Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 109216 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fidinny Izzaturrahmi Hamid
"Glioma is one of the most common central nervous system tumors that show variant responses towards radiotherapies. Most of the cases especially the high grade Glioblastoma Multiforme have very poor prognosis. Pluripotency of cMyc genes might be another factor for the high glial cell differentiation in glioma thus it may become an alternative therapeutic target. mRNA obtained from 20 glioma samples with different degree of malignancy are converted to cDNA and then amplified. Relative quantification of cMyc mRNA expression is measured by calculating the cycle threshold values of Real Time RT PCR and normalized towards 18s rRNA to predict the relationship between the expression of cMyc and the degree of malignancy. The cMyc expression is increased in accordance with the tumor grade. The cMyc expressions in high grade glioma are 17424.23 folds higher when calibrated to the normal cell, whereas the genes in lower grade tumors are expressed with the rate of 6167.35. Despite the statistically insignificant values the genes express, this research has strengthened molecular diagnosis, specifically pluripotency, to be the factor that gives a greater prognostic relevance than the histopathologic diagnosis. As a conclusion, there is a clinical tendency where the c Myc expression is higher than in high degree glioma compared to low degree malignancy, however it is not statistically significant.

Glioma adalah salah satu tumor sistem saraf pusat yang sering terjadi dan memiliki respon yang variatif terhadap radioterapi. Glioblastoma Multiforme cenderung memiliki prognosis buruk terhadap pengobatan. Pluripotensi mRNA cMyc dapat menjadi salah satu faktor tingginya diferensiasi sel glial pada gliom sehingga dapat menjadi target terapi alternatif. mRNA yang diperoleh dari 20 sampel glioma dengan derajat keganasan berbeda ditransformasi menjadi cDNA dan diamplifikasi menggunakan Accupower Two-Step RT-PCR with SYBR Green. Kuantifikasi relatif mRNA cMyc ditentukan dengan menghitung nilai cycle threshold pada RT PCR ang dinormalisasi dengan rRNA 18S untuk melihat hubungan antara ekspresi cMyc dan derajat keganasan glioma. Ekspresi cMyc ternyata lebih tinggi seiring dengan meningkatnya tingkat keganasan. Ekspresi cMyc pada glioma klasifikasi WHO derajat tinggi senilai 17424.23 kali lebih tinggi dibandingkan dengan ekspresi pada sel otak normal, sedangkan glioma derajat rendah menurut klasifikasi WHO mengalami ekspresi gen cMyc senilai 6167.35. Meskipun nilai yang diperoleh tidak signifikan secara statistik, penelitian ini telah menunjukkan bahwa diagnosis molekuler, terutama pluripotensi, dapat menjadi faktor penentu prognosis glioma selain ditentukan dengan derajat keganasan melalui pemeriksaan histopatologis. Terdapat kecenderungan secara klinis dimana ekspresi relatif mRNA cMyc lebih tinggi pada glioma derajat tinggi dibandingkan dengan glioma derajat rendah, namun nilainya tidak signifikan secara statistik."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tamara Tango
"ALDH1A1 merupakan penanda sel induk kanker yang memiliki peran pada diferensiasi dan metastasis dari sel glioma manusia. Riset ini bertujuan untuk menganalisis ekspresi relatif dari ALDH1A1 di sel glioma manusia dengan derajat keganasan yang berbeda. Sampel diperoleh dari 32 pasien di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo yang terdiri dari 19 jaringan glioma derajat rendah, 11 jaringan glioma derajat tinggi, dan 2 jaringan otak normal. Isolasi RNA pada glioma dengan derajat keganasan yang berbeda dilakukan sebelum mengukur kuantifikasi relatif ALDH1A1 menggunakan Real-Time Quantitative Reverse Transcription PCR (qRT-PCR). Riset ini menunjukkan terdapat kecenderungan ekspresi berlebih yang lebih tinggi dari ALDH1A1 pada glioma derajat tinggi dibandingkan dengan glioma derajat rendah. Namun hasil ini tidak signifikan secara statistic. Ekspresi ALDH1A1 bervariasi pada glioma dengan derajat keganasan yang berbeda, tetapi
cenderung lebih tinggi pada glioma derajat tinggi. Oleh karena itu, ALDH1A1 berpotensi untuk menjadi penanda klasifikasi malignansi pada glioma. Akan tetapi, riset selanjutnya diperlukan untuk mendukung bukti ini.

