Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 37229 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rama Putra Effendi
"Physical symptoms had led to the suggestion that a disease called Sick Building Syndrome (SBS) occured to the office
of “X” Company in the city of Jakarta. This research that used a random sampling technique examined the physical air
quality of the “X” Company, such as indoor temperature and humidity aspects, the SBS cases of 90 workers. Research
results on the Company “X” office workers showed that, (1) 47.8% workers had cases of SBS; and, (2) a value of 0.714
was acquired from the result of bivariate analysis using Chi square statistics program with p value of 0.325 and RP of
95 percent. This signifies that there were no relations between indoor temperature and humidity with the SBS cases of
the Company “X” workers in Jakarta City. Possibilities of other factors were found to trigger the SBS symptoms such
as chemical and microbiological factors (from work tools and facilities), and psychosocial factor (from the workers
themselves).
Kualitas Fisik Udara dengan Kejadian Sick Building Syndrome pada Karyawan Kantor Perusahaan “X” di Kota
Jakarta. Adanya gejala-gejala sakit fisik, sehingga ada dugaan terjadi sakit yang disebut Sick Building Syndrome (SBS)
pada para karyawan kantor Perusahaan “X” di Kota Jakarta. Penelitian ini membahas kualitas fisik udara pada kantor
Perusahaan “X”, yaitu aspek suhu udara dan kelembaban udara ruangan dengan kejadian SBS pada 90 karyawan kantor,
dengan menggunakan teknik random sampling. Hasil studi terhadap karyawan kantor Perusahaan “X” menunjukkan,
(1) sebanyak 47,8% karyawan mengalami kejadian SBS, (2) berdasarkan hasil analisis bivariat menggunakan program
statistik chi square, nilai p value 0,325, dan RP 95 persen, didapat 0,714. Artinya, tidak adanya hubungan antara suhu
udara dan kelembaban udara ruangan dengan kejadian SBS pada karyawan kantor Perusahaan “X” di Kota Jakarta.
Terdapat beberapa kemungkinan faktor lain yang memicu terjadinya gejala-gejala SBS tersebut, seperti faktor kimia dan
mikrobiologi (dari berbagai peralatan dan fasilitas kerja), dan faktor psikososial (dari pekerja sendiri)."
Universitas Ahmad Dahlan. Faculty of Public Health ; Universitas Ahmad Dahlan. Center for Occupational Safety and Health Studies (PS-K3), 2014
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rama Putra Effendi
"Kualitas Fisik Udara dengan Kejadian Sick Building Syndrome pada Karyawan Kantor Perusahaan ?X? di Kota Jakarta. Adanya gejala-gejala sakit fisik, sehingga ada dugaan terjadi sakit yang disebut Sick Building Syndrome (SBS) pada para karyawan kantor Perusahaan "X" di Kota Jakarta. Penelitian ini membahas kualitas fisik udara pada kantor Perusahaan "X", yaitu aspek suhu udara dan kelembaban udara ruangan dengan kejadian SBS pada 90 karyawan kantor, dengan menggunakan teknik random sampling. Hasil studi terhadap karyawan kantor Perusahaan ?X? menunjukkan, (1) sebanyak 47,8% karyawan mengalami kejadian SBS, (2) berdasarkan hasil analisis bivariat menggunakan program statistik chi square, nilai p value 0,325, dan RP 95 persen, didapat 0,714. Artinya, tidak adanya hubungan antara suhu udara dan kelembaban udara ruangan dengan kejadian SBS pada karyawan kantor Perusahaan "X" di Kota Jakarta. Terdapat beberapa kemungkinan faktor lain yang memicu terjadinya gejala-gejala SBS tersebut, seperti faktor kimia dan mikrobiologi (dari berbagai peralatan dan fasilitas kerja), dan faktor psikososial (dari pekerja sendiri).

