Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 227988 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rizki Akbar Hasan
"ABSTRAK
Penelitian ini berfokus pada proses pengambilan keputusan serta faktor-faktor yang melatarbelakangi proses pengambilan keputusan aktor-aktor peradilan pidana anak terhadap anak yang berkonflik dengan hukum ABH di Jakarta. Masalah penelitian ini dilandasi pada fenomena penempatan ABH dalam lembaga pemasyarakatan yang kerap dilakukan aktor peradilan pidana anak, meskipun sistem peradilan pidana anak di Indonesia telah menganut asas keadilan restoratif serta asas perlindungan dan kepentingan terbaik anak, yang notabene-nya diterapkan sebagai usaha untuk menjauhkan ABH dari hukuman penjara. Penelitian ini mengambil studi kasus pada aktor peradilan pidana anak di Jakarta Selatan. Aktor peradilan pidana anak di Jakarta Utara turut diteliti sebagai langkah konfirmasi terhadap temuan data di Jakarta Selatan. Teori focal concerns of criminal justice decision-making digunakan sebagai pisau analisa primer. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan melakukan wawancara terhadap aktor-aktor peradilan anak, ABH, serta melakukan observasi persidangan anak. Analisa data menggunakan teknik deskriptif-interpretatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem peradilan pidana anak tidak sepenuhnya menerapkan asas keadilan restoratif serta asas perlindungan dan kepentingan terbaik anak. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan aktor-aktor peradilan pidana anak masih berlandaskan pada falsafah peradilan retributif. Sementara itu, aspek-aspek sosial ABH hanya dijadikan sebagai faktor sekunder dalam proses pengambilan keputusan. Reformasi paradigma sistem peradilan anak di Indonesia diperlukan agar sistem peradilan anak serta proses pengambilan keputusan aktor-aktor peradilan anak terhadap ABH sepenuhnya berorientasi pada asas keadilan restoratif, asas kepentingan terbaik anak, asas perlindungan anak, serta keadilan sosial.

ABSTRACT
This study focuses on the decision making process undertaken by the juvenile justice actors. This study also focuses on the factors that become the background of the decision making process. The case studies were taken on juvenile justice actors in South Jakarta with comparison to North Jakarta. This study uses the focal concerns of criminal justice decision making from Steffensmeier, Kramer, Ulmer 1998 . This study used a qualitative approach, using interviews and observation as data collection techniques. The data were analyzed using descriptive interpretative techniques. The results showed that the principle of restorative justice and protection of the child are not fully implemented in the juvenile justice process. Factors that effect the decision making process are still based on retributive philosophy of justice. Meanwhile, the social aspect is only used as a secondary factor. Paradigm reform of the juvenile justice is needed, so that the decision making process can be completely oriented to restorative justice, the best interest of the child, child protection, and social justice."
2017
S66754
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Haris Sanjaya
"Penelitian ini menganalisis secara kriminologis adanya paradoks diversi yang melibatkan anak dalam kasus tawuran di Jakarta dengan menggunakan teori paradoks dan konsep-konsep kriminologi. Berdasarkan analisis pada data kualitatif deskriptif, temuan empiris mendapati bahwa kebijakan diversi terhadap anak yang berkonflik dengan hukum (ABH) bergantung konteks masalah. Sedangkan tawuran yang terjadi lebih sering dipicu oleh tindakan balas dendam antar-kelompok yang mengarah pada perilaku geng. Penelitian juga menemukan paradoks dalam cara berpikir antara cara pandang formal dengan cara pandang kontekstual dalam memahami diversi pada anak dalam sistem peradilan pidana anak (SPPA). Temuan cara pandang ini berujung pada temuan bahwa adanya paradoks diversi di tingkat implementasi (mikro), aturan hukum (meso), dan konsep (makro). Melalui telaah teoritis penelitian akhirnya memunculkan konsep penamaan ‘antinomi diversi’, yaitu tentang dua pernyataan yang seolah divalidasi oleh nalar, namun pada akhirnya membuahkan kegagalan. Atas dasar temuan ini, penelitian menindaklanjutinya dengan melakukan analisis peramalan kebijakan SPPA dan analisis strengths, weaknesses, opportunities, dan threats. Hasil analisis secara keseluruhan merekomendasikan perlunya stakeholders mencari solusi praktis secara berkala setiap tahun untuk mengatasi kasus tawuran anak di Jakarta yang mengarah kepada perilaku kelompok geng. Kemudian penting untuk pemerintah melakukan telaah ulang kebijakan yang memunculkan permasalahan paradoks diversi dalam penanganan ABH dalam SPPA di semua tingkatan.