ALDH1A1 is a cancer stem cell marker which plays role in differentiation and metastasis of human glioma cells. This research aims to analyze the relative expression of ALDH1A1 in different grades of malignancy of human glioma cells. Initially, the samples were collected from 32 patients in Cipto Mangunkusumo hospital which consisted of 19 low grade glioma tissues, 11 high grade glioma
tissues, and 2 normal brain tissues. Isolation of RNA was performed prior to measurement of relative quantification of ALDH1A1 by using Real-Time Quantitative Reverse Transcription PCR (qRT-PCR) in different malignancies of glioma. The research revealed a tendency of higher overexpression of ALDH1A1 in high grade human glioma compared to those in low grade. However, this result was statistically insignificant. Expression of ALDH1A1 varied in different malignancies of glioma, but tend to be higher in high grade glioma. Therefore,
ALDH1A1 may become potential marker for malignancy classification. However, further research should be conducted to support this evidence.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febrial Hikmah
"[ABSTRAK
Glioma adalah tumor otak primer yang sampai saat ini sering timbul resistensi
terapi. Sel punca glioma diduga berperan penting dalam resistensi dan rekurensi
sel tumor. Sel punca glioma memiliki penanda permukaan CD133 dan mampu
berpluripotensi dengan mengekspresikan Oct4. Kondisi hipoksia tumor juga
berperan dalam self renewal sel punca glioma. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui hubungan keberadaan sel punca glioma dengan keganasan,
pluripotensi dan kondisi hipoksia. Cross sectional digunakan sebagai desain
penelitian dengan jumlah sampel sebanyak 35 jaringan, terdiri atas 15 glioma
derajat keganasan tinggi dan 20 glioma derajat keganasan rendah. Pengukuran
ekspresi relatif mRNA CD133, Oct4 dan HIF-1α menggunakan metode qRTPCR.
Protein HIF-1α dilihat ekspresinya melalui teknik imunohistokimia.
Ekspresi relatif mRNA CD133 dan Oct4 lebih tinggi bermakna (p < 0.05, Mann-
Whitney) pada glioma derajat keganasan tinggi dibanding glioma derajat
keganasan rendah. Protein HIF-1α lebih tinggi bermakna (p < 0,01, Mann-
Whitney) pada glioma derajat keganasan tinggi dibanding glioma derajat
keganasan rendah. Terdapat hubungan ekspresi sel punca glioma CD133 dengan
pluripotensi serta kondisi hipoksia (r = 0,518, r = 0,339; Spearman?s rho) serta
pluripotensi dengan kondisi hipoksia pada derajat keganasan tinggi (r = 0,749;
Spearman?s rho). Ekspresi relatif mRNA CD133, Oct4 dan HIF-1α meningkat
seiring dengan peningkatan derajat keganasan. Terdapat hubungan yang bermakna
antara keberadaan penanda sel punca glioma CD133 dengan pluripotensi dan
kondisi hipoksia pada glioma derajat keganasan tinggi.

ABSTRACT
Glioma is primary brain tumor with frequent therapeutic resistance. Glioma
cancer stem cells were considered to play a role in resistance and recurrence of
tumor cells. Glioma cancer stem cells expressed CD133 on their surface and
capable of pluripotency as expressed by Oct4 positive. Tumor hypoxic condition
also play a role in glioma cancer stem cells self renewal. Aim of this study is to
investigate correlation between glioma cancer stem cells, degree of malignancy,
pluripotency and hypoxia. Design of this study is cross sectional with 35 glioma
samples comprises of 20 low grade malignant glioma and 15 high grade malignant
glioma. Expression of mRNA CD133, Oct4 and HIF-1α were measured using
qRT-PCR. HIF-1α protein expression was detected by immunohistochemistry
from glioma sample. mRNA CD133 and Oct4 expression significantly higher (p <
0.05, Mann-Whitney) in high grade malignant glioma compared to low grade
malignant glioma. HIF-1α tissue expression significantly higher (p < 0,01, Mann-
Whitney) in high grade malignant glioma compared to low grade malignant
