Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 185212 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rilla Fahimah
"Pneumonia merupakan penyakit mematikan nomor satu di dunia dengan prevalensi 44%. Di Indonesia, pneumonia anak bawah lima tahun merupakan penyebab kematian nomor dua setelah diare dengan proporsi 15,5%. Pneumonia merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dan bakteri yang dipengaruhi oleh pencemar fisik dan kimia. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kualitas udara kimia rumah dengan kejadian pneumonia anak bawah lima tahun dengan metode cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah penduduk yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Cimahi Selatan dan Puskesmas Leuwi Gajah.
Pemilihan kriteria wilayah dilakukan berdasarkan wilayah dengan jumlah penduduk tertinggi, kasus pneumonia tinggi (berada di wilayah merah dan kuning), merupakan wilayah industri yang berbahan bakar batu bara dan berada di dekat jalur tol Purbaleunyi. Sampel penelitian adalah responden yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Cimahi Selatan dan Puskesmas Leuwi Gajah dengan kriteria inklusi lama tinggal ≥1 tahun dan memiliki anak bawah lima tahun.
Hasil penelitian menunjukkan hubungan signifikan terjadi pada Particulate Matter (PM)10 dan Particulate Matter (PM)2.5 (p < 0,05) dengan nilai odd ratio masing-masing 4,40 dan 3,24, sedangkan kepadatan hunian rumah, kepadatan hunian kamar, ventilasi rumah, lubang penghawaan dapur, adanya perokok dalam rumah, penggunaan obat nyamuk bakar, Sulfur dioksida (SO2), Nitrogen dioksida (NO2) dan carbon monoksida (CO) tidak menunjukkan hubungan signifikan (p > 0,05) dengan pneumonia. Faktor dominan yang menyebabkan pneumonia pada balita adalah PM10 (p= 0,036) dengan nilai OR 4,09 setelah dikontrol dengan PM2,5 (p=0,142; OR 2,78), jumlah kuman (p= 0,004; OR 0,17) dan ventilasi rumah (p= 0,395; OR 0,58)."
2014
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Home Air Quality and Case of Pneumonia in Children under Five Years Old (in Community Health Center of South Cimahi and Leuwi Gajah, City of Cimahi). Pneumonia is the number one deadliest disease in the world with the prevalence of 44%. In Indonesia, pneumonia in todler is the leading cause of death, after diarrhea, with proportion 15,5%. Pneumonia is a disease caused by a virus and bacteria influenced by physical and chemical contaminants. The purpose of this study was to analyze indoor air quality with the incidence of pneumonia in children under five years old with cross sectional method. The population in this study was the population living in the region of South Cimahi Public Health Center and Leuwi Gajah Public Health Center. The criteria of selection for the region were: region with the highest population, high pneumonia cases (in the red and yellow area), a coal-fired industrial area, and located near the highway Purbaleunyi. The sample of this research are respondents who live in the region of South Cimahi Public Health Center and Leuwi Gajah Public Health Center with inclusion criteria length of stay ≥1 year with a child under five years old. Significant correlation occured between PM10 and PM2,5 (p < 0.05) with odd ratio 4.40 and 3.24 while the density of dwelling house, room occupancy density, home ventilation, kitchen hole, a smoker in the home, use of mosquito coils, sulfur dioxide (SO2), nitrogen dioxide (NO2) and carbon monoxide (CO) did not show a significant relationship (p > 0.05) with pneumonia. Dominant factors that cause pneumonia in infants is PM10 (p= 0.036) with a value of OR 4.09 after controlled PM2,5 (p= 0.142; OR 2.78), the number of bacteria (p = 0.004; OR 0.17) and ventilation the house (p= 0.395; OR 0.58).

