Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 172743 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Cindy Alyssa Dewi
"Hak Jaminan Resi Gudang, adalah hak jaminan yang dibebankan pada Resi Gudang untuk pelunasan utang, yang memberikan kedudukan untuk diutamakan bagi penerima hak jaminan terhadap kreditur yang lain. Hak jaminan yang terdapat dalam sistem resi gudang di Indonesia ini memiliki pengaturan yang berbeda dengan sistem resi gudang di Amerika Serikat, menimbang pengaturan sistem resi gudang di Amerika Serikat telah lahir jauh lebih lama yaitu pada tahun 1916 apabila dibandingkan di Indonesia dimana Undang-Undang Sistem Resi Gudang sendiri baru lahir pada tahun 2006. Oleh karena itu, sebagai fungsi inspiratif, dilakukan perbandingan pengaturan hak jaminan resi gudang di Indonesia dan Amerika Serikat serta perbandingan keabsahan lahirnya hak jaminan resi gudang di kedua negara tersebut dengan metode perbandingan yang menghasilkan bentuk penelitian yuridis-normatif. Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat persamaan dan perbedaan antara pengaturan hak jaminan resi gudang di Indonesia dan Amerika Serikat. Salah satu persamaannya adalah dalam hal keabsahan lahirnya hak jaminan resi gudang. Sementara, perbedaan utama yang terlihat adalah di Amerika Serikat, pada proses pembebanan hak jaminan resi gudang terdiri dari dua tahapan yaitu, Attachment dan Perfection. Hal tersebut lebih memberikan kepastian hukum baik bagi penerima hak jaminan dan pemberi hak jaminan.

Warehouse receipt guarantee rights is a security right which imposed on a warehouse receipt for the repayment of debt, which established creditor's position for a priority right over other creditors. The United States and Indonesia has a different regulations on warehouse receipt system, considering that United States has a more complete regulation on warehouse receipt since it was enacted far longer on 1916, which warehouse receipt system legislation in Indonesia was enacted on 2006. Therefore, as an inspired function, the comparison of regulation for warehouse receipt guarantee rights in Indonesia and the United States and also the comparison of the validity of warehouse receipt guarantee rights existence in those two countries under comparison method producing forms of normative juridical research. This research shows that there is similarity and difference between warehouse receipt guarantee rights in Indonesia and United States. One of the similarity is about the validity of warehouse receipt guarantee rights existence. Whereas the fundamental difference lies on the process of warehouse receipt guarantee rights imposition in the United States where it is consists of two stages which are Attachment and Perfection. This generates legal certainty for both the creditor and debtor of the guarantee rights.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S65983
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erlangga
"Negara Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki lahan yang sangat luas. Hal ini tentu menjadi potensi yang sangat besar bagi Indonesia untuk dikembangkan secara optimal. Salah satu cara untuk mencapai tujuan tersebut ialah melalui Sistem Resi Gudang. Namun proses yang ada di lapangan belum sesuai dengan ekspektasi Pemerintah setelah regulasi tersebut telah dibuat. Permasalahan utama yang terjadi pada Sistem Resi Gudang adalah masih banyak para petani yang belum mengetahui informasi mengenai Sistem Resi Gudang tersebut. Hal ini dapat terjadi karena masih kurangnya dukungan Pemerintah dalam pelaksanaan Sistem ini. Lebih lanjut Sistem Resi Gudang sendiri bertujuan untuk menyejahterakan para petani dalam meningkatkan taraf hidup mereka. Oleh karena Sistem Resi Gudang masih belum berjalan dengan optimal, maka taraf hidup para petani juga masih belum stabil. Melihat dari penerapan resi gudang warehouse receipt di India yang memiliki persamaan sebagai negara agraris dan merupakan negara berkembang yang telah berhasil dalam mengoptimalkan penerapan resi gudang. Hal ini menjadi tanda tanya apa yang menyebabkan Indonesia masih mengalami kendala dalam penerapannya. Penulis melakukan studi literatur untuk melihat bagaimana regulasi resi gudang di Indonesia dan India, kemudian melakukan perbandingan dari informasi yang ditemukan. Penulis mendapatkan hasil bahwa sistem regulasi di India yang sederhana ternyata memiliki kekuatan untuk menjalankan sistem tersebut dengan baik dan lebih optimal dibandingkan dengan Indonesia.

