Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 196207 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Desy Atmadika Rahim
"Balita merupakan salah satu kelompok yang sangat rentan mengalami masalah status gizi. Di Indonesia, prevalensi balita kekurangan gizi, pendek, dan kurus cukup tinggi, terutama di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Selain masalah status gizi, sebagian besar balita di Provinsi NTT juga mengalami kekurangan asupan protein. Asupan protein merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi status gizi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status gizi balita dan hubungannya dengan tingkat pola asupan protein di Provinsi NTT. Desain penelitian yang digunakan adalah desain potong lintang analitik dengan jumlah sampel sebesar 564 balita berusia 12-59 bulan. Hasilnya menunjukkan bahwa sebesar 47 subjek kekurangan gizi, 62,8 subjek pendek, dan 14,9 subjek kurus. Setengah dari jumlah subjek juga memiliki tingkat pola asupan protein yang kurang 50,4. Analisis bivariat menggunakan uji Chi-square menunjukkan hubungan yang bermakna secara statistik antara tingkat pola asupan protein dengan status gizi menurut BB/U p=0,001 dan TB/U p=0,041. Selain itu, juga terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara tingkat penghasilan keluarga dengan status gizi menurut BB/U p=0,019 dan TB/U p=0,002 serta tingkat pendidikan ibu dengan status gizi menurut TB/U p=0,011. Kesimpulannya, prevalensi kekurangan gizi, pendek dan kurus pada balita di Provinsi NTT tinggi dan secara signifikan berhubungan dengan tingkat pola asupan protein.

Under five children are one of group which is very vulnerable to nutritional status problem. In Indonesia, prevalence of underweight, stunting, and wasting among under five children is high, especially in Nusa Tenggara Timur. Besides nutritional status problem, most of under five children in NTT also had low protein intake. Protein intake is one of many factors that may influence nutritional status. The aim of this study is to determine nutritional status of under five children and its association with protein intake in NTT. Study design applied is analytical cross sectional with. sample of 564 under five children aged 12 59 months. The results showed that 47 subjects were underweight, 62.8 subjects were stunting, and 14.9 subjects were wasting. Half of subjects had insufficient protein intake 50.4. Bivariate analysis using Chi square test showed significant association between protein intake and nutritional status index of weight for age. 0.001 and height for age. 0.041. In addition, there were significant association between family income and nutritional status index of weight for age. 0.019 and height for age. 0.002. as well as mother rsquo. education and nutritional status index of height for age. 0.011. In conclusion, prevalence of underweight, stunting, and wasting among under five children in NTT was high and it significantly associated with protein intake.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Damayanti
"Di Indonesia, masalah gizi buruk masih sangat memprihatinkan dan salah satu daerah dengan status gizi buruk terbanyak adalah Nusa Tenggara Timur NTT. Salah satu desa di NTT yang juga merupakan desa miskin dan sulit air adalah Desa Pero Konda di Sumba Barat Daya. Oleh karena itu, diduga banyak kejadian kekurangan gizi pada daerah tersebut sehingga perlu dilakukan penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan status gizi dengan asupan protein pada anak usia 2-12 tahun di Desa Pero Konda. Desain penelitian ini adalah potong lintang analitik. Data yang digunakan adalah data primer. Data diambil melalui pengukuran berat badan dan tinggi badan, serta dengan bantuan instrumen kuesioner food recall 24 jam. Status gizi ditentukan berdasarkan Kurva CDC-2000 dengan indeks berat badan menurut usia BB/U, tinggi badan menurut usia TB/U, dan berat badan menurut tinggi badan BB/TB. Setelah itu, data diolah dengan SPSS versi 20 dan dianalisis dengan uji chi-square. Terdapat 99 responden pada penelitian ini. Hasilnya menunjukkan terdapat 52 orang responden perempuan 52,5 dan 47 orang responden laki-laki 47,5. Dari hasil pengukuran status gizi berdasarkan indeks BB/U, TB/U, dan BB/TB didapatkan 57 responden 57,6 berperawakan kurus, 33 responden 33,3 berperawakan pendek, dan 34 responden 34,3 memiliki status gizi kurang. Sebanyak 34 responden 34,3 memiliki asupan protein yang cukup dan 65 responden 65,7 memiliki asupan protein kurang. Berdasarkan anamnesis food recall, asupan protein terbanyak didapat dari protein hewani cumi dan ikan. Pada uji chi-square, tidak terdapat perbedaan bermakna antara kecukupan asupan protein dengan status gizi berdasarkan indeks BB/U, TB/U, dan BB/TB. Disimpulkan, status gizi pada anak di Desa Pero Konda tergolong kurang dan tidak terdapat hubungan yang bermakna secara statistik dengan asupan protein.