Physical symptoms had led to the suggestion that a disease called Sick Building Syndrome (SBS) occured to the office of "X" Company in the city of Jakarta. This research that used a random sampling technique examined the physical air quality of the ?X? Company, such as indoor temperature and humidity aspects, the SBS cases of 90 workers. Research results on the Company "X" office workers showed that, (1) 47.8% workers had cases of SBS; and, (2) a value of 0.714 was acquired from the result of bivariate analysis using Chi square statistics program with p value of 0.325 and RP of 95 percent. This signifies that there were no relations between indoor temperature and humidity with the SBS cases of the Company "X" workers in Jakarta City. Possibilities of other factors were found to trigger the SBS symptoms such as chemical and microbiological factors (from work tools and facilities), and psychosocial factor (from the workers themselves)."
Universitas Ahmad Dahlan. Faculty of Public Health, 2014
J-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"Gedung-gedung perkantoran umumnya dilengkapi dengan sistim sirkulasi udara atau pendingin secara buatan untuk menciptakan kondisi lingkungan kerja yang nyaman. Namun, masih terdapat gejala-gejala sindrom gedung sakit (SGS). Salah satu gejala SGS adalah nyeri kepala SGS (NK SGS) Oleh karena itu perlu dikaji diidentifikasi faktor-faktor risiko terhadap timbulnya NK SGS. Kasus dan kontrol diidentifikasi melalui survei terhadap seluruh pekerja di kantor tersebut pada bulan Mei - Agustus 2002 di suatu perkantoran di Jakarta. Kasus adalah subjek dengan NK SGS, kontrol adalah subjek tanpa keluhan NK SGS selama satu bulan terakhir. Subjek penelitian berjumlah 240 orang, dan yang menderita NK SGS sebanyak 36 orang (15%). Bila dibandingkan dengan kecepatan gerakan udara yang normal, maka kecepatan gerakan udara yang cepat memperkecil risiko timbulnya NK SGS sebesar 57% [(rasio odds (OR) suaian = 0,43; 95% interval kepercayaan (CI): 0,19-0,95]. Bila dibandingkan dengan pekerja laki-laki, pekerja perempuan mempunyai risiko NK SGS hampir 3 kali lipat lebih besar (OR suaian = 2,96; 95% CI: 1,29-6,75). Pekerja dengan kebiasaan kadang-kadang sarapan, mempunyai risiko terkena NK SGS lebih kecil dibandingkan dengan yang biasa sarapan (OR suaian = 0,27; 95% CI: 0,10-0,96). Faktor suhu, kelembaban dan kebiasaan merokok tidak terbukti berkaitan dengan NK SGS. Pegawai perempuan mempunyai risiko NK SGS jika dibandingkan dengan laki-laki. Di samping itu, kecepatan gerakan udara yang lambat mempertinggi risiko NK SGS. Oleh karena itu perlu menambah kecepatan gerakan udara untuk mengurangi risiko timbulnya NK SGS terutama terhadap tempat kerja perempuan. (Med J Indones 2003; 12: 171-7)

Even though office buildings are usually equipped with ventilation system or air conditioning to create a comfortable working environment, yet there is still found a number of sick building syndrome (SBS) symptoms. One of the symptoms of SBS is SBS headache. Therefore, it is crucial to identify risk factors related to SBS headache. Cases were subjects who have suffered SBS headache, and controls were subjects who did not suffered headache for the last one month. Cases and controls were selected through a survey on all of employees in the said office during the period of May to August 2002. Total respondents were 240 employees including 36 people suffered SBS headache (15%). Compared to the normal air movement, faster air movement decreased the risk of SBS headache by 57% [adjusted odds ratio (OR) = 0.43; 95% confidence intervals (CI): 0.19-0.95]. Female employees, compared to the males ones, had a higher risk of getting SBS headache by almost three times (adjusted OR = 2.96; 95% CI: 1.29-6.75). Employees who had breakfast irregularly, had a lower risk to SBS headache than those who have breakfast regularly (adjusted OR=0.31; 95% CI: 0.09-0.84). Temperature, humidity and smoking habits were not noted correlated to SBS headache. Female workers had greater risk of suffering SBS headache. In addition slower air movement increased the risk of SBS headache. Therefore, it is recommended to improve the progress of air in order to reduce the risk of SBS headache, especially for female workplace. (Med J Indones 2003; 12: 171-7)"