This study analyses criminologically the paradox of diversion involving children in brawl cases in Jakarta using paradox theory and criminological concepts. Based on the analysis of descriptive qualitative data, the empirical findings found that the diversion policy for children in conflict with the law (ABH) depends on the context of the problem. Meanwhile, brawls that occur are more often triggered by inter-group revenge actions that lead to gang behaviour. The research also found a paradox in the way of thinking between a formal perspective and a contextual perspective in understanding diversion for children in the juvenile criminal justice system (SPPA). The findings of this perspective lead to the finding that there is a paradox of diversion at the implementation (micro), rule of law (meso), and concept (macro) levels. Through theoretical analysis, the research finally came up with the concept of naming the 'antinomy of diversion', which is about two statements that seem to be validated by reason, but ultimately result in failure. Based on these findings, the research followed up by conducting a SPPA policy forecasting analysis and a strengths, weaknesses, opportunities, and threats analysis. The results of the overall analysis recommend the need for stakeholders to find practical solutions periodically every year to overcome cases of child brawls in Jakarta that lead to gang behaviour. Then it is important for the government to review policies that raise paradoxical problems of diversion in handling ABH in SPPA at all levels."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purnianti
Jakarta: UNICEF, 2003
364.38 PUR a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ferny Melissa
"Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak telah memberikan jaminan terhadap hak anak yang berhadapan dengan hukum. Di dalam pemenuhan dan penjaminan atas hak-hak anak yang berkonflik dengan hukum, telah di atur sebuah sistem berupa prinsip keadilan restoratif atau restorative justice yang merupakan upaya penegakan hukum dalam penyelesaian perkara yang dapat dijadikan instrumen pemulihan di luar dari proses peradilan di persidangan. Berdasarkan Undang-Undang tersebut, telah diatur sebuah proses yang disebut diversi. Penulis ingin memberikan penjelasan dan melakukan penelitian sejauh mana peran Pembimbing Kemasyarakatan melakukan pendampingan dan pengawasan terhadap proses penyelesaian perkara pidana anak diterapkan berdasarkan Undang-undang SPPA yang memberikan jaminan kepastian hukum terhadap anak yang berkonflik dengan hukum.
Penulis melihat bahwa di dalam praktiknya, masih banyak aparat penegak hukum yang masih terus berproses mempelajari upaya keadilan restoratif dan justru masih banyak orang atau masyarakat yang tidak tahu hak-hak anak di dalam sebuah proses hukum yang dijaminkan pada undang-undang tersebut. Oleh sebab itu, dengan adanya penguatan keberadaan Pembimbing Kemasyarakatan dinilai sangat penting di dalam menjamin hak-hak anak berhadapan dengan hukum.

The Bill Number 11 of 2012 concerning the Juvenile Criminal Justice System has provided guarantees for the rights of children in conflict with the law. In fulfilling and guaranteeing the rights of children in conflict with the law, a system has been set up in the form of the principle of restorative justice, which is a law enforcement effort in resolving cases that can be used as an instrument of recovery outside of the judicial process at trial. Based on this law, a process called diversion has been regulated. The author wants to provide an explanation and conduct research to what extent the role of Probation and Parole Officer in assisting and supervising the process of resolving children's criminal cases is implemented based on the SPPA Law which provides a guarantee of legal certainty for children in conflict with the law.