glioma. There was correlation between expression of CD133 glioma cancer stem
cells marker with pluripotency and hypoxia (r = 0,518, r = 0,543; Spearman?s rho)
and pluripotency with hypoxia in high grade malignant glioma (r = 0,749;
Spearman?s rho). mRNA CD133, Oct4 and HIF-1α expression increased with
high grade malignant glioma. There was significant correlation between CD133
glioma cancer stem cell marker with pluripotency and hypoxia in high grade
malignant glioma, Glioma is primary brain tumor with frequent therapeutic resistance. Glioma
cancer stem cells were considered to play a role in resistance and recurrence of
tumor cells. Glioma cancer stem cells expressed CD133 on their surface and
capable of pluripotency as expressed by Oct4 positive. Tumor hypoxic condition
also play a role in glioma cancer stem cells self renewal. Aim of this study is to
investigate correlation between glioma cancer stem cells, degree of malignancy,
pluripotency and hypoxia. Design of this study is cross sectional with 35 glioma
samples comprises of 20 low grade malignant glioma and 15 high grade malignant
glioma. Expression of mRNA CD133, Oct4 and HIF-1α were measured using
qRT-PCR. HIF-1α protein expression was detected by immunohistochemistry
from glioma sample. mRNA CD133 and Oct4 expression significantly higher (p <
0.05, Mann-Whitney) in high grade malignant glioma compared to low grade
malignant glioma. HIF-1α tissue expression significantly higher (p < 0,01, Mann-
Whitney) in high grade malignant glioma compared to low grade malignant
glioma. There was correlation between expression of CD133 glioma cancer stem
cells marker with pluripotency and hypoxia (r = 0,518, r = 0,543; Spearman’s rho)
and pluripotency with hypoxia in high grade malignant glioma (r = 0,749;
Spearman’s rho). mRNA CD133, Oct4 and HIF-1α expression increased with
high grade malignant glioma. There was significant correlation between CD133
glioma cancer stem cell marker with pluripotency and hypoxia in high grade
malignant glioma]"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erma Primanita Hayuningtyas, Author
"Ikan Tiger shovelnose catfish Pseudoplatystoma fasciatum (Linnaeus, 1766) merupakan ikan hias introduksi yang memiliki pertumbuhan cepat. Pertumbuhan berperan penting pada perkembangan ikan dan dipengaruhi kinerja hormon pertumbuhan (GH). Hormon pertumbuhan pada ikan jumlahnya terbatas, sehingga perlu dilakukan perbanyakan melalui isolasi gen GH, agar dapat diaplikasikan dalam peningkatan produktivitas ikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan menganalisis ekspresi mRNA gen GH pada ikan Tiger shovelnose catfish. Isolasi GH dilakukan dari jaringan kelenjar hipofisis pada ikan berukuran 602 g dan 43 cm. Tahapan isolasi diawali ekstraksi RNA, sintesis cDNA, dan Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) menggunakan primer GH degenerate dari data 7 spesies catfish di gene bank, serta gen b-actin sebagai kontrol internal. Gen GH selanjutnya di-cloning dan sequencing. Ekspresi gen GH pada tahap perkembangan awal diamati sejak stadia embrio, larva (3, 10, dan 15 dph, day post hatched) dan juvenil (20, 45, dan 60 dph), kemudian dianalisis secara semi kuantitatif. Data ekspresi gen dianalisis menggunakan uji ANOVA satu arah dan dilanjutkan uji Tukey. Isolasi mRNA gen GH telah berhasil dilakukan secara parsial, dengan panjang sekuens 234 bp dan b-actin berukuran 300 bp. Gen GH ikan Tiger shovelnose catfish secara homology dekat dengan ikan patin (Pangasianodon hypophthalmus) dan ikan lele (Clarias batracus) dengan nilai sama yaitu 90,60%. Gen GH mulai terekspresi sejak dari stadia embrio. Ekspresi gen GH menurun pada dari stadia larva ke juvenil, karena merupakan tahap metamofosis. Stadia juvenil merupakan level ekspresi tertinggi (P<0,05), karena organ ikan sudah lebih lengkap dan ekspresinya akan terus meningkat seiring pertambahan usia.

