Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14363 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Juneman Abraham
"Medical surgery has sometimes become the only best choice for a patient?s well-being. Unfortunately, not all patients have the willingness to live it. Often, therapeutic failure is caused by uncooperative attitudes of the patients which originate from their negative attitudes toward the surgery. This research is aimed at finding a theoretical model to explain psychological factors forming the patient?s attitudes. This predictive correlational research was conducted on 99 patients suffering heart disease and cancer continuum who require medical surgery in DKI Jakarta, Indonesia. Research results showed that a commitment aspect of ego identity is able to indirectly predict attitude toward medical surgery through mediation of perceived uncertainty. Perceived behavioral control directly predicts the attitude in a negative direction. This research concludes that patients? commitment towards their identity plays a significant role as they deal with medical surgery.

Peran Persepsi Ketidakpastian, Identitas Ego, Persepsi Kendali Perilaku Pasien dalam Menyikapi Operasi Medis. Operasi medis kadang merupakan pilihan terbaik dalam rangka kesejahteraan hidup pasien, namun tidak semua pasien mau menjalaninya. Kegagalan terapeutik seringkali disebabkan oleh tidak kooperatifnya pasien yang berpangkal dari sikap negatif pasien terhadap operasi medis. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan model teoretis yang menjelaskan faktor-faktor psikologis dalam diri pasien yang berperan dalam membentuk sikap tersebut. Penelitian korelasional prediktif ini dilakukan terhadap 99 pasien berpenyakit jantung dan kontinum kanker yang membutuhkan operasi di DKI Jakarta. Penelitian ini menunjukkan bahwa aspek komitmen dari identitas ego mampu meramalkan sikap terhadap operasi medis secara tidak langsung melalui mediasi persepsi ketidakpastian. Persepsi kendali perilaku meramalkan sikap tersebut secara langsung dalam arah negatif. Penelitian ini menyimpulkan bahwa komitmen terhadap identitas berperan signifikan dalam diri pasien ketika menyikapi operasi medis."
Department of Psychology Universitas Bina Nusantara, 2014
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Juneman Abraham
"Peran Persepsi Ketidakpastian, Identitas Ego, Persepsi Kendali Perilaku Pasien dalam Menyikapi Operasi Medis. Operasi medis kadang merupakan pilihan terbaik dalam rangka kesejahteraan hidup pasien, namun tidak semua pasien mau menjalaninya. Kegagalan terapeutik seringkali disebabkan oleh tidak kooperatifnya pasien yang berpangkal dari sikap negatif pasien terhadap operasi medis. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan model teoretis yang menjelaskan faktor-faktor psikologis dalam diri pasien yang berperan dalam membentuk sikap tersebut. Penelitian korelasional prediktif ini dilakukan terhadap 99 pasien berpenyakit jantung dan kontinum kanker yang membutuhkan operasi di DKI Jakarta. Penelitian ini menunjukkan bahwa aspek komitmen dari identitas ego mampu meramalkan sikap terhadap operasi medis secara tidak langsung melalui mediasi persepsi ketidakpastian. Persepsi kendali perilaku meramalkan sikap tersebut secara langsung dalam arah negatif. Penelitian ini menyimpulkan bahwa komitmen terhadap identitas berperan signifikan dalam diri pasien ketika menyikapi operasi medis.

Medical surgery has sometimes become the only best choice for a patient?s well-being. Unfortunately, not all patients have the willingness to live it. Often, therapeutic failure is caused by uncooperative attitudes of the patients which originate from their negative attitudes toward the surgery. This research is aimed at finding a theoretical model to explain psychological factors forming the patient?s attitudes. This predictive correlational research was conducted on 99 patients suffering heart disease and cancer continuum who require medical surgery in DKI Jakarta, Indonesia. Research results showed that a commitment aspect of ego identity is able to indirectly predict attitude toward medical surgery through mediation of perceived uncertainty. Perceived behavioral control directly predicts the attitude in a negative direction. This research concludes that patients? commitment towards their identity plays a significant role as they deal with medical surgery."