The author sees that in practice, there are still many law enforcement officers who are still in the process of studying restorative justice efforts and in fact there are still many people or communities who do not know about children's rights in the legal process guaranteed by this law. Therefore, strengthening the existence of Probation and Parole Officer is considered very important in ensuring children's rights in dealing with the law.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rima Ameilia
"ABSTRAK
Perlindungan terhadap hak-hak anak mutlak diperlukan. Negara sebagai pihak yang menjamin kepastian hak-hak anak Indonesia juga Wajib memastikan hak-hak anak tersebut terpenuhi. Anak dalam peradilan pidana memiliki kerentanan yang lebih dari biasanya, terutama dalam hal pelanggaran hak-haknya. Oleh karena itu diperlukan perlindungan yang khusus. Analisis Rancangan Undang Undang Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia merupakan upaya peneliti dalam berkontribusi mewujudkan mekanisme perlindungan hak-hak anak dalam peradilan pidana anak bagi anak-anak yang disangka atau divonis sebagai pelanggar hukum pidana. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif peneliti melakukan analisis wacana kritis terhadap teks Rancangan Undang Undang Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia pada bagian Acara Peradilan Anak. Melakukan interpretasi terhadap teks merupakan langkah awal yang digunakan, kemudian melakukan dekonstruksi terhadap teknis tersebut. Berdasarkan analisis yang sudah dilakukan oleh peneliti, rnaka hasil dari teknik analisis wacana kritis terhadap Rancangan Undang Undang Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia pada Acara Peradilan Anak belum cukup mewakili hak-hak anak dan berpihak pada anak dalam sistem peradilan pidana.

ABSTRACT
The protection of children's rights is absolutely necessary. State as a party, which ensures the rights of children in Indonesia are also required to ensure children's rights are met. Children in the criminal justice have more vulnerability than usual, especially in the case of violation of his rights. Therefore, it needs special protection. Analysis of the Draft Law on Children's Criminal Justice System in Indonesia is contributing to the efforts of researchers in realizing the mechanism of protection of the rights of children in child criminal justice for children suspected of or convicted for criminal offenders. By using a qualitative research approach to critical discourse analysis of the text of the Draft Law on Children's Criminal Justice System in Indonesia on the Occasion of Juvenile Justice. Interpretations of the text is the first step used, then perform the deconstruction of the text. Based on the analysis already done by the researchers, the results of the techniques of critical discourse analysis of the Draft Law on Children's Criminal Justice System in Indonesia on the Occasion of Juvenile Justice has not adequately represent the rights of children and in favor of the children in the criminal justice system."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rien Uthami Dewi
"Undang-undang No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak sudah memberikan alternatif pemberian sanksi hukum bagi anak, yaitu berupa tindakan. Hal inilah yang harus dipertimbangkan oleh hakim sebelum menjatuhkan pidana penjara bagi anak pelaku tindak pidana. Harus dipikirkan dampak buruk yang terjadi jika terpaksa harus dijatuhi pidana penjara. Salah satu usaha yang dilakukan untuk meminimalisasi penggunaan pidana penjara bagi anak saat ini adalah dengan melontarkan ide 'Restorative Justice' terhadap pelaku tindak pidana. Usaha ini dapat dilakukan dengan model musyawarah pemulihan dengan melibatkan korban dan pelaku tindak pidana anak beserta keluarganya serta peran masyarakat. Faktor-faktor yang menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana penjara bagi anak selain berpedoman pada keyakinan hakim, dalam memutus perkara anak wajib mempertimbangkan adanya penelitian kemasyarakatan yang dibuat oleh petugas kemasyarakatan dari BAPAS (Balai Pemasyarakatan), yang didalamnya berisi data mengenai diri pribadi si anak juga berisi saran atau kesimpulan dari pembimbing kemasyarakatan terhadap tindak pidana yang telah dilakukan oleh anak tersebut. Kebijakan hukum pidana dalam upaya meminimalisasi penggunaan pidana penjara