Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7157 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ninny Soesanti Tedjowasono
"Biography of Airlangga, king of Kahuripan Kingdom"
Jakarta: Komunitas Bambu, 2010
959.82 NIN a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ninny Soesanti Tedjowasono
Jakarta : Komunitas Bambu, 2010
930.159 8 NIN a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Alnoza
"Tulisan ini membahas secara kritis gaya pemerintahan Airlangga dengan menggunakan pendekatan analisis fungsional yang dikemukakan oleh Robert K. Merton. Masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana Airlangga menjalankan fungsinya sebagai
raja dalam struktur pemerintahan kerajaannya. Masalah tersebut berusaha dijawab dalam rangka mengetahui fungsi manifes, fungsi laten, dan aspek disfungsional dari Airlangga melalui kebijakan yang dikeluarkannya. Metode yang digunakan dalam penelitian kualitatif
ini terdiri atas pengumpulan data melalui studi kepustakaan dan pengolahan data dengan melakukan analisis dan interpretasi. Melalui kajian yang dilakukan dengan membandingkan kebijakan Airlangga dan konsep aṣṭabrata, dapat diketahui bahwa Airlangga menjalankan fungsi manifes dalam bidang bidang militer dan ekonomi, sedangkan fungsi laten dilakukan di bidang hubungan internasional. Aspek disfungsional Airlangga ditunjukkan melalui kurang berfungsinya Airlangga sebagai simbol kejayaan suatu negara dan penjaga kestabilan internal kerajaan. Oleh karena itu, kebaruan dari penelitian ini terletak pada pemosisian Airlangga sebagai sosok raja yang disfungsional di salah satu aspek yang harusnya dimiliki seorang raja.

This paper critically discusses Airlangga’s style of government using the functional analysis approach proposed by Robert K. Merton. The problem raised in this study is how Airlangga performs his function as a king in his royal government. The study aims to find out the functions of manifest, latent functions, and dysfunctional aspects of Airlangga through the policies he issued. The method used in this qualitative research consisted of data collection through library research and data processing by analyzing and interpreting. By comparing Airlangga policy and the concept of , the study has found that Airlangga carried out manifest function in military and economy. In the meantime, he carried out the latent function in the international relations. Airlangga’s dysfunctional aspect has shown Airlangga’s lack of functioning as the symbol of the glory of a country and the guardian of the kingdom’s internal stability. Therefore, the novelty of the research is Airlangga’s position as a dysfunctional figure in one of the aspects that a king was supposed to own."
Kalimantan Barat : Balai Pelestarian Nilai Budaya , 2022
900 HAN 5:2 (2022)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sitorus, Tambos
"Penelitian mengenai sifat ideal raja Jawa Kuno dilakukan dengan mengamati keterangan-keterangan yang tertulis pada 23 (dua puluh tiga) buah prasasti yang berasal dari masa pemerintahan Airlanga sampai masa Ka_diri. Tujuannya ialah untuk mengetahui pandangan masyarakat kerajaan Jawa kuno mengenai kedudukan seorang raja yang berkuasa. Selain itu jugs untuk mengetahui perkembangan konsepsi tersebut khususnya pads masa (pe_riode) yang diteliti. Pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan se_jumlah transkripsi prasasti dari masa Airlangga - Kadiri yang telah diterbitkan/dipublikasikan. Uraian mengenai sifat ideal raja yang disebutkan di dalam prasasti-pra_sasti tersebut kemudian dipisahkan dan dianalisa lebih jauh melalui pemeriksaan (pembacaan) ulang kepada pra_sasti aslinya dan interpretasi terhadap isinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sifat kekuasaan Raja-raja Jawa kuno sering digambarkan