Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 111392 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Diannisa Paramita Susantono
"Latar Belakang: Sirkumsisi adalah prosedur bedah untuk menghilangkan kulit prepusium. Prosedur ini melibatkan proses penyembuhan luka yang meliputi 3 fase: inflamasi, pembentukan jaringan, dan remodeling jaringan. Tenascin-c adalah protein matriks ekstraselular yang diekspresikan pada saat perlukaan, perbaikan, dan regenerasi jaringan. Tenascin-c ditemukan pada area inflamasi, terutama di tepi perlukaan. Riset ini bertujuan mengidentifikasi korelasi antara ekspresi tenascin-c pada tepi luka sirkumsisi dengan resolusi inflamasi pada penyembukan luka sirkumsisi.
Metode: Sampel preputium didapatkan dari kegiatan sirkumsisi masal, kemudian sampel melalui histotechniques dan immunohistokimia spesifik untuk tenascin-c. Data juga diperoleh dari wawancara yang dilaksanakan 14 hari setelah sirkumsisi. Wawancara diikuti oleh observasi fisik untuk menentukan resolusi inflamasi pada perlukaan pasien.
Hasil: 85,7 dari sampel yang tenascin-c positif mengalami resolusi inflamasi yang normal. 66,67 dari sampel yang tenascin-c negatif mengalami resolusi inflamasi yang tertunda.
Kesimpulan: Ada korelasi antara ekspresi tenascin-c dan resolusi inflamasi pada perlukaan pasca sirkumsisi.

Background Circumcision is a common invasive surgical procedure to remove the preputial skin. It involves the wound healing process, consisting of 3 phases inflammation, tissue rebuilding, and tissue remodeling. Tenascin c is an extracellular matrix protein highly expressed during tissue injury, renewal, and regeneration. Tenascin c expressions are found at sites of inflammation, it especially peaks at the incision wound edges. This research aims to identify a correlation between tenascin c expressions at the circumcision incision area and the inflammation resolution of circumcision wound healing.
Method Preputial skin samples were obtained from a mass circumcision event, afterwards they underwent histotechniques which includes hematoxylin eosin staining and immunohistochemistry specific for tenascin C. Data was also obtained from a follow up interview conducted 14 days after the surgical procedure. The interview was confirmed with physical observation to determine state of inflammation resolution.
Results 85,7 of tenascin c positive samples exhibits normal inflammation resolution. 66,67 of tenascin c negative samples exhibit delayed inflammation resolution.
Conclusion There is a correlation between tenascin c expression and inflammation resolution in post circumcision wound healing."
Lengkap +
Depok: Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tampubolon, Shindi Eugene Tiurma
"ABSTRACT
Sirkumsisi telah dianggap sebagai salah satu prosedur bedah tertua dan paling sering dilakukan. Meskipun telah banyak teknik-teknik sirkumsisi yang telah diciptakan, tidak ada mufakat dalam penentuan metode sirkumsisi yang terbaik dalam praktik, terutama dalam ketentuan perbaikan jaringan kulit. Tenascin-C TNC adalah glikoprotein ekstraselular yang terbentuk selama embriogenesis dan meningkat sewaktu penyembuhan luka, terutama dalam fase resolusi. Dalam penelitian ini, penulis menganalisa penyembuhan luka akibat sirkumsisi dengan dorsal-slit method dan kauter laser melalui ekspresi Tenascin-c. Kulit khatan dari 20 partisipan laki-laki 5-12 tahun dikumpulkan dan diwarnai dengan pewarna hematoxylin-eosin untuk menentukan area insisi. Ekspresi tenascin-c diamati dengan imunohistokimia: rasio area dengan TNC positif dan batas pinggiran insisi. Hal ini diikuti dengan daftar pertanyaan pasca-operasi beserta foto-foto dari partisipan untuk menentukan status penyembuhan luka. Grup konvensional memperlihatkan ekspresi TNC yang lebih besar 57.28 47.56 dibanding grup kauterisasi 25.36 16.44 p=0.07 . Rata-rata ekspresi TNC pada subyek dengan penyembuhan luka yang normal 42.15 40.87 sedikit lebih tinggi daripada rata-rata pada subyek dengan penyembuhan luka yang tertunda 38.83 33.40 p=0.872 . Tidak ada korelasi yang signifikan antara ekspresi tenascin-c dengan proses penyembuhan luka. Dari data yang terkumpul dapat dilihat bahwa dorsal-slit dan kauterisasi method, kedua-duanya membuahkan perbaikan jaringan kulit yang normal.

ABSTRACT
Circumcision has been noted as one of the oldest and most common surgical procedure. Even though, various techniques have been developed, there is no consensus on best practice method for circumcision in terms of skin tissue repair. Tenascin c TNC is an extracellular glycoprotein expressed during embryogenesis and markedly increased in wound healing, especially in resolution phase. In this study, the author analyzed the outcome of skin tissue repair dorsal slit and laser cauterization through expression of tenascin c. Prepuces from 20 male participants 5 12 years old were collected and stained using hematoxylin eosin staining to determine incisional area. Tenascin C expression was determined by immunohistochemistry with ratio of TNC positive area and incisional margin. Follow up investigation was done using post operative questionnaire and photographs to determine the status of wound healing. The conventional group showed greater TNC expression 57.28 47.56 than cauterization group 25.36 16.44 p 0.07 . The mean expression of TNC in normal wound healing subjects 42.15 40.87 is slightly more than the mean of delayed wound healing subjects 38.83 33.40 p 0.872 . There is no significant correlation between tenascin c expression and wound healing process. The number of subjects with normal healing after cauterization or conventional techniques is almost identical. The data presented here suggested that both dorsal slit and cauterization methods resulted in normal skin tissue repair. "
Lengkap +
2016
S70375
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Darmayanti
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran praktik sunat perempuan dan
faktor – faktor yang berperan dalam praktik sunat pada anak perempuan di kota
Bukittinggi tahun 2011. Penelitian ini memakai dua metode yaitu penelitian
kuantitatif dan kualitatif. Penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional.
Sampel penelitian ini diambil dari populasi dengan kriteria ibu yang mempunyai
anak balita perempuan yang berada di Kota Bukittinggi yang bersedia menjadi
responden. Sementara penelitian kualitatif ditujukan untuk melihat aspek
subyektif yang menjadi alasan dan melatar belakangi dari praktik sunat pada anak
perempuan dipandang dari segi budaya dan kepercayaan masyarakat setempat
dengan tehnik pengumpulan data melalui wawancara mendalam dengan tokoh
agama , tokoh adat, bidan dan ibu balita perempuan. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa 67,6% responden mengaku telah melakukan praktik sunat
pada anak perempuannya dengan 55% diantaranya menggunakan tehnik
pemotongan sebagian kecil dari klitoris oleh tenaga Bidan. Penelitian ini
menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara Karakteristik Ibu (status
pekerjaan PR=1,53;CI 95% 1,11-2,11), Sikap (PR=1,59 ; CI 95% 1,28-
1,99).Hasil penelitian kualitatif menunjukkan bahwa faktor agama yang menjadi
alasan dilakukannya praktik sunat pada anak perempuan di kota Bukittinggi
meskipun dari segi agama masih terdapat perbedaan pemahaman tentang wajib
tidaknya sunat perempuan tersebut.Lebih lanjut tatanan dari adat Minang tidak
menunjukkan bahwa sunat perempuan bagian dari tradisi karena tidak ada
perayaan khusus dalam sunat perempuan ini. Dari hasil penelitian ini disarankan
agar petugas kesehatan memberikan penyuluhan kepada masyarakat khususnya
yang mempunyai anak perempuan mengenai pengaruh sunat perempuan terhadap
kesehatan reproduksinya.Disamping itu dengan mengikut sertakan elemen terkait
seperti tokoh agama dan tokoh adat maka pemahaman masyarakat akan lebih
baik

ABSTRACT
This research is intended to explore Female Circumcision (FC) and involved
factors that stimulate these FC’s practices in Bukittinggi at 2011. This research
uses two approaches, quantitative and qualitative way. Quantitative research is
done via cross sectional design. Research sampling is taken from domain area,
those who have daughters and mind to be respondents. Meanwhile qualitative
research is aimed to gather subjective aspects from FC practices, especially
related to social culture and religious values within respondents’ community, by
having set of comprehensive interviews with religious leader, social leader, health
professional, and mothers whose daughter. The research result shows that 67,6%
respondents have had FC applied to their daughters, 55% out of these use
technique that cut only small part of clitoris and usually done by widwives. The
results of this study showed that there was a significant correlation between
Mothers’Charakteristing( profession PR=1,53; CI 95% 1,11-2,11) and attitude
(PR=1,59 CI 95% 1,28-1,99). Furthermore, on the religious perspective there are
several understanding about the obligatory of FC, some says it is a must some
says it is optional. Minangkabau custom does not indicate that FC is part of its
tradition as there is no specific ceremony for this. As result of this research then it
is recommended health professionals to put directive counseling about public
health’s reproduction, especially those whose daughter. By involving related
elements such as religious leader and Minangkabau custom leader, the
understanding of FC on public point of view will be more effective"
Lengkap +
2011
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Istiati Soetomo
"Indonesian Journal of Dentistry 2006; Edisi Khusus KPPIKG XIV: 84-86
The progressiveness of malignant tumors is influenced by various complex factors. One of the important factor is Tenascin-C (Tn-C) protein, which can interact with fibronectin as an anti adhesive of anti modulation protein. Tenascin-C is an extra cellular matrix glyco protein (EMG) which can be found in the oral tissue also as an up regulator. They can be associated with EMG, and strongly influenced promotion of the stromal cell as cell growth, migration, differentiation, angiogenesis, and apoptosis in cancer. Alternative splicing of fibronectin-like type III (FN lll) repeats of Tn-C generates a number of splice variants, and influences tumor progressiveness. The conclusion of Tn-C role in tumor progressiveness depends on the molecular weight and alternative splicing of FN lll. ;Indonesian Journal of Dentistry 2006; Edisi Khusus KPPIKG XIV: 84-86;Indonesian Journal of Dentistry 2006; Edisi Khusus KPPIKG XIV: 84-86"
Lengkap +
Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2006
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Bolnick, David A.
"Surgical guide to circumcision is a compendium of the who, what, where, why, and most importantly, the how of circumcision. Given that one third of the world’s males have undergone this most ancient of surgical procedures, a contemporary resource on the subject is in order. Most circumcisions are elective with no acute medical necessity, that is, most are done for cultural reasons. Thus, in addition to being a standard surgical guide for those who perform circumcision, this book is an anthology of circumcision, from its prehistoric roots to its present day admixture of religion, culture, and medicine.
Surgical guide to circumcision is a fully illustrated, step-by-step guide to the most common techniques of circumcision and addresses aspects such as informed consent, religious and cultural sensitivities, pre-exam, post-care, pain control, and prevention and management of potential complications.
"
Lengkap +
London : Springer, 2012
e20425971
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Noor Fauziah
"Praktik sunat perempuan saat ini sudah memasuki ranah rumah sakit dan dilakukan oleh para tenaga kesehatan, disebut dengan medikalisasi sunat perempuan. Banyak perempuan yang sudah tumbuh dewasa tidak sadar bahwa dirinya pernah mengalami praktik tersebut ketika masih dirawat di rumah sakit sehabis proses kelahirannya. Awalnya Menteri Kesehatan melarang masuknya sunat perempuan di ranah rumah sakit dengan dikeluarkannya Surat Edaran (SE) 2006, saat itu banyak pihak yang tidak setuju dan banyak pula pihak yang setuju. Dibalik pro dan kontra mengenai sunat perempuan, pada tahun 2010 Menteri Kesehatan kembali mengeluarkan kebijakan mengenai praktik sunat perempuan dengan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No 1636/Menkes/Per/XI/2010 yang melegalkan medikalisasi sunat perempuan. Menarik untuk melihat medikalisasi sunat perempuan di dua rumah sakit yang berbeda, yaitu Rumah Sakit Bersalin ASIH dan Rumah Sakit Umum Siaga Raya. Dengan latar belakang kedua rumah sakit yang berbeda, peneliti melihat adanya perbedaan pengetahuan, sikap, tindakan, dan kebijakan dari para tenaga kesehatan yang dapat menjadi sebuah wacana sunat perempuan.

The practice of female circumcision nowadays has reached into the hospital environment, and has practically adopted by many of medical workers. A big number of women who have been grow up and unconsciously realize that they already experienced the practice of circumcision when they were still at the hospital right after their birth. At first, The Ministry of Health prohibited the presence of female circumcision in the hospital environment with the regulation of Surat Edaran (SE) 2006. At that time, many parties were contradict with the regulation, but some of them also pro with that regulation. Behind those pros and contras about the regulation, in 2010 The Ministry of Health released the regulation about the practice of female circumcision with Peraturan Mentri Kesehatan (Permenkes) No 1636/Menkes/Per/XI/2010, which legalize the medical practice of female circumcision. It is interesting to observe the medical practice of female circumcision at two different hospitals, which are ASIH The Maternity Hospital and Siaga Raya Hospital. With different backgrounds of those hospitals, the observer found some different knowledge, attitudes, actions, and regulations from the medical workers which can be a discourse of female circumcision. "
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Handayani
"Studi ini bertujuan untuk mendapatkan analisis tentang praktik khitan perempuan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di Kecamatan Sukmajaya, Kota Depok, Jawa Barat. Hasil studi ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi instansi terkait dalam rangka mencari upaya untuk mengeliminasi khitan perempuan yang dilakukan tenaga kesehatan di Kecamatan Sukmajaya. Kota Depok, Jawa Barat.
Studi ini menggunakan metode kualitatif dengan pengumpulan informasi yang menggunakan wawancara mendalam, diskusi kelompok terarah dan pengamatan melalui observasi praktik khitan perempuan. Jumlah keseluruhan informan bidan adalah 12 orang, yang bekerja di Puskesmas, Rumah Bersalin dan Bidan Praktik Swasta. Sedangkan informan kunci dalam studi ini terdiri dari ibu yang memiliki bayi perempuan yang anaknya dikhitan oleh tenaga kesehatan, tokoh masyarakat dan tokoh agama.
Informasi yang diperoleh dalam studi ini menunjukkan bahwa informan tenaga kesehatan yang melakukan praktik khitan perempuan seluruhnya berprofesi sebagai bidan dengan rentang usia antara 23 hingga 49 tahun. Umumnya, informan bidan berasal dari suku Jawa dan Sunda serta beragama Islam. Masa kerja informan bidan yang > 5 tahun dan <5 tahun tidak memiliki perbedaan dari sisi pengetahuan, sikap, persepsi dan penawarannya terhadap khitan perempuan kepada masyarakat.
Informan bidan yang berusia < 30 cenderung longgar terhadap nilai-nilai tradisi. Sedangkan informan bidan yang berusia > 30 tahun memiliki nilai-nilai tradisi yang lebih melekat pada dirinya. Pada umumnya informan bidan beragama Islam dan terdapat perbedaan pendapat tentang kekuatan perintah pelaksanaan khitan perempuan.
Praktik khitan perempuan yang dilakukan oleh informan bidan, berdasarkan klasifikasi WHO (1984), masuk ke dalam tipe 4, yaitu `tidak terklasifikasi' unclassified, dan tipe simbolik (Pop Council) Alat yang digunakan adalah gunting kecil, jarum dan kapas, dilakukan pada saat bayi perempuan berusia 3 - 40 hari, dengan besar biaya bervariasi antara Rp 5.000 - Rp 50.000,-.
Informan bidan memiliki persepsi yang negatif terhadap mitos psikoseksual khitan perempuan. Namun, semua informan bidan memiliki persepsi bahwa khitan perempuan berhubungan dengan syarat sahnya masuk Islam.
Informan bidan menyatakan tidak menawarkan paket tindik kuping dan khitan perempuan kepada pasien yang baru melahirkan bayi perempuan. Namun, ada informan bidan yang mengakui secara otomatis menawarkan khitan perempuan kepada ibu yang baru melahirkan bayi perempuan. Informasi tersebut juga didukung oleh informan kunci ibu bayi yang mengatakan melakukan khitan perempuan karena ditawari oleh bidan penolong persalinan.
Informan bidan menyatakan tidak ada SOP khitan perempuan dan membutuhkannya supaya tidak melakukan praktik yang salah. Padahal SOP khitan perempuan tidak dapat dibuat karena tidak ada standar medis yang akan ditegakkan. Semua informan bidan menyatakan tidak tahu dan belum pernah mendengar bahwa WHO telah mengeluarkan pernyataan bulan Agustus 1982 tentang larangan tenaga kesehatan melakukan praktik khitan perempuan.
Praktik khitan perempuan oleh tenaga kesehatan kemungkinan akan tetap berlanjut di Kecamatan Sukmajaya. Selain karena eksistensi dukun yang semakin hilang dan masyarakat lebih memilih tenaga kesehatan untuk praktik khitan perempuan. Praktik ini juga didukung oleh tokoh agama dan lingkungan sosial. Perlu ada sosialisasi tentang manfaat dan bagi kesehatan perempuan serta peraturan yang jelas tentang praktik khitan perempuan serta kejelasan fatwa kejelasan fatwa dari MUI. Upaya ini perlu didukung oleh semua instansi terkait.

This study conducted to get analysis about the practices of FC by HCP in district of Sukmajaya, Town of Depok, West Java. The result of this study expected can become input to related institution in order to searching effort for elimination of FC by HCP in district of Sukmajaya, Town of Depok, West Java.
To achieve the objectives. data was collected qualitative method by indepth interview, focus group discussion and observation of the practices. informants of this study consists of 12 midwifes from Puskesmas, Rumah Bersalin and Midwife from private sector. To validate of information, this study also collected data from mother owned baby girl who circumcised by HCP, elite figure and religion figure.
Information which obtained in this study indicate that HCP who practices circumcised in district of Sukmajaya, entirely have profession as midwife. So that here in after referred to as midwife informan, spanned aged between 23 till 49 year. In general midwife informan come from ethnic Java and Sunda and also believe in Islam. In general, midwife informan year of service with year of service > 5 year < 5 year do not have difference of knowledge side, attitude, perception and promoted FC to client.
In general midwife informan which have age < 30 tend to diffuse to tradition values. While midwife informan which have age > 30 year have more coherent tradition values in them self. In general midwife informan believe in Islam and there are different idea about strength of command of the obligatory of FC. There is which is obliged, and there is which is mubah.
The practiced of FC by midwife informan, pursuant to classification of WHO ( 1984), coming into type 4, that is unclasified. While, pursuant to criterion of Population Council ( 2003), including symbolic classification, where there is no part of organ of kelamin crosscut or cut. Appliance the used was small scissors, cotton and needle, done at the time of baby woman of have age to 3 - 40 day, the expense of varying between Rp 5.000 - Rp 50.000,-.
In general midwife informan have negative perception to myth of FC flirtatiously and fertility.But, in general midwife informan have perception that FC relate to its islamization, In general midwife informan express do not offer the package of tindik and ear and FC to new patient who have just delivery baby girl. Though there is also midwife informan confessing automatically offer FC to new mother bear woman baby. The information is also supported by mother of baby girl who told conducted FC because offered by midwife.
In general midwife informan express there is no SOP(Standard Operation Procedure) FC and requiring her so that de not do wrong practices. Though SOP FC cannot be made by for no medical standard to be upheld. In general midwife informan express do not know and have never heard that WHO have released statement of August, 1982 that HCP prohibited to do FC practices. hi general midwife informan express that the FC practices conducted because request of public.
There is also indication that in all possibility the practice of FC by HCP will remain continue in District of Sukmajaya after time. Besides, because of tine traditional circumciser have not exist anymore, this practice also supported by religion figure and social environment. Need there is socialization about implication and benefit of FC to health of woman and also clear regulation about practices of FC by HCP and also supported from any institutions related.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T12804
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Nabila Setiawan
"Praktik sunat perempuan menurut WHO tidak diperkenankan untuk dilakukan dalam bentuk dan tingkat apapun sebab membahayakan anak perempuan dan perempuan serta melanggar hak kesehatan reproduksi. Di Indonesia, 48.8% pada anak perempuan usia 0-11 tahun di Indonesia dengan 80% orang tua menunjukkkan persetujuan keberlanjutan sunat perempuan pada masa yang akan datang pada tahun 2013. Mahasiswa sebagai calon pemimpin dan orang tua di masa depan adalah yang menentukan keberlanjutan praktik sunat perempuan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran dan faktor yang mempengaruhi persetujuan mahasiswa terhadap praktik sunat perempuan di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2022. Disain studi dalam penelitian ini menggunakan studi potong lintang pada 248 mahasiswa yang berdomisili di DKI Jakarta yang dipilih secara acak pada Mei – Juni 2022. Analisis hubungan menggunakan chi-square dan pemodelan dengan regresi logistik biner. Hasil penelitian menunjukkan faktor mempengaruhi persetujuan mahasiswa terhadap praktik sunat anak perempuan pada masa depan di DKI Jakarta adalah persetujuan terhadap persepsi manfaat moral seksual sunat perempuan (aOR=4.05, p=0.025) dan mahasiswa fakultas non kesehatan (aOR=2.79, p=0.037). Intervensi direkomendasikan melalui pendidikan dan media massa untuk mengedukasi tidak adanya hubungan sunat perempuan memiliki manfaat moral seksual bagi mahasiswa kesehatan maupun non kesehatan.

Female circumcision is not allowed to be carried out in any form and level since it endangers girls and women and violates reproductive health rights. According to National Basic Health Riset 2013, female circumcision occurred 48.8% of girls aged 0-11 years followed with 80% of parents showing agreement of the continuation of female circumcision in the future. University students as future leaders and future parents are related to the continuation of the practice of female circumcision in the future. This study aims to describe and identify factors influencing agreement toward female circmcission of future daughter among university students in DKI Jakarta 2022. Analysis was performed using chi-square and binary logistic regression. Data was collected between May - June 2022 through an online questionnaire involving 248 students in DKI Jakarta. Students who agreed of sexual moral perceptions of female circumcision strongly influenced their agreement toward female circmcission of future daughter (aOR=4.05, p=0.025). Also, non-medical faculty students strongly agreed toward female circmcission of their future daughter (aOR=2.79, p=0.037) than medical faculty students. Interventions are recommended through education and mass media to educate that the absence of female circumcision has sexual moral benefits for both medical and non-medical students.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Irianti Ridwan
"Wacana sirkumsisi perempuan yang diakui sebagai pelanggaran hak asasi perempuan dipraktikkan pada perempuan di berbagai negara termasuk Indonesia Praktik ini diindikasikan tak memiliki manfaat dan justru menimbulkan dampak buruk pada perempuan yang disirkumsisi Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelayakan praktiknya untuk dikriminalisasi dan mengetahui kondisi serta kebijakannya di Indonesia Perbandingan terhadap negara Mesir Guinea Perancis dan Australia dilakukan untuk mengetahui penanganannya di masing masing negara Tiga parameter digunakan untuk menganalisis sirkumsisi perempuan teori kriminologi konstitutif teori dominan dan kriteria kriminalisasi berdasarkan pendapat para sarjana Penelitian mencakup sejarah alasan jenis jenis beserta analisis praktiknya dari sudut budaya agama kesehatan dan HAM Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif analitis Sirkumsisi perempuan tak diatur dalam ketentuan pidana Indonesia dan analisis menunjukkan bahwa praktiknya dapat dikategorikan sebagai tindak pidana Keempat negara pembanding memiliki strategi penal dan non penal dalam menangani praktiknya Hasil penelitian menyarankan perlunya pengaturan hukum akan sirkumsisi perempuan khususnya hukum pidana kriminalisasi dan kerjasama antara seluruh lapisan masyarakat untuk menangani dan mencegahnya

Wacana sirkumsisi perempuan, yang diakui sebagai pelanggaran hak asasi
perempuan, dipraktikkan pada perempuan di berbagai negara termasuk Indonesia.
Praktik ini diindikasikan tak memiliki manfaat dan justru menimbulkan dampak
buruk pada perempuan yang disirkumsisi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
kelayakan praktiknya untuk dikriminalisasi dan mengetahui kondisi serta
kebijakannya di Indonesia. Perbandingan terhadap negara Mesir, Guinea, Perancis
dan Australia dilakukan untuk mengetahui penanganannya di masing-masing negara.
Tiga parameter digunakan untuk menganalisis sirkumsisi perempuan: teori
kriminologi konstitutif, teori dominan, dan kriteria kriminalisasi berdasarkan
pendapat para sarjana. Penelitian mencakup sejarah, alasan, jenis-jenis, beserta
analisis praktiknya dari sudut budaya, agama, kesehatan, dan HAM. Penelitian ini
adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif analitis. Sirkumsisi perempuan
tak diatur dalam ketentuan pidana Indonesia, dan analisis menunjukkan bahwa
praktiknya dapat dikategorikan sebagai tindak pidana. Keempat negara pembanding
memiliki strategi penal dan non-penal dalam menangani praktiknya. Hasil penelitian
menyarankan perlunya pengaturan hukum akan sirkumsisi perempuan khususnya
hukum pidana (kriminalisasi), dan kerjasama antara seluruh lapisan masyarakat untuk
menangani dan mencegahnya."
Lengkap +
Universitas Indonesia, 2014
S56684
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raina Nadila
"Female Genital Mutilation atau yang dikenal dengan sunat perempuan, merupakan praktik yang masih kental dilakukan. Tujuan makalah non seminar ini untuk memahami motif di balik praktik sunat perempuan. Penulisan menggunakan studi literatur sebagai sumber kajian. Hasil dari pengamatan ini adalah adanya nilai bahwa hak kebertubuhan perempuan untuk mencapai kepuasan seksual harus dibatasi. Hal ini lahir akibat konstruksi sosial patriarki yang mengharuskan perempuan tidak permisif dan lsquo;suci rsquo;. Secara medis, praktik sunat perempuan tidak membawa kemaslahatan apapun, bahkan cenderung lebih membahayakan nyawa perempuan. Kendati demikian, praktik ini masih dilakukan dikarenakan pemaknaan sunat perempuan bagi kehidupan sosial dipengaruhi oleh tradisi turun-menurun dan agama.

Female Genital Mutilation or known as female circumcision, is a practice that is still thick. The purpose of this non-seminar paper is to understand the motives behind the practice of female circumcision. Writing using literature study as a source of study. The result of this observation is the value that the right of women to reach sexual satisfaction must be limited. This is born due to patriarchal social construction which requires women not to be permissive and 39;holy 39;. Medically, the practice of female circumcision does not bring any benefit, even more likely to endanger the lives of women. Nevertheless, this practice is still done because the meaning of female circumcision for social life is influenced by the tradition of descent and religion. "
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>