Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 111824 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wiko Saputra
"Penelitian ini membahas masalah gizi buruk dan gizi kurang pada tiga komunitas di Sumatera Barat, yaitu komunitas perkotaan, komunitas perikanan dan komunitas pertanian melalui studi terhadap 572 keluarga yang dipilih dengan menggunakan teknik purposive random sampling. Hasil studi terhadap evaluasi status gizi anak balita menunjukkan implikasi (1) masih banyak anak balita yang memiliki gizi buruk di Sumatera Barat dimana prevalensi gizi buruk sekitar 17,6 persen dan gizi kurang sekitar 14 persen, (2) kemiskinan dan tingkat pendidikan orang tua merupakan faktor utama penyebab balita menderita gizi buruk dan gizi kurang. Ini menjadi kompleks ketika intervensi dari pemerintah untuk kemiskinan sangat lemah terutama pada komunitas perikanan, komunitas pertanian tradisional dan komunitas perkotaan sehingga tidak mampu memberikan perubahan untuk kesejahteraan masyarakat dan menimbulkan masalah balita gizi buruk dan gizi kurang. Upaya sistematis diperlukan untuk mengintegrasikan program untuk mengatasi kemiskinan dan program untuk menyediakan makanan agar dapat meminimalkan risiko gizi buruk dan gizi kurang dalam masyarakat.

Demographic Factors and the Risk of Malnutrition and Nutrition for Less at Three Different Communities in West Sumatra. This study discussed the problem of malnutrition at three communities in West Sumatra, namely; urban community, fishery community and farming community. Data of this study were obtained by doing field study toward 572 families which were selected or chosen by using purposive random sampling technique. The result of studying on the evaluation of the status of nutrition of children under five years. Showed its implication (1) there were still many children under five years who have malnutrition in West Sumatra. Where the prevalence of malnutrition of about 17.6 persen and less nutrition about 14 persen, (2) poverty and the level of education of parents were main factors making less than five years children have malnutrition. This polemic becomes complex when the intervention of government for the poverty is weak so that poverty especially at fishery, urban and traditional farming community is not able to bring change on the welfare of society and this has implication for the existence of malnutrition for under five years children. In this case, systematic effort is needed to integrate the program for overcoming poverty and program for providing food in order to be able to minimize the risk of malnutrition in society."
[place of publication not identified]: Tanjung Biru Research Institute, 2012
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Anggraeni Puspitasari
"Prevalensi gizi kurus di Propinsi Jawa Barat pada tahun 2010 tergolong tinggi sebesar 11,0%. Pusat Tekhnologi Terapan Kesehatan dan Epidemiologi Klinik mempunyai klinik pemulihan gizi secara rawat jalan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan status gizi balita gizi kurus yang mengikuti pemulihan gizi buruk secara rawat jalan selama tiga bulan dan faktorfaktor yang berhubungan dengan perubahan status gizi anak balita. Jenis penelitian yang digunakan kuasi eksperimen before and after jumlah sampel sebanyak 75 anak balita gizi kurus,yang mengikuti paket pemulihan gizi selama tiga bulan menggunakan data sekunder PTTK dan EK tahun 2006-2010.
Hasil penelitian ini terjadi perubahan status gizi balita kurus menjadi normal selama 3 bulan mengikuti pemulihan sebesar 58,7% dan yang turun menjadi sangat kurus sebesar 2,7% dari jumlah sampel 75 anak balita usia 6-59 bulan. Setelah dilakukan uji statistik ada hubungan yang bermakna antara pekerjaan orangtua dengan perubahan status gizi (p=0,009), dan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara karakteristik anak (umur, jenis kelamin, nomor urut kelahiran), karakteristik keluarga (umur ibu, pendidikan orangtua, pekerjaan ayah, jumlah angoota rumah tangga), penyakit infeksi, kepatuhan dalam mengikuti jadwal kegiatan dengan perubahan status gizi.