An ornamental fish, the Tiger Shovelnose Catfish Pseudoplatystoma fasciatum (Linnaeus, 1766) grows quickly. Growth hormone affects the performance of growth and development in this species. Because the amount of growth hormone in this fish is limited, it is necessary to isolate the GH gene to increase fish productivity. Accordingly, the aim of study is to isolated and to determine mRNA level of GH gene from each stage. The mRNA GH gene was isolated from 602 g of fish pituitary tissue. Followed by the b-actin gene used as an internal control in Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction RT-PCR utilizing degenerate GH primers from 7 catfish species in the gene bank. The GH gene was then sequenced. GH gene expression was measured semi-quantitatively in embryonic, larval (3, 10, and 15 dph), and juvenile (20, 45, and 60 dph) stages, respectively. Gene expression of each stage were analyzed by one-way ANOVA and was followed by Tukey's test. The partial isolation of GH gene mRNA has been successfully carried out, with a sequence length of 234 bp and gene of b-actin at 300 bp. The GH gene of Tiger shovelnose catfish was homology close to catfish (Pangasianodon hypophthalmus) and catfish (Clarias batracus) with the same value of 90.60%. GH gene expression decreased from larval to juvenile stage, because it was a metamorphosis stage. Juvenile stage is the highest expression level (P<0.05), because fish organs are more complete and their expression will continue to increase with age."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fergie Marie Joe Grizella Runtu
"Gen NANOG berperan dalam pembentukan faktor transkripsi yang memiliki DNA binding domain. Protein yang dibentuk oleh gen ini memiliki kemampuan untuk menimbulkan dan mempertahankan sifat pluripotent dari sebuah sel. Dikarenakan sifat sel tumor yang pluripotent, banyak studi telah dilakukan untuk menilai peran NANOG dalam keganansan tumor. Namun, data mengenai peran NANOG pada keganansan gliom belum cukup untuk mengklarifikasi efek NANOG pada perkembangan glioma. Glioma merupakan tumor otak yang paling dijumpai dalam praktik klinis. Tantangan dalam penanganan glioma terletak pada lokasi tumor yang susah dan beresiko untuk dijangkau. Penanganan glioma, beresiko tinggi untuk mengakibatkan kerusakan pada jaringan otak yang dapat berakibat pada kehilangan fungsi tubuh dan bahkan berakibat pada kematian. Dalam kesempatan ini, studi ini dilakukan untuk meninjau peran NANOG dalam keganasan glioma untuk menunjang penanganan dini dan mengurangi mortalitas dan morbiditas penderita. Studi dilaksanankan melalui kuantifikasi gen dengan metode real-time RT-PCR atas specimen glioma yang diperoleh melalui operasi pengangkatan tumor di Departemen Bedah Saraf FKUI-RSCM. Hasil yang diperoleh menunjukan adanya kecenderungan ekspresi NANOG untuk lebih tinggi di glioma tingkat tinggi dibandingkan glioma tingkat rendah walau tidak signifikan menurut statisitik. Diperlukan studi yang lebih besar untuk menunjang peran NANOG sebagain penanda keganasan pada kasus glioma.
NANOG gene codes for a transcription factor with a DNA binding domain that has been found to contribute in maintenance and induction of cell pluripotency. Due to this characteristic, extensive studies have been done to evaluate its function as biomarker of tumor malignancy. However, the role of NANOG in glioma malignancy is not yet elucidated. Glioma, a leading tumor of the brain remains a challenging medical condition due to the location of the tumor. Treatment is complicated due to the high chance of compromising the brain structure which could lead to detrimental effects in body functions. The study conducted is to determine the role of NANOG in glioma malignancy by performing NANOG gene quantification using real-time RT-PCR in low-grade and high-grade glioma samples that was obtained from resection surgery in the Neurosurgery Department of FKUI-RSCM. Statistical analysis, showed that there was not significant difference in NANOG expression between the low-grade and high-grade glioma. Despite the absence of significance, there is a trend for higher expression of NANOG in high-grade glioma compared to low-grade glioma. The result, supports the proposition of NANOG as glioma malignancy biomarker. Further studies need to be conducted with greater sample to bolster the NANOG role in glioma malignancy."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Mulia Sundari
"Sindrom ovarium polikistik (SOPK) merupakan kelainan yang ditandai oleh hiperandrogenemia, ovarium disfungsi, dan polikistik ovarium yang dapat menyebabkan infertilitas. Meski etiologi pastinya belum diketahui, obesitas merupakan ciri khas umum pada SOPK di mana sekitar 40--80% wanita SOPK meningkatkan obesitas. Kej Vitamin D Receptor (VDR) terkait dengan SOPK melalui peradangan kronik tingkat rendah. Tujuan penelitian adalah mempelajari ekspresi mRNA gen VDR pada wanita obesitas dan non-obesitas dengan SOPK dan normal. Sampel darah dari 120 subjek dibagi menjadi empat kelompok, yaitu 30 normal non-obesitas (BMI <25), 30 normal non-obesitas (BMI> 25), SOPK non-obesitas (BMI <35), dan 30 SOPK obesitas (BMI> 25) kemudian dianalisis menggunakan kuantitatif Real-Time PCR (qPCR) dengan metode kurva standar. Hasil penelitian menunjukkan bukti mRNA gen VDR pada subjek obesitas dan SOPK secara signifikan lebih tinggi dibandingkan kedua kontrol. Hasil ini menunjukkan bahwa gen VDR terkait dengan obesitas dan SOPK.