In Indonesia, undernourished is still become a concern problem and province which has the most undernourished children is Nusa Tenggara Timur NTT. One of its village where poverty and lack of water are common is Pero Konda at Sumba Barat Daya. Based on the data, a study needs to be done. This study aims to evaluate the association between protein intake with the nutritional status of children age 2-12 years old in Pero Konda. Analytic cross sectional studies using primary data was used in this study. The weight and height of the children were measured, and the 24 hour food recall was gathered through questionnaire. Nutritional statuses were assessed using curve of CDC 2000 grow chart with weighth for age index W/A, height for age index H/A, and weight for height index W/H. After that, the data processed using SPSS version 20 and analyzed with chi square test. There were 99 respondent in this study. The results showed there were 52 girl respondents 52,5 and 47 boy respondents 47,5. Based on the results of nutritional statusses rsquo measures using W/A, H/A, and W/H index, there were 57 respondent 57,6 wasting, 33 respondent 33,3 stunting, and 34 respondent 34,3 undernourished. A total of 34 respondents 34,3 had adequate protein intake and 65 respondents 65,7 have poor protein intake. Based on the anamnesis food recall, the highest protein sources were from animal protein squid and fish. In the chi square test, there are no significant differences between the protein intake and nutritional status based on W/A, H/A, and W/H index. In conclusion, the nutritional status of children in Pero Konda was considered undernourished and there was no statistically significant association with protein intake."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70358
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuni Zahraini
"Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) dengan status gizi balita 12-59 bulan. Data sekunder yang digunakan bersumber dari data Riskesdas 2007 untuk wilayah Provinsi DI Yogyakarta dan Nusa Tenggara Timur. Hasil penelitian menyatakan bahwa sebagian besar (60,9%) keluarga balita di DI Yogyakarta sudah KADARZI, sedangkan di NTT baru 12,2% keluarga balita yang termasuk KADARZI. Uji statistik yang dilakukan menemukan hubungan yang bermakna antara status KADARZI, keteraturan menimbang, makan beraneka ragam, penggunaan garam beryodium, dan kejadian diare dengan status gizi balita (p<0,05). Akhirnya disarankan bahwa masih perlu dilakukan sosialisasi secara merata tentang KADARZI serta indikator perilakunya kepada masyarakat untuk mencegah dan mengurangi terjadinya masalah kurang gizi pada balita khususnya di provinsi NTT.