Prevalence of underweight malnutrion in West java in 2010 is high at 11%. Applied technology centers and health clinics have cllinicalepidemiology of malnutrition recovery on an out patien basis. The study aims to determinane the nutrional status of bony changes that follow. The nutrional recovery on an outpatient basis for three months and the factors associated with changes in nutritional status of achildren under five. This type of research used quasi eksperimental before and after asample of 75 children under five under weight malnutrition, which followed the utritional recovery package for three months by using asecondary data and EK PTTK 2006-2010.
The result of this study changes in nutrional status of children under weight to normal during the 3 months following the recovery of 58,7%, and that drops to avery thin at 2,7% of the total sample 75 toddlers ages 6-59 months. Having performed statistical test are meaningful relationship between their parents job to change the nutritional status (p=0,009), and there is no meaningful relationship between child characteristic (age, sex, serial number of births), family characteristics (maternal age, parental education, father?s work, the number of household), infectious deseases, compliance in the following schedule of activities wih changes in nutrional status.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sjahmien Moehji
Jakarta: Papas Sinar Sinanti, 2003
613.2 SJA i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"This study is aimed to describe the pattern of the primary and permanent teeth caries’ severity curve within 3 -12 years of age children in a poor and good nutritional status, and to describe the predisposing factors’ differences at a certain area in the district of Tangerang which has a high prevalence of poor nutritional status. Method: This study was performed as a cross sectional study. Result: The standardized/ controlled primary dentition caries’ scores show that the highest value belongs to the group of 5 years old children with poor nutritional status (10.4), and the caries’ scores are higher in the children with poor nutritional status which is one year earlier than the children with good nutritional status whose highest caries score is at 6 years old group (8.00). The highest standardized/ controlled permanent dentition caries’ scores in the children with poor nutritional status is at 12 years of age (2.93). Meanwhile, the highest standardized/controlled permanent dentition caries’ scores in the children with good nutritional status is at 12 years of age (2.15) as well. It is shown that the caries’ scores are higher in the children with poor
nutritional status.Conclusions: In this cross sectional study, the result is plotted in curve, shown that in the children with poor nutritional status the curve pattern is higher than the children with good nutritional status at the same age (3-12 years of age). It is also shown the same phenomenon at both groups of 6-12 of age, which means that there is a positive correlation between primary dentition caries and permanent dentition caries. The most obvious predisposing factors in the caries severity is the salivary pH."
[Fakultas Kedokteran Gigi, Journal of Dentistry Indonesia], 2008
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dede Mulyadi
"Krisis ekonomi yang berkepanjangan telah mengakibatkan meningkatnya jumlah penduduk miskin dan menurunnya berbagai indikator kesehatan, diantaranya meningkatnya insidens Kurang Energi Protein (KEP) terutama pada bayi dan anak. Situasi tersebut berakibat pada menurunnya status gizi masyarakat terutama pada kelompok usia 6 - 23 bulan dan meningkatnya prevalensi gizi buruk. Peningkatan angka kejadian balita gizi buruk akibat krisis ekonomi memicu peningkatan angka kesakitan penyakit-penyakit infeksi pada kelompok usia tersebut karena daya tahan tubuh yang rendah mengakibatkan balita menjadi kelompok rentan penyakit. Salah satu penyakit yang panting untuk diwaspadai pada kelompok balita gizi buruk adalah penyakit TBC paru karena angka kesakitan penyakit tersebut pada usia dewasa produktif masih cukup tinggi terutama dari kelompok masyarakat ekonomi lemah sebagai sumber penularan pada kelompok balita gizi buruk yang banyak terdapat pada kelompok masyarakat tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian TBC Paru pada balita berstatus gizi buruk di Kota Bogor tahun 2003. Desain penelitian yang digunakan adalah desain kasus kontrol dengan jumlah sampel sebanyak 200 balita yang terdiri dari 50 balita gizi buruk penderita TBC sebagai kasus dan 150 balita gizi buruk non penderita TBC sebagai kontrol. Data penelitian terdiri dari data sekunder yang diperoleh dengan cara observasi dokumen dan data primer yang diperoleh dengan cara wawancara dan pengukuran. Data yang telah terkumpul dianalisis dengan uji Chi Square dan analisis regresi logistik untuk mengetahui hubungan faktor risiko dengan kejadian TBC Paru pada balita gizi buruk.