Universitas Bina Nusantara. Department of Psychology, 2014
J-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Simbolon, Aladin Edivollo
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kaniasari
"Dalam masyarakat Indonesia, masalah-rnasalah kegaiban telah lama diyakini dan dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari (Bastaman, 1995; George, 1995; Kartoatniojo, 1995). Fenomena-fenomena seperti "orang pandai" yang membantu menemukan barang hilang, menyembuhkan penyakit yang tidak berhasil disembuhkan ilmu kedokteran moderen, atau meramal nasib dan kejadian di masa mendatang membuat orang terheran-heran mendengarnya, namun tidak terlalu meragukan kebenarannya, karena tahu bahwa memang ada hal-hal seperti itu yang terjadi dalam masyarakat Indonesia (Noesjirwan, 1992). Untuk selanjutnya dalam penelitian ini, fenomena-fenomena sedemikian disebut sebagai fenomena paranormal.
Di Jakarta khususnya, yang boleh dianggap sebagai miniatur Indonesia, fenomena ini juga tampak jelas. Pertemuan antara berbagai budaya tradisional Indonesia dengan budaya moderen dari negara Barat ternyata tidak menyebabkan fenomena ini luntur begitu saja. Pendidikan moderen serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ternyata masih menyisakan tempat terhadap penghayatan pada hal-hal yang sulit dinalar.
Mengapa orang-orang (Jakarta) dapat "beramai-ramai" mempercayai fenomena paranormal '?. Menurut Danandjaja (1994), di Indonesia, peran masyarakat terhadap pembentukan individu sebagai mahluk individual dan mahluk Sosial boleh dibilang signifikan. Kepercayaan atau keyakinan terhadap fenomena paranormal diteruskan secara turun-temurun. Sampai sekarang masih dilakukan upacara ritual pada kelahiran, kematian atau pernikahan. Sejak dulu, tokoh formal, atau agent yang bertugas menjalankan berbagai ritual dan rnenyampaikan pentingnya mempertahankan berbagai ritual ini adaiah pemuka adat, dukun, ketua suku / marga atau pemimpin upacara adat. Di Jakarta saat ini, boleh dibilang, peran agent tersebut di atas tidak dominan lagi, mungkin karena kemajemukan suku yang ada di dalamnya. Apabila dihubungkan dengan keadaan ini, tentunya pertanyaan yang timbul adalah, jika tidak dari agent ini, dari mana lagi ?. Apakah ada agent selain para pemuka adat, dukun, ketua suku / marga atau pemimpin-pemimpin upacara adat ?.
Menurut Young (1958), Hogg & Abrams (1988), Auerbach (1991) dan George (1995), faktor demografis, ekonomi, orangtua, teman sebaya, guru dan media massa dapat berperan sebagai ?story-teller", maksudnya penyampai tradisi ke generasi berikutnya Apakah tradisi tersebut kemudian akan dianut oleh individu atau tidak, berhubungan dengan pola asuh, pengalaman, tingkat pendidikan, tipe kepribadian dan usia individu.
Selain itu, menurut George (1995), setiap belief, termasuk belief terhadap fenomena paranormal dianut karena dianggap dapat memenuhi kebutuhan individu yang menganutnya. Salah satu kebutuhan manusia yang hakiki adalah untuk memahami dunia dan menjelaskan posisinya dalam alam semesta ini (Young, 1958). Tanpa pemahaman atau kedua hal tersebut, dalam hidupnya, individu akan disorientasi dan tidak berdaya.
Mendukung pernyataan di atas, Schumaker dalam George (1995) menyatakan bahwa kebutuhan akan beiief terhadap fenomena paranormal ini sangat mendasar. Dengan demikian, individu memiliki predisposisi untuk menganutnya. Dalam kehidupannya, individu mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan, seperti kelahiran, kematian, penyakit, kelaparan dan lain-lain , yang rnembuat individu tidak berdaya karena tidak dapat menjelaskan atau memahami fenomena-fenomena tersebut. Oleh karena itu penjelasan dan pemahaman yang ?masuk akal? adalah dengan menyerahkan pengalaman-pengalaman tersebut sebagai hal-hal yang ?tidak masuk akal?.