Indonesia is an agricultural country who has large area. Indonesia has great potential to developing it. One of the way to achieve that goal is by a warehouse receipt system. But outside condition are not in line with government expectations after the regulation already made. The main problem with warehouse receipt system is there are still many farmers who do not know information about the warehouse system. This happened because a lack of government support in implementation this system. Moreover the warehouse receipt system intend to prosperous the farmers in improving their standard of living. Therefore the system still not working optimally, then the standard of living of farmers are still not stable. Looking from application warehouse receipt system in India, which has similarities as an agricultural country and developing country who has succeeded to do the best implementation of warehouse receipt. This is become question mark that what caused Indonesia still having problems to use it. The author conducted a literature study to see how regulation of warehouse receipt in Indonesia and India, then doing a comparison from that information.  The author get a result that regulation of system in India that is simple turns out to have the power to operate the system well and more optimally than Indonesia.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ladito Risang Bagaskoro
"ABSTRAK
Perlindungan hak-hak korban tindak pidana, merupakan tanggungjawab negara terhadap korban, tanpa terkecuali. Hal tersebut merupakan bentuk pertanggungjawaban negara atas ketidakmampuannya dalam melindungi masyarakat, sehingga timbul korban. Namun, efektifitas dan ketepatan sasaran serta bentuk perlindungan yang diberikan Pemerintah Indonesia dinilai masih kurang tepat, khususnya korban tindak pidana terorisme. Setiap negara memiliki sudut pandang yang berbeda atas perlindungan hak korban tindak pidana terorisme, khususnya terhadap peraturan yang mengatur dan bentuk perlindungan yang diberikan terhadap korban tindak pidana terorisme, seperti dalam sistem hukum Indonesia, Amerika Serikat dan Republik Jerman. Analisis terhadap perbedaan dan persamaan dari ketiga Negara tersebut tentu dapat menjadi bahan masukan dalam politik hukum pidana Indonesia, khususnya dalam upaya pemenuhan hak asasi manusia korban tindak pidana terorisme, yang mana akan merujuk pada rekomendasi model perlindungan korban tindak pidana terorisme di Indonesia.

ABSTRACT
The protection of victims right is the state responsibility without exception. It is a state responsibility for its inability to protect the community, resulting in casualties. However, the target and forms effectiveness and accuracy of protection provided by Indonesia is still considered inadequate, especially the terrorism victims Each country has different responses to the protection terrorism victims rights, especially to the regulating rules and forms of protection afforded to victims of terrorism, such as in the Indonesia, the United States of America and the Republic of Germany legal system. The analysis of the differences and similarities of the three States can certainly be an input to Indonesian criminal law policies, especially in the effort to fulfil the terrorism victim human rights, which will refer to the recommendation of terrorism victim rsquo s protection model in Indonesia."
2018
T49759
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stella Cindamora
" ABSTRAK
Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan tidak menyebutkan secara tegas lembaga jaminan apa yang dapat dibebankan bagi pesawat udara di Indonesia. Praktek yang berlaku sekarang ini adalah debitur menggunakan Lembaga Jaminan Fidusia untuk menjaminkan komponen-komponen pesawat udara karena Undang-Undang No. 42 tentang Jaminan Fidusia tidak melarang untuk menjadikan komponen-komponen pesawat udara sebagai objek Fidusia. Namun demikian, tetap dibutuhkan pembaharuan terkait pengaturan hukum jaminan terhadap pesawat udara yang paling sesuai dengan kebutuhan di Indonesia. Dalam merancang hukum jaminan terhadap pesawat udara tersebut, hendaknya Indonesia memperhatikan tata cara hukum jaminan negara lain, terutama negara yang menjadi supplier pesawat udara, salah satunya adalah Amerika Serikat. Oleh karena itu, sebagai fungsi inspiratif, dilakukan perbandingan hukum jaminan terhadap pesawat udara antara Indonesia dan Amerika Serikat dengan metode perbandingan yang menghasilkan bentuk penelitian yuridis-normatif. Penelitian ini menunjukkan bahwa hukum jaminan terhadap pesawat udara di Indonesia dibandingkan dengan Amerika Serikat memiliki persamaan dan juga perbedaan. Perbedaan utama yang terlihat adalah di Amerika Serikat, semua objek suatu pesawat udara baik secara utuh maupun bagian-bagiannya dapat dijadikan jaminan, dan Amerika Serikat memiliki lembaga yang melakukan pendaftaran terhadap jaminan pesawat udara. Hal ini memperlihatkan bahwa peraturan di Amerika Serikat sangat mengakomodir pesawat udara untuk dijadikan jaminan.