The reseach is aimed to know the relationship between nutritional family awareness and nutritional status of child 12-59 month. The data was used from Riskesdas 2007 for DI Yogyakarta and NTT. The result of this research show that 60,9% family who has child 12-59 month in DI Yogyakarta has nutritional awareness status, but in NTT there was only 12,2%. The result of statistical test shows that the family nutritional awareness, continiously child weighing, consumption of combine food, used of iodine salt, and diarrhoea were associated with nutritional status of child 12-59 month.(p<0,05). This finding may be used to inform future intervention aimed at increasing nutritional family awareness status specially in NTT.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
S5749
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Budi Prayuni
"Balita kurang gizi merupakan masalah yang tinggi di Indonesia. Balita kurang gizi akan mengalami kesulitan utuk tumbuh normal dan lebih rentan terhadap penyakit. Faktor yang diduga berpengaruh adalah jumlah anak di keluarga, dimana jumlah anak mempengaruhi kecukupan asupan makan di keluarga. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara jumlah anak di keluarga dengan peningkatan status gizi balita di Desa Anin, Kabupaten TTS. Penelitian dilakukan dengan desain kuasi eksperimental menggunakan data sekunder hasil pengukuran balita di Posyandu pada bulan Oktober 2009 dan 2010. Jumlah sampel sebesar 71 responden dengan rerata usia pada tahun 2009 adalah 27,62 bulan, 54,9% berjenis kelamin perempuan, dan 63,4% responden berasal dari keluarga dengan jumlah anak ≤ 2 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase kejadian wasting dan underweight menurun dari tahun 2009 ke tahun 2010 menjadi 2,8 % dan 45,1,%, sementara stunting meningkat menjadi 74,7%. Terdapat perbedaan rerata yang bermakna antara nilai Z skor BB/TB (p=0,035) dan BB/U (p=0,020) pada tahun 2009 dan 2010, sedangkan nilai Z skor TB/U tidak bermakna (nilai p=0,272). Tidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah anak di keluarga dengan peningkatan nilai Z skor BB/TB (p=0,114), BB/U (p=0,250), dan TB/U (p=0,060). Sebagai kesimpulan bahwa persentase kasus balita kurang gizi sangat tinggi di Kabupaten TTS serta jumlah anak di keluarga tidak berpengaruh secara langsung terhadap peningkatan status gizi balita. Program kesehatan ibu dan anak dan kecukupan pangan perlu digalakkan oleh pemerintah dan masyarakat untuk meningkatkan gizi balita.

Undernutrion in children under five is a problem in Indonesia. One of the factor that can influence the nutritional status of children is number of children in family, where the number of children can affects the adequacy of food intake.Problem examined in this study is the relationship between number of children in the family with increased of nutritional status of children under five in The Village of Anin, TTS District. This study uses quasi experimental design using secondary data of children under five that is measured in Posyandu in October 2009 and 2010. The subjects were 71 respondents which 54,9 % of them is female, with a mean age of 27,62 months in 2009, and 63,4 % of respondents from family with number of children ≤ 2 people.The result showed that the percentages incidence of wasting and underweight decreased to 2,8 % and 45,1 %, while stunting increased to 74,7%. The value of weight/height (p=0,035) and weight/age (p=0,020) Z score in 2009 and 2010 had sinificant mean differences and height/age Z score had not (p=0,272). There was no significant relationship between number of children in family and increasing the value of weight/height , weight/age, and height/age Z score. As a conclusion that percentage of undernourished children under five in Anin Village has very high and number of children in family has no significant effect on improving nutritional status of children. Neverthless, Maternal and child health programs and food sufficiency should be encouraged by governments and communities to improve nutrition status of children."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Pneumonina pada balita merupakan masalah kesehatan di Indonesia, hal ini terkait dengan tingginya morbiditas dan mortalitas akibat pneumonia. Salah satu upaya pengendalian adalah mengetahui menekan faktor determinan terjadinya pneumonia pada balita, sehingga penanggulangan dan pencegahan penyakit ini dapat dilakukan dengan tepat. Tulisan ini bertujuan untuk menguraikan beberapa faktor determinan terjadinya pneumonia pada balita di Provinsi Nusa Tenggara Timur meliputi status imunisasi, status gizi dan rumah sehat. Metode: Data yang digunakan adalah data sekunder Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2012 meliputi data jumlah kasus, status gizi, status imunisasi, ASI Ekslusif dan rumah sehat kemudian dianalisis. Hasil: Menunjukkan cakupan penemuan dan penanganan kasus pneumonia pada balita pada tahun 2012 sebesar 19,2%, faktor determinasi yang berkaitan dengan kejadian pneumonia adalah status imunisasi lengkap 59%, status gizi kurang sebesar 12,6%, gizi buruk 1,4%, cakupan pemberian ASI eksklusif 49,7%, dan cakupan rumah sehat 61,1%. Kesimpulan: Penemuan dan penanganan kasus pneumonia pada balita di Provinsi NTT mengalami peningkatan pada tahun 2012. kondisi faktor status imunisasi, cakupan ASI Ekslusif, status gizi balita menjadi faktor pendukung terjadinya pneumonia pada balita. Saran: Peningkatan penyuluhan tentang penyakit pneumonia, ASI eksklusif, gizi balita dan pentingnya imunisasi serta menggerakkan masyarakat dalam kegiatan posyandu dengan cara peningkatan partisipasi kader posyandu sehingga dapat sehingga dapat meningkatkan status imunisasi dan perbaikan status gizi pada balita."