Sesuai dengan konsep tersebut adalah pandangan Psikologi Transpersonal yang menyatakan bahwa pada setiap individu ada dorongan ke arah transendensi diri dan perkembangan spiritual (Noesjirwan, 1992). Yang dimaksud dengan transendensi diri adalah penghayatan mistis, penghayatan penyatuan diri dengan sesuatu yang Maha Besar, atau sesuatu yang maha Iuas (kesadaran kosmik). Singkatnya, secara teoritis, dengan memang adanya predisposisi Serta dorongan transendensi, maka dapat dimengerti mengapa manusia mempercayai isu-isu yang justru tidak dapat dijelaskan dengan logika / rasio.
Penelitian ini sendiri mencoba menjuruskan permasalahan kepada mahasiswa yang tinggal di Jakarta Selatan tahun pertama, atau pada masa penelitian ini telah duduk di semester dua sebagai subyek penelitian. Menurut (Tumer & Helms, 1987), pada masa ini, pengetahuan, aspirasi dan nilai-nilai tertentu dari mahasiswa seringkali masih arnbigus dan diwarnai oleh pengetahuan, aspirasi dan nilai-nilai orangtua. Padahal, untuk sepenuhnya menjadi bagian dari kehidupan dewasa, mahasiswa perlu belajar untuk menentukan tujuan hidupnya dengan cara lebih banyak mengenai tentang dirinya dan dunia. Di lain pihak, sebagai bagian dari masyarakatnya, mahasiswa agaknya sulit untuk terlepas dari kekerabatan dan konsep-konsep dalam masyarakat yang disampaikan oleh orangtuanya.
Dengan dinamika sedemikian, maka dalam penelitian deskriptif ini, ingin diketahui bagaimana gambaran belief mahasiswa terhadap fenomena paranormal dan apakah ada hubungan antara belief mahasiswa terhadap fenomena paranormal dengan belief orangtuanya. Selain itu, dalam penelitian deskriptif ini, ingin digali pula faktor-faktor lain apa saja yang mungkin berhubungan dengan belief mahasiswa terhadap fenomena paranormal ini.
Untuk menjawab permasalahan penelitian, digunakan Paranormal Belief Scale-Revised (PBS-R) dari Tobacyk (1988). Instrumen ini terdiri dari tujuh dimensi fenomena paranormal, yaitu Traditional Religious Belief Psi, Witchcraft, Superstition, Spiritualism, Extraordinary and Extraterrestrial Life Forms dan Precognition. PBS-R ini telah direkomendasi untuk digunakan dalam penelitian-penelitian mengenai Belief terhadap fenomena paranormal. Alasannya adalah karena instrumen ini memiliki reliabilitas serta validitas yang telah teruji, khususnya untuk penggunaan silang budaya dalam kebudayaan Barat.
Hasil utama penlitian ini menunjukkan gambaran belief mahasiswa terhadap fenomena paranormal. Bagi mahasiswa, ternyata Traditional Religious Belief dan belief terhadap fenomena paranormal adalah dua hal yang berbeda. Artinya, di satu pihak, mahasiswa memiliki belief Ketuhanan yang tinggi, dan di lain pihak, juga sekaligus memiliki belief terhadap fenomena paranormal. Dalam mempercayai fenomena paranormal, mahasiswa juga cenderung mempertanyakan apakah fenomena tersebut dapat dibuktikan secara ilmiah atau tidak. Oleh karena itu dapat dimengerti apabila mahasiswa memiliki belief yang tinggi terhadap hal-hal yang berhubungan dengan kemampuan manusia menyadari atau mendapatkan informasi dari dunia sekitarnya tanpa menggunakau kelima aindera sensoris yang telah dikenal, misalnya membaca pikiran orang lain. Atau pada kemampuan manusia mempengaruhi orang lain, obyek atau suatu peristiwa di sekitarnya tanpa menggunakan tenaga iisik, seperti kekuatan batin, tenaga dalam, dan sebagainya. Di samping itu, mahasiswa juga cenderung percaya pada hal-hal yang berhubungan dengan santer, sihir atau guna-guna.