Medical Journal of Indonesia, 12 (3) Juli September 2003: 171-177, 2003
MJIN-12-3-JulSep2003-171
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nadeak, Christie Patricia Demak
"Sick Building Syndrome (SBS) merupakan gejala-gejala kesehatan yang sering dialami oleh penghuni yang tinggal di dalam gedung dalam waktu tertentu yang disebabkan oleh berbagai faktor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kualitas udara dalam ruang dengan kejadian SBS di Graha Sucofindo Jakarta. Desain studi yang digunakan pada penelitian ini adalah cross-sectional dengan variabel independen sebagai berikut, koloni bakteri, suhu, kelembaban relatif, usia, jenis kelamin, masa kerja, dan riwayat alergi. Hasil uji statistik menunjukkan hubungan yang signifikan antara koloni bakteri, usia, jenis kelamin, masa kerja, dan riwayat alergi dengan kejadian SBS. Dari hasil analisis multivariat, ditemukan bahwa variabel riwayat alergi menjadi variabel dominan yang memengaruhi terjadinya SBS. Dari hasil uji interaksi ditemukan adanya interaksi antara kedua variabel yaitu jumlah koloni bakteri dan jenis kelamin dalam menyebabkan kejadian SBS. Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa riwayat alergi dapat meningkatkan risiko terjadinya SBS di tempat kerja dan interaksi antara jumlah koloni bakteri dengan jenis kelamin dapat menyebabkan kejadian SBS di tempat kerja. Disarankan untuk mengontrol kualitas udara dalam ruang, menciptakan ruangan yang sehat bagi pekerja, dan menempatkan pekerja dengan riwayat alergi pada ruangan dengan kualitas udara yang baik.

Sick Building Syndrome (SBS) has been defined as a term used to describe common symptoms which, for no obvious reason, are associated with particular buildings. This study aims to determine the relationship between indoor air quality with SBS occurrence in Graha Sucofindo Jakarta. The cross-sectional study was used in this research with the following independent variables, colonies of bacteria, temperature, relative humidity, age, gender, year of services, and history of allergies. From the data analysis showed a significant relationship between bacterial colonies, age, gender, year of services, and history of allergies to the occurrence of SBS. Multivariate analysis found that history of allergies becomes dominant variables that affect the occurrence of SBS. Furthermore, it is found that there is interaction between bacterial colonies and gender in making the incidence of SBS. It can be concluded that history of allergies may increase the risk of SBS and the interaction between bacterial colonies and gender can causing the incidence of SBS. It is advisable to control the indoor air quality, create a healthy space for workers and avoid allergic workers to work in bad indoor air quality."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S64644
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rory Pratiwi
"Polusi udara dalam ruangan diduga dapat mengakibatkan gangguan kesehatan yang berkaitan dengan kualitas udara yaitu Sick Building Syndrome (SBS). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kualitas fisik udara dalam ruangan dihubungkan dengan gejala SBS. Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan desain studi cross sectional. Variabel yang diukur adalah parameter fisik kualitas udara dalam ruangan (suhu, kelembaban relatif, pertukaran udara) dan personal faktor (umur, jenis kelamin, lama kerja, status merokok, riwayat penyakit). Berdasarkan hasil pengukuran didapatkan suhu udara telah memenuhi standar Baku Mutu yang ditetapkan Kepmenkes No 1405 tahun 2002, sedangkan kelembaban relatif melebihi standar. Untuk hasil pengukuran pertukaran udara telah memenuhi standar kecuali dilantai 16. Dari hasil analisis tidak ditemukan hubungan kualitas fisik udara dalam ruangan (suhu, kelembaban realif, pertukaran udara) dengan gejala SBS pada karyawan PT X Tahun 2016.