bagi anak adalah dengan melakukan upaya-upaya melalui tahap formulasi, aplikasi, dan eksekusi dalam pemberian perlindungan untuk meminimalisasi penggunaan pidana penjara bagi anak. Upaya meminimalisasi penggunaan pidana penjara bagi anak, dapat dilakukan dengan pendekatan restorative justice. Restorative justice dipandang sebagai model penghukuman modern yang lebih manusiawi bagi anak-anak. Prinsip restorative justice merupakan hasil eksplorasi dan perbandingan antara pendekatan kesejahteraan dengan pendekatan keadilan. Hakim dalam menjatuhkan putusan/ vonis terhadap anak harus mempertimbangkan Laporan Penelitian Kemasyarakatan yang disusun atau dibuat oleh Petugas Penelitian Kemasyarakatan dari Balai Pemasyarakatan. Kenyataan di lapangan, menunjukkan bahwa Hakim hampir tidak menggunakan penelitian kemasyarakatan ketika menjatuhkan pidana terhadap anak. Putusan Hakim cenderung mengarah pada pemberian sanksi pidana berupa penjara terhadap anak.

The Act No. 3 year 1997 on Juvenile Court have given alternative of sanction to the child, that is crime commited sentence of child of. It is not good if then happened if cannot help fallen by prison crime. Utilized research method here is approach ofsociologic juridical to know effort of minimize utilization of imprisonment to child to done child with field study and bibliography. Obtained to be data to be analyzed with decomposition descriptively and prescriptive. One of the effort done for the minimize utilization of imprisonment to child in this time by throwing idea 'Restorative Justice' to perpetrator of doin an injustice. This effort can be done with cure deliberation model by entangling victim and perpetrator of child doing an injustice along with its and also role of society. Factors becoming consideration of judge in punish imprisonment to child beside guide at confidence of judge, in judging the case of child is obligrd to consider the existence of research of made by social officer from Balai Pemasyarakatan (BAPAS), what in it contain data concerning personal self the child, conclusion or suggestion of counselor of social officer. Penal policy in the effort of minimize utilization of imprisonment to child by phase of formulas, application and execute. Effort of minimize utilization of imprisonment to child can be conducted with approach of restorative justice. Restorative justice is modern punishing model which is more of humanity to children. Principal of restorative justice represent result of comparison and explores between approach of prosperity with approach of justice. Judge in decision to child have to consider social report of made by social research officer. Fact of field, indicating that judge only just use social research when to give sanction of imprisonment to child. Decision judge tend to flange at give of crime sanction in the form of prison of child."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S430
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Subekhan
"Anak sebagai anugrah Tuhan Yang Maha Esa, dengan semua kekhususan sifatnya ialah generasi harapan yang kepadanya dibebankan rnasa depan bangsa dan negara. Oleh karenanya jaminan tumbuh kembangnya menjadi tanggung jawab semua komponen bangsa termasuk masyarakat dan pemerintah. Jaminan itu harus nampak dalam peraturan-peraturan hukum yang memperhatikan sifat khusus dari anak-anak sehingga dapat memberi jaminan bagi kesejahteraan anak. Memberikan jaminan tumbuh kembangnya secara wajar melalui peraturan hukum yang mengacu pada kesejahteraan anak termasuk anak yang berkonflik dengan hukum. Tulisan dengan judul penyelesaian perkara anak secara restorasi dalam penerapan sistem peradilan anak adalah suatu hasil analisa tentang praktek SPP anak dan penerapan konsep restorative justice sebagai konsep baru dalam menyelesaikan perkara anak. Dengan metode penelitian normatif empiris yang bersifat kualitatif penelitian ini memperoleh hasil diantaranya; jaminan hukum terhadap anak yang berkonflik dengan hukum yang diatur dalam Undang-Undang No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. belum memberikan perlindungan anak secara memadahi. Hal ini dikarenakan UU No. 3 tahun 1997 belum. rnengatur keragaman sanksi untuk dapat diterapkan kepada anak yang berkonflik dengan hukum sebagai suatu kebutuhan pembinaan anak yang sangat beragam. Ketiadaan aturan pelaksana dari sanksi hukum