Hasil Uji Kai Square menunjukkan bahwa terdapat 5 (lima) variabel yang berhubungan bermakna secara statistik dengan kejadian TBC Paru balita gizi buruk yaitu Penderita TBC serumah, kelembaban kamar, kelembaban ruang keluarga, pencahayaan kamar dan pencahayan ruang keluarga sedangkan berdasarkan hasil analisis regresi logistik diketahui bahwa variabel perilaku merupakan variabel yang dominan berhubungan dengan kejadian TBC paru pada balita gizi buruk di Kota Bogor tahun 2003 (OR = 10,99). Dari hasil pemodelan variabel penelitian diketahui pula bahwa balita gizi buruk dengan faktor risiko tinggal di rumah yang kelembabannya tidak memenuhi syarat dan tinggal dengan penderita TBC Paru berperilaku tidak sehat mempunyai probabilitas terkena penyakit TBC Paru sebesar 85% dibandingkan dengan balita gizi buruk yang tidak memiliki faktor risiko tersebut.
Saran yang diajukan berdasarkan hasil penelitian ini adalah peningkatan kegiatan pengobatan penderita TBC Paru serta pencegahan penderita putus berobat dengan menggunakan strategi DOTS dan pembentukan PMO, Pemberian reward bagi penderita TBC Paru yang tuntas berobat, Pemberian stimulan dan pembentukan kelompok arisan rumah sehat dalam perbaikan perumahan penduduk agar memenuhi syarat kesehatan lingkungan serta peningkatan upaya penyuluhan kepada masyarakat terutama bagi penderita TBC paru agar tidak berperilaku yang dapat menularkan penyakit tersebut seperti meludah disembarang tempat, serta bersin atau batuk dengan tidak menutup mulut.

Economics crises in longer time have increased poor population group that followed with decreasing of healthy indicators in case increasing of malnutrition incidence especially babies and children. The situation may have decreased of public nutrition status especially in the group of children 6 - 23 months age and increased malnutrition prevalence. Increasing children malnutrition prevalence has triggered increasing of infectious disease morbidity in the group caused lowness of immunity in the group as a high risk group was attacked infectious disease. One of infectious disease with have alerted in the malnutrition children group is pulmonary TBC, because morbidity case of the disease in adult productive group still more, especially in poor population community, as infecting agent to the malnutrition children group.
The research objective is about risk factors that related with pulmonary TBC incidence in malnutrition children group in Bogor 2003. Research design is case control study with 200 children as sample, 50 children with TBC Pulmonary as case group and 150 children without TBC Pulmonary as control group. Research data consist of secondary data by document observation and primary data by questionnaire and measurement. The data analyses with chi-square and logistic regression analyses to know how the risk factor and pulmonary TBC incidence in the case group related
As a summary of chi square test shows that five variable have statistically significant with pulmonary TBC incidence in case group ; in case a victim of pulmonary TBC at home, humidity of bed room, humidity of living room, illumination of bed room and illumination of living room. The logistic regression analyses shows that attitude variable is dominantly variable related with pulmonary TBC Incidence in Bogor 2003 (OR = 10,99). Research variable modeling shows that malnutrition children with risk factors : unconditional humidity home and live with an unhealthy attitude pulmonary TBC victim have probability to suffer TBC disease about 85% compared with malnutrition children without risk factors.
As a proposition we suggestion increasing Therapeutic activity for pulmonary TBC victims and preventing with drawal therapy with DOTS strategy and PMO formation ; rewarding for pulmonary TBC victims who have completed therapy ; giving stimulant and "arisan rumah sehat" . increasing health promotion especially for TBC pulmonary victims so they have healthy attitude to prevent spreading TBC disease.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12750
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Gizi buruk merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di Indonesia. Gizi buruk menyebabkan penderita rentan terhadap infeksi. Infeksi merupakan faktor langsung yang mempengaruhi gizi buruk. Infestasi parasit usu mengakibatkan penderita gizi buruk menjadi lebih buruk lagi, sehingga menghambat usaha pemberantasan gizi buruk di masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pravalensi infestasi parasit usus pada balita penderita gizi buruk dan distribusi pravalensinya berdasarkan faktor risiko. Subyek penelitian adalah semua balita gizi buruk di puskesmas Kasihan I dan II, Bantul, Yogyakarta. Kuesioner dan catatan medik untuk mendapatkan data faktor risiko yaitu akses dengan pelayanan kesehatan, tingkat pendidikan orang tua, riwayat infeksi kronis dan tingkat sosial ekonomi. Pemeriksaan feses dengan metode langsung dan tidak langsung untuk menemukan sista atau telur cacing, dilakukan sebanyak dua kali dengan pemeriksa berbeda. Prevalensi infestasi protozoa usus pada balita penderita gizi buruk adalah Entamoeba histolytica (56,52%), Entamoeba coli (43,48%), Giardia lamblia (52,17%), cacing tambang (13,04%) dan Entrobius vermicularis (8,69%). Kondisi yang menonjol pada keluarga balita gizi buruk adalah 84% berstatus sosial ekonomi rencah, 96% orang tua berpendidikan rendah dan sedang serta 40% mempunyai sarana sanitasi memadai, 64% terinfeksi penyakit kronis."
610 MUM 10:2(2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Zamzania Anggia Shalih
"Latar Belakang: Penolakan cangkok akut pascatransplantasi hati anak dapat berakibat cangkok tidak berfungsi. Angka kejadian yang mencapai 31% di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) membutuhkan evaluasi faktor risiko untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas.
Metode: Rekam medis 44 resipien anak pascatransplantasi hati donor hidup dari tahun 2010-Januari 2020 dievaluasi, dan dianalisa menggunakan fisher test.
Hasil: Sebelas subjek (25%) mengalami penolakan cangkok akut pascatransplantasi dengan median waktu 12 hari (jarak waktu 6-70 hari) pascatransplantasi. Total 44 subjek, 29 (65,9%) berusia > 1 tahun dan 30 (68,1%) bergizi kurang. Kejadian penolakan cangkok akut pada kelompok usia ≤1 tahun, adalah 5 (33%) dan pada usia >1 tahun, 6 (20%). Penolakan cangkok akut terjadi pada 6 subjek (20%) dengan gizi kurang, dan 5 subjek (35,7%) dengan gizi baik. Hasil analisa menunjukkan tidak ada hubungan antara usia (p= 0,468; 95% CI 0,47-0,77; OR 1,917) dan status gizi (p=0,287; 95% CI 0,11- 1,85; OR 0,450) terhadap reaksi penolakan cangkok akut pascatransplantasi hati donor hidup anak di RSCM. Hasil observasi tiga bulan pertama memperlihatkan rerata kadar tacrolimus darah 6-8 ng/mL pada hari 12-15, tidak mencapai target untuk mendapatkan efek imunosupresi yang adekuat.
Kesimpulan: Pada penelitian ini status gizi kurang dan usia resipien saat transplantasi hati tidak signifikan sebagai faktor risiko independen reaksi penolakan cangkok akut, tetapi dapat dipikirkan bahwa kedua faktor ini mempengaruhi imunitas resipien, yang selanjutnya berperan dalam reaksi penolakan cangkok akut. Penggunaan imunosupresan yang adekuat juga harus diperhatikan dalam menekan reaksi penolakan cangkok pascatransplantasi hati.

Background: Acute rejection post-liver transplant in children may result in graft failure. The incidence rate of up to 31% at Cipto Mangunkusumo Hospital (RSCM) needs further evaluation of risk factors to lower morbidity and mortality.
Methods: 44 medical records of post living donor liver transplant pediatric recipients between 2010 until January 2020 were evaluated and analyzed using Fisher’s test.
Results: Eleven subjects (25%) were found to experience acute rejection post-transplant with a median time of 12 days (range 6-70 days) after surgery. Of the 44 recipients, 29 subjects (65,9%) were >1 year old and 30 subjects (68,1%) were undernourished. Acute rejection occurred in 5 subjects (33%) ≤1 year-old and in 6 subjects (20%) that were >1 year old. Acute rejection of the transplant occurred in 6 subjects (20%) that were undernourished and in 5 subjects (35,7%) with good nutritional status. Analysis of the data found no relationship between age (p= 0,468; 95% CI 0,47-0,77; OR 1,917) and nutritional status (p=0,287; 95% CI 0,11-1,85; OR 0,450 to acute rejection in pediatric living donor liver transplant at RSCM. Observation in the first three months post-transplant reveal that mean levels of tacrolimus in the blood were 6-8 ng/mL on days 12-15, insufficient of reaching the target of obtaining an adequate immunosuppressive effect.
Conclusion: In this study, age and nutritional status of recipients during the time of transplant were found to be insignificant independent risk factors of liver transplant acute rejection. However, these two factors can be thought to effect recipients’ immune status, which plays a role in acute rejection post-transplant. The use of adequate immunosuppressant needs to be carefully monitored in suppressing rejection reactions post-liver transplant.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Latar Belakang: Jawa Timur adalah provinsi dengan pertumbuhan ekonomi dan fasilitas kesehatan, sarana, dan prasarana yang cukup memadai sehingga disayangkan ketika masih terdapat problem kesehatan gizi balita. Metode: Penelitian ini melakukan pendekatan kualitatif. Ibu dan keluarga dengan masalah gizi balita diamati dan diwawancarai tentang konstruksi dan tindakannya. Penelitian ini dilakukan tahun 2012 dengan lokasi Kabupaten Sampang dan Bojonegoro. Hasil: Ibu belum menerapkan pemberian ASI eksklusif, pemberian makanan padat terlalu dini pada bayi (madu, kelapa muda, pisang). Ibu baru mengetahui jika memiliki anak dengan status gizi buruk setelah berinteraksi dengan tenaga medik. Keadaan ibu yang hanya mementingkan perbaikan ekonomi keluarga (memperoleh status sosial dalam masyarakat), dan memiliki anak dengan gizi buruk adalah sebuah masalah yang memalukan serta harus segera diatasi dengan mencari pelayanan kesehatan. Ibu yang mengacu pada pengalaman merawat anak sebelumnya, tidak menganggap gizi buruk sebagai suatu masalah yang harus diatasi, dan justru menghindari pelayanan kesehatan."
BULHSR 18:1 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Safiudin Alibas
"Pelaksanaan program perbaikan gizi dalam pencegahan dan penanggulangan kurang gizi sampai saat ini belum efektif. Hal ini ditunjukkan dengan masih tingginya prevalensi kurang gizi (gizi kurang dan gizi buruk). Penelitian ini bertujuan mengetahui efektivitas program perbaikan gizi dalam pencegahan dan penanggulangan kurang gizi di Kabupaten dan Kota Propinsi Sulawesi Tenggara (Kasus Kabupaten Konawe dan Kota Kendari). Efektivitas program perbaikan gizi yang dimasud dalam penelitian ini adalah efektivitas pemantauan pertumbuhan balita dan efektivitas distribusi Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI). Kedua jenis kegiatan ini berhubungan langsung dengan prevalensi kurang gizi.
Metode analisis dilakukan dengan menggunakan Analisis of Varians dan model ekonometrika. Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan secara survei. Penentuan sampel dilakukan secara purposive.
Berdasarkan analisis dengan uji statistik one way ANOVA, disimpulkan bahwa efektivitas pemantauan pertumbuhan bailta tidak berbeda secara signifikan antara Kabupaten Konawe dan Kota Kendari. Sedangkan efektivitas distribusi MP-ASI berbeda secara signifikan. Faktor-faktor yang berbeda secara signifikan meliputi dukungan manajemen puskesmas dalam program perbaikan gizi, dan ketersediaan MP-ASI. Analisis uji statistik one way ANOVA juga menyimpulkan Prevalensi gizi kurang dan gizi buruk tidak berbeda secara signifikan antara Kabupaten dan Kota.
Hasil analisis model ekonometrika dengan menggunakan regresi linier berganda menyimpulkan batiwa efektivitas pemantauan pertumbuhan dipengaruhi secara signifikan oleh pengetahuan gizi Ibu, keterlibatan TP-PKK dalam program perbaikan gizi dan tingkat dukungan manajemen puskesmas. Hasil analisis di masing-masing Kabupaten dan Kota menyimpulkan bahwa efektivitas pemantauan pertumbuhan balita dipengaruhi oleh faktor yang berbeda. Di Kabupaten Konawe efektivitas pemantauan pertumbuhan balita dipengaruhi secara signifikan oleh pengetahuan gizi ibu dan dukungan manajemen Puskesmas. Sedangkan di Kota Kendari efektivitas pemantauan pertumbuhan balita dipengaruhi oleh faktor pengetahuan gizi ibu dan keterlibatan TP-PKK dalam program perbaikan gizi.
Pengetahuan gizi ibu, keterlibatan TP-PKK dalam program perbaikan gizi dan keadaan geografis berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat efektivitas distribusi MP-ASI. Analisis menurut kabupaten dan kota pada model ini tidak dilakukan karena faktor-faktor yang mempengaruhi secara signifikan terhadap efektivitas pemantauan pertumbuhan balita tidak berbeda secara signifikan antara Kabupaten Konawe dan Kota Kendari.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa efektivitas distribusi MP-ASI di Kabupaten Konawe dan Kota Kendari dipengaruhi oleh faktor yang sama. Prevalensi gizi kurang dipengaruhi oleh pengetahuan gizi ibu, dan pengetahuan tenaga gizi tentang gizi buruk dan gizi kurang berpengaruh secara siginifikan terhadap prevalensi gizi kurang. Hasil analis masing masing kabupaten dan kota menyimpulkan bahwa prevalensi gizi kurang di Kabupaten Konawe dan Kota Kendari dipengaruhi oleh faktor yang berbeda. Di Kabupaten Konawe prevalensi gizi kurang dipengaruhi oleh pengetahuan gizi ibu dan pengetahuan petugas gizi tentang gizi kurang dan gizi buruk. Sedangkan di Kota Kendari faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap prevalensi gizi kurang adalah efektivitas distribusi MP-ASI.
Prevalensi gizi buruk dipengaruhi secara signifikan oleh faktor pendapatan keluarga, efektivitas pemantauan pertumbuhan balita di Posyandu dan kemampuan tenaga gizi dalam melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan program. Analisis menurut kabupaten dan kota pada model ini tidak dilakukan karena faktor-faktor yang mempengaruhi secara signifikan terhadap prevalensi gizi buruk tidak berbeda secara signifikan antara kabupaten dan kota. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa prevalensi gizi buruk di Kabupaten Konawe dan Kota Kendari dipengaruh oleh faktor yang sama.
Kesimpulan hasil analisis model ekonometrika memberikan gambaran dan pemahaman bahwa permasalahan gizi di setiap wilayah relatif berbeda dan sangat tergantung pada fokus permasalahan tersebut. Oleh karenanya, dalam upaya meningkatkan efektivitas pencegahan dan penanggulangan kurang gizi diperlukan berbagai kebijakan yang tidak hanya bersifat umum tetapi juga yang bersifat spesifik lokal masing-masing daerah. Kesimpulan ini sejalan dengan semangat desentralisasi yang mengharapkan pembangunan masing-masing daerah disesuaikan dengan kondisi sosial, ekonomi dan budaya daerah tersebut."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T17123
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>