Di lain pihak, mahasiswa cenderung tidak percaya pada tahyul, peramalan nasib dan bentuk-bentuk mahluk hidup yang tidak lazim. Dari hasil penelitian bahwa mahasiswa cenderung mempertanyakan bukti ilmiah, paling tidak kemungkinan terjadinya suatu peramalan. Mahasiswa paling kurang percaya pada tahyul, daripada dimensi-dimensi belief terhadap fenomena paranormal yang lain. Begitu pula dengan peramalan nasib. Bagi mahasiswa, nasib atau masa depan lebih berhubungan dengan konsep reliji atau Ketuhanan. Selain itu, mereka menganggap bahwa peramalan nasib tidak lebih dari sekedar rubrik zodiak di majalah-majalah, dalam arti lebih cenderung tidak dapat dipercaya kemungkinan terjadinya.
Hasil lain yang didapat dari penelitian ini adalah mengenai hubungan antara belief mahasiswa terhadap fenomena paranormal dengan belief orangtuanya. Dari hasil penelitian diketahui bahwa memang ada hubungan antara belief mahasiswa dengan belief orangtuanya. Selain itu, ternyata tidak ada perbedaan yang signifkan antara belief mahasiswa dengan belief orangtua secara keseluruhan. Artinya, belief mahasiswa terhadap fenomena paranormal secara umum relatif sama dengan belief orangtuanya.
Walaupun berhubungan, namun dalam hal tahyul, belief mahasiswa berbeda dengan belief orangtua mereka. Dari perbedaan mean antara mahasiswa dan orangtua, dapat dikatakan bahwa mahasiswa lebih tidak percaya pada tahyul daripada orangtua mereka. Hal ini mungkin dapat dijelaskan sebagai berikut. Tampaknya, mahasiswa telah menunjukkan pemikiran-pemikiran yang makin sistimatis dan analitis dalam memahami konsep-konsep gaib, khususnya fenomena paranormal. Di satu sisi, mahasiswa bersikap skeptis, namun di lain pihak ia masih terikat dengan tradisi dan ikatan-ikatan primordial (Poespowardojo, 1993). Suatu kondisi yang sangat khas Indonesia (Koentjaraningrat, 1975:320), di mana hubungan sosial di antara keluarga batih amat erat. Dengan demikian, transmisi budaya dalam keluarga amat intens, tennasuk transmisi sistim belief.
Mengenai faktor-faktor lain yang mungkin berhubungan dengan belief mahasiswa terhadap fenomena paranormal dapat diuraikan sebagai berikut. Faktor-faktor yang tidak berhubungan secara signifikan pada belief mahasiswa terhadap fenomena paranormal dalam penelitian ini adalah : usia, jenis kelamin, asal suku / ras, lama tinggal di Jakarta, latar belakang bidang studi, pengetahuan mahasiswa tentang fenomena paranormal (menurut persepsi mahasiswa yang bersangkutan), urutan kelahiran, serta persepsi orientasi belief terhadap fenomena paranormal pada salah satu orangtua. Faktor yang terakhir dimanifestasikan dengan pertanyaan terbuka dalam kuesioner tentang alasan pemberian set kuesioner kepada ayah atau ibu.
Sedangkan faktor-faktor yang berhubungan antara lain adalah agama. Seperti yang dilcatakan oleh Koentjaraningrat (1995), dalam beberapa kebudayaan Indonesia, ritual agama seringkali bercampur dengan budaya. Hal ini yang mungkin berperan dalam kemungkinan adanya kecenderungan subyek menyetarakan ritual agama dengan kepercayaan rakyat. Sedangkan, faktor yang berhubungan terbalik secara signifikan adalah jumlah saudara sekandung. Artinya, makin sedikit jumlah saudara sekandung yang dimiliki, makin besar kemungkinan subyek memiliki belief yang tinggi terhadap fenomena paranormal."
1997
S2476
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bertyna Y.M.P.