BULHSR 17:4 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Luthfia Reswara Ardevani
"Latar Belakang: Stunting menjadi permasalahan yang tinggi di Indonesia dengan prevalensi paling tinggi berada di NTT. Kondisi tersebut sering dikaitkan dengan kondisi oral, seperti penurunan level protein saliva. Namun, belum diketahui hubungan antara protein salia dengan status HAZ yaitu stunting dan nonstunting.
Tujuan: Membandingkan dan melihat hubungan total protein dan profil protein yang terdeteksi pada saliva anak dengan status HAZ.
Metode: Bahan biologis tersimpan sampel saliva didapatkan dari 96 anak di NTT. Sampel diuji menggunakan Bradford assay dan SDS PAGE untuk melihat total protein dan profil protein. Hasil dianalisa dengan SPSS.
Hasil: Tidak terdapat perbedaan bermakna antara total protein dengan status HAZ. Didapatkan korelasi negatif sangat lemah (r=-032, p=0.756) pada total protein dengan status HAZ. Profil protein yang diduga terdeteksi yaitu protein serum albumin, amilase, acidic PRPs dan cystatin. Protein serum albumin dan acidic PRPs persentasenya terhitung lebih banyak pada nonstunting. Tidak terdapat perbedaan bermakna antara pola profil protein yang terdeteksi dengan status HAZ. Didapatkan korelasi positif sangat lemah (r=0.080, p=0.381) antara pola profil protein yang terdeteksi dengan status HAZ.
Kesimpulan: Total protein pada saliva tidak dapat dijadikan biomarker, protein yang diduga sebagai serum albumin dan acidic PRPs dapat dijadikan biomarker status HAZ pada anak, namun diperlukan pemeriksaan tambahan.

Background: Stunting is a high problem in Indonesia with the highest prevalence in NTT. These conditions have an impact on oral conditions, such as decreased salivary protein levels. There is no known relationship between salivary protein and HAZ status, namely stunting and nonstunting.
Objective: To observe and compare the relationship between total protein and suspected protein profile in children salivary with HAZ status.
Methods: Biological stored saliva samples were obtained from 96 children in NTT. Samples were tested using Bradford assay and SDS PAGE and analyzed with SPSS.
Results: There was no significant difference between total protein and HAZ status. A very weak negative correlation was found (r=-032,p=0.756) in total protein with HAZ status. The suspected protein profiles were serum albumin, amylase, acid PRPs, and cystatin. Serum albumin and acid PRPs accounted for higher percentages in nonstunting. There was no significant difference between the protein profile pattern and HAZ status. A very weak positive correlation was found (r=0.080,p=0.381) between pattern profile protein and HAZ status.
Conclusion: Total protein in saliva cannot be used as a biomarker, proteins suspected of being serum albumin and acidic PRPs can be used as biomarkers of HAZ status in children, but additional tests are needed.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sari Rahmawati
"ABSTRAK
Gangguan mental pada anak-anak dan remaja berkontribusi dalam beban penyakit dunia karena dampak yang ditimbulkan mencakup aspek yang luas. Di Indonesia, gangguan mental usia 15 tahun ke atas cukup tinggi dengan proporsi terbesar di Provinsi Nusa Tenggara Timur NTT . Komunikasi orang tua-anak merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kondisi emosi dan perilaku anak, terutama pada anak usia 3-6 tahun ketika dimulainya perkembangan kemampuan sosial pada anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gangguan emosi dan perilaku pada anak usia 3-6 tahun di Provinsi NTT dan hubungannya dengan frekuensi komunikasi orang tua-anak. Desain potong lintang analitik dilakukan terhadap 328 sampel anak usia 36-83 bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 49,7 subjek mengalami gangguan emosi dan perilaku. Pada hampir setengah jumlah subjek jarang atau tidak pernah terjadi komunikasi orang tua-anak 44,2 . Hasil analisis bivariat dengan uji chi-square didapatkan hubungan tidak bermakna antara frekuensi komunikasi orang tua-anak dengan gangguan emosi dan perilaku pada anak p=0,272 . Selain itu, didapatkan hasil yang tidak bermakna antara karakteristik subjek lainnya, yaitu faktor jenis kelamin p=0,505 , gangguan perkembangan p=0,956 , jumlah anak dalam keluarga p=0,244 , dan status ekonomi keluarga p=0,707 . Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa frekuensi komunikasi orang tua-anak tidak berhubungan secara bermakna dengan gangguan emosi dan perilaku pada anak.

ABSTRACT
Children rsquo s and adolescents rsquo mental disorder attributes to global burden of disease due to its wide impacts. In Indonesia, mental disorder of people aged 15 years old or more is high and Nusa Tenggara Timur NTT has the highest proportion. Parent child communication is one of many factors that influences the development of children rsquo s emotion and behavior, especially when they are 3 6 years old, the time whose social abilities is developing. This research aims to assess the emotional and behavioral disorder of 3 6 years old children in NTT and its association with parent child communication frequency. This analytical cross sectional study is used to 328 subjects of 3 6 years old children. The result shows that 49.7 subjects had emotional and behavioral disorder. Nearly half of the subjects had infrequently parent child communication 44.2 . Bivariate analysis using chi square test shows a nonsignificant association between parent child communication and children rsquo s emotional and behavioral disorder p 0.272 . In addition, there are nonsignificant association with other characteristics of the subjects gender p 0.505 , developmental delay p 0.956 , number of children in the family p 0.244 , and family rsquo s economic status p 0.707 . In conclusion, parent child communication frequency has nonsignificant association with emotional and behavioral disorder among 3 6 years old children in NTT."
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Umaima Kamila
"Latar Belakang : Masalah status gizi kurang masih menjadi salah satu problem kesehatan yang dihadapi oleh Bangsa Indonesia hingga saat ini. Berbagai program telah dicanangkan oleh pemerintah untuk menanggulanginya namun belum membuahkan hasil. Untuk menyelesaikan masalah status gizi diperlukan pemahaman yang mendalam atas faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi, dimana salah satunya adalah asupan kalori harian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara status gizi dengan asupan kalori harian.
Metode : Penelitian ini dilakukan terhadap 73 orang anak usia sekolah di Yayasan Kampung Kids dengan menggunakan desain cross-sectional. Data yang diambil meliputi jenis kelamin, usia, berat badan, tinggi badan, indeks massa tubuh dan asupan nutrisi harian. Status gizi diukur dengan menggunakan persentil kurva Center for Disease Control (CDC) sedangkan asupan nutrisi harian dengan metode wawancara. Selanjutnya dicari hubungan antara keduanya dengan menggunakan software SPSS 11.5.
Hasil : Rerata tinggi badan (132,09cm) dan berat badan (27,07kg) responden tidak ideal berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2004. Responden umumnya memiliki status gizi normal berdasarkan ketiga status gizi yaitu 50,7% (BB/U), 71,2% (TB/U), dan 63 % (IMT). Mayoritas responden mendapatkan asupan nutrisi harian yang normal (60,3%). Analisis variabel dengan menggunakan two sample Kolmogorov-Smirnov test untuk menentukan hubungan antara status gizi dan asupan nutrisi harian adalah p=1,000 (BB/U)., p=0,461(TB/U), dan p=0,799 (IMT).
Kesimpulan : Tidak terdapat hubungan bermakna antara asupan kalori harian dan status gizi pada anak usia sekolah di Yayasan Kampung Kids.

Background : Nutritional Problem has been one of many health problems which are faced by Indonesian people until now. Various programmes have been launched by the government to overcome this problem but still have not get significant result. To handle this nutritional problem, we need to understand completely about all factors influnce the nutritional status. One of those key factors is daily calorie intake.
Method: This research conducted on 73 schoolaged children who were registered in KampungKids Foundation using crosssectional method. Data collected were gender, age, weight, height, body mass index (BMI) and daily calorie intake. Nutritional status was measured by using CDC percentile curve. In other hand, daily calorie intake data were collected by interviewing. The data then were analyzed with SPSS 11.5 software.
Result : The height average (132,09cm) and weight average (27,07kg) were not ideal according to Nutritional Sufficiency Value (AKG) 2004. Most of the respondent had normal nutritional status for all indicators : 50,7% for (Body Weight/Age), 71,2% for (Body Height/ Age), and 63% for (BMI/Age). Most of respondents had normal daily calorie intake (60,3%). Analysis of variables using two sample Kolmogorov-Smirnov test to find the association between daily calorie intake and nutritional status gave results, p=1,000 (BW/A), p=0,461(BH/A), and 0,799 (BMI).
Conclusion : There is no significant association between daily calorie intake and nutritional status among school-aged children in Kampung Kids Foundation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ero Ari Angga
"Gizi kurang masih menjadi masalah yang serius pada anak usia sekolah hingga remaja di seluruh belahan dunia, terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Riskesdas menunjukkan bahwa 13,3% anak laki-laki dan 10,9% anak perempuan berada dalam status gizi kurang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi gizi kurang pada kelompok usia 13-18 tahun dan juga hubungannya dengan asupan protein. Penelitian ini menggunakan desain studi potong-lintang. Semua santri di Pesantren Tapak Sunan diteliti pada tahun 2011. Status gizi diukur menggunakan Indeks Massa Tubuh sedangkan asupan protein dinilai dengan menggunakan food records. Data dianalisis menggunakan SPSS versi 16.0. Uji Kolmogorov Smirnov digunakan untuk mencari hubungan antara status gizi dengan asupan protein. Responden dalam penelitian ini berjumlah 90 orang. Dari 90 responden tersebut, terdapat 1 (1,1%) responden dengan status gizi kurang, 64 (71,1%) responden dengan status gizi cukup, dan 25 (27,8%) responden dengan status gizi lebih. uji Kolmogorov-Smirnov, menunjukkan bahwa tidak ditemukan hubungan antara asupan protein dengan status gizi (p>0,05).

Undernutrition is a serious problem facing schoolers worldwide and especially in developing countries like Indonesia. Riskesdas showed that 13.3% males and 10.9% females under 18 years old in Indonesia were undernutrition. The purpose of this study was to determine prevalence of undernutrition in the age group of 13-18 and also to study its relationship with protein intake. The study used a cross sectional survey of schooler of Tapak Sunan Boarding School. All the student in Tapak Sunan Boarding School were studied in 2011. Nutritional status was done using Body Mass Index and protein intake was done using food records. Data was analyzed using SPSS 16.0. Kolmogorov Smienov was used to find associations between nutritional status and protein intake. The results obtained were among 90 students, 1.1% students were found to be undernutrition, 71.1% normal, and 27.8% overnutrition. There was no significant difference (Kolmogorov-Smirnov p>0.05) between prevalence of under-nutrition and protein intake. It was concluded that the prevalence of undernutrition among school children 13-18 year age group was not associated with protein intake.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>