Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 192093 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dini Wilinda
"Kepastian hukum pemilikan tanah diawali dengan kepastian hukum letak batas bidang tanah. Penentuan letak batas bidang tanah dilakukan oleh pemilik tanah dan para pemilik tanah yang berbatasan yang dikenal dengan asas kontradiktur delimitasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan asas kontradiktur delimitasi terhadap kepastian hukum pemilik hak atas tanah yang berbatasan dan untuk mengetahui faktor penyebab timbulnya perbedaan data fisik dalam sertipikat hak atas tanah yang berbatasan tersebut, bentuk perlindungan hukum terhadap pemegang sertipikat hak atas tanah atas perbedaan data fisik pada sertipikat hak atas tanah yang berbatasan, dan solusi penyelesaian dalam upaya pencegahan terjadinya perbedaan data fisik bidang tanah berbatasan di masa yang akan datang. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan data sekunder. Hasil pembahasan menunjukkan bahwa penerapan asas kontradiktur delimitasi terhadap kepastian hukum pemegang sertipikat hak atas tanah yang berbatasan belum terlaksana dengan baik oleh karena faktor hukum yang lemah dan sistem publikasi negatif bertenden positif, serta petugas dan pejabat kantor pertanahan tidak menerapkan prinsip kehati-hatian dalam proses pendaftaran tanah, serta ketidakpedulian masyarakat dalam proses penetapan batas bidang tanah. Perlindungan hukum terhadap pemegang sertipikat hak atas tanah atas perbedaan data fisik pada sertipikat hak atas tanah yang berbatasan adalah perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum represif. Upaya pencegahan terjadinya perbedaan data fisik bidang tanah berbatasan di masa yang akan datang adalah dengan merubah sistem pendaftaran tanah menjadi sistem publikasi positif atau setidaknya unsur positif dalam sistem publikasi negatif lebih ditingkatkan lagi sehingga kepercayaan masyarakat terhadap sertipikat menjadi semakin kuat.

Legal certainty land ownership started by legal certainty the limits of land parcels. The determination of the limits of land parcels done by the landowner and the neighboring landowners known as the contradictoire delimitation principle. This research aims to review the implementation of the contradictoire delimitation principle to legal certainty the land rights which borders and to know the causes of the difference of physical data on certificate of bordering land rights, the legal protection against the holders certificate of land rights over the difference of physical data on the certificate of bordering land rights, and solution in the effort of prevention of the difference of physical data on certificate of bordering land rights in the future. This research is the juridical normative research with secondary data. The results of the discussion indicates that the implementation of the contradictoire delimitation principle to legal certainty the land rights which borders have not done well because of the weak law factors and the system of negative publicity positive tendentious, as well as the officers and officials of the land office do not apply the precautionary principle in the process of land registration, and indifference of public in the process of setting limits land parcels. Legal protection of the certificate holders against land over differences physical data on certificate of rights over the lend bordering is preventive legal protection and repressive legal protection. Efforts to prevent for differing data physical the field of land bordering in the future is to change the system land registration being a system of positive publicity or at least the positive element in the system negative publicity be improved so public trust in certificate is becoming stronger."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T47318
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Hastuti A.
"ABSTRAK
Nama : Dwi Hastuti AyuningtyasNPM : 1406511124Program Studi : Magister KenotariatanJudul : Penerapan Asas Kepastian Hukum Dalam Penerbitan Sertipikat Hak Guna Bangunan Oleh Badan Pertanahan Nasional Analisis Putusan Kasus Nomor 3091 K/PDT/2011 Dalam kasus nomor 3091 K/Pdt/2011 telah terjadi sengketa antara Ramon Widjaja dengan pihak-pihak yang dianggap telah menguasai dan memanfaatkan lahan miliknya tanpa izin darinya. Rumusan masalah yang diangkat dalam tesis ini yaitu faktor apakah yang dapat menyebabkan terjadinya penerbitan sertipikat yang tumpang tindih dan bagaimana solusi untuk mencegahnya serta bagaimana penerapan asas publikasi negatif tendensi positif dalam penerbitan sertipikat hak atas tanah oleh Badan Pertanahan Nasional sehingga terjadi tumpang tindih sertipikat.Metode Penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah metode yuridis normatif. Hasil penelitian ini adalah bahwa dalam terjadinya tumpang tindih seripikat berdasarkan beberapa faktor yang terutama adalah tidak sempurnanya peta pendaftaran terutama bagi daerah-daerah yang mengalami pemekaran wilayah, serta tidak telitinya para petugas/pejabat pertanahan dalam menjalankan tugas memeriksa data terkait kegiatan pendaftaran. Oleh sebab itu sebaiknya dikemudian hari pemerintah harus dapat mengatasi faktor-faktor tersebut yaitu agar menyempurnakan peta pendaftaran tanah yang ada serta meningkatkan mutu dan kedisiplinan serta ketelitian dari para petugas/pejabat kantor pertanahan. Kata Kunci : Kegiatan Pendaftaran, Sertipikat Tumpang Tindih

ABSTRACT
Name Dwi Hastuti AyuningtyasStudy Program Magister of NotaryTitle Application of Principle of Legal Certainty In Broking Certificate Issuance by the National Land Agency Decision Analysis of Case No. 3091 K PDT 2011 In case number 3091 K Pdt 2011 there rsquo s been a dispute between Ramon Widjaja with parties deemed to have control and use their property without his permission. The formulation of the issues raised in this thesis is the factor that can lead to the issuance of the overlapped certificates and how the solution made to prevent it, and how the application of the principle of positive tendencies of negative publicity in the issuance of certificates of land rights by the National Land Agency which caused some overlap certificate. Research methods used in this thesis is the normative method. The results of this research are that in cases of overlapping certificates are based on several factors that primarily is incomplete map of enrollment, especially in regions that experiencing regional growth, and the carelessness of the officers officials of land offices in carry out the task of checking the data related to the registration activities. Therefore, we recommend in the future the government must be able to eliminate these factors by means of enhance existing land registration maps and improve the quality, discipline and thoroughness of the officers officials of the land office. Keywords registration activities , Overlapped Certificates."
2017
T47255
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silvia Syarafina
"Kemajuan pembangunan dalam berbagai bidang di Indonesia, khususnya di sektor infrastruktur ditandai dengan banyaknya pembangunan termasuk pembangunan jalur kereta api cepat. Sedangkan disisi lain pertumbuhan penduduk setiap waktunya juga sangat tinggi seringkali menimbulkan kelangkaan tanah. Pengadaan tanah juga merupakan salah satu kegiatan yang dapat dilakukan bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang pengerjaannya dilakukan oleh Pemerintah atau instansi yang memerlukan tanah. Dalam pengadaan tanah dikenal konsep konsinyasi, yaitu suatu mekanisme penitipan ganti rugi yang dilakukan dengan permohonan penitipan kepada Ketua Pengadilan Negeri. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini mengenai konsep ganti rugi dalam pengadaan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum serta perlindungan dan kepastian hukum dari lembaga konsinyasi terhadap ganti rugi dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian yuridis normatif dengan tipologi eksplanatoris. Dari hasil analisa diketahui bahwa permasalahan utama dalam kasus yang diangkat yaitu konsep ganti rugi dalam pembangunan bagi pengadaan tanah untuk kepentingan umum adalah ganti rugi harus mempertimbangkan kerugian fisik maupun non fisik. Hal ini didasarkan bahwa ganti rugi ini dilakukan untuk memberikan suatu kompensasi atas kerugian pemegang hak atas tanah yang kehilangan hak atas tanahnya karena dibebaskan untuk kepentingan umum. Lembaga konsinyasi dapat memberikan perlindungan sepanjang sudah tercapai kesepakatan antara pemegang hak atas tanah dengan panitia pengadaan tanah. Dalam proses pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum, yang diperlukan yaitu hubungan hukum yang dihasilkan atas dasar musyawarah atas penetapan bentuk dan besaran ganti kerugian untuk kemudian dirumuskan dalam berita acara yang menjadikan sebagai bukti perlindungan dan kepastian hukum yang di dapat oleh warga terdampak

Development progress in various fields in Indonesia, especially in the infrastructure sector, is marked by a large number of developments including the construction of high-speed railways. On the other hand, population growth is also very high at any time, which often results in scarcity of land. Land acquisition is also one of the activities that can be carried out for the implementation of development for the public interest, the work of which is carried out by the Government or agencies requiring land. In land acquisition, the concept of consignment is known, which is a mechanism for custody of compensation carried out by requesting custody of the Head of the District Court. The issues raised in this study are regarding the concept of compensation in land acquisition for development for the public interest and protection and legal certainty from consignment agencies for compensation in land acquisition for public interests. The research method used is normative juridical research with explanatory typology. From the analysis, it is known that the main problem in the case raised, namely the concept of compensation in the development of land acquisition for the public interest, is that compensation must consider physical and non-physical losses. This is based on the fact that this compensation is made to provide compensation for the loss of land rights holders who have lost their rights to their land because they are released for public purposes. The consignment agency can provide protection as long as an agreement has been reached between the land rights holder and the land acquisition committee. In the process of implementing land acquisition for the public interest, what is needed is a legal relationship generated on the basis of deliberation on the determination of the form and amount of compensation to be formulated in an official report that serves as proof of protection and legal certainty obtained by affected residents"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marsha Octavia Juwono
"Kepastian hukum atas tanah hak barat dilakukan melalui konversi, ditandai dengan pelaksanaan pendaftaran tanah. Selain itu perlu dilakukan pemeliharaan datanya, salah satunya dengan melakukan perpanjangan jangka waktu bagi hak atas tanah tertentu yang masih dipergunakan oleh bekas pemegang hak tersebut. Tidak dilakukannya perpanjangan jangka waktu atas tanah yang masih dimanfaatkan dapat menimbulkan masalah di tengah masayarakat. Salah satunya kasus antara ONT yang merasa sebagai pihak yang berhak atas tanah milik PT.XXX yang telah habis jangka waktu hak atas tanahnya. Karena itu penulis mengangkat masalah mengenai status kepemilikan atas tanah hasil konversi hak barat (Hak Guna Bangunan) miliki perusahaan di Indonesia sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1979 yang tidak dilakukan perpanjangan jangka waktu serta status kepemilikan hak atas tanah dan bangunan milik PT.XXX. Bentuk penelitiannya adalah yuridis normatif dengan tipologi penelitannya yaitu deskriptif analitis. Data yang digunakan adalah data sekunder, terdiri dari bahan hukum primer dan sekunder. Alat pengumpulan datanya studi dokumen dengan metode analisis data kualitatif. Perpanjangan jangka waktu penting untuk kepastian hukum bagi tanah yang masih dimanfaatkan.  Tidak adanya kepastian hukum tersebut dapat menjadi celah bagi oknum untuk mendapatkannya, seperti yang dilakukan ONT atas tanah milik PT.XXX. Pada akhirnya PT.XXX memenangkan perkara karena memiliki hak prioritas sebagai bekas pemegang hak.  Kelalaian PT.XXX dan pemerintah yang tidak menindak bekas pemegang hak yang tidak melakukan perpanjangan namun tetap memanfaatkan tanah tersebut selayaknya yang berhak merupakan sebab sengketa ini. Status kepemilikan atas tanah tersebut menjadi tidak jelas dan pasti.

Legal certainty over western land is carried out through conversion, marked by the implementation of land registration. In addition, it is necessary to maintain the data, one of which is to extend the period of time for certain land rights that are still used by the former right-holders. Not doing extended periods of land that is still being utilized can cause problems in the community. One of the cases was between the ONT who felt that he were entitled to the land owned by PT. XXX whose land rights had expired. Therefore the author raised the issue of the ownership status of the land converted to western rights owned by a company in Indonesia in accordance with Presidential Decree No. 32 of 1979 which did not extend the period and ownership status of the land and building rights of PT. XXX. The form of the research is normative juridical research with descriptive analytical typology. The data used is secondary data, consisting of primary and secondary legal materials. The tool for collecting data is studying documents with qualitative data analysis methods. An extension of the important period for legal certainty for land that is still utilized. The absence of legal certainty can be a gap for individuals to get it, as did the ONT on land owned by PT. XXX. In the end, PT. XXX won the case because it had priority rights as a former rights holder. PT. XXX's negligence and the government that did not take action against the former rights holders who did not carry out the extension but who still used the land should be entitled to be the cause of this dispute. The status of ownership of the land becomes unclear and certain."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T52124
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kamilia Savira
"Fokus dari penelitian ini adalah pada terbitnya sertipikat ganda yang dalam kenyataannya telah memicu terjadinya sengketa, seperti yang ditemukan dalam Putusan Mahkamah Agung No 1693 K/Pdt/2018. Hal tersebut menjadikan pemegang hak atas tanah yang sebenarnya tidak terlindungi, walaupun sertipikat sebagai tanda bukti hak atas tanah sebagai alat pembuktian yang kuat yang telah dimilikinya. Oleh karena itu permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah tentang perlindungan hak dan kepastian hukum bagi pemegang sertipikat hak atas tanah yang sebenarnya terkait terbitnya sertipikat ganda dan penyelesaian sengketa mengenai status tanah dan/atau pemegang hak atas tanah sebagai akibat dari adanya sertipikat ganda. Dalam penelitian ini, metode yang dipergunakan adalah yuridis normatif. Adapun pengumpulan datanya dilakukan melalui studi dokumen (kepustakaan). Data sekunder yang diperoleh, dianalisis secara kualitatif. Penelitian ini menemukan bahwa UU No. 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria sebagai dasar dari Hukum Tanah Nasional tidak secara jelas memberikan perlindungan tersebut. Namun peraturan pelaksananya yaitu PP No. 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah, khususnya Pasal 32 ayat (2) memberikan perlindungan melalui lembaga rechtsverwerking. Majelis Hakim dalam Putusan a quo juga menguatkan perlindungan semacam itu. Dengan adanya putusan tersebut maka BPN cq Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya harus melakukan pembatalan terhadap sertipikat yang cacat hukum. Adapun penyelesaian sengketa terkait sertipikat ganda itu sendiri semestinya tidak perlu menggunakan mekanisme litigasi karena dapat diselesaikan langsung di Badan Pertanahan Nasional sesuai dengan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional 21 Tahun 2020 tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan yaitu dengan melakukan pembatalan sertipikat.

The focus of this research is on the issuance of the dual certificates which in fact have triggered. Land disputes, as found in the Supreme Court Decision No. 1693 K/Pdt/2018 of the land that has been owned. Therefore, the problem raised in this research is about the protection of rights and legal certainty for land rights certificate holders which are actually related to the issuance of dual certificates. In addition, the settlement of disputes regarding the status of land and/or holders of land rights as a result of the existence of multiple certificates. In this study, the method used is normative juridical order. The data collection is done through the study of the documents (library). Furthermore, the secondary data obtained were analyzed qualitatively. This research found that Act Law no. 5/1960 concerning Basic Agrarian Regulations as the basis of the National Land Law does not clearly provide such protection. However, the implementing regulations, namely Government Regulations No. 24/1997 on Land Registration, in particular Article 32 paragraph (2) provides protection through the rechtsverwerking institution. The Panel of Judges in the a quo Decision also strengthens such protection. Furthermore, with this decision, the BPN cq the Regency/Municipal Land Office must cancel the legally flawed certificate. The land dispute resolution related to the dual certificates itself should not need to use a litigation mechanism because it can be resolved directly at the National Land Agency in accordance with the Regulation of the Minister of Agrarian Affairs and Spatial Planning/National Land Agency 21 of 2020 concerning Settlement of Land Cases, namely by canceling the certificate."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lulus Purna Malintang
"Dalam penerapan asas Rechtsverweking, hakim seharusnya tidak hanya berpatokan pada lampaunya batas waktu lima tahun untuk menggugat, tetapi juga mempertimbangkan keabsahan perolehan sertipikat tanah. Pendekatan tersebut diperlukan agar penerapan asas Rechtsverweking tidak secara otomatis menghilangkan hak gugat, terutama dalam kasus dimana penerbitan sertipikat melanggar hukum atau dilakukan tanpa itikad baik. Salah satu permasalahan dalam penerbitan sertipikat tanah oleh Kantor Pertanahan terhadap jual beli tanah dengan bukti kuitansi semata terdapat di dalam kasus yang termuat di dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 997 K/Pdt/2021. Penulisan ini mengangkat tentang keabsahan jual beli tanah dengan bukti kuitansi, perlindungan hukum terhadap pemilik tanah yang kehilangan tanahnya akibat penerapan asas Rechtsverwerking. Penelitian doktrinal yang dilakukan di sini mengumpulkan bahan-bahan hukum melalui studi kepustakaan yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Sertipikat Hak Milik No. 01494 diterbitkan secara tidak sah karena hanya berasal dari jual beli yang dibuktikan dengan kuitansi semata, hal ini menimbulkan sengketa antara pemilik tanah dan pembeli beritikad baik. Perlindungan hukum bagi pemilik tanah meliputi pembatalan sertipikat dan pembeli beritikad baik dapat mengajukan gugatan ganti rugi atas perbuatan melawan hukum untuk mengembalikan keadaan seperti keadaan semula.

In the application of the principle of rechtsverwerking, judges should not solely rely on the lapse of the five-year limitation period for filing a claim but must also consider the validity of the acquisition of the land certificate. This approach is necessary to ensure that the application of the rechtsverwerking principle does not automatically extinguish the right to file a claim, particularly in cases where the issuance of the certificate violates the law or is conducted in bad faith. One of the issues in the issuance of land certificates by the Land Office, based solely on a receipt of sale and purchase, is illustrated in the Supreme Court Decision Number 997 K/Pdt/2021. This study addresses the validity of land transactions supported only by receipts, as well as the legal protection for landowners who lose their land due to the application of the rechtsverwerking principle. This doctrinal research collects legal materials through literature review, which are then analyzed qualitatively. Certificate of Ownership No. 01494 was issued unlawfully, as it stemmed solely from a sale and purchase evidenced by a receipt, resulting in a dispute between the landowner and a good faith buyer. Legal protection for landowners includes the annulment of the certificate, while good faith buyers may file a claim for damages based on unlawful acts to restore the situation to its original state."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitriani Iswandari
"Tulisan ini menganalisis bagaimana kepastian hukum jual beli atas tanah dengan adanya Putusan Pengadilan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Tangerang Nomor 822/Pdt.G/2020/PN.TNG). Tulisan ini menggunakan metode doktrinal, dengan tipologi penelitian preskriptif analisis menggunakan bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan dan bahan hukum sekunder berupa buku-buku, artikel dan jurnal. Kepastian hukum dalam pembuatan akta jual beli (AJB) atas tanah menjadi landasan utama dalam transaksi properti, dimana terdapat beberapa situasi/kondisi ketika proses transaksi jual beli sudah lunas, pembeli masih belum dibuatkan AJB, sementara pembeli ingin mendaftarkan kepemilikan atas obyek yang dibelinya menggunakan atas nama sendiri, tetapi kesulitan dalam mencari keberadaan pihak penjual, sehingga pembeli menggunakan cara lain untuk memperoleh kepastian hukum melalui gugatan ke pengadilan. Kepastian hukum pembuatan AJB atas tanah yang dibuat karena adanya putusan pengadilan sejatinya tidak memiliki pengaturan hukum baik dalam PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (yang kini telah diperbaharui dengan PP No. 18 Tahun 2021), maupun dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria. Meski di pasal 37 PP No. 24 tahun 1997 tidak mengakomodasi, Putusan pengadilan dapat dijadikan pondasi dasar dalam melakukan peralihan hak maupun balik nama sertifikat disebabkan putusan memiliki prinsip “Res Judicata Pro Veritate Habetur” yang bermakna bahwa “putusan hakim harus dianggap benar” ketika putusan tersebut ditetapkan, berdasarkan irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Prinsip tersebut memposisikan hakim sebagai bagian fundamental dalam menegakkan keadilan dalam negeri terkait suatu perkara yang hendak diputuskan. Hal tersebut memberi akibat hukum bagi Pembeli untuk memiliki hak memperoleh sertifikat yang sah yang akan diterbitkan oleh pihak Kantor Pertanahan Kota Tangerang Selatan atas kepemilikan tanah serta mendapat ganti rugi biaya perkara.

This article analyzes the legal certainty of buying and selling land with a court decision (Study of Tangerang District Court Decision Number 822/Pdt.G/2020/PN.TNG). This paper uses a doctrinal method, with a prescriptive analysis research typology using primary legal materials in the form of statutory regulations and secondary legal materials in the form of books, articles and journals. Legal certainty in making a sale and purchase deed (AJB) for land is the main basis for property transactions, where there are several situations/conditions when the sale and purchase transaction process has been completed, the buyer has not yet made an AJB. In contrast, the buyer wants to register ownership of the object he purchased using the above name. Still, it is difficult to find the seller's whereabouts, so the buyer uses other methods to obtain legal certainty through a lawsuit in court. The legal certainty of making AJB on land which is made because of a court decision does not have any legal regulation either in PP No. 24 of 1997 concerning Land Registration (which has now been updated with PP No. 18 of 2021), as well as in Law Number 5 of 1960 concerning Agrarian Principles, although in article 37 of PP No. 24 of 1997 does not accommodate, court decisions can be used as the basic foundation for transferring rights or changing the name of certificates because the decision has the principle of "Res Judicata Pro Veritate Habetur" which means that "the judge's decision must be considered correct" when the decision is determined, based on the principle "For the sake of Justice Based on Belief in One Almighty God.” This principle positions judges as a fundamental part of upholding domestic justice regarding a case to be decided. This has legal consequences for the Buyer to have the right to obtain a valid certificate which will be issued by the South Tangerang City Land Office regarding land ownership and to receive compensation for court costs."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Bintang Naufaldy
"Pada transaksi jual beli hak atas tanah yang terdampak oleh tindakan wanprestasi oleh penjual, kepastian hukum bagi pembeli menjadi landasan esensial yang mendukung stabilitas dan kepercayaan dalam pelaksanaan transaksi jual beli hak atas tanah yang baik dan benar. Oleh sebab itu, Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) harus dapat memberikan perlindungan hukum kepada pembeli maupun penjual sehingga dapat menjaga integritas dalam transaksi jual beli hak atas tanah. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini mengenai kepastian hukum terhadap pembeli hak atas tanah dalam transaksi jual beli yang mana penjual wanprestasi dan peranan Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam Upaya memberikan kepastian hukum kepada para pihak mengenai pengosongan rumah sebagaimana terdapat dalam Putusan Pengadilan Tinggi Bandung Nomor: 8/PDT/2022/PT.BDG. Metode penelitian yang digunakan adalah doktrinal dengan tipe penelitian deskriptif analitis. Jenis data yang digunakan yaitu data sekunder. Analisis data dengan cara kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Kepastian hukum ini melibatkan aspek-aspek krusial seperti validitas transaksi saat semua pihak menandatangani akta, pemenuhan persyaratan pembayaran, dan persetujuan PPAT. Selain itu, subjek hukum dan objek transaksi harus diidentifikasi secara jelas dan mematuhi semua persyaratan hukum, termasuk legalitas kepemilikan dan ketentuan lingkungan. Proses eksekusi putusan Pengadilan adalah langkah akhir jika penjual tidak mematuhi keputusan, memastikan pemilik baru dapat mengambil kendali fisik atas tanah. Selanjutnya, PPAT juga memiliki kewenangan memberikan penyuluhan hukum kepada para pihak mengenai pentingnya mencantumkan klausula pengosongan rumah dalam akta. Klausula ini, meskipun tidak wajib, dapat memberikan dasar hukum yang kuat dan memberlakukan sanksi denda jika perjanjian tidak dipatuhi. Selain menyusun akta jual beli, PPAT juga memiliki peran dalam mengarahkan pembuatan akta tambahan dalam kapasitasnya sebagai Notaris, seperti perjanjian pengosongan rumah yang berbentuk Notariil, untuk memastikan kepastian hukum dalam transaksi jual beli tanah.

In the transaction of buying and selling land rights affected by the seller's default, legal certainty for the buyer becomes an essential foundation supporting stability and trust in the proper implementation of land rights transactions. Therefore, Notaries and Land Deed Officials (PPAT) must provide legal protection to both buyers and sellers to maintain integrity in land rights transactions. The issue raised in this research pertains to legal certainty for buyers of land rights in transactions where the seller defaults and the role of Land Deed Officials in ensuring legal certainty for all parties regarding vacant possession of the house, as stated in Bandung High Court Decision Number: 8/PDT/2022/PT.BDG. The research method employed is doctrinal with a descriptiveanalytical approach. Secondary data is used for analysis, conducted qualitatively. The findings of this study indicate that legal certainty involves crucial aspects such as transaction validity when all parties sign the deed, fulfillment of payment requirements, and PPAT approval. Furthermore, legal subjects and transaction objects must be clearly identified and comply with all legal requirements, including ownership legality and environmental regulations. The court's execution process is the final step if the seller fails to comply, ensuring the new owner can take physical control of the land. Additionally, PPAT also has the authority to provide legal counseling to parties regarding the importance of including the vacant possession clause in the deed. Although not mandatory, this clause can establish a strong legal basis and impose fines if the agreement is not adhered to. Besides drafting the deed, PPAT also guides the creation of additional deeds in their capacity as a Notary, such as the Notarial vacant possession agreement, to ensure legal certainty in land transactions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puput Melati
"Tesis ini membahas tentang Perlindungan Hukum Terhadap Ahli Waris Pemilik Sertifikat Hak Milik Nomor 1165/R/17/Ilir (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor:1729 K/Pdt/2016). Permasalahan dalam tesis ini tentang keabsahan akta jual beli yang cacat hukum, perlindungan hukum terhadap pihak ketiga sebagai pemenang lelang, dan Tanggung jawab PPAT terhadap penerbitan akta jual beli yang cacat hukum. Untuk menjawab permasalahan tersebut dilakukan penelitian hukum dengan pendekatan secara yuridis normatif, tipe penelitian deskriptif analitis, dan metode analisis data menggunakan pendekatan kualitatif . Berdasarkan hasil penelitian Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1729 K/Pdt/2016 yaitu akta jual beli yang tidak terpenuhinya unsur  kesepakatan kehendak dan suatu sebab yang halal.mengakibatkan akta jual beli tersebut tidak sah atau batal demi hukum sehingga dianggap tidak pernah ada perjanjian. Perlindungan hukum terhadap pihak ketiga sebagai pemenang lelang atas objek sengketa ialah hasil putusan Mahkamah Agung Nomor Republik Indonesia 1729 K/Pdt/2016 dimana pemenang lelang adalah pemilik sah atas kepemilikan tanah tersebut dengan dasar telah dikeluarkannya Risalah Lelang Nomor 10/2001 guna sebagai pendaftaran ke Kantor Tanah setempat. PPAT  bertanggung jawab atas akta yang dibuatnya cacat hukum dengan dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis  dan sanksi perdata berupa ganti rugi dan bunga.

This thesis discusses Legal Protection of Heirs as the Certificate Owner of Ownership Rights Number 1165/R/17/Ilir (Case Study Verdict of Supreme Court Number 1729 K/Pdt/2016) is about the validity of the legal deed of sale and purchase, legal protection of third parties as auction winners, and the responsibilities of PPAT for the issuance of invalid deed. To answer these problems, the research method used in this research is normative juridical with analytical descriptive research type, and the type of data used in this study is secondary data with qualitative approach. Based on the results research of the Supreme Court Republic of Indonesia decision Number 1729 K/Pdt/ 2016, sale and purchase deed which is not fulfilled the element of agreement causes invalid and legal defeact. Legal protection of third parties as auction winners over the object of the dispute is the result of the Supreme Court Republic of Indonesia decision Number 1729 K/Pdt/ 2016 where the winner is the legal owner of ownership of the land based on the issuance of Minutes of Bid No. 10/2001 for registration to the Office Local land. PPAT is responsible for the deeds that have been  made are legal defects by  administrative sanctions in the form of written warnings and civil sanctions in the form of compensation and interest."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T54174
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marindi Cintyana
"Girik adalah alat bukti tanda membayar pajak. Sebelum berlakunya UUPA, hukum tanah yang berlaku bersumber hanya hukum adat. Girik digunakan oleh pemilik tanah sebagai tanda bukti hak atas tanah, karena hanya pemilik tanah yang wajib membayar pajak. Dengan berlakunya Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria terjadi perubahan secara fundamental di bidang hukum tanah dan hak- hak perorangan atas tanah yang berlaku di Indonesia. Namun pada kenyataannya masih banyak masyarakat di Indonesia terutama di Jakarta yang menganggap Girik adalah bukti kepemilikan hak atas tanah. Girik tidak kuat untuk menjadi alat bukti kepemilikan hak atas tanah apabila terjadi sengketa di Pengadilan. Oleh karena itu perlunya sosialisasi dari pihak pemerintah untuk memberitahukan kepada masyarakat bahwa alat bukti kepemilikan hak atas tanah yang sah adalah berupa Sertipikat, bukanlah Girik. Banyak masyarakat yang belum mengerti apa yang dimaksud dengan Girik, karena didalam literatur ataupun Perundangundangan mengenai pertanahan sangatlah jarang dibahas dan dikemukakan. Tanah Girik bukan merupakan bentuk kepemilikan hak sesuai dengan UUPA, melainkan hanya bukti pembayaran pajak tanah saja. Namun demikian , Petuk Pajak Bumi/ Landrentee, Girik, Pipil,Verponding Indonesia ini adalah salah satu bukti tertulis yang dapat didaftarkan sesuai dengan PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Seperti permasalahan dalam penulisan tesis ini mengenai sengketa tanah girik yang telah mendapat putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 166/PDT.G/2012/PN.JKT.PST. pemilik dari Girik C nomor 1349 tidak dapat membuktikan kepemilikannya yag sah di pegadilan, karena kurangnya alat bukti yang lain. Girik dapat menjadi alat bukti kepemilikan hak atas tanah dengan didukung alat bukti yang lain yang menguatkan. Oleh sebab itu, perlunya sosialisasi yang dilakukan pemerintah agar masyarakat melakukan pendaftaran pertama kali atas tanah yang masih berstatus hak milik adat.

Girik is proof of payment of tax. Before Act Number 5 of 1960 regarding Agrarian Law, the prevailing law on land was bassed on common law. Girik used by the land owner as a proof of the land, because only a landholder who is obliged to pay taxes. Since Act Number 5 Year 1960 regarding Agrarian Law promulgated, land law and personal rights on land in Indonesia fundamentally changed.. In fact, Some of Indonesian people especially in Jakarta still thought that Girik is an evidenceof land ownership. Because of that, need for socialization of the government to tell people that the proof of ownership land rights is a Sertipikat. Many people do not understand what is referred about Girik, because in literature or regulations of land is very rarely discussed and presented about that.Girik certificate is not propietary right as pointed out in Basic Agrarian Law (UUPA). It only indicates tax payment receipt. Nevertheless, there are other [less formal] land certificate of Petuk Pajak Bumi, Landrentee, Girik, Pipil, verponding Indonesia that can serve as written evidence for land registration as provided for in Government Regulation (PP) No.24 of 1997 concerning Land Regisration. Shown in land dispute case on Court of Central JakartaDecision Number 166/Pdt.G/2012/PN.JKT.PST. This research uses a method of a descriptive analysis with yuridis normative approach."
2015
T43965
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>