Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 120496 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Doddy Monza
"Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan upaya yang dapat dilakukan oleh Polres Kepulauan Seribu dalam menanggulangi peredaran gelap narkotika di wilayahnya. Hal tersebut merupakan salah satu program prioritas Polres Kepulauan Seribu mengingat wilayahnya terdiri dari pulau-pulau sehingga rawan menjadi sasaran penyelundupan Narkotika. Pada awal tahun 2015 terjadi penangkapan bandar Narkotika bernama Wong Chi Ping beserta anggotanya oleh Badan Narkotika Nasional BNN. Dari penangkapan tersebut BNN menyita 862 kilogram Narkotika jenis sabu yang siap diedarkan di Jakarta dan sekitarnya. Sabu dimaksud berasal dari Guang Zhou yang dibawa menggunakan kapal laut melalui Kepulauan Seribu. Selain itu dalam kurun waktu satu bulan petugas berhasil mengungkap 12 kasus dari 16 laporan polisi yang 3 orang diantaranya merupakan Target Operasi TO Polres Kepulauan Seribu. Polres Kepulauan Seribu dalam menanggulangi peredaran gelap narkotika melakukan upaya preemtif, preventif, dan represif melalui analisa Rational Choice, SARA, SWOT, dan NKK yang bertujuan untuk menekan tingkat kejahatan narkotika di wilayah Kepulauan Seribu. Melalui metode analisa tersebut diharapkan upaya penanggulangan dapat dilakukan secara menyeluruh, baik melalui pengurangan kesempatan untuk melakukan kejahatan, pemberian pendidikan kesehatan dan bahaya penyalahgunaan narkotika kepada masyarakat di berbagai usia, pencegahan peredaran gelap narkotika, serta kegiatan patroli, razia, sidak baik di kapal,wilayah pesisir maupun darat, yang dilakukan secara rutin maupun acak. Kendala yang dihadapi Polres Kepulauan Seribu dalam menanggulangi peredaran gelap narkotika umumnya berada pada permasalahan teknis internal. Kendala ini juga ditambah dengan keunikan kondisi Kepulauan Seribu yang meliputi pulau-pulau tidak berpenghuni sehingga para penjahat mudah untuk berpindah-pindah dan melarikan diri. Berkembangnya jenis dan macam narkotika serta kemajuan teknologi dan arus globalisasi mengakibatkan kejahatan narkotika sering diikuti kejahatan trans nasional lainnya seperti pencucian uang dan perdagangan manusia, sementara posisi Kepulauan Seribu merupakan transit masuknya barang dari luar negeri ke wilayah lain di Indonesia. Karenanya, dalam menanggulangi peredaran gelap narkotika di masa mendatang, Polres Kepulauan Seribu dapat lebih meningkatkan kerjasama dengan berbagai pihak, baik instansi pemerintah, masyarakat umum, lembaga swadaya masyarakat dan swasta baik dalam lingkup nasional maupun internasional.

This study aims to formulate efforts to be made by Kepulauan Seribu Police Resort in counter measure narcotics illicit distribution that occurred in Kepulauan Seribu region. Narcotics counter measure is one of the priority programs of Kepulauan Seribu Police Resort considering Kepulauan Seribu region consist of islands which targeted for drugs smuggling. In early 2015 a drug dealer namedWong Chi Ping and their members arrested by the National Narcotics Agency BNN. From the arrest BNN seized 862 kilograms of the illicit drug, methamphetamine sabu ready to be circulated in Jakarta and surrounding areas. Methamphetamine sabu which derived from Guang Zhou brought by ship through Kepulauan Seribu. Additionally within one month officers uncovered 12 cases of 16 police reports where 3 of them are Target Operations TO of Kepulauan Seribu Police Resort. Kepulauan Seribu Police Resort in counter measuring narcotics illicit distribution is done its preemptive, preventive and repressive effort through Rational Choice analysis, SARA, SWOT, and NKK which aims to reduce the level of drug crime in Kepulauan Seribu region. Through the analysis method it is expected the counter measure may be carried out thoroughly, either by reducing the opportunity to commit the crime, provision of health education and the dangers of drug abuse to the society in varieties age level, prevention on narcotics illicit, aswell as patrol, raid, spot inspection on board, coastal and land area, is carried outroutinely and randomly. Obstacles faced by Kepulauan Seribu Police Resort in counter measuring illicit narcotics generally are on technical issues internal. This constraint is also coupled with the unique conditions of Kepulauan Seribu which includes the uninhabited islands so the criminals easy to move around and escape. Expanding the types and kinds of narcotics as well as technological progress and globalization lead to narcotics crime which is often followed by other trans national crimes such as money laundering and human trafficking, while the position of Kepulauan Seribu is as transit entry of goods from abroad to other regions in Indonesia. Therefore, in counter measuring illicit narcotics in the future, Kepulauan Seribu Police Resort can further improve cooperation with various parties, including government agencies, civil society, non governmental organizations andthe private sector both nationally and internationally.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puti Ayudia
"Indonesia menetapkan kejahatan narkotika sebagai kejahatan luar biasa dengan ancaman hukuman bagi pengedar adalah hukuman mati. Salah satu lembaga non kementerian di Indonesia yang menangani pemberantasan peredaran gelap narkotika adalah Badan Narkotika Nasional BNN . Tugas dan tanggung jawab BNN adalah untuk menanggulangi peredaran narkotika di Indonesia. Intelijen BNN mempunyai strategi khusus untuk menggagalkan penyelundupan narkotika dengan menggunakan teknik controlled delivery. Teknik controlled delivery dipakai dalam sebuah penyelidikan dan menjadi salah satu cara yang dapat digunakan untuk membongkar kasus-kasus kejahatan narkotika yang bersifat jaringan terorganisir. Tulisan ini akan membahas mengenai penggambaran tahapan teknik controlled delivery. Tulisan ini menggunakan teori organized crime dan konsep traditional policing dalam pembahasan mengenai teknik controlled delivery dengan kasus yang penulis pilih untuk dikaitkan dan kemudian ditariklah kesimpulan mengenai penggambaran teknik controlled delivery yang dipakai BNN dalam pemberantasan peredaran gelap narkotika. Hasil dari tulisan ini adalah berhasilnya penanganan pemberantasan yang dilakukan oleh Intelijen BNN terhadap kasus peredaran gelap narkotika yang penulis pilih dengan menggunakan teknik controlled delivery.

Indonesia establishes narcotics crime as an extraordinary crime with the threat of punishment for dealer is the death penalty. One non-ministerial agencies in Indonesia, which handles the eradication of illicit trafficking is the National Narcotics Agency BNN . BNN 39;s duty and responsibility is to tackle the illicit circulation of narcotics in Indonesia. BNN Intelligence has a special strategy to thwart smuggling of narcotics using controlled delivery techniques. Controlled delivery techniques are used in an investigation and are one way that can be used to dismantle narcotics crime cases that are organized networks. This paper uses the theory of organized crime and traditional policing concept in the discussion of controlled delivery techniques and after that the results of the findings of this data will the author try illustrating the controlled delivery technique with the case that the authors choose to be linked and then drawn conclusions about the description of controlled delivery techniques used by BNN in the eradication illicit circulation of narcotics. The results of this paper are successful elimination programs conducted by the Intelligence BNN against illicit circulation of narcotics that authors choose to use the technique of controlled delivery.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Weriansyah
"Pandangan hakim terhadap status kewarganegaraan asing pada penjatuhan pidana dalam perkara peredaran gelap narkotika di Indonesia masih belum konsisten. Dalam beberapa putusan, status kewarganegaraan asing dicantumkan sebagai keadaan yang memberatkan sedangkan pada beberapa putusan lainnya status kewarganegaraan asing tersebut tidak dipertimbangkan sama sekali bahkan terdapat putusan yang menjadikan faktor tersebut sebagai alasan meringankan. Melalui metode penelitian yuridis normatif, dengan pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan dan wawancara terhadap beberapa hakim di Indonesia, penelitian ini berupaya menjelaskan persoalan mengenai relevansi status kewarganegaraan asing dalam penjatuhan pidana ditinjau dari 3 (tiga) aspek yakni falsafah penjatuhan pidana, pengaturan penjatuhan pidana dalam perkara peredaran gelap narkotika dan perbandingannya terhadap Indonesia, Belanda, dan Amerika Serikat, serta pandangan hakim dari masing-masing ketiga negara tersebut. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa status kewarganegaraan asing terdakwa dapat dijustifikasi melalui general deterrence theory walaupun justifikasi melalui teori tersebut terbilang lemah. Selanjutnya, ditinjau dari pengaturan penjatuhan pidana, kendati tidak ditemukan status kewarganegaraan asing sebagai faktor yang relevan dalam penjatuhan pidana dari ketiga negara di atas, hakim masih memiliki diskresi untuk menentukan sendiri faktor-faktor yang relevan menurutnya, sehingga masih terbuka kemungkinan untuk faktor kewarganegaraan asing dipertimbangkan. Terakhir, penelitian ini menemukan bahwa hakim di Belanda dan beberapa hakim di Indonesia menilai status kewarganegaraan asing tersebut relevan untuk dipertimbangkan dalam penjatuhan pidana dengan alasan general deterrence theory dan beberapa alasan yang bersifat politis. Spesifik di Belanda, status kewarganegaraan asing juga dipertimbangkan dalam penjatuhan pidana karena terkait dengan adanya kendala eksekusi dalam beberapa jenis pidana tertentu. Namun, Amerika Serikat secara tegas menolak status kewarganegaraan asing untuk berpengaruh dalam penjatuhan pidana karena dipandang inkonstitusional.

The perspective of judges regarding foreign citizenship status in sentencing for drug trafficking cases in Indonesia remains inconsistent. In some decisions, the status of foreign citizenship is identified as an aggravating circumstance whereas in several other decisions it is not considered at all or may even be considered as a mitigating factor. Through normative juridical research method, which involves literature review and interviews with several judges in Indonesia, this research aims to elucidate the issue of the relevance of foreign citizenship status in criminal sentencing, considering three aspects: sentencing philosophies, the regulation of criminal sentencing in drug trafficking cases and a comparison with Indonesia, the Netherlands, and the United States, as well as the views of judges from each of the three countries. The research finding indicate that the defendant’s foreign citizenship status can be justified based on the general deterrence theory although the justification relatively weak. Furthermore, in terms of regulations on criminal sentencing, although foreign citizenship status is not recognized as a relevant factor in criminal sentencing from the three countries above, judges still have the discretion to determine the relevant factors themselves, so it is still possible for foreign citizenship factors to be considered. Finally, this study reveals that judges in the Netherlands and several judges in Indonesia considered the status of foreign citizenship relevant to be considered in sentencing for general deterrence theory and several political reasons. Particularly in the Netherlands, foreign citizenship status is also considered in sentencing due to execution constraints in certain types of punishment. However, the United States firmly rejects the notion that foreign citizenship status has an impact on criminal sentencing as it is deemed unconstitutional."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hardi Chandra
"Wilayah hukum Polres Metro Jakarta Barat memiliki 60% tempat hiburan malam di DKI Jakarta yang sangat potensial akan maraknya peredaran narkoba. Tindak pidana narkoba sendiri sudah dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang dilakukan dengan menggunakan modus yang semakin berkembang dalam mengelabuhi petugas kepolisian. Ditambah lagi dengan perkembangan teknologi yang semakin cepat juga menjadi akselerator peredaran narkoba terutama di Jakarta Barat. Hal tersebut tentu menjadi tantangan tersendiri bagi Polres Metro Jakarta Barat untuk menangani dan menanggulangi penyalahgunaan narkoba, terutama dalam menggunakan diskresi bagi pengguna.
Polisi dalam menjalankan tugasnya di lapangan memiliki aturan-aturan khusus untuk melakukan tindakan hukum. Ketentuan tersebut tertuang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, di samping itu juga memiliki aturan moral yang menjadi pedoman dan harus ditaati. Pedoman-pedoman kerja polisi tersebut memiliki keluwesan bertindak, kewenangan yang bersifat diskresioner, yakni kewenangan atau otoritas yang dimiliki polisi untuk melakukan tindakan yang menyimpang sesuai dengan situasi dan pertimbangan hati nuraninya. Penggunaan diskresi merupakan kekuatan polisi untuk menyelesaikan persoalan masyarakat secara cepat dalam rangka menciptakan keamanan dan ketertiban umum.
Penggunaan diskresi dalam penyidikan pada tindak pidana narkoba merupakan salah upaya untuk menangani dan menanggulangi penyalahgunaan narkoba. Polres Metro Jakarta Barat menggunakan diskresi untuk mengungkap jaringan peredaran narkoba dan dalam bentuk rehabilitasi. Dalam pengungkapan jaringan peredaran narkoba, teknik controlled delivery dan undercover buy yang digunakan lebih efektif jika didukung oleh penggunaan teknologi informasi. Sedangkan penggunaan diskresi dalam bentuk rehabilitasi diberikan kepada pengguna yang terbukti positif menggunakan narkoba tanpa barang bukti atau terdapat barang bukti namun dibawah ketentuan dalam SE MA Nomor 4 Tahun 2009.

Jurisdiction in Polres Metro Jakarta Barat have a 60% nightclubs in Jakarta potential of the extent of drug trafficking. The criminal act of drug itself has been categorized as an extraordinary crime committed by using a mode that is growing in a fool police officers. Coupled with increasingly rapid technological development has also become an accelerator drug trafficking, especially in West Jakarta. It is certainly a challenge for Polres Metro Jakarta Barat to handle and cope with drug abuse, especially in the use of discretion for the user.
Police in carrying out their duties in the field has specific rules to take legal action. The provisions contained in the Code of Criminal Procedure (KUHAP), in addition, it also has the moral rules that guide and must be obeyed. The guidelines of the police work with the flexibility to act, the authority is discretionary, the authority or the authority of the police to carry out actions that deviate according to the situation and consideration of conscience. The use of discretion is a police force to solve community problems quickly in order to create security and public order.
The use of discretion in the investigation on the crime of drug is one attempt to address and combat drug abuse. West Jakarta Metro Police use discretion to uncover the drug trafficking network and in the form of rehabilitation. In the disclosure of drug distribution network, controlled delivery and undercover techniques buy used more effectively if they are supported by the use of information technology. While the use of discretion in the form of rehabilitation is given to the user who tested positive for using drugs without evidence or there is evidence but under the provisions of the SEMA No. 4 tahun 2009."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alrasyidin Fajri
"ABSTRAK
Peredaran dan perdagangan narkoba di Indonesia saat ini menunjukkan kondisi
yang sangat mengkhawatirkan, karena kejahatan Narkoba merambah ke semua kalangan
di seluruh dunia. Perkembangan peredaran perdagangan narkoba memiliki modus
operandi yang kian hari semakin canggih dan harus diungkap melalui ?tehnik
Penyelidikan dan Penyidikan yang tidak biasa? digunakan pada kejahatan lainnya
karena selama ini kejahatan narkoba terindikasi bersifat ?tertutup, luas dan juga
terputus?. Menghadapi modus yang berkembang ini maka peredaran Narkoba juga
harus diberantas melalui perluasan teknik Penyelidikan dan Penyidikan yang salah
satunya dengan menggunakan metode pengawasan (Controlled Delivery).
Dalam distribusi peredaran Narkoba lintas wilayah dimana penelitian ini
dilaksanakan yakni wilayah hukum Jakarta Barat, maka personil Sat Narkoba Polres
Jakarta Barat menggunakan metode penyerahan di bawah pengawasan (Controlled
Delivery). Tesis ini dikupas melalui tiga teori yakni teori Pencegahan dari Muhammad
Kemal Darmawan, teori Sistem Hukum (System of Law) dari Lawrence M. Friedman
dan juga yang paling utama ialah Teori Efektifitas dari Ravianto Selanjutnya
pendekatan penelitian dilakukan secara kualitatif dengan field research (penelitian
lapangan), dimana data diperoleh melalui wawancara, observasi dan telaah dokumen
yang dianalisis melalui reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan atau
verifikasi.
Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa peredaran Narkoba di wilayah
hukum Polres Jakarta Barat relatif tinggi dan menjangkau semua kalangan. Dalam
distribusi peredaran Narkoba lintas wilayah, personil satuan Narkoba Polres Jakarta
Barat memilih menggunakan metode penyerahan di bawah pengawasan karena
merupakan metode yang mudah dijangkau dan memiliki beban yang relatif ringan. Serta
metode penyerahan di bawah pengawasan yang dilakukan personil satuan Narkoba
Polres Jakarta Barat cukup efektif karena selain ringan merupakan metode yang paling
mudah dijangkau dalam menghadapi distribusi Narkoba lintas wilayah.
Pelaksanaan metode penyerahan di bawah pengawasan dalam pemberantasan
Narkoba oleh personil Satuan Narkoba Jakarta Barat tentunya harus berjalan optimal
demi menjawab tantangan akan tugas Polri khususnya tugas-tugas yang berkenaan
dengan modus peredaran Narkoba yang senantiasa berkembang

ABSTRACT
Drugs distribution and trade in Indonesia at this time is showing a very alarming
condition, because Drugs crime has penetrated to all spheres in the entire world. The
development of Drugs distribution trade has modus operandi that is becoming more
advanced each day and has to be revealed by ?unusual investigation technique? used by
other crimes, because all this time, Drugs crime is indicated as ?closed, broad, and cut
off?. Facing this expanding modus operandi, hence, Drugs distribution has to be
eradicated through expanded investigation technique, which one of it is using
?Controlled Delivery? method.
In Drugs distribution between region, where this research is executed, namely
the West Jakarta jurisdiction, therefore, Drugs Division West Jakarta Police Resort
personnel is using ?Controlled Delivery? method. This thesis is pared through three
theories, which is, Prevention Theory from Muhammad Kemal Dermawan, System of
Law from Lawrence M. Friedman, and foremost is Effectiveness Theory from Ravianto.
Research approach is done qualitatively from field research, where data are obtained
through interviews, observations, and document study which has been analyzed through
reduction data, and verification.
This research result has shown that drugs distribution in West Jakarta Police
Resort jurisdiction is relatively high and has reached all spheres. In cross regional
Drugs distribution, Drugs Division West Jakarta Police Resort personnel choose to use
?Controlled Delivery? method because this method is the most reachable method, and
relatively has light burden. And Controlled Delivery method performed by Drugs
Division West Jakarta Police Resort personnel is quite effective method, besides the
light burden, it is also the most reachable method in facing Drugs distribution cross
areas.
Controlled Delivery method implementation in Drugs eradication by Drugs
Division West Jakarta Police Resort personnel, indeed has to go optimally for the sake
of responding the challenge of Indonesian Nation Police?s task, particularly the tasks
regarding the Drugs distribution mode that is always developing"
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dadang Hawari
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001
362.293 HAW p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Arnowo
"Penelitian ini berfokus pada bagaimana pelaksanaan wajib lapor bagi pecandu Narkotika dapat diimplementasikan sebagaimana yang telah diamatkan dalam pasal 46 UU Narkotika. Penauganan pecandu menjadi sulit, karena adanya peran ganda pada diri pecandu, di satu sisi mereka diangggap sebagai orang sakit, namun disisi lain mereka dianggap sebagai pelanggar hukum. Menurut Nitibaskara: komunitas pecandu umumnyanya menyadari, dengan meng-konsumsi Narkoba secara berlanjut merupakan perbuatan melanggar hukum, dengan kesadaran tersebut membuat mereka akan tetap bersembunyi, dan dengan kondisi seperti itu sulit bagi mereka untuk dilakukan pengobatan, kecuali inisiatif sendiri, orang tua atau keluarganya melaporkan kepada pejabat yang berwenang.
Namun ketentuann wajib lapor bagi pecandu sebagaimana diatur dalam UU Narkotika tersebut secara operasional belum dapat dilaksanakan, karena wadah/lembaga wajib Iapor sampai saat ini belum ada
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui instansi mana yang tepat untuk dliadikan wadahflembaga wajib lapor (sebagai upaya pencegahan) dan hagaimana mekanisme Serta prosedur pelaksanaanya. Selanjutnya bagaimana penanganannya agar mereka