Air pollution in a room expected can cause of health problems relating to the air quality is sick building syndrome (SBS) . This study aims to analyze physical qualities of indoor air linked to the Sick Building Syndrome ( SBS ) symptoms. This research is quantitative study with the design study cross sectional. Variable measured is the parameter physical indoor air quality (temperature , the relative humidity , exchange air) and personal factors (age , sex , old workings , the status of smoking , disease history). Based on the measurement result obtained temperature have met the standards of quality standard set Kepmenkes no 1405 year 2002 , while the relative humidity exceed standard. To the measurement result of exchange air have met the standards except on the floor 16. From the results of the analysis not found relations physical qualities of indoor air (temperature, the relative humidity, exchange air) with SBS symptoms on employees PT X 2016."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S63232
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aprita Rahmi
"Kualitas fisik udara dan mikrobiologi udara sangat berpotensi dalam menentukan baik buruknya kualitas udara dalam ruangan. Di antara berbagai polutan yang memiliki peran penting terhadap kesehatan adalah terdapatnya jamur dan bakteri di udara dalam ruangan. Gangguan kesehatan akibat jamur di dalam ruangan perpustakaan dapat dialami oleh orang-orang yang beraktivitas di dalam perpustakaan termasuk pustakawan. Pustakawan yang bekerja dalam ruangan hingga 8 jam sehari akan berpotensi mengalami kejadian Sick Building Syndrome, yaitu suatu gangguan kesehatan yang dialami oleh pekerja di dalam gedung, akibat buruknya ventilasi dan adanya kontaminasi polutan di udara. Penelitian deskriptif ini dilakukan pada 8 Maret 2010 hingga 21 April 2010 bertujuan untuk mendapatkan hubungan antara kualitas fisik udara (suhu, kelembaban dan debu) dan mikrobiologi udara (jamur dan bakteri) yang dihubungkan dengan keluhan Sick Building Syndrome pada petugas Perpustakaan Pusat Universitas Indonesia dan Perpustakaan Fakultas Teknik. Hasil wawancara menggunakan kuisioner menunjukkan lebih dari 20% responden tiap gedung mengalami gejala SBS. Hasil data statistik penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara kualitas fisik udara dan mikrobiologi udara dengan kejadian SBS pada setiap gedung.

Physical and microbiological quality of air in determining the air is potentially good or poor quality indoor air. Among the various pollutants that have an important role on health is the presence of fungi and bacteria in the room's air. The health problems caused by fungi in the room of the library can be experienced by people who had activity in the library, including librarians. Librarians who work indoors up to 8 hours a day will be exposed to the incident to Sick Building Syndrome, which is a health disorders experienced by workers inside the building, that caused by poor ventilation and the presence of pollutants in the air contamination. Descriptive study was conducted on 8 March 2010 until 21 April 2010 to get the relationship between the physical quality of the air (temperature, humidity and dust) and air microbiological (fungi and bacteria) associated with symptoms of Sick Building Syndrome on library officers at the central library of University of Indonesia and library Faculty of Engineering. Interviews using the questionnaire results showed more than 20% of respondents experienced symptoms of SBS for each building. Results of statistical data showed that there was no significant relationship between the air quality of the physical and microbiological of the SBS event at each building."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
S50638
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rosa Jaya
"Kualitas udara dalam ruangan kelja yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan dapat menyebabkan ruangan kerja tidak nyaman; dampak negatif terhadap karyawan berupa keluhan kesehatan yang dikenal dengan istilah sick building syndrome 6985). Keluhan SBS biasanya tidak terlalu parah dan tidak diketahui penyebabnya, tetapi mengurangi produktivitas kerja. Sejumlah penelitian pada lingkungan yang berbeda menunjukkan bahwa faktor-faktor intcmal dan ekstemal mempengaruhi kejadian SBS.