ABSTRACT Law no. 1 of 2009 on Aviation does not specify the security interest that can be charged for aircraft in Indonesia. The current practice shows that debtors use Fiducia Security to charge parts on aircraft because there is no provision in the Law no. 42 of 1999 on Fiducia Security which prohibits charging parts of an aircraft as the object of Fiducia Security. However, it remains necessary to renew the regulation regarding security interest in aircraft that best suits the needs. In designing the regulation, Indonesia should pay attention to law on the security interest in aircraft in other countries, especially countries that are suppliers of aircraft, among others, United States of America. Therefore, as an inspired function, a comparison of security interest in aircraft is made between Indonesia and the United States under comparison method producing forms of normative juridical research. This research shows that the security interest in aircraft in Indonesia, as compared to that in the United States has similarities and differences. The main visible difference is that in the United States, all objects of an aircraft either in whole or its part can be charged as collateral, and the United States has institution that manages the registration of security interest in aircraft. This fact shows that the regulations in the United States are very accommodative to the parties that want to charge an aircraft as a collateral for the debt."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S63570
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prita Purwanto
"ABSTRAK
Anjak piutang, yang jenisnya dapat dibagi menjadi factoring with recourse dan factoring without recourse, adalah fasilitas layanan pengambilalihan piutang yang berkembang dari sistem hukum common law. Di Indonesia, payung hukum anjak piutang masih belum jelas dan terdapat inkonsistensi jangka waktu objek anjak piutang antarperaturan. Oleh karena itu, sebagai fungsi inspiratif, dilakukan perbandingan konstruksi hukum anjak piutang antara Indonesia dan Amerika Serikat dengan metode perbandingan yang menghasilkan bentuk penelitian yuridis-normatif. Penelitian ini menunjukkan bahwa konstruksi hukum anjak piutang di Indonesia, selain memiliki persamaan, juga perbedaan dengan Amerika Serikat. Perbedaan utama yang terlihat adalah di Amerika Serikat, factoring with recourse tidak diklasifikasi sebagai anjak piutang. Hal ini memberikan perlindungan hukum tidak hanya bagi factor, namun juga bagi klien dan nasabah.

ABSTRACT
Factoring, the type of which can be divided into factoring with recourse and factoring without recourse, is a service facility to take over account receivables that has been developing from the common law system. In Indonesia, the underlying law for factoring is still unclear and inconsistent in term of the regulations on the object of the factoring. Therefore, as an inspired function, a comparison of legal construction for the factoring is made between Indonesia and the United States under comparison method producing forms of normative-juridical research. This research shows that the legal construction for factoring in Indonesia, other than the similarity, also has the difference with that in the United States. The fundamental difference lies on the factoring with recourse in the United States where it is not classified as a factoring. This generates legal protection not only for the factors but also both clients and customers.
"
2015
S61952
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitepu, Rebecca Sarah
" ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai perbandingan konstruksi hukum pengabdian pekarangan di Indonesia dan Amerika Serikat. Konstruksi hukum pengabdian pekarangan di Indonesia dan Amerika Serikat sedikit berbeda karena pengabdian pekarangan servitude yang dikenal di Amerika Serikat dibagi menjadi 4 empat tipe dimana pembagian ini tidak dikenal di dalam konstruksi hukum pengabdian pekarangan yang ada di Indonesia. Permasalahan ini ditinjau dari perbandingan hukum dengan metode penelitian yuridis normatif dan penulisan bersifat deskriptif. Data dalam penulisan ini diperoleh dari studi dokumen sebagai data utama dari penulisan kualitatif. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa baik Indonesia maupun Amerika Serikat memiliki ciri khas dalam masing-masing konstruksi hukumnya dan terdapat persamaan maupun perbedaan dalam konstruksi hukum pengabdian pekarangan.