"Kanker serviks merupakan saiah satu jenis penyakit kanker yang menyerang kaum wanita dan penyebab kematian utama atau tertlnggi kanker pada wanita. Semua wanita berisiko untukterkena penyakit Ini dan risiko ini akan meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Risiko ini dapat dihindari dengan melakukan tindakan pencegahan ataupun pengobatan. Bagi wanita yang sudah berusia 20 tahun ke atas - terutama bagi yang sudah menikah - dan yang sudah pernah melakukan hubungan seks sebelum usia 16 tahun, sebaiknya rajin memeriksakan dirinya melalui tes Pap atau Pap smear secara berkala.
Sementara bagi wanita yang sudah terdiagnosis terkena penyakit kanker serviks stadium lanjut harus secepatnya melakukan tindakan pengobatan untuk mencegah terjadinya penyebaran penyakit tersebut di dalam tubuhnya. Jika tidak, penyakit itu dapat membawa efek yang paling buruk, yaitu kematian. Dalam kenyataannya, masih banyak wanita yang belum mau melakukan tindakan pencegahan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya penderita yang baru memeriksakan diri ke dokter setelah penyakitnya sudah memasuki stadium III atau IV. Faktor penyebab tegadinya kanker serviks ini bisa berasal dari berbagai hal, Namun, di Indonesia sendiri, penyebab utamanya adalah karena kurangnya kesadaran atau ketidaktahuan wanita akan pentingnya melakukan pemeriksaan serviks (Pap smear) tadi. Akibatnya, ketika gejala-gejala dari penyakit ini sudah berkembang, wanita hanya dapat melakukan tindakan pengobatan bagi penyakitnya dan bukan lagi tindakan pencegahan atau preventif, sehingga kemungkinannya untuk sembuh menjadi semakin kecil.
Keputusan wanrta untuk mengambil tindakan pengobatan terhadap penyakitnya tidak terlepas dari faktor kognitif yang terjadi di dalam pikiran mereka. Faktor kognitif ini adalah keyakinan (belief). Keyakinan menggambarkan semua informasi yang sudah diketahui oleh seseorang dan menentukan sikap, intensi, dan tingkah laku seseorang. Penelitian ini sendiri hendak melihat bagalmana keyakinan kesehatan wanita penderita kanker serviks terhadap pengobatan penyakitnya. Gambaran keyakinan kesehatan wanita penderita kanker serviks ini dapat tercermin melalui kelima komponen yang terdapat dalam teori The Health Belief Model (HBM), yaitu perceived susceptibility, perceived severity, perceived benefits, perceived barrierc, dan cues to action.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan subjek penelitian sebanyak 5 orang. Hasil penelitian menemukan bahwa kelima orang subjek dalam penelitian ini memiliki high extreme susceptibility teriiadap penyakltnya. Hal ini berarti bahwa mereka mempersepslkan penyakitnya akan berkembang di masa yang akan datang dan karena rtu, perlu ditangani dengan segera. Bukti dari tingglnya persepsi akan kerentanan in! terilhat dari kedua jalur pengobatan yang mereka ambil, yaitu jalur pengobatan medis (modem) dan Jalur pengobatan aiternatif (tradisional). Namun, pada akhlrnya kelima subjek leblh memilih jalur pengobatan medis karena hasilnya dianggap lebih baik dibandingkan jalur pengobatan altematif.
Kelima subjek juga mempersepslkan bahwa penyakitnya tergolong penyakit yang memiliki tingkat keparahan atau keseriusan yang tinggi (perceived severity). Mereka menyadari bahwa stadium penyakit mereka sudah berada pada tahap/stadium lanjut sehingga perlu dilakukan tindakan pengobatan sesegera mungkin untuk mencegah terjadinya perkembangan penyakit tersebut. Bentuk keseriusan dart penyakitnya ini juga terlihat dari konsekuensi medis dan sosial yang dirasakan oleh para subjek selama menjalani pengobatan tersebut, di mana mereka harus merasakan efek samping dari pengobatan dan terpaksa meninggalkan tanggung jawabnya sebagai seorang ibu, pegawai, maupun warga masyarakat di mana mereka tinggal.