dalam UU No. 3 tahun 1997 adalah salah satu kekurangan dalam segi pengaturan secara normatif untuk melindungi anak berkonflik dengan hukum. Minimnya sarana dan prasarana dan budaya hukum (profesionalisme) aparat penegak hukum menjadikan penerapan SPP untuk anak, tidak mencerminkan perlindungan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum. Sedangkan munculnya konsep penyelesaian secara restorative Justice yang diharapkan dapat memberikan perlindungan kepada anak dengan menghindarkan anak bersentuhan SPP anak, ternyata tidak dapat diterapkan secara efektif. Hal itu dikarenakan belum adanya aturan hukum sebagai landasan penyelesaian model ini dan perubahan masyarakat dari gemeinschaft ke arah gesselschaft berdampak pada sulitnya rnengharapkan partisipasi masyarakat dalam penyelesaian yang bersifat restorasi tersebut. Selain dari itu, konsep restorative justice yang tidak melembagakan proses penyelesaianya berdampak pada hasil yang dicapai dalam penyelesaian restorasi tidak memberikan kepastian hukum. Beranjak dari kelemahan penerapan SPP anak dan penerapan konsep restorative justice, penulis menawarkan konsep restorative justice dalam Sistem Peradilan Pidana Anak. Konsep tersebut dihardpkari dapat rnenginrplemenLaslkan nilai-nilai yang terdapat dalam restorative justice dalam praktek SPP anak. Tawaran konsep ini mensyaratkan ketentuan dalam UU No. 3 tahun 1997 dilaksanakan oleh aparat penegak hukum yang profesional, dengan memberikan keluasan kewenangan kepada Bapas sebagai inisiator penyelesaian secara restorative justice.

Children as a gift from god, with all their characteristics is a generation of our hope and to them the future of our country and nation is been given. So that, the guarantee of their growth and development is responsible of all national elements including society and government. Seemingly, it should be realized by regulations observing their special character, then, it will ensure their prosperity. Properly, giving growth and development guarantee by regulations referring to children prosperity including for them in conflict with law. This thesis with in title of Settlement of children cases in the form of restorative justice process through the application of the juvenile justice system is result of analysis on criminal justice system (SPP} practice and application of restorative justice concept as new one for settling children case. By method of empirical normative research in qualitative nature, it obtains results among them: legal protection for children in conflict with law as provided with law No.3/1997 on juvenile juctice, it had not given children protection adequately, yet. It caused by such laws had not set forth varied sanction to be applied for children in conflict with law as any most varied building requirement for children. Normatively, the absence of operational regulations for law sanction in such laws is any lack for protecting children in conflict with law. The minim of structure and infra structure as well as legal culture (professionalism} of law enforcer had not made application juvenile justice system reflecting the children in conflict with law. Whereas, the appearance of concept of restorative justice settlement being wished to give children protection while avoiding children touch juvenile justice system, really it may not be applied effectively. It stems from regulations to base this model settlement and society changing from gemeinschaft to gesselschaft having impact the difficulty to wish society participation for such restorative justice settlement. Additionally, restorative justice concept having not institutionalized its settlement process had brought about the proceeds achieved in restoration settlement had not given legal certainty. Based on weaknesses of applying juvenile justice system and restorative justice concept, the author offer restorative justice concept in juvenile justice system. It is wished may implement the values expressed in restorative justice in juvenile justice system. This concept requires in the regulation in law No.3/1997 should be realized by professional law enforcer while giving authority to socialization association (Bapas) as initiator of restorative justice settlement."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T19442
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Glorya Eryana Turnip