ABSTRACT This thesis discusses the comparison in the construction law of servitudes in Indonesia and the United States of America. There are differences between Indonesia and the United States of America rsquo s construction law of servitudes which are servitudes known in the United States consist of 4 four types which are different from servitudes known in Indonesia. With normative legal research methods and descriptive writing, the data in this study were obtained from documents study as the main data of qualitative writing. The result showed that both Indonesia and the United States of America have their own distinctive characteristic and there are differences and similarities in the law construction of servitudes. "
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S66159
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Noor Yustisiananda
"Pemerintah pada tahun 2011 melalui Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2011 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang telah melakukan perubahan akan pelaksanaan dan aturan mengenai Sistem Resi Gudang. Perubahan didasari atas kebutuhan pelaku usaha di bidang Sistem Resi Gudang, dimana dalam pelaksanaannya terdapat beberapa kelemahan yang menghambat perkembangan Sistem Resi Gudang, diantaranya adalah dengan tidak tersedianya mekanisme jaminan yang relative terjangkau bagi pelaku usaha apabila Pengelola Gudang mengalami pailit atau melakukan kelalaian dalam pengelolaan mishandling , sehingga tidak dapat melaksanakan kewajibannya. Oleh sebab itu dalam UU Sistem Resi Gudang terdapat subjek hukum baru yang dapat memberikan jaminan dalam penyelenggaraan Jaminan Sistem Resi Gudang yaitu Lembaga Jaminan Sistem Resi Gudang Guarantee Fund . Selanjutnya pelaksana tugas Lembaga Jaminan Sistem Resi Gudang ditetapkan oleh Pemerintah melalui PP Nomor 1 Tahun 2016 tentang Lembaga Pelaksana Jaminan Sistem Resi Gudang. Tesis ini akan memberi penjelasan mengenai mekanisme penjaminan dan tanggung jawab dari Lembaga Jaminan Sistem Resi Gudang serta konsekuensi dipenuhinya tanggung jawab Lembaga Jaminan Sisitem Resi Gudang, dimana lembaga tersebut memperoleh Hak Subrogasi dari Pemegang Resi Gudang dan Penerima Hak Jaminan. selain hal tersebut dalam hal Pengelola Gudang gagal dan dinyatakan pailit tindakan eksekusi seperti apa yang dapat dilakukan oleh Lembaga Jaminan Sistem Resi Gudang, sehingga Lembaga tersebut dapat mempertahankan hak-hak yang dimilikinya.

The Goverment in 2011 throught Act No. 9 of 2011 on Amendment of Act No. 9 of 2006 about the warehouse receipt systems has made changes to the implementation and rules on Warehouse Receipt System. Changes are based on the needs of businessmen in the field of warehaouse receipt systems, where in the implementation there are some weaknesses that hamper the development of warehaouse receipt systems, such as the unavailability of guarantee mechanism that are relatively affordable for businessmen if the Warehouse manager experienced bankruptcy or negligence in the management of mishandling, so it can not perform its obligations. Therefore, in the Law of Warehouse Receipt System there is a new legal subject that can provide guarantees in the implementation of Warehouse Receipt System the subject is Institution of Warehouse Receipt System Guarantee. Furthermore, the executor of the Guarantee Institute of Warehouse Receipt System is stipulated by the Government through Government Regulation No. 1 of 2016 on the Institution of Warehouse Receipt System Guarantee. This thesis will provide explanation on the guarantee mechanism and responsibility of Institution of Warehouse Receipt System Guarantee and the consequence of fulfillment of responsibility of Welfare Institution of Warehouse Receipt Institution, where the institution obtains Subrogation Right from Warehouse Receipt Holder and Receiver of Warranty Right. In addition to that in case the Warehouse Manager fails and declares bankruptcy what kind of execution action can be performed by the Institution of Warehouse Receipt System Guarantee so that the Institution can defend the rights it owns.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T48544
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moch. Zairul Alam