Polycystic ovary syndrome (PCOS) is a disorder characterized by hyperandrogenemia, ovarian dysfunction, and polycystic ovaries that can cause infertility. Although the exact etiology is unknown, obesity is a hallmark common in PCOS where about 40-80% of PCOS increase obesity. Vitamin D Receptor (VDR) is associated with PCOS through low-level chronic inflammation. The aim of the study was to study the expression of VDR gene mRNA on obese and non-obese women with PCOS and normal. Blood samples from 120 subjects were divided into four groups, namely 30 normal non-obese (BMI <25), 30 normal non-obese (BMI> 25), non-obese PCOS (BMI <35), and 30 obese PCOS
(BMI> 25) was then analyzed using quantitative Real-Time PCR (qPCR) with the standard curve method. The results showed evidence of VDR gene mRNA in obese and PCOS subjects was significantly higher than the two controls. These results indicate that the VDR gene is associated with obesity and PCOS.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asri Mar Atus Sholihah
"B-cell leukaemia/lymphoma-2 Bcl-2 dan Bcl-2-associated X protein Bax merupakan anggota dari Bcl-2 family yang berperan dalam meregulasi apoptosis. Apoptosis penting dalam perkembangan manusia. Terganggunya kejadian apoptosisakan memberikan efek terhadap keadaan fisiologis manusia, diantaranya gangguan reproduksi. Salah satu gangguan reproduksi yang dialami oleh wanita usia reproduktif yaitu Sindrom Ovarium Polikistik (SOPK). Wanita penderita SOPK memiliki jumlah folikel yang lebih banyak dibandingkan wanita tanpa SOPK.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui ekspresi mRNA bax dan bcl-2 pada wanita SOPK serta mengetahui korelasi rasio ekspresi mRNA bax terhadap bcl-2 dengan rasio fertilisasi. Sel granulosa untuk penelitian didapatkan dari 18 wanita penderita SOPK dan 10 wanita tanpa SOPK yang sedang menjalani program FIV. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan yang berarti antara rasio ekspresi mRNA bax/bcl-2 wanita penderita SOPK dan tanpa SOPK p > 0,05. Korelasi yangkuat R = 0,525 ditemukan antara rasio ekspresi bax/bcl-2 dengan rasio fertilisasi.

B cell leukemia lymphoma 2 Bcl 2 and Bcl 2 associated X protein Bax are members of the Bcl 2 family that play a role regulating apoptosis. Apoptosis plays an important role in human development. Disruption of apoptosis will have an effect on the physiological state of humans, including reproductive disorders. One of there productive disorders experienced by women in reproductive age is Polycystic Ovary Syndrome (PCOS). Women with PCOS have a higher number of follicles than women without PCOS.