Pneumonia merupakan penyakit mematikan nomor satu di dunia dengan prevalensi 44%. Di Indonesia, pneumonia anak bawah lima tahun merupakan penyebab kematian nomor dua setelah diare dengan proporsi 15,5%. Pneumonia merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dan bakteri yang dipengaruhi oleh pencemar fisik dan kimia. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kualitas udara kimia rumah dengan kejadian pneumonia anak bawah lima tahun dengan metode cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah penduduk yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Cimahi Selatan dan Puskesmas Leuwi Gajah. Pemilihan kriteria wilayah dilakukan berdasarkan wilayah dengan jumlah penduduk tertinggi, kasus pneumonia tinggi (berada di wilayah merah dan kuning), merupakan wilayah industri yang berbahan bakar batu bara dan berada di dekat jalur tol Purbaleunyi. Sampel penelitian adalah responden yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Cimahi Selatan dan Puskesmas Leuwi Gajah dengan kriteria inklusi lama tinggal ≥1 tahun dan memiliki anak bawah lima tahun.Hasil penelitian menunjukkan hubungan signifikan terjadi pada Particulate Matter (PM)10 dan Particulate Matter (PM)2.5 (p < 0,05) dengan nilai odd ratio masing-masing 4,40 dan 3,24, sedangkan kepadatan hunian rumah, kepadatan hunian kamar, ventilasi rumah, lubang penghawaan dapur, adanya perokok dalam rumah, penggunaan obat nyamuk bakar, Sulfur dioksida (SO2), Nitrogen dioksida (NO2) dan carbon monoksida (CO) tidak menunjukkan hubungan signifikan (p > 0,05) dengan pneumonia. Faktor dominan yang menyebabkan pneumonia pada balita adalah PM10 (p= 0,036) dengan nilai OR 4,09 setelah dikontrol dengan PM2,5 (p= 0,142; OR 2,78), jumlah kuman (p= 0,004; OR 0,17) dan ventilasi rumah (p= 0,395; OR 0,58)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia; Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan Pengendalian Penyakit, 2014
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rilla Fahimah
"Pneumonia merupakan penyakit mematikan nomor satu di dunia dengan prevalensi 44%. Di Indonesia, pneumonia balita merupakan penyebab kematian nomor dua setelah diare dengan proporsi 15,5%. Pneumonia merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dan bakteri yang dipengaruhi oleh pencemar fisik dan kimia. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kualitas udara rumah dengan kejadian pneumonia balita dengan metode cross sectional.
Hasil penelitian menunjukan hubungan signifikan terjadi pada PM10 dan PM2.5 (p < 0.05) dengan nilai risiko 4,40 dan 3,20. Hubungan tidak signifikan terjadi antara kepadatan hunian rumah dan kamar, ventilasi rumah dan lubang penghawaan dapur, perokok dalam rumah dan penggunaan obat nyamuk bakar, SO2, NO2 dan CO (p > 0.05) dengan pneumonia.

Pneumonia is number one deadly disease in the world with the prevalance of 44%. In Indonesia, pneumonia in toodler is the leading cause of death after diarrhea with proportion of 15,5%. Pneumonia is a disease caused by a virus and bacteria that is influence by physical and chemical contaminants. Cross sectional method used in this research to analyze the indoor air quality and incidence of pneumonia. Significant correlation occur between PM10 and PM2.5 (p < 0.05) with odd ratio 4.40 and 3.24.