"Undang-Undang (UU) Perlindungan anak menyebutkan anak yang berkonflik dengan hukum memiliki hak untuk dilindungi identitasnya dari publik. Tujuan hak ini untuk melindungi harkat dan martabat anak sehingga anak dapat kembali ke masyarakat tanpa stigmatiasi negatif pasca menjalani sanksi pidananya. Namun, di era yang serba digital saat ini, pelanggaran hak atas perlindungan identitas dapat dengan mudah terjadi bukan hanya oleh media namun juga masyarakat secara umum. Hingga saat ini UU Pers belum mengatur mengenai kewajiban pers untuk melindungi identitas anak dalam pemberitaannya sehingga pelanggaran rentan terjadi. Ditambah lagi dengan adanya ketentuan dalam UU Sistem Peradilan Pidana Anak (“UU SPPA”) yang mengkecualikan sidang tertutup untuk umum saat pembacaan putusan. Ketentuan tersebut memberikan akses kepada publik untuk menghadiri persidangan tersebut. Meski UU SPPA telah melarang publikasi identitas anak yang berkonflik dengan hukum, penyimpangan masih kerap terjadi dalam praktiknya. Akibatnya, anak yang identitasnya terpublikasi menerima label buruk dari masyarakat seperti yang terjadi pada perkara anak Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 4/Pid.sus-Anak/2023/PN.Jkt.Sel. Hal ini berbeda dengan negara lain, misalnya Jerman dan Kanada, yang lebih memberikan perlindungan dan kepastian hukum dalam memberikan perlindungan bagi anak dalam masalah ini. Penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif untuk menelaah perbandingan publikasi identitas anak terutama dalam sidang putusan anak antara Indonesia, Jerman, dan Kanada. Penelitian ini menemukan bahwa jika dibandingkan dengan Jerman dan Kanada, Indonesia memilki kelemahan dalam batasan pers membuat pemberitaan mengenai anak yang berkonflik dengan hukum dan isi sidang putusannya, Kelemahan tersebut berperan dalam mengakibatkan terjadinya penyimpangan praktik publikasi identitas dan isi putusan perkara pidana anak. Pelanggaran ini yang melanggar hak atas perlidnungan identitas anak dan menciderai tujuan dari sistem peradilan pidana anak itu sendiri. Untuk menyelesaikan permasalahan ini, perlu dilakukan peninjauan lebih lanjut serta revisi UU Pers, Kode Etik Jurnalistik, maupun UU SPPA itu sendiri.

The Law on Child Protection states that children in conflict with the law have the right to have their identity protected from the public. The purpose of this right is to protect the dignity of children so that children can return to society without negative stigmatization after serving their criminal sanctions. However, in today's digital era, violations of the right to identity protection can easily occur not only by the media but also the general public. Until now, the Press Law has not regulated the obligation of the press to protect children's identities in its reporting so that violations are prone to occur. In addition, there is a provision in the Juvenile Criminal Justice System Law ("SPPA Law") that excludes closed trials for the public when reading a decision. This provision provides access to the public to attend the trial. Although the SPPA Law prohibits the publication of the identity of children in conflict with the law, irregularities still occur in practice. As a result, children whose identities are published receive a bad label from the community, as happened in the South Jakarta District Court Case No. 4/Pid.sus- Anak/2023/PN.Jkt.Sel. This is different from other countries, such as Germany and Canada, which provide more protection and legal certainty in providing protection for children in this matter. This research uses the juridical-normative method to examine the comparison of the publication of children's identities, especially in juvenile court proceedings between Indonesia, Germany and Canada. This study found that when compared to Germany and Canada, Indonesia has weaknesses in the restrictions on the press to make news about children in conflict with the law and the contents of the verdict hearing, these weaknesses play a role in causing irregularities in the practice of publishing the identity and content of the verdict of juvenile criminal cases. This violation violates the right to protection of children's identity and undermines the objectives of the juvenile criminal justice system itself. To resolve this problem, further review and revision of the Press Law, Journalistic Code of Ethics, and the SPPA Law itself is required."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khusnus Sabani