Di samping kedua komponen tersebut, kelima subjek juga mempersepsikan keuntungan (perceived benetits) dan hambatan-hambatan yang mungkin mereka terima (perceived barriers) jika mereka melakukan tindakan pengobatan bagi penyakitnya. Keuntungan utama selama jalannya pengobatan adalah didapatkannya kesembuhan dan ketenangan dari pengobatan. Hambatan utama selama jalannya pengobatan adalah kurangnya dana untuk menutupi biaya pengobatan. Hal ini dikarenakan rendahnya tingkat sosial ekonomi mereka.
Cues to actior) juga berperan sebagai pemicu kelima subjek untuk melakukan tindakan pengobatan bagi penyakitnya. Cues to action ini dapat terbagi menjadi dua, yaitu cues to action intemal dan ekstemal. Yang menjadi cues to action intemal adalah terjadinya pendarahan yang terus-menerus dan banyak pada kelima subjek. Sedangkan, yang menjadi cues to action ekstemal adalah cerita-cerita atau nasihat dari keluarga, teman-teman dekat, tetangga, dan tim medis yang menangani kelima subjek; dari tayangan-tayangan televisi; dan dari informasi yang disebarkan melalui media cetak (majatah, koran, tabloid, dan buku). Terakhir, diketahui bahwa kelima subjek memiliki pandangan yang umum mengenai penyebab penyakitnya, berdasarkan sudut pandang agamanya masing-masing. Ada subjek yang beranggapan bahwa penyebab penyakitnya adalah karena kesalahannya sendiri, serta ada pula subjek yang menganggap bahwa penyakitnya merupakan cobaan yang berasal dari Tuhan."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
S2839
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Santayana, George
USA: Dover, 1955
191 SAN s (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rokeach, Milton
San Francisco: Jossey-Bass Publishers, 1972
152.452 ROK b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ikram Hisan Akbar
"Pesatnya pertumbuhan sektor industri kreatif di Indonesia diperhitungkan akan menjadi salah satu dari tulang punggung perekonomian Indonesia di masa mendatang, salah satu yang menjadi alasan kuat industri ini berkembang pesat tidak lain disebabkan oleh para freelancer yang terus berkarya dalam industri ini. Walaupun begitu karena masih belum banyak regulasi yang mengikat tentang bagaimana tata cara praktik kerja yang etis antar klien dengan para pekerja lepas sehingga sering kali menghasilkan ketidakpastian dalam bekerja, tekanan kerja yang berlebihan dan ketidaksopanan antar klien dan para pekerja lepas baik secara sengaja atau tidak sengaja. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Work Uncertainty, Perceived Work Overload, dan Customer Incivility terhadap Work Performance yang dimediasi oleh Work Stress dalam melihat pengaruh antar variabel tersebut. Sebanyak 244 responden yang merupakan pekerja freelance dalam industri kreatif berhasil dikumpulkan datanya dan di olah dengan metode Partial Least Squared - Structural Equation Method (PLS-SEM). Hasil penelitian menghasilkan kesimpulan bahwa Work Performance dipengaruhi secara positif oleh Work Stress. Untuk Work Stress sendiri dipengaruhi secara negatif oleh Work Uncertainty, Perceived Work Overload, dan Customer Incivility.

The rapid growth of the creative industry sector in Indonesia is calculated to be one of the backbones of the Indonesian economy in the future, one of the strong reasons this industry is growing rapidly is none other than the freelancers who continue to work in this industry. However, because there are still not many binding regulations on how ethical work practices are carried out between clients and freelancers, it often results in uncertainty at work, excessive work pressure and disrespect between clients and freelancers either intentionally or unintentionally. This study aims to analyze the effect of Work Uncertainty, Perceived Work Overload, and Customer Incivility on Work Performance mediated by Work Stress in seeing the effect between these variables. A total of 244 respondents who are freelance workers in the creative industry have successfully collected data and processed using the Partial Least Squared - Structural Equation Method (PLS-SEM) method. The results of the study concluded that Work Performance is positively influenced by Work Stress. For Work Stress itself is negatively affected by Work Uncertainty, Perceived Work Overload, and Customer Incivility"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>