The results of this research showing absence of the relation between the density of a dwelling house and room, ventilation in the house and in the kitchen, smokers in the house and the use of mosquito coil, SO2, NO2 and CO (p > 0.05) with pneumonia.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S45540
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2014
616.72 PER d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Zuhroni
Jakarta: DEPAG, 2003
610.8 ZUH i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Faisal Yatim
Jakarta: Pustaka Populer Obor, 2003
616.83 FAI p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Erik Tapan
Jakarta: Pustaka Populer Obor, 2004
616 ERI f (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rina Diana Nurfitri
"ABSTRACT
Pedikulosis kapitis banyak terdapat pada orang yang hidup berkelompok seperti di pesantren sehingga santri perlu diberikan edukasi mengenai gejala klinisnya. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui efektivitas penyuluhan terhadap pengetahuan santri tentang gejala pedikulosis. Desain penelitian menggunakan pre-post study dengan intervensi penyuluhan kesehatan. Data diambil di sebuah Pesantren, Jakarta Timur bulan Mei 2012 dengan memberikan kuesioner yang berisi enam pertanyaan gejala pedikulosis kepada 181 santri (total sampling). Jumlah responden tersebut terdiri dari 109 responden laki-laki dan 72 perempuan, berusia 11-19 tahun, dengan tingkat pendidikan madrasah aliyah 71 responden dan madrasah tsanawiyah 110 responden. Skor pengetahuan sebelum dan sesudah penyuluhan diuji dengan uji marginal homogeneity pada program SPSS versi 20. Hasil penelitian menunjukkan sebelum penyuluhan tingkat pengetahuan responden: 4 (2,2%) orang baik, 19 (10,5%) cukup dan 158 (87,3%) kurang. Setelah penyuluhan, responden berpengetahuan baik 18 (9,9%), cukup 51 (28,2%) dan kurang 112 (61,9%). Uji marginal homogeneity menunjukkan perbedaan bermakna (p<0,01) pada tingkat pengetahuan mengenai gejala pedikulosis sebelum dan sesudah penyuluhan. Disimpulkan bahwa penyuluhan efektif meningkatkan pengetahuan santri mengenai gejala pedikulosis.

ABSTRACT
Pediculosis capitis is often found in group-based population such as pesantren, thus students should be given an education about its symptoms. The purpose of this study was to investigate the effectiveness of health education on student?s knowledge improvement about the symptoms of Pediculosis. The pre-post study design was used. Data was taken from the pesantren, East Jakarta on May 2012. The questionnaire was distributed which consist of 6 questions about pediculosis symptoms to 181 students. The students consisted of 109 male students and 72 female students, aged 11-19 years old, with level education of students were 71 Madrasah Aliyah and 110 Madrasah Tsanawiyah. Score of knowledge before and after health education was calculated statistically using Marginal homogeneity test at SPSS version 20 software. The result showed the level of knowledge before health education was 4 (2.2%) good, 19 (10.5%) average, and 158 (87.3%) poor. After health education was held, there was improvement on the result: 18 (9.9%) good, 51 (28.2%) average, and 112 (61.9%) poor. Marginal homogeneity test shows significant difference (p<0.01) on level of knowledge before and after the health education was held. This finding concludes that health education effectively improved student?s knowledge on symptoms of pediculosis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Virginia Nuriah Hikmawati
"Pengobatan TB MDR yang berlangsung lama menimbulkan isolasi sosial, kehilangan pekerjaan, efek sosioekonomi dan psikologis jangka panjang pada pasien. Faktor individu, sosial budaya dan lingkungan serta kemungkinan efek samping psikiatri menjadikan pasien TB MDR cenderung mengalami gejala depresi. Depresi dapat mempengaruhi kualitas hidup. Penelitian ini menilai perubahan status depresi dan hubungannya dengan kualitas hidup pasien TB MDR. MetodePenelitian ini menggunakan metode kohort observasional di Poliklinik TB MDR RSUP Persahabatan. Dua puluh sembilan subjek TB MDR dinilai status depresi dan kualitas hidupnya dengan kuesioner Beck Depression Inventory BDI dan WHOQOL BREF sebelum dan setelah 6 bulan pengobatan TB MDR. HasilProporsi pasien depresi sebelum pengobatan sebesar 75,9 22 subjek . Setelah 6 bulan pengobatan TB MDR, 13 orang skor BDInya menurun, 9 orang meningkat dan