"Tesis ini menganalisis bagaimana pelaksanaan diversi di tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara anak di Pengadilan Negeri, bagaimana parameter untuk mengukur keberhasilan pelaksanaan diversi oleh Petugas dan bagaimana model yang dapat dipakai untuk menjamin pelaksanaan Diversi. Tesis ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Diversi merupakan proses pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Diversi dapat dilaksanakan pada tingkat penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan perkara anak di Pengadilan Negeri berdasarkan pendekatan keadilan restoratif sesuai amanat Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Dalam praktiknya tidak semua tindak pidana dapat dilaksanakan dengan diversi. Faktor yang mendorong terwujudnya proses diversi diantaranya adanya persetujuan dan kesediaan pihak korban dan pihak pelaku untuk menyelesaikan perkara melalui diversi serta adanya kesepakatan perdamaian antara pihak korban dan pihak pelaku dalam penyelesaian perkara dengan musyawarah diversi. Parameter untuk mengukur keberhasilan pelaksanaan diversi oleh Petugas di antaranya adanya kesepakatan diversi, tidak mengulangi pidana dan keberhasilan reintegrasi sosial. Model yang dapat dipakai untuk menjamin pelaksanaan diversi yaitu model Conference / Family Group Conference yang melibatkan instrumen masyarakat.

This thesis analyzes how the implementation of diversion at the level of investigation, prosecution, and examination of juvenile cases in the District Court, what are the parameters for measuring the successful implementation of diversion by Officers and what models can be used to ensure the implementation of Diversion. This thesis was prepared using doctrinal research methods. Diversion is the process of transferring the settlement of juvenile cases from the criminal justice process to a process outside criminal justice. Diversion can be implemented at the level of investigation, prosecution and examination of children’s cases in the District Court based on a restorative justice approach as mandated by Law No. 11 of 2012 concerning the Child Criminal Justice System. In practice, not all criminal offenses can be implemented with diversion. Factors that encourage the realization of the diversion process include the agreement and willingness of the victim and the perpetrator to resolve the case through diversion and the existence of a peace agreement between the victim and the perpetrator in resolving the case with a diversion deliberation. Parameters to measure the successful implementation of diversion by officers include the existence of a diversion agreement, not repeating the crime and the success of social reintegration. The model that can be used to ensure the implementation of diversion is the Conference / Family Group Conference model which involves community instruments."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Esha Satya Satwika
"Anak merupakan titipan Tuhan Yang Maha Esa yang harus kita jaga dengan baik karena mereka menjadi generasi penerus bangsa dan negara ini. Karena hal tersebut sangatlah penting maka dibutuhkan perhatian dari seluruh unsur bangsa, tidak hanya keluarga namun pemerintah, jaminan hukum, serta masyarakat. Dalam hal ini adalah jaminan di bidang hukum yang diharapkan dapat menjamin kesejahteraan, perlindungan, dan keadilan baginya, khususnya anak nakal atau anak yang berkonflik dengan hukum. Selain itu, dibutuhkan pula suatu lembaga yang khusus bertugas untuk melaksanakan perlindungan hukum terhadap anak sebagaimana yang diamanatkan kepadanya, lembaga tersebut adalah KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia).
Tulisan dengan judul Peranan KPAI Dalam Mewujudkan Keadilan Restoratif Sebagai Usaha Penegakan Hukum Terhadap Anak Nakal/Berkonflik Dengan Hukum merupakan suatu hasil analisa dengan metode normatif-empiris tentang upaya-upaya KPAI dalam mewujudkan keadilan restoratif yang dihubungkan dengan praktek SPP Anak. Sesuai dengan amanat Pasal 76 UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, KPAI memiliki tugas untuk melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi, dan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak, memberikan laporan, saran, masukan, dan pertimbangan kepada Presiden dalam rangka perlindungan anak.