seperti sifat_-sifat yang dimiliki oleh dewa-dewa. Dan khusus pada masa Airlanga - Kadiri, dewa Wisnu merupakan dewa yang paling sering dihubungkan dengan raja. Pandangan menurut mitologi Hindu yang menganggap dewa Wisnu sebagai dewa penyelamat dunia setelah masa kehancuran (pralaya), kemungkinan besar mendasari konsep pemikiran tersebut. Hal ini dapat dilihat dari keterangan-keterangan yang tertulis di dalam beberapa prasasti dan karya-karya sastra. Namun demikian dewa yang dihubungkan dengan seorang raja tidak hanya satu dewa (dewa Wisnu) saja, me-lainkan juga bersama-sama dengan dewa-dewa lainnya, se_perti dewa Suryya, Siwa dan Buddha. Hal ini diketahui berdasarkan keterangan sumber-sumber prasasti yang ber_asal dari masa sebelumnya, yaitu masa kerajaan Taruma_nagara dan Mataram Kuno dan juga dari masa sesudahnya yaitu masa kerajaan Sinhasari - Majapahit. Uraian mengenai sifat ideal raja tersebut ternyata tidak hanya terapat di dalam prasasti-prasasti saja, melainkan juga di dalam karya-karya sastra seperti kakawin-kakawin dari masa Kadiri. Apabila uraian dari ke_dua sumber tersebut dibandingkan, maka akan terlihat adanya perbedaan di dalam penekanan sifat raja tersebut. Pada prasasti-prasasti yang sering dikemukakan adalah sifat murah hati sang raja, sementara di dalam karya-karya sastra umumnya lebih menekankan sifat keperwiraan dari rajanya. Perbedaan tersebut kemungkinan disebabkan oleh perbedaan tema atau isi dari kedua sumber itu. Prasasti umumnya bertujuan untuk penetapan suatu daerah perdikan sehingga akan lebih tepat jika mengemukakan sifat murah hati seorang raja. Sementara itu kakawin-kakawin umumnya mengisahkan tentang cerita-cerita kepahlawanan, sehingga akan lebih tepat jika sifat ideal raja yang dikemukakan adalah sifat keperkasaannya di medan pertempuran."
1989
S11977
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vernika Hapri Witasari
"Pada beberapa prasasti batu di kawasan Indonesia dijumpai pahatan gambar. Pahatan gambar tersebut ada yang memiliki nilai lambang raja. Prasasti berlambang raja hanya dijumpai pada kawasan Indonesia dan India. Lambang raja ada yang dituliskan pada isi prasasti maupun dipahatkan pada prasasti batu berupa visualisasi dari pahatan gambar tersebut. Visualisasi tanda khusus pertama kali ditemukan pada masa pemerintahan Raja Airlaṅga yang kemudian berlanjut hingga sekitar abad XV Masehi pada masa pemerintahan Girīndrawardhana. Beberapa pahatan gambar ditemukan berbeda di hampir setiap raja yang memerintah. Hal itu membawa suatu persepsi bahwa pahatan gambar tersebut digunakan untuk membedakan seorang raja dengan raja lainnya, dengan kata lain sebagai lambang raja. Pahatan gambar yang dipilih untuk dijadikan lambang raja tentu ada maknanya. Penelitian ini mencoba untuk merekonstruksi makna lambang raja, selain memiliki makna yang tampak juga memiliki makna lain berdasarkan penggunaan dan fungsinya saat itu.

In some stone inscriptions in the area of Indonesia has carved an image. Sculptured images have value as a symbol of the king. Inscription bearing the king?s only found in Indonesia and India region. King?s emblem there is an inscription written on the content and the inscription engraved on stone sculpture in the form of visualization of the image. Visualization special mark was first discovered in the reign of King Airlaṅga which continues until around the XV century A.D during the reign Girīndrawardhana. Some of the sculptured images found to differ in almost every king who ruled. It brings a perception that the sculptures were used to distinguish the image of a king with the other kings, in other word as a symbol of the kings. Sculptured images selected to be the king of meaningless symbols. This study attempts to reconstructed the meaning of the symbol of the king, beside having the meaning which seems also to have different meanings based on the use and function of the time."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2011