terdapat 4 orang yang sebelumnya tidak depresi mengalami depresi. Skor WHOQOL BREF mengalami peningkatan pada ranah fisis, psikologis dan peningkatan bermakna pada ranah lingkungan. Pada ranah sosial, skor kualitas hidup mengalami penurunan. Tidak didapatkan hubungan bermakna antara perubahan status depresi dan kualitas hidup. Keterkaitan antara faktor usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status ekonomi, lama sakit TB dan atau TB MDR serta beratnya merokok dengan depresi tidak dapat dibuktikan pada penelitian ini. KesimpulanSebanyak 22 subjek 75,9 mengalami gejala depresi sebelum memulai pengobatan TB MDR. Setelah 6 bulan, 13 orang gejala depresinya membaik, 9 orang memburuk dan terdapat 4 orang mengalami onset baru depresi. Kualitas hidup ranah fisis, psikologis dan lingkungan mengalami kenaikan.Kata-kata kunci: tuberkulosis multidrug resistant, depresi, kualitas hidup

IntroductionTreating drug resistant TB MDR TB which requires longer courses resulting in social isolation, loss of employment, and long-term socioeconomic and also psychological impacts for patients. Individual factors, sociocultural and environment condition also psychiatric adverse events lead the patients tend to have depression symptoms. Depression can majorly affects patients rsquo; quality of life. This study assesses the alteration of depression and its rsquo; relation with the quality of life among MDR TB patients. MethodsThis study used observational cohort methods in MDR Outpatients Clinic of Persahabatan Hospital. Twenty nine patients were diagnosed with MDR, measured depression status and the quality of life with Beck Depression Inventory BDI and WHOQOL BREF questionnaire from baseline and after 6 months therapy. ResultsPropotion of depression at baseline is 75,9 22 subjects . After 6 months treatment, the BDI score of 13 subjects were decreased, 9 subjects were increased and there were 4 subjects experienced new onset depression. The WHOQOL BREF improved in physical, psychological and significantly increased in environmental domain. In social domain, it was decreasing. This study didn rsquo;t find relation between depression status changes and the quality of life. The association between age, gender, level of education, economic status, duration of illness and smoking with depression could not be proven by this study. ConclusionsThere are 22 subjects 75,9 have already been depressed at baseline. After 6 months treatment, 13 subjects improving the symptoms, 9 subjects worsening and 4 subjects have experienced new onset depression. The quality of life in physical, psychological and environmental domain have improved. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
Sp-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"Latar Belakang: Sejak tahun 2004 sampai 2010 Badan Litbang Kesehatan mengadakan rangkaian survei harga dan ketersediaan obat. Hasilnya adalah lebih dari 90% obat yang ada di Indonesia harganya masih di atas International Reference Price. Ketersediaan obat di sektor swasta lebih baik dari sektor publik dan masih cukup banyak obat generik & esensial pada fasilitas kesehatan yang ketersediaanya lebih kurang 3 bulan. Tujuan: Studi ini bertujuan untuk mengetahui harga dan ketersediaan obat terkini di rumah sakit, puskesmas dan apotek. Studi dilakukan di enam (6) wilayah DKI Jakarta yaitu Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Utara, Jakarta Timur, Jakarta Barat, dan Kepulauan Seribu. Metode: Studi mengikuti metode baku dari World Health Organization dan Health Action International. Sampel adalah 22 jenis obat esential dan lokasi pengumpunan sampel di rumah sakit, puskesmas dan apotek. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara terstruktur yang tertera pada kuesioner. Analisis data secara statistik deskriptif. Hasil: secara umum harga obat di Indonesia masih lebih tinggi dari International Reference Price dan beberapa diantaranya dapat mencapai > 100 kali. Belum banyak perubahan pola harga obat jika dibandingkan dengan hasil studi tahun 2010 dan 2004. Kesimpulan: Terdapat variasi harga yang cukup lebar antara harga obat antar puskesmas, antar RS pemerintah, yaitu 83,3% vs 80,6% (swasta) vs 57% (puskesmas). Saran: Pemerintah perlu melakukan pengaturan harga obat agar lebih rasional dan terjangkau serta meningkatkan ketersediaan obat di puskesmas. "
BULHSR 18:1 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>