"Perkembangan teknologi digital dan internet selain membawa manfaat bagi pencipta bagaimana suatu ide diekspresikan dalam bentuk ciptaan digital juga menimbulkan adanya bentuk-bentuk pelanggaran hak cipta baru terkait ciptaan digital. Hal ini semakin menegaskan perlunya penggunaan sarana teknologi sebagai alat perlindungan dan pencegahan pelanggaran hak cipta atas karya digital. Bentuk perlindungan dengan menggunakan cara atau sarana teknologi atas karya digital perlu mendapatkan legitimasi hukum, sehingga pada tahun 1996 diadakan WIPO Diplomatic Conference yang membahas bentuk perlindungan baru atas karya digital, sebagai tambahan dari apa yang sudah diatur dalam Bern Convention. Salah satu hal penting dalam WIPO Copyright Treaty (WCT) adalah diaturnya larangan atas tindakan pembobolan (circumvention) dalam pasal 11 atas teknologi proteksi atas ciptaan (technological protection measures), dan juga larangan tindakan pengubahan/peniadaan identitas digital dari suatu ciptaan (rights management information-RMI) dalam pasal 12, sebagai mekanisme proteksi ganda (double protection) atas ciptaan. Uni Eropa dan terutama Amerika Serikat merupakan penggagas utama kebutuhan perlindungan atas karya digital. Sebagai bentuk harmonisasi ketentuan hak cipta atas ditandatanganinya WCT oleh negara peserta, maka baik AS dan Indonesia menerjemahkan aturan tentang RMI pada ketentuan masing-masing negara. Studi ini mencoba menjelaskan dengan metode perbandingan hukum bagaimana aturan tentang RMI dalam WCT diterapkan dalam Digital Millenium Copyright Act 1998 di AS dan UU No.19 tahun 2002 di Indonesia, dimana ternyata ada perbedaan variasi dan corak pengaturan ketika diterjemahkan dalam legislasi nasional. Perbedaan tersebut tercermin dalam 5 (lima) hal : sistematika pengaturan, definisi pengaturan, tindakan yang dilarang, sanksi, serta pengecualian/pembatasan. Dalam Pasal 25 UUHC tercermin bahwa selain pengaturannya tidak sesuai dengan konsep dalam RMI dalam WCT juga terdapat perbedaan yang menonjol apabila dibandingkan dengan pengaturan di AS. Perbedaan-perbedaan tersebut diharapkan menjadi masukan yang berarti bagi arah perumusan ketentuan RMI pada ketentuan UU Hak Cipta di Indonesia pada masa yang akan datang.

Development of digital technology and the internet is not only bringing benefits to the creator of how an idea is expressed in the form of digital works, but also gave rise to new forms of copyright infringement related to new digital creation. This further confirms the need to use technology as a means of protection and prevention of copyright infringement on digital works. Form of protection by using a method or means of digital technology on the works seeks to get legal legitimacy, so that in 1996 WIPO Diplomatic Conference held to discuss new forms of protection for digital works, as an addition to what is already regulated in the Berne Convention. One of the important point in WIPO Copyright Treaty (WCT) is arrangement of banning on acts of circumvention as regulated in Article 11 on technological protection measures, and also bans the alteration action / removal of digital identity of a works (rights management information -RMI) in chapter 12, as a double mechanism protection of works. The European Union and especially the United States is the main initiator for enhance and develop the protection of digital works. As a form of harmonization of the provisions of the copyright as legal consequence for the signing of the WCT by participating countries, the U.S. and Indonesia both translate the rules of the RMI to the provisions of each country. This study attempts to explain how the rules of the RMI in the WCT were interpreted in the Digital Millennium Copyright Act 1998 (DMCA) in the U.S. and Act 19 of 2002 in Indonesia, where there were differences in variety and style settings when it translated into national legislation. Differences are reflected in the 5 (five) things: a systematic arrangement, the definition of regulation, provision which prohibited acts, penalties, and exclusion / limitation. UUHC as reflected in Article 25 reveals that the arrangements do not fit with the concept of the RMI in the WCT also there is a difference that stands out when it compared to the U.S DMCA. These differences are expected to be a significant input for the formulation of the provisions of the RMI in developing better Indonesian Copyright Law in the future.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T31076
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Saffanah Marietta
"Skripsi ini membahas mengenai kecurangan pada pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional di Amerika Serikat dan di Indonesia, termasuk siapa saja yang dapat melakukan kecurangan pada pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional di Amerika Serikat Medicare dan Medicaid dan di Indonesia BPJS Kesehatan, khususnya dokter.Selain itu juga membahas bagaimana modus operandinya. Analisis dilakukan dengan cara membandingkan hal-hal yang berkaitan dengan kecurangan pada pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional di kedua negara. Bentuk penelitian ini adalah yuridis normatif dengan metode yang digunakan adalah kualitatif.Hasil penelitian menyimpulkan bahwa kecurangan pada pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional di Indonesia belum banyak ditemukan tidak seperti di Amerika Serikat, namun dokter di kedua negara tetap berpotensi untuk melakukan kecurangan dengan salah satu modus operandinya adalah klaim palsu.

This undergraduate thesis talks about Healthcare Programs Fraud in United States of America and in Indonesia, also talks about who are the potential parties who can conduct Healthcare Programs Fraud in United States of America Medicare and Medicaid and in Indonesia BPJS Kesehatan , especially physicians. Other than that, this undergraduate thesis also discusses about the modus operandi. Comparison study will be used as the analysis method which will compare everything related to the Healthcare Programs Fraud in both countries. This research form is normative juridical with qualitative method. The research concludes that Healthcare Programs Fraud in Indonesia is not found as much as in United States of America, but physicians in both countries still potentially conduct the Healthcare Programs Fraud with one of the method is false claim.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S68973
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yose Octavia Henry
"Citizen Lawsuit atau juga dikenal dengan Actio Popularis adalah Gugatan Warga Negara kepada Penyelenggara Negara yang tidak menjalankan kewajiban hukumnya untuk menyelenggarakan Negara sesuai dengan hukum yang berlaku Citizen Lawsuit mempunyai keterikatan dengan bidang hukum perdata khususunya perikatan yakni Perbuatan Melawan Hukum PMH dari aspek yang dilanggar dan hubungannya dengan Penguasa sedikit mempunyai ikatan dengan hukum administrasi mengenai hal perbuatan melawan hukum oleh penguasa yang melanggar Keberadaan doktrin Citizen Lawsuit di Indonesia berawal dari penemuan hukum rechtsvinding Pengakuan terhadap Citizen Lawsuit ini ada yang melalui pendapat para ahli hukum dan juga jurisprudensi sebagai sumber hukum formil Pengaturannya secara tertulis itu sendiri belum ada namun hal ini sudah banyak dapat dijumpai dalam beberapa kasus di Indonesia Skripsi ini mengangkat kasus antara Warga Negara dan Pemerintah tentang sengketa adanya perbuatan melawan hukum baik dari Indonesia yang menganut Civil Law maupun di Amerika Serikat dan di India yang mnganut Common Law Dalam penerapannya di Indonesia sendiri ada gugatan yang diterima maupun tidak dapat diterima dikarenakan syarat syarat dan unsur unsur yang belum dipahami oleh pihak yang berkepentingan masyarakat yang mengajukan gugatan.

Citizen Lawsuit or also known as the Actio popularis is a Citizen Lawsuit to state administrators who do not run a legal obligation to hold the state in accordance with applicable law Citizen Lawsuit is linked to the field of civil law especially the engagement tort from the aspect of being violated and little to do with the ruling administration have ties to the law regarding illegal action by the authorities in violation The existence of the doctrine Citizen Lawsuit in Indonesia began with the discovery of the law rechtsvinding Citizen Lawsuit recognition of this there is through the opinions of jurists and jurisprudence as a source of formal law The arrangement is in writing itself has not been there but it 39 s been a lot can be found in some cases in Indonesia This essay raised a case between citizens and government about the existence of a tort dispute either from Indonsia that follow the civil law and the United States of America and in India that follow the common law In its application in Indonesia there is a lawsuit that is acceptable or not acceptable due to the conditions and elements that are not yet understood by interested parties people who filed the lawsuit.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S56732
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>