Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 79131 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yogie Prastiyans
"Penelitian ini akan membahas mengenai peraturan yang terkait dengan waralaba Primagama menurut hukum positif di Indonesia, selanjutnya, dalam skripsi ini akan dibahas hubungan hukum antara penggugat dengan para tergugat dan membahas apakah putusan Hakim Pengadilan Negeri Kediri sudah berkekuatan hukum tetap. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, sedangkan analisis datanya adalah metode kualitatif. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan peraturan yang terkait dengan waralaba Primagama adalah Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 57 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Waralaba, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaran Pendidikan, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015 tentang Standar Nasional Pendidikan. Tidak ada hubungan hukum antara penggugat dengan tergugat I tetapi ada hubungan hukum penggugat dengan Tergugat II. Serta dapat diketahui bahwa putusan hakim Pengadilan Negeri Kediri kurang tepat. Kata Kunci: peraturan waralaba, hubungan hukum, putusan hakim.

This research dicusesses the regulations about Primagama franchise in accordance with Indonesian law. This research aims to examine legal relationship between the defendant and the plaintiffs whether the ruling has been legal and binding. The methods used in this research are normative juridical and qualitative for the data analysis. The results show that regulations about Primagama franchise are Government Regulation No. 42 of 2007 on franchise, Ministerial Regulation of Ministry of Commerce no. 57 of 2014 on amendment of Ministerial Regulation of Ministry of Commerce no. 53 of 2012 on franchising, Law no. 20 of 2003 on National Education system, Government Regulation no. 66 of 2010 on amendment of Government Regulation no. 17 of 2010 on Management and Implementation of Education, Government Regulation no. 19 of 2005 jo. Government Regulation no. 32 of 2013 jo. Government Regulation no. 13 of 2015 on National Education Standards. There was no legal relationship between the plaintiff and the defendant I, while there was legal relationship between the plaintiff and the defendant II. In addition, it was found that the judge 39 s ruling was not really appropriate. Therefore, defendant I shall start filing new lawsuit to district court of Kediri regency. Keywords franschise regulation, legal relationship, judge 39's ruling"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S66660
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Octavia Dewi Indrawati
"Pembelian atas bidang tanah yang sedang dalam proses turun waris kerap tidak sesuai dengan penghitungan ukuran tanah yang telah ditetapkan dalam pembagian waris. Akibatnya, tanah waris yang pada mulanya merupakan satu kesatuan objek yang terikat dalam PPJB mengalami perubahan karena adanya pemecahan sertipikat atas pewarisan. Pembeli tanah yang pada mulanya melakukan jual beli terhadap tanah waris tidak dapat memiliki tanah tersebut karena telah dibagi kepada pewaris lainnya yang berhak. Terjadinya perubahan kepemilikan atas objek perjanjian mengakibatkan objek perjanjian menjadi kabur atau tidak jelas. Padahal, Pasal 1333 KUHPerdata telah mengatur bahwa Objek yang diperjanjikan haruslah jelas atau sekurang-kurangnya dapat ditentukan. Adapun rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini yaitu pertama adalah mengenai konsekuensi yuridis atas hilangnya objek dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli dan kedua adalah implikasi yuridis terhadap pencantuman klausul mengenai pelaksanaan perjanjian yang dapat bergulir kepada ahli waris. Untuk menjawab permasalahan diatas, metode yang digunakan adalah yuridis normatif yang dilakukan dengan meneliti permasalahan melalui studi kepustakaan terhadap asas-asas hukum dan peraturan perundang-undangan serta norma-norma tertulis mengenai hukum perjanjian dan hukum waris. Hasil yang didapat dalam penelitian ini adalah pertama, konsekuensi yuridis atas hilangnya objek dalam perjanjian pengikatan jual beli adalah tidak terpenuhinya syarat sah perjanjian yakni syarat objektif sehingga perjanjian menjadi batal demi hukum. Kedua, implikasi yuridis terhadap pencantuman klausul perjanjian yang dapat bergulir kepada ahli waris merupakan suatu bentuk implementasi dari adanya asas kebebasan berkontrak. Setiap orang yang membuat perjanjian bebas untuk menentukan isi perjanjian selama tidak melanggar undang-undang, kepatutan dan kesusilaan. Adanya klausul ini merupakan bentuk tindakan preventif agar nantinya jika dikemudian hari salah satu pihak meninggal dunia, seluruh hak ataupun kewajiban salah satu pihak yang belum terpenuhi dapat dijalankan oleh ahli warisnya sebagaimana diatur dalam Pasal 833 Kitab Undang- undang Hukum Perdata

Purchases of land parcels that are in the process of being inherited are often not in accordance with the calculation of the size of the land that has been determined in the distribution of inheritance. As a result, the inherited land, which was originally a single object bound in the PPJB, underwent a change due to the splitting of the certificate of inheritance. Land buyers who initially buy and sell inherited land cannot own the land because it has been divided among other heirs who are entitled. A change in ownership of the object of the agreement results in the object of the agreement being blurred or unclear. In fact, Article 1333 of the Civil Code has regulated that the object being promised must be clear or at least can be determined. The formulation of the problems raised in this study, namely the first is regarding the juridical consequences of the loss of objects in the Sale and Purchase Agreement and the second is the juridical implications of the inclusion of clauses regarding the implementation of agreements that can be passed on to the heirs. To answer the above problems, the method used is normative juridical which is carried out by examining the problem through literature studies on legal principles and statutory regulations as well as written norms regarding contract law and inheritance law. The results obtained in this study are first, the juridical consequences for the loss of objects in the binding sale and purchase agreement are the non-fulfillment of the legal terms of the agreement, namely the objective conditions so that the agreement becomes null and void. Second, the juridical implications of the inclusion of agreement clauses that can be rolled over to heirs is a form of implementation of the principle of freedom of contract. Everyone who makes an agreement is free to determine the contents of the agreement as long as it does not violate the law, decency and decency. The existence of this clause is a form of preventive action so that in the future if one of the parties dies, all rights or obligations of one of the parties that have not been fulfilled can be carried out by his heirs as stipulated in Article 833 of the Civil Code."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Damayanti Sudding
"Notaris dalam membuat Akta Autentik berkewajiban untuk membacakan dan menjelaskan isi akta, hal tersebut merupakan cara untuk memastikan para penghadap telah memahami/mengetahui apa yang tertuang di dalam akta. Pada kenyataannya yang terjadi saat ini banyak notaris yang tidak membacakan akta yang dibuatnya namun pada akhir akta disebutkan bahwa akta tersebut telah dibacakan oleh Notaris, hal ini kemudian sering menyebabkan terjadinya suatu sengketa. Adapun permasalahan yang diangkat adalah mengenai akibat hukum serta tanggungjawab Notaris terhadap akta yang telah dikeluarkannya berdasarkan Putusan No. 19/PDT.G/2020/PN GPR dan mengenai keabsahan Akta Pengikatan Jual Beli yang digunakan sebagai perjanjian hutang piutang berdasarkan Putusan No. 19/PDT.G/2020/PN GPR. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipologi penelitian eksplanatoris. Kesimpulan dari permasalahan ini adalah akibat hukum dari tidak dibacakannya suatu akta autentik oleh Notaris TSS, sehingga hal tersebut mengakibatkan kekutatan pembuktian akta tersebut menjadi sama seperti akta di bawah tangan. Notaris TSS dapat dimintakan pertanggungjawaban secara perdata maupun dapat dikenakan sanksi administratif. Keabsahan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang digunakan sebagai perjanjian hutang piutang yang dibuat oleh Notaris TSS adalah pembuktiannya seperti akta dibawah tangan. Adapun saran yang dapat diberikan terhadap Notaris yang dalam membuat suatu akta autentik haruslah dilakukan secara cermat dan hati-hati serta dalam pembuatannya serta terhadap para pihak yang dirugikan dapat melaporkan Notaris kepada Majelis Pengawas. Terhadap para pihak yang akan melakukan perjanjian hutang piutang yang menggunakan jaminan sertipikat hak atas tanah maka haruslah dilakukan dengan hak tanggungan jangan menggunakan akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli.

The notary in certificate autentik obliged to read and explain the contents of certificates, it is a way to be sure the plots understood/knows what is stipulated in the deed. In fact what happens now many notary not recite his certificate however at the end of a statement that deed has been read by a notary, it is then often caused a dispute. As for the problems that appointed is about taking away of justice and responsibility a notary against a deed which have the issuance of no. 1 based on the decision of 19/ pdt.g/2020/PN GPr and about the validity of binding sales purchase certificate used as a treaty number one debt receivable based on the decision of 19/pdt.g/2020/PN.GPr .To answer these problems used method of juridical research normative with typologies eksplanatoris research. The conclusion of this issue is due to law of not who surrender of a deed by a notary TSS authentic, so that the thing is resulting in power of certificate of evidence the certificate be the same as in their hands. A notary tss can happen in civil and taken to standardize the competency. The validity of the binding sales purchase agreement certificate used as a treaty debt receivable made by a notary TSS is substantiation as under the hand certificate. As for advice that can be given to notary in making a deed shall be careful and autentik to be careful and in manufacturing and of the parties in a notary can report to the tribunal. To the party shall have an agreement of credit using security certificates land rights and performed with a right dependents do not use a binding agreement of sale."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Audita Cindanufaza
"Perjanjian baku merupakan perjanjian yang banyak digunakan dalam bidang bisnis. Namun pada prakteknya penggunaan perjanjian baku seringkali mengabaikan asas keseimbangan para pihak serta sulit untuk menemukan pengaturan yang mengatur mengenai batasan penggunaan perjanjian dengan bentuk baku di Indonesia sehingga banyak terjadi perkara terkait dengan penggunaan perjanjian baku. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dengan menganalisis Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto Nomor 20/Pdt.G/2021/Pn.Pwt Dan Putusan Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri Nomor 122/Pdt.G/2018/Pn.Gpr . Teori yang digunakan untuk mendukung penelitian ini adalah teori asas keseimbangan. Berdasarkan metode penelitian serta teori yang penulis gunakan, penulis menemukan bahwa dalam praktek bisnis di Indonesia masih banyak ditemukan perjanjian baku yang tidak mencerminkan asas keseimbangan dalam perjanjian. Dalam putusan pengadilan, hakim bahkan tidak mempertimbangkan mengenai keseimbangan para pihak sehingga hakim terkesan berpihak kepada pihak yang lebih kuat dalam perjanjian baku. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini memberikan saran agar pemerintah melakukan intervensi dengan membuat peraturan khusus mengenai pembuatan dan pelaksanaan perjanjian baku di Indonesia dan memaksimalkan fungsi Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dalam melakukan pengawasan terhadap perjanjian baku agar pelaksanaan perjanjian baku di Indonesia tetap mengutamakan asas keseimbangan.

Standard agreements are agreements that are widely used in the business field. However, in practice, the use of standard agreements often ignores the principle of balance between the parties and it is difficult to find regulations that regulate the limits on the use of standardized agreements in Indonesia. Therefore, many cases found related to the use of standard agreements. In this study, the author uses a normative juridical research method, by analyzing the Purwokerto District Court Decision Number 20/Pdt.G/2021/Pn.Pwt and the Kediri District Court Decision Number 122/Pdt.G/2018/Pn.Gpr. The theory used to support this research is the theory of the principle of balance. Based on the research method and theory that the author uses, the author finds that in business practice in Indonesia there are still many standard agreements which do not reflect the principle of balance in the agreement. Based on the analysis of the decision which author has done, it was found that the judge did not even consider the balance of the parties so that the judge seemed to be siding with the stronger party in the standard agreement. Based on these, this study provides suggestions for the government to intervene by making specific regulations regarding the establishment and implementation of standard agreements in Indonesia and optimizing the function of the Consumer Dispute Resolution Agency (BPSK) in supervising standard agreements hence the implementation of standard agreements in Indonesia will always prioritizes the principle of balance.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aurelia Fanniabelle
"Tesis ini menganalisis terkait kedudukan PPAT penerima protokol sebagai turut tergugat dalam sengketa akta yang disimpannya dan pertanggungjawaban seorang PPAT penerima protokol terhadap akta-akta PPAT yang disimpannya khususnya dengan menganalisis putusan Pengadilan Negeri Kediri Nomor 38/Pdt.G/2020/PN KDR. Tulisan ini berbentuk penelitian doktrinal dengan tipologi penelitian Eskplanatoris. Pengajuan gugatan harus memenuhi syarat formil gugatan yakni kelengkapan para pihak. Ketidaklengkapan para pihak menyebabkan gugatan kurang pihak dan tidak dapat diterima (NO). Akan tetapi, penarikkan pihak harus melihat kedudukan hukum dan dalil gugatan. Pada pokoknya, PPAT penerima protokol hanya berkewajiban untuk melakukan penyimpanan dan menjaga akta-akta yang diterimanya sebagai suatu dokumen arsip negara dan hanya dapat dimintakan pertanggungjawaban jikalau terhadap akta yang disimpannya tersebut rusak. Apabila terdapat ketidaksesuaian antara fakta dan yang tertuang dalam akta, termasuk kesalahan dalam pembuatan akta autentik, maka PPAT penerima protokol tidak bertanggung jawab terhadap isi akta. Pengisian blangko kosong dapat dilakukan jikalau disesuaikan dengan kejadian, peristiwa dan data sebenar-benarnya sesuai dokumen yang diperlihatkan di hadapan PPAT dan dibacakan di hadapan para pihak. Terhadap PPAT pembuat akta yang mengisi blanko tidak sesuai dengan fakta yang ada, maka PPAT bertanggung jawab secara pribadi dan pertanggungjawaban tidak beralih kepada penerima protokolnya.

This thesis aims to explain the position of the PPAT who receives the protocol as a co-defendant in disputes over the deeds they have stored and the responsibility of a PPAT protocol recipient for the deeds they keeps, This reasearch refers to Court Judgement No. 38/Pdt.G/2020/PN KDR which follows a normative juridical approach with an explanatory research methodology. Filling a lawsuit should fulfill the requirements and the parties. The lack of parties bring about the rejection of the lawsuit (NO). When accusing person as Co-Defendant must be seen based on its legal position and the arguments of the lawsuit. However, the PPAT Recipient of the Protocol is primarily responsible for the safekeeping and preservation of the received deeds as official state archieve documents. PPAT Recipient of the Protocol only be held liable if the deeds they kept are damaged and not responsible for the contents of the deed. Filling in the blank sections is acceptable if it accurately represents the actual events and data in accordance with the documents presented before the PPAT and read aloud in the presence of all concerned parties, the responsibility is borne by the giver."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diandra Nalawardani
"ABSTRAK
Jaminan Fidusia atas kendaraan bermotor yang tidak didaftarkan membawa
konsekuensi hukum bagi kreditur dalam hal pelaksanaan eksekusi atas Jaminan
tersebut. Hal ini dikarenakan tanpa dilakukan pendaftaran, Sertifikat Jaminan Fidusia
yang berfungsi sebagai dasar dilaksanakannya eksekusi tidak terbit sehingga eksekusi
yang tetap dilaksanakan menjadi tidak sah. Di samping ketentuan pendaftaran,
pelaksanaan eksekusi tentunya juga harus memperhatikan ketentuan mengenai
wanprestasi dan juga keabsahan dari Perjanjian Pembiayaan sebagai perjanjian
pokoknya. Dalam hal terjadi wanprestasi, apakah wanprestasi yang demikian telah
cukup untuk membatalkan perjanjian yang diwujudkan dengan dilaksanakannya
eksekusi tersebut. Sedangkan keabsahan perjanjian juga perlu diperhatikan karena
sebagaimana diketahui Perjanjian Pembiayaan dibuat dengan disertai Perjanjian
Jaminan Fidusia sebagai perjanjian tambahan atau pelengkap yang keberadaannya
bergantung dari keabsahan Perjanjian Pembiayaan tersebut. Oleh karenanya penting
bagi hakim untuk menggali keabsahan dari Perjanjian Pembiayaan untuk melihat
apakah alasan eksekusi yang dilakukan oleh kreditur dapat dibenarkan atau tidak.

ABSTRACT
Fiduciary Warranty for motor vehicle which is not registered bring legal
consequences to the lender for warranty execution. This because without any
registration, Fiduciary Certificate as the basic for execution implementation doesn?t
exist so the execution remains held was invalid. In addition to the registration
provisions, the execution must also concern to the default provisions and also The
Financing Agreement validity as a primary contract. In the event of default, is the
default has been enough to cancel the agreement which is followed with execution
implementation. Meanwhile, the agreement validity must also concerned because as
well known The Financing Agreements was made with accompanied Fiduciary
Agreement as an additional or supplementary agreements whose existence depends
on The Financing Agreement validity. Therefore it?s important for the judge to
explore The Financing Agreement validity to see if the execution reason which
carried out by lender can be justified or not ."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41790
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Baringin Pantas M S
"Skripsi ini membahas mengenai perlindungan hukum terhadap pekerja/buruh dari pemberangusan serikat pekerja/serikat buruh dalam peraturan perundang-undangan serta penerapannya dalam praktik berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Bangil No. 879/Pid.B/2010/Pn.Bgl. Meskipun pembentukan serikat pekerja/serikat buruh merupakan hak asasi pekerja/buruh, pada praktiknya tetap terdapat kasus pemberangusan serikat pekerja/serikat buruh oleh pengusaha/perusahaan, terutama dengan memutus hubungan kerja dengan pekerja/buruhnya. Selain itu, meskipun kasus tersebut masuk ke dalam lingkup hukum pidana namun sebaiknya diutamakan penyelesaian perkara melalui mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
This following thesis is focus on the legislations of union busting and its implementation based on case of Bangil District Court Decision No. 879 Pid.B 2010 Pn.Bgl. Eventhough the establishment of trade union is a fundamental right of worker labour, cases of union busting by companies are still exists in practices, especially with terminating manpower affair. This research is a juridical normative research with qualitative approach and collecting data through documentary study. This case is a pregorative right of district court to proceed and decided, but it should be prioritized the completion of this case through employment court first."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S66392
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rintis Dosie Swastika
"ABSTRAK
Pengangkatan anak yang marak terjadi belakangan ini dalam proses pengajuannya masih sering ditemui ketidaksesuaian dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, para pihak yang terlibat dalam pengangkatan anak yaitu orang tua
kandung/ wali, orang tua angkat dan anak angkat seringkali menjadi pihak yang
dirugikan dalam pelaksanaan pengangkatan anak yang tidak sesuai dengan
prosedur tersebut. Dalam penulisan ini penulis mencoba menjabarkan proses
pengangkatan anak yang sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun
2007 Tentang Pengangkatan Anak, serta menjelaskan akibat hukumnya terhadap
para pihak yang terlibat didalamnya, dan bagaimana pengaturannya agar tidak ada
hak-hak dari para pihak yang terlibat dalam pengangkatan anak menjadi tidak
terlanggar. Dijabarkan melalui analisa Putusan Pengadilan Negeri Kediri Nomor:
20/Pdt.G/2015/PN.Gpr, salah satu contoh akibat adanya ketidaksesuaian proses
pengangkatan anak yaitu berupa tidak adanya persetujuan lisan maupun tertulis
dari orang tua kandung untuk menyerahkan anaknya diangkat oleh orang tua
angkat, dimana akhirnya merugikan salah salah satu pihak, yaitu orang tua
kandung. Bahwa dari analisis yang dilakukan telah dapat terjawab bahwa proses
penyelesaian perkara gugatan pembatalan pengangkatan anak yang sudah
mendapatkan Penetapan adalah bahwasanya pada kasus tersebut diselesaikan
dengan beberapa tahapan dari pemanggilan para pihak, penawaran mediasi,
kemudian berlanjut ke pemeriksaan dan pembuktian hingga dijatuhkannya
putusan. Pada perkara ini gugatan dikabulkan karena dasar dari penetapan tersebut
tidak sesuai dengan persyaratan yang ada, dan dokumen-dokumen yang menjadi
dasar pengajuan cacat sehingga menjadi batal demi hukum. Pada akhirnya setelah
hakim memberikan putusan pembatalan pengangkatan anak, maka sejak gugatan
dikabulkan maka langkah hakim adalah mencabut segala hubungan keperdataan
antara anak angkat dan orang tua angkat, dan akibat hukum pada anak bahwa
segala hubungan yang dahulunya ada menjadi hapus dengan sendirinya sebab
penetapan tersebut dinyatakan batal demi hukum

ABSTRACT
The implementation of child adoption legislation suggests that application for an
adoption that has been occurred recently is still violated. The parties involved in
a child adoption who are biological parents/ guardian, adoptive parents and
adopted children, are often disadvantaged parties in the unprocedural child
adoption. In this thesis, author will convey a child adoption process according to
Government Regulation No.54 Year 2007 Regarding Child Adoption. The author
will also emphasize legal effects of child adoption to the involved parties to
ensure that there will be no rights? parties violated during the child adoption
process. The research will also include the court ruling Number
20/Pdt.G/2015/PN.Gpr, that will be an avenue to show that there are violations of
a child adoption. The court ruling suggests that there was a lack of verbal or
written consent of the biological parents to release their children to the foster
parents, which ultimately disadvantages the biological parents. The research
could explain that the lawsuit of annulment in a child adoption might be settled
with several stages of legal process such as summoning the parties, mediation
offers, then proceed to the examination and verification, and court verdict. In the
court ruling, the lawsuit is approved because the legal ground of the annulment
was not valid according to the condition applied. In the end, after the judge
approved the annulment of child adoption, the judge repealed civil relation
between adopted children and adoptive parents. The legal consequences to the
adopted children are that all the previous relationship with the adoptive parents
is terminated because the adoption is annulled"
2016
T46087
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfian Anditya
"Kerja sama waralaba pada prinsipnya ialah skema usaha yang dilaksanakan oleh perseorangan atau badan usaha melalui pemanfaatan sistem bisnis dengan ciri khas usaha yang telah dikembangkan oleh pelaku usaha berpengalaman dalam rangka pemasaran barang dan/atau jasa. Kerja sama tersebut haruslah didasarkan pada suatu perjanjian waralaba yang telah disusun para pihak dengan memperhatikan ketentuan penyelenggaraan waralaba yang telah diatur oleh Pemerintah. Ketidak-patuhan penyusunan perjanjian waralaba terhadap ketentuan dimaksud sejatinya akan mengakibatkan perjanjian yang bersangkutan menjadi batal demi hukum, akan tetapi implementasinya dalam praktek peradilan kerap kali tidak sesuai dengan norma hukum yang seharusnya berlaku. Salah satu contoh dari permasalahan ini terlihat dalam kasus waralaba “HH” di mana terdapat suatu perjanjian waralaba yang dinilai penerima waralabanya sebagai perjanjian yang cacat hukum berikut digugat ke pengadilan untuk dinyatakan batal demi hukum, akan tetapi gugatan tersebut tidak dikabulkan oleh hakim yang lebih mengedepankan pemenuhan unsur kesepakatan para pihak sebagaimana ditemukan dalam Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 321/PDT/2021/PT.DKI. Berkaca pada kasus waralaba HH, penelitian ini menganalisis pertimbangan hakim terhadap materi gugatan pembatalan perjanjian waralaba yang diajukan oleh penerima waralaba HH serta konsekuensi yang timbul bagi para pihak apabila perjanjian yang bermasalah tersebut tetap berlaku. Untuk menjawab permasalahan dimaksud, penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian eksplanatoris guna menjelaskan dan menganalisis fakta hukum yang ada dalam contoh yang diangkat berdasarkan ketentuan hukum perjanjian dan peraturan waralaba yang berlaku di Indonesia. Dengan mengacu pada pengkajian atas masalah tersebut, penelitian ini dapat menyimpulkan bahwa pertimbangan hakim yang kurang memperhatikan aspek kepatuhan hukum dalam perjanjian waralaba HH merupakan  suatu pertimbangan yang keliru serta keabsahan perjanjian dimaksud dapat menimbulkan berbagai macam konsekuensi komersial maupun hukum bagi para pihak. Adapun saran yang dapat diberikan berupa pentingnya kehati-hatian dalam melakukan penyusunan perjanjian berikut memastikan telah dimuatnya klausula pembatalan perjanjian secara tegas. Lebih lanjut, penggunaan jasa profesi hukum penunjang dalam pembuatan perjanjian waralaba dapat menjadi opsi guna memastikan terwujudnya ketaatan hukum dari perjanjian waralaba yang dibuat.

In principal franchise is a business scheme that is implemented by individuals or business entity through the utilization of a business system with specific business characteristic that is developed by an experienced business player in the context of marketing of goods and/or service. Such cooperation must be based on a franchise agreement that has been prepared by the parties with due observance on franchise provisions that have been regulated by the Government. Incompliance against the regarding regulation during the preparation of franchise agreement will result for such agreement to be null and void, yet its implementation in judicial practices is often not in accordance with the legal norms that should be applied. One example of this problem can be seen in the “HH” franchise case where there is a franchise agreement that is considered to be legally defective by the franchisee and further sued to the court to be declared null and void, yet such lawsuit was not granted by the judge who prioritized the fulfillment of consensuality between the parties as found in the Decision of High Court of DKI Jakarta Number 321/PDT/2021/PT.DKI. Reflecting on the HH franchise case, this research analyze the judge’s consideration of the substance of the HH franchisee’s lawsuit and the consequences for the parties if such agreement remains in effect. To answer this issue, this research use a judicial normative approach with an explanatory type of research to explain and analyze the legal facts that exist in the case based on the provisions of contract law and franchise regulations that prevailed in Indonesia. By referring to the study on the given issue, this research concludes that the consideration of the judge who pays less attention to the aspect of legal compliance in the HH franchise agreement shall be considered to be inaccurate and the validity of such agreement results for various commercial and legal consequences for the parties. The advice that can be given from this case is the importance of caution in drafting a franchise agreement and ensure that the cancellation clause is expressly included in the agreement. Further, the use of supporting legal profession in making franchise agreement can be an option to ensure the realization of the agreement’s legal compliance."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Liza Ain Aziziyah
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang proses pelegalisasian suatu akta perjanjian
perdamaian yang dibuat di bawah tangan. Akta perjanjian perdamaian di bawah
tangan ini dilegalisasi oleh dua Notaris yang berbeda, pada waktu dan tempat
yang berbeda pula. Disamping itu, pada akta perjanjian perdamaian dibawah
tangan yang dibahas ini tidak dicantumkan tanggal, sehingga tidak jelas kapan
perjanjian ini dibuat. Berdasarkan fakta-fakta tersebut maka akta perjanjian
perdamaian dibawah tangan ini diperkarakan oleh salah satu pihak yang membuat
perjanjian melalui gugatan perdata dan sudah diputuskan oleh Pengadilan Negeri
dengan Putusan Nomor 108/PDT.G/2008/PN.JKT.PST Tanggal 22 April 2009.
Penelitian ini adalah penelitian yang berbentuk yuridis normatif dan bersifat
eksplanatoris dan preskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada saat
Notaris melakukan legalisasi atas akta dibawah tangan, Notaris harus mengikuti
syarat –syarat dan ketentuan yang telah diatur dan ditentukan oleh peraturan
perundang-undangan. Peran dan tanggung jawab Notaris dalam pelaksanaan
legalisasi adalah mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal
surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus, sebagaimana yang
diatur dalam Pasal 15 ayat 2 huruf a Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris (“Undang-undang Tentang Jabatan Notaris”). Dalam
praktek, Notaris harus mengikuti ketentuan yang diatur dalam Undang-undang
Tentang Jabatan Notaris dan ketentuan yang diatur dalam Pasal 1874 dan 1874a
Kitab Undang-undang Hukum Perdata mengenai syarat-syarat legalisasi.

ABSTRACT
This dissertation discuss about the legalization process of a deed of settlement
agreement which is privately made. The privately made deed of settlement
agreement was legalized by two different notaries, at different times and venues.
In addition, the deed of settlement agreement does not states any dates, and
therefore cause uncertainty on when the agreement was signed. Due to the above
facts, the privately made settlement agreement was disputed by one of the party of
the agreement who then submitted a civil lawsuit, and further, a ruling of the case
was handed down by the District Court through its Ruling No.
108/PDT.G/2008/PN.JKT.PST Dated 22 April 2009. This study is a judicial
normative study, explanatory and prescriptive. The result of this study shows that,
when the Notary intend to carry out legalization of a deed which is privately
made, the respective Notary must comply with the terms and condition set and
governed by the prevailing laws. The role and responsibility of a Notary in the
process of legalization is to validate the signature of the parties and to confirm
the date of the privately made agreement by registering it in a special book, as
regulated under Article 15 (2) (a) of Law No.30 of 2004 on the Notary (“Notary
Law”). In practice, a notary must comply with the provisions of Notary Law and
Law Article 1874 and 1874(a) of the Indonesian Civil Code on the requirement to
carry out legalization."
Universitas Indonesia, 2013
T35114
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>