Dengan adanya UU No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang dinilai lebih menjamin keadilan dan perlindungan anak dengan diaturnya konsep diversi yang mencerminkan keadilan restoratif maka KPAI diharapkan dapat lebih optimal dalam melakukan perlindungan anak dan membantu aparat penegak hukum khususnya Kepolisian. UU SPP Anak ini memiliki keragaman sanksi yang lebih daripada UU No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak. Selain itu, tantangannya adalah merubah stigma masyarakat yang lebih condong pada sanksi retributif, khususnya anak yang berkonflik dengan hukum.
Munculnya teori atau konsep keadilan restoratif diharapkan dapat menghindarkan anak dari SPP karena ditakutkan akan mempengaruhi pertumbuhannya, khususnya mental anak. Dibutuhkan kemampuan penegak hukum yang lebih dalam perlindungan anak dan pelibatan masyarakat guna tercapainya perlindungan anak secara hukum yang berujung pada kepentingan terbaik bagi anak. Memang sejumlah kendala menjadi hambatan penerapan ini seperti masih kurangnya fasilitas yang disediakan oleh pemerintah, keterbatasan dan kurangnya pemahaman perlindungan anak oleh penegak hukum, serta keterbatasan KPAI dalam melaksanakan tugasnya. Dengan konsep keadilan restoratif yang dicerminkan pada UU SPP Anak, diharapkan KPAI dapat lebih berperan serta dan lebih meningkatkan koordinasi dengan aparat penegak hukum dalam perlindungan anak khususnya anak nakal/anak yang berkonflik dengan hukum.

A child is a gift from The god that we need to take care of because they will become the successor of the next generation of the nation and the country. Because it is incredibly important it is required attention from the all elements of the nation, not only the family but the government, law protection, and society. In this point is a guarantee in law that is expected to ensure the welfare, protection, and justice for them, especially a juvenile delinquent or a child in conflict with the law. Besides, also needed an institution which specifically on duty to implement legal protection against children as entrusted to him, this institution is KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia-Indonesia Child Protection Commission).
The title of The Post-graduate thesis is The Role of KPAI In Implementing The Restorative Justice as Effort of The Law Enforcement on Juvenile Delinquenct/Child Were in Conflict With The Law is an analysis with normative-empirical method research of KPAI efforts in realizing the restorative justice connected with the practice of the Indonesian Juvenile Criminal Justice System. As mandated in Act No. 23 of 2002 regarding the protection of children article no. 76, KPAI have a task to socialize all regulations legislation relating to the child protection, data and information collection, receiving a complaint from society, exploring, monitoring, evaluation, and supervision over the child protection, provide reports, advise- feedback, and consideration to the President in order of child protection.
By the presence of the Act No.11 of 2012 regarding the juvenile criminal justice systems, child who is considered more ensuring justice and the protection with the arrangement of the diversion concept that reflects restorative justice then KPAI is expected to be more optimal in doing the protection of children and help the law enforcement officials especially police. The Juvenile Criminal Justice System Act has a diversity of children penal than the Act No. 3 of 1997 Concerning juvenile court. In addition, the challenge is to change the stigma that society is leaning more on retributif sanctions, particularly children in conflict with the law.
The rise of theory or concept of restorative justice is expected to prevent the child from the Criminal Justice System because of feared would affect its growth, especially mentally. It takes the ability of the law enforcement agencies in child protection and the involvement of the community in order to achieve the protection of the child by law that resulted in the best interest for the child. Indeed a number of barriers to implementation is occured such as still lack of facilities provided by the Government, limitations and a lack of understanding of child protection by law enforcement agencies, as well as the limitations of KPAI in doing their tasks. With the concept of restorative justice which is reflected on Juvenile Criminal Justice System Act, KPAI would be more expected to participate and improve their coordination with the law enforcement agencies in the protection of children particularly juvenile delinquent/child who were in conflict with the law.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35290
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>