Informasi mengenai kualitas udara dalam mangan gedung perkantoran Departemen Kesehatan (Dcpkes) belum dikctahui, walaupun sudah banyak Iaporan tentang keluhan SBS. Tujuan penelitian untuk memperoleh informasi mengenai kualitas udara di gcdung Depkes Jakarta, Serta kejadian SBS dan ihktor-faktor yang mempengaruhinya. Menggunakan studi cross-seczional hersifat deskriptif analitik; melibatkan 242 karyawan Depkes scbagai responden. Kriteria respondcn adalah orang sehat tidak menderita penyakit sesuai diagnosa dokter dan tidak sedang hamil. Untuk memperoleh data mengenai, karakteristik, psikologis dan posisi kelja yang ergonomik dari responden menggunakan kucsioner teramh dan terstruktur. Sedangkan pengukuran konsentrasi NO2, CO, C0;, SO2, H2S, NH; and PM|0 scbagai indikator kualitas udara dilakukan pada 10 ruangan.
Kualitas udara dalam ruangan masih memcnuhi persyaratan scsuai Keputusan Mentcri Kesehatan No. 1405/Menkes/SK/XI/2002. Kadar NO2, SO2, and NH; terdeteksi pada tiga ruangan. Konsenlrasi C0 pada setiap ruangan sama; C02, H2S, and PMN lerdetcksi pada setiap ruangan dengan konscntrasi berbeda-beda. Pencahayaan pada seluruh ruangan memenuhi pcrsyaratan (> |00 lux). Di Iain pihak, suhu dan kelembaban pada beberapa ruangan melebihi persyaratan, namun secara umum nilai rata-ratanya masih memenuhi persyaratan.
Prevalensi SBS sebesar 19%, dengan gejala tcrbanyak berupa kelelahan, rasa sakit dan kekakuan pada bahu dan Ieher (50%); flu, batuk dan bersin-bersin (49.6%); Serta pusing, sakit kepala dan kesulitan konsentrasi (38.4%). Suhu, posisi keqja yang ergonomik, jenis kelamin dan umur mempcngaruhi kejadian SBS secara bemmakna, dimana suhu merupakan variabel yang paling dominan.
Kualitas udara masih memenuhi persyaratan kesehatan, untuk Iingkungan fisik dalam ruangan kenja nilai rata-rata pengukuran masih memenuhi persyaratan, walaupun ada ruangan yang suhu atau kelembaban tidak memcnuhi persyaratan kesehatan, Suhu, posisi kerja yang ergonomik, jenis kelamin dan umur sangat mempengaruhi kejadian SBS. Pemeliharaan pendingin ruangan serta posisi kerja yang ergonomik merupakan upaya pencegahan yang harus mcndapat perhatian dalam program SBS.

Indoor air quality that does not meet the health standard requirement may lead to uncomfortable working environment and causes negative impacts to the workers in the fomm of health complaints known as sick building .syndrome (SBS). Usually the complaints are not very serious and the sources are unknown; however it could reduce work productivity. A number of studies in different settings have indicated that several internal and external factors influence the incidence of SBS.
Infomation on the indoor air quality of the Ministry of Health (MOH) building has not yet been known, in spite ofthe SBS complaints that have been reported. The purpose of this study is to obtain infomation on the indoor air quality ofthe MOH building Jakarta, as well as the incidence of SBS and its’ underlying thctors. Using cross-sectional study which is descriptive-analytic; the study involved 242 MOH employees as respondents. The criteria ofthe respondents were healthy individuals not suffering from diseases as diagnosed by a physician and not pregnant. To obtain data on the characteristics, psychological and ergonomic working position of the respondents, guided and structured questionnaire were used. Whereas measurements of NO;, CO, CO2, S02, I-I2S, NH, and PM10 concentrations as indicators of air quality were undertaken in ten rooms.
Indoor air quality still meets the standard requirement, in accordance to the Minister of Health Decree No. 1405/ivlenkes/SK/XI/2002. Concentrations of NO2, SO2, and Nl-I; were detected in three rooms. The concentration of CO in all rooms was the same; while CO2, l-l2S, and PM10 were detected in all rooms with different concentrations. Illuminations in all rooms were in compliance to the standard requirement (> 100 lux). On the other hand, the temperature and humidity in some rooms exceeded the standard requirement, however, in general the average value of these two variables still meet the requirements.