T29226
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Titi Surti Nastiti
Bandung: Kiblat Buku Utama, 2003
380.1 TIT p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sugeng Riyanto
Yogyakarta: Balai Arkeologi, 2016
959.834 SUG t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ninny Soesanti Tedjowasono
"Langkah pembaharuan yang dilakukan oleh raja Airlangga semenjak ia naik takhta tahun 941 Saka(1019 M) adalah memberi perhatian besar pada aspek perekonomian negara. Perbaikan aspek ekonomi dianggap dapat menjadi dasar dari proses perbaikan ketiga aspek kehidupan bernegara lainnya, yaitu politik, agama dan sosial. Karena itu ia mengembangkan landasan perekonomian pada sektor perdagangan di samping pertanian yang sudah sejak lama dijalankan. Kedua sektor yang merupakan landasan perekonomian negara sangat diperhatikan dan diupayakan berkembang secara maksimal.N Ciri-ciri umum kerajaan-kerajaan kuna di Indonesia tidak banyak berubah dari abad ke abad, yang disebabkan oleh faktor geografi wilayah Indonesia. Kondisi tanah dan iklim dan geografi dianggap sebagai faktor penting yang menentukan landasan pereko_nomian yaitu pertanian dan perdagangan. Di sepanjang Jawa terda_pat sederetan gunung berapi yang berjajar memanjang membentuk tulang punggung dari timur ke barat. Gunung-gunung dan dataran tinggi membantu membentuk wilayah pedalaman menjadi kawasan_kawasan yang kebetulan sangat cocok bagi pengolahan sawah.Jalur perhubungan yang utama di Jawa adalah sungai-sungai yang sebagian besar relatif pendek. Sungai yang paling cocok untuk hubungan transportasi jarak jauh hanya sungai Brantas dan bengawan Solo, sehingga tidak mengherankan apabila lembah-lembah kedua sungai tersebut merupakan pusat-pusat kerajaan besar sejak..."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
D1845
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Titi Surti Nastiti
"Kegiatan ekonomi merupakan salah satu perwujudan adaptasi manusia terhadap lingkungan. Sejak masa prasejarah manusia telah menyelenggarakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan hidup utamanya. Adapun faktor yang mendorong perkembangan ekonomi, pada awalnya hanya bersumber pada problem untuk memenuhi kebutuhan dasar (basic needs), yaitu kebutuhan untuk memuaskan kebutuhan hidup/biologis. Akan tetapi pada perkembangan selanjutnya, sebagai makhluk sosial manusia juga menghadapi kebutuhan sosial, serta integratif bagi makhluk berakal seperti aktualisasi diri, keagamaan, dan legitimasi. Untuk memenuhi kebutuhan hidup, tidak banyak masalah, akan tetapi justru kebutuhan sosial yang berkaitan dengan problem untuk mencapai kepuasan atau keinginan (wants) atas kekuasaan (power), kekayaan (wealth), dan martabat/wibawa (prestige) itu yang tidak mengenal batas.
Kegiatan ekonomi yang tadinya hanya didasarkan kebutuhan hidup kemudian meluas menjadi kebutuhan sosial, karena manusia tidak pernah menikmati hasil produksinya sendiri tapi juga dinikmati oleh orang lain. Dalam ilmu ekonomi dikenal dua kegiatan ekonomi, yaitu ekonomi subsistensi dan ekonomi pasar. Ekonomi subsistensi ialah ekonomi yang terselenggara dengan melakukan produksi untuk kebutuhan sendiri, sedangkan ekonomi pasar terjadi akibat terciptanya hubungan antara dua pihak karena adanya penawaran (supply) dan permintaan (demand) (Wibisono 1991:23). Pada prakteknya tidak ada ekonomi subsistensi yang memungkinkan segala macam hasil produksi dikonsumsi sendiri oleh produsen. Juga tidak ada ekonomi pasar yang memungkinkan semua barang dan jasa didistribusikan melalui pasar. Tidak ada masyarakat yang dapat berfungsi tanpa produksi subsistensi (Evers 1988:171).