The aim of this study was to find out the expression of baxand bcl 2 mRNA expression in PCOS women and to know the correlation of bax mRNA expression ratio to bcl 2 with fertilization ratio. Granulosa cells for the study were obtained from 18 women with PCOS and 10 women without PCOS undergoing IVF program. The results showed no significant difference between the expression ratio of bax bcl 2 mRNA women with PCOS and without PCOS p 0.05. A strong correlation R 0.525 was found between the expression ratio of bax bcl 2and the fertilization rate.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Maulana
"Latar belakang. Kanker kolorektal merupakan keganasan saluran cerna yang menjadi salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas terkait kanker paling banyak di dunia. Perkembangan sel normal menjadi kanker melalui proses mutasi genetik yang membutuhkan waktu bertahun-tahun. Program skrining dapat menurunkan angka kematian namun partisipasinya masih rendah. Saat ini tersedia metode yang bersifat tidak invasif diantaranya dengan dasar pemeriksaan feses yang telah luas digunakan baik sebagai tes tunggal maupun kombinasi. Berbagai metode skrining terus dikembangkan untuk mendapatkan nilai diagnostik yang baik. Dengan mengkombinasikan mRNA CEA feses dan FIT diharapkan dapat menghasilkan metode skrining dengan sensitivitas dan spesifistas yang baik serta terjangkau. Tujuan. Mengevaluasi nilai diagnostik pemeriksaan kombinasi mRNA CEA feses dan FIT dalam mendeteksi lesi neoplastik kolorektal. Metode. Studi potong lintang dengan populasi terjangkau pasien dewasa yang diduga kanker kolorektal di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada bulan November 2015 sampai Februari 2016. Analisis uji diagnostik digunakan untuk mendapatkan nilai sensitivitas, spesifisitas, NDP, NDN, RKP dan RKN kombinasi mRNA CEA feses dan FIT dalam mendeteksi lesi neoplastik kolorektal dengan pemeriksaan histopatologi jaringan yang diambil melalui kolonoskopi sebagai baku emas. Lesi neoplastik kolorektal terdiri dari lesi prakanker/adenoma dan kanker.
Hasil. Sebanyak 78 subjek penelitian dengan rerata umur 55,32±12,6 tahun, 73,1% berumur 3 50 tahun dan 53,8% berjenis kelamin pria. Keluhan klinis terbanyak berupa perdarahan nyata saluran cerna 33,3%, nyeri perut 28,2%, dan perubahan pola defekasi 24,4%. Proporsi lesi neoplastik kolorektal sebesar 30,7% terdiri dari prakanker/adenoma 12,8% dan kanker 17,9%. Sensitivitas, spesifisitas, NDP, NDN, RKP dan RKN untuk mendeteksi lesi neoplastik kolorektal berturut turut 75%, 61,11%, 46,07%, 84,66%, 1,93, 0,41; adenoma berturut-turut 50,00%, 50,00%, 12,80%, 87,20%, 1,00, 1,00; dan kanker kolorektal berturut turut 92,86%, 59,37%, 33,26%, 97,44%, 2,29, 0,12. Kesimpulan. Kombinasi mRNA CEA feses dan FIT untuk mendeteksi lesi neoplastik kolorektal di Indonesia memiliki nilai NDN tinggi tetapi sensitivitas, spesifisitas, NDP, RKP dan RKN yang rendah.

Background. Colorectal cancer is one of the gastrointestinal tract malignancy which is one of the most common causes of cancer-related morbidity and mortality in the world. The development of normal cells into cancer through genetic mutations process that take years. Screening programs can reduce mortality rates but low participation. Currently, non-invasive methods are available including the stool based examination which has been widely used as a single test or in combination. Various screening methods continue to be developed to obtain good diagnostic value. By combining faecal CEA and FIT mRNA, it is expected to produce a screening method with good sensitivity and specificity and is affordable. Objective. We aimed to evaluate the diagnostic value of combination faecal mRNA CEA and FIT to detect neoplastic lesions of colorectal Methods. Cross-sectional study with with suspected colorectal cancer at Ciptomangunkusumo Hospital from November 2015 to February 2016. Diagnostic test analysis was used to obtain sensitivity, specificity, PPV, NPV, PLR and NLR of the combination of faecal mRNA CEA and FIT in detecting neoplastic lesions of colorectal by histopathological examination of tissues taken through colonoscopy as the gold standard. Colorectal neoplastic lesions consist of precancerous/adenoma and cancerous lesions.
Results. A total of 78 subjects with a mean age of 55.32±12.6 years, 73.1% aged older than fifty and 53.8% were male. The most clinical complaints were obvious gastrointestinal bleeding 33.3%, abdominal pain 28.2%, and changes in bowel habits 24.4%. The proportion of colorectal neoplastic lesions was 33.3% consisting of 15.4% precancer/adenoma and 17.9% cancer. Sensitivity, specificity, PPV, NPV, PLR and NLR for detecting colorectal neoplastic lesions was 75%, 61.11%, 46.07%, 84.66%, 1.93, 0.41 respectively; adenoma 50.00%, 50.00%, 12.80%, 87.20%, 1.00, 1.00 repectively; colorectal cancer 92.86%; 59.37%; 33.26%; 97.44%; 2.29; 0.12 respectively. Conclusion. The combination of faecal CEA mRNA and FIT in detecting colorectal neoplastic lesions has high NPV but low sensitivity, specificity, PPV, PLR and NLR.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bagus Ramasha Amangku
"HIF-2α adalah mediator yang penting dalam reaksi hipoksia di situasi keganasan dan tingginya tingkat ekspresi HIF-2α berkorelasi dengan konsep metastasis, resistensi terapi dan penurunan kualitas prognosis dalam berbagai bentuk pertumbuhan kanker. Karena kemampuan sel glioma otak yang sangat infiltratif, glioma tidak dapat sepenuhnya dihilangkan dengan pembedahan dimana tingkat kekambuhan juga tinggi. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi ekspresi relatif dari gen HIF-2α dihubungkan dengan keganasan glioma. Spesimen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 22 sampel yang diperoleh dari Departemen Bedah Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia- Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Ekspresi relatif HIF-2α dianalisis dengan menggunakan quantitative RT-PCR. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan ekspresi relatif HIF-2α pada glioma derajat tinggi dibandingkan dengan glioma derajat rendah, namun tidak bermakna secara statistik. Dengan demikian kemungkinan HIF-2α dapat digunakan sebagai penanda prognostik untuk pasien yang didiagnosis glioma, meskipun eksperimen tambahan perlu dilakukan untuk memperkuat fakta ini.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harrison Handoko
"

Glioma adalah tumor yang bermula dari tulang belakang atau otak yang berasal dari sel glial, dan merupakan salah satu keganasan yang sering ditemukan di Indonesia. TGF-I²1 mempunyai peran yang penting dalam mengontrol homeostasis jaringan dan peranjakan keganasan kanker, oleh sebab itu TGF-I²1 mempunyai potensi untuk menjadi biomarker untuk membedakan antar glioma keganasan tinggi dan rendah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis ekspresi relatif TGF-I²1 glioma tingkat tinggi dan rendah, untuk melihat potensi menjadi biomarker. Dalam eksperimen terdapat 28 sampel yang digunakan dalam studi ini,16 jaringan dengan keganasan rendah, 10 dengan keganasan tinggi dan 2 jaringan otak normal yang didapat dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Indonesia. Jaringan telah digolongkan berdasarkan klasifikasi yang diberikan oleh World Health Organization, derajat 1 dan 2 sebagai keganasan rendah dan derajat 3 dan 4 sebagai derajat tinggi. Ekspresi relatif dari TGF-I²1 dianalisa menggunakan Real-Time RT PCR dengan 18sRNA sebagai houskeeping gene. Dari hasil terlihat bahwa adanya penurunan ekspresi relatif TGF-I²1 di glioma keganasan tinggi saat dibandingkan dengan ekspresi di glioma keganasan rendah. Tetapi setelah dianalisis secara statistik, hasil penemuan ini tidak signifikan. Kegunaan dari TGF-I²1 sebagai biomarker belum terbukti, maka dari itu studi lebih lanjut harus dilakukan untuk menjelaskan fungsi dari TGF-I²1 sebagai biomarker untuk glioma.



Glioma is a term used to describe tumors which originate from the spinal cord or brain, specifically the glial cells. This type of tumor is one of the most commonly found brain malignancies in Indonesia. TGFI²1 has a key role in the maintenance of tissue homeostasis and progression of cancer, due to this fact TGF-I²1 has the potential as a tissue biomarker to differentiate low grade and high grade gliomas. The goal of this study is to analyze the relative expression of TGF-²1 in both high grade and low grade glioma to explore its potential as a biomarker. In the experiment there was a total of 28 samples, 16 low grade glioma, 10 high grade glioma and 2 normal brain tissue obtained from Cipto Mangunkusumo Hospital, Indonesia. The sample was categorized to low grade and high grade glioma based on the guideline given by the World Health Organization. Grades 1 and 2 are considered to be low grade gliomas and grades 3 and 4 are considered to be high grade gliomas. The relative expression of TGF-I²1was measured through Real-Time RT-PCR with 18sRNA as a housekeeping gene. It was seen that there was a decrease in the expression of TGF-I²1 in high grade glioma as to low grade glioma. However, when the result was analyzed it is proven to be statistically insignificant.The role of TGF-I²1 as a definitive biomarker for glioma grading is yet to be proven, therefore further research must be conducted to elaborate the role of the gene as a glioma biomarker.

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>