The prevalence of SBS was 19%, mostly in the fonn of fatigue, pain and stiff on the shoulder and neck (50%); common cold, coughing and sneezing (49.6%); as well as diuiness, headache and concentration problems (38.4%). Temperature, ergonomic working position, sex and age significantly influence the incidence of SBS, in which the room temperature was shown to be the predominant variable.
Indoor air quality was still in compliance to the health standard requirement. As for the physical environment, the measurement average values still meet the requirements although the temperature and humidity in some rooms did not. _ Temperature, ergonomic working position, sex and age significantly influence the incidence of SBS. Maintenance of the air conditioner and sustaining ergonomic working position are prevention actions that should acquire attention in the SBS program.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T34265
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Christabel Caroline Franswijaya
"Sick Building Syndrome (SBS) merupakan masalah yang sering dialami oleh penghuni gedung namun penyebabnya tidak diketahui pasti. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kualitas udara dalam ruang dengan kejadian SBS di gedung 4 BPS Jakarta Pusat. Digunakan disain studi cross- sectional, variabel independen adalah kualitas udara dalam ruang (kadar PM10, suhu, kelembaban) dan karakteristik individu (jenis kelamin, kelompok pekerjaan, durasi penggunaan komputer). Analisa statistik memberikan hasil proporsi kejadian SBS adalah 45,2%, dari enam variabel yang berhubungan signifikan secara statistik adalah jabatan sekretarial (p-value=0,022, OR=3,714). Lantai dengan kadar PM10, suhu, dan kelembaban tinggi memiliki kejadian SBS yang tinggi juga, dan sebaliknya.

Sick Building Syndrome (SBS) is a frequent problem experienced by residents of buildings but the causes are still unknown. This study aims to determine the relationship between the indoor air quality with SBS occurence in 4th building of BPS, Central Jakarta. We used cross-sectional study design, with the indoor air quality (PM10 levels, temperature, humidity) and individual characteristics (gender, occupation, duration of computer use) as independent variables. From the results of statistical analysis, SBS incidence proportion is 45.2%, from all six variables the one that is statistically significant is secretarial position (p value = 0.022, OR = 3.714). Floors with high PM10 levels, temperature, and high humidity have a high incidence of SBS as well, and vice versa."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S44631
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gelar Winayawidhi Suganda
"Seiring dengan waktu, pembangunan di kota-kota besar bergeser kearah vertikal dengan sistem ventilasi buatan. Hal tersebut berdasarkan berbagai penelitian dapat meningkatkan resiko Sick Building Syndrome (SBS) di gedunggedung dimaksud. Kantor Pusat PT. X berada di Gedung Y dengan karakteristik demikian. Tesis ini bertujuan untuk mengetahui kualitas udara dalam ruangan, karakteristik umum pekerja, dan kejadian SBS di Kantor Pusat PT. X. Berdasarkan penelitian beberapa parameter kualitas udara seperti CO2, kelembaban, dan ventilation rate tidak memenuhi Standar. Didapatkan juga beberapa kasus mirip SBS seperti iritasi mata (16.13 %) dan kelelahan (13.98 %). Kejadian SBS kemungkinan merupakan hasil interkoneksi berbagai faktor termasuk kualitas udara dan karakteristik responden.

Recently development of big city has been swifted to vertical development with artificial ventilation. According to vast amount of research that situation could lead to Sick Building Syndrome (SBS) cases. The Headquarter of PT. X located at Y Building has that charasteristic. This Theses aims on knowing indoor air quality (IAQ), workers? characteristics and SBS cases in The Headquarter of PT. X. According to this research some parameters e.g. CO2, relative humidity and ventilation rate are out of standards. Some cases has also been found, e.g. eye irritation (16.13 %) and fatigue (13.98 %). These cases may be a result of many factors including IAQ and workers? characteristics."
Depok: Universitas Indonesia, 2010
T31105
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>