Timbulnya pasar tidak lepas dari kebutuhan ekonomi masyarakat setempat. Kelebihan produksi setelah kebutuhan sendiri terpenuhi memerlukan tempat penyaluran untuk dijual. Selain itu, tidak semua kebutuhan dapat dipenuhi dengan hasil produksinya sendiri. Manusia memerlukan "pasar" tempat ia bisa memperoleh barang atau jasa yang diperlukan akan tetapi tidak mungkin dihasilkan sendiri."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taqyuddin
"ABSTRAK
Kajian budaya pertanian masa Jawa kuno abad ke-8 ndash; 11 M yang menggunakan data utama isi prasasti, lokasional candi beserta gambaran reliefnya yang terkait dengan kondisi alam berdasar dimensi temporal dan spatial menunjukkan gambaran rekonstruksi lanskap arkeologi pertanian masa Jawa kuno. Penelitian arkeologi yang memfokuskan mengkaji benda budaya yang terkait dengan pertanian dalam isi prasasti, relief candi, sebaran candi dan lingkungannya yang ada di Jawa bagian tengah hingga Jawa bagian timur, pada bagian-bagiannya menurut waktu dan lokasionalnya menunjukkan keahlian lokal masyarakat Jawa kuno. Analisis arkeologis, analisis keruangan ekologi dapat menunjukkan bukti bahwa berbagai jenis pangan, tradisi pangan, jenis pengolahan tanah, pengolahan bahan pangan, profesi dan pejabat terkait dengan pengelolaan tanah, teknologi atau alat yang disebutkan untuk mendukung budaya pertanian masa lalu yang dipimpin oleh para-raja-raja masa Jawa kuno yang mengukuhkan tata aturan sesuai dengan agama Hindu dan Buddha di berbagai ruang wilayah penelitian dapat dibedakan keistimewaannya. Pelaksanaan budaya pertanian dikaji tidak terlepas dengan kondisi geografis fisiknya sebagai bukti upaya pemanfaatan lanskap alam yang terkait dengan lanskap arekologi pertaniannya. Analisis keruangan dari bukti-bukti tersebut dapat direkonstruksi nilai-nilai budaya masa Jawa kuno dan dijadikan refleksi. Refleksi nilai-nilai budaya tersebut dijadikan rujukan demi keberhasilan budaya pertanian. Nilai-nilai tersebut yaitu bahwa masyarakat Jawa kuno pandai memilih lanskap alam yang memiliki daya dukung lanskap budaya pertanian yang berkelanjutan. Selain itu masyarakat Jawa kuno yang berbekal pengalaman dan pengetahuan adaptasi ekologi di Jawa bagian tengah pada akhirnya peran manusia ikut menentukan perkembangan penerapan teknologi pertanian dan menentukan wilayah pilihan untuk melanjutkan kebudayaannya di Jawa bagian timur. Pengetahuan dan pengalaman menghadapi perubahan ekologis di Jawa bagian tengah yang relatif di dataran sempit berbukit hingga bergunung api, selanjutnya mampu mengekplorasi dan mengeksploitasi tidak hanya dataran luas lereng-lereng vulkanik tetapi hingga dataran rendah, dataran banjir sungai, rawa, pesisir dan laut. Hal ini dapat dijadikan refleksi budaya pada suatu wilayah dalam pengolahan tanah, pengadaan dan penyediaan pangan untuk lebih berkelanjutan.Kata kunci: Lanskap arkeologi pertanian, keruangan, ekologi.

ABSTRACT
The Study of Agriculture in Ancient Java using data from inscription, location of temple along with its candi relief related with natural environment, along with spatial and temporal dimension reconstruct archaeological agriculture in ancient Java era. Archaeological research aim and focus in studying cultural artifact of agriculture contain in inscriptions, candi relief, distribution of location of candi and its surrounding environment in central and east Java, each part described with its specific location and time frame, summarizing the evidence of local agricultural skill in ancient Java people. Archaeological along with spatial analysis such ecology conclude the evidence of various food source, food tradition, type of land cultivation, the food processing, the profession, bureaucracy related to land used, technology and various tools can provide a clear picture of ancient agriculture lead by kings in ancient Java in his terms of compliance to the religious setting and rule of Hinduism and Buddhism in various area in its specific settings. The cultural activity related to Agriculture are not separated with physical geography condition as a proven record of the use of natural landscape with its archeo agricultural landscape. Spatial analysis along with all related evidence can be use to reconstruct many of cultural values of ancient java on which can be reflected to now days needs situation. The value proved that ancient Java people has skill, knowledge, and experience to choose natural landscape that can support alive and sustainable agriculture landscape. On the progress, such expertise including ecological adaptation in central Java are used to choose to flourish the next episode of agriculture era in east Java. The knowledge and experience of challenging the ecological adaptation in central java, especially in narrow flat land to undulated hills and to volcanic mountain setting, are used well in exploring many areas not only hilly volcanic area, but also good use of flood plain, swamp, and coastal area. All of these great skill and experience can be use as cultural reflection in how an area can be used, tilled, and cultivated for a sustainable food security. Key Words Archaeology of Agricultural Landscape, spatial, ecology.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
D2288
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>