen, mendapatkan perobahan plastisitasnya.
d) Tahap terakhir yaitu tahap koordinasi, dipusatkan pada teknik olah raga yang bersangkutan dengan mempraktekkan gerakan-gerakan spesifik, misalnya untuk olah raga lari jarak pendek dapat berupa latihan start dan beberapa sprint pendek 20 ? 40 meter.
Seluruh warm up dapat berlangsung sekurangnya 15 - 20 menit sebagai akibat dari warm up suhu tubuh ditingkatkan. Hal ini merupakan satu dari beberapa faktor yang meningkatkan kemampuan (performance), karena meningkatnya suhu tubuh menyebabkan :
1. Meningkatnya kecepatan kontraksi dan relaksasi otot sehingga otot akan bekerja lebih efisien.
2. Hemoglobin membawa lebih banyak oksigen serta dissosiasinya juga lebih cepat.
3. Efek yang sama dengan hemoglobin juga terjadi pada myoglobin.
4. Proses metabolisme meningkat.
5. Hambatan pada pembuluh darah menurun.
Pada latihan peregangan yang merupakan bagian dari warm up, memberi kelenturan otot yang periting untuk meningkatkan kemampuan pada olah raga atau perlombaan terutama pada pelari jarak pendek yang memerlukan kecepatan.
Hogberg dan Ljunggren memeriksa efek warm up (dalam bentuk lari kecepatan sedang dikombinasi dengan kalistenik) terhadap kecepatan lari 100 meter, 400 meter, 800 meter, pada atlet yang terlatih baik. Didapatkan untuk lari 100 meter perbaikan 0,5 - 0,6 detik, untuk lari 400 meter perbaikan 1,5 - 3 detik, untuk lari 800 meter perbaikan 4 - 6 detik dibandingkan tanpa warm up.
Sebagian besar penyelidik membuat kesimpulan bahwa suatu warm up cenderung meningkatkan kemampuan, meskipun belum ada kesamaan dalam menentukan Jenis, intensitas dan lama warm up.
Mengenai lamanya warm up, Hogberg dan Ljunggren juga mengamati hasil lebih baik sesudah warm up 15 menit dibanding sesudah 5 menit pada lomba lari 100 m, tetapi selanjutnya perbaikan tidak bermakna bila warm up diperpanjang dari 15 menit - 30 menit.
Lari sprint 400 meter yang merupakan endurance sprinter memerlukan energi aerobik + 30%, energi anaerobik ± 70% sedangkan sprint 100 meter hampir seluruhnya memerlukan energi anaerobik.
Sebagai cara yang mudah untuk menentukan apakah intensitas dan lama warm up sudah cukup, yang merupakan tanda adanya kenaikan suhu tubuh yaitu dengan melihat apakah atlet yang menjalankan warm up sudah mulai berkeringat. Bila diinginkan cara yang lebih ilmiah yaitu dengan mengukur kenaikan suhu tubuh.
Berdasarkan hal tersebut diatas, penulis ingin melakukan penelitian sampai seberapa jauh pengaruh intensitas dan lama warm up terhadap kecepatan lari pada pelari jarak pendek."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1990
T58508
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yahya Tasmaya
Jakarta: Pradnya Paramita , 1984
796.42 YAH o
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Kathleen H. Liwijaya-Kuntaraf
Bandung: Percetakan Advent Indonesia, 1992
613.7 KAT o (1)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Kathleen H. Liwijaya-Kuntaraf
Bandung: Indonesia Publishing House, 2009
613.7 KAT o
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Gelombang Endaryono
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1991
S41839
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulkarnain Zain
Depok: Universitas Indonesia, 1995
S48062
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Baheramsyah
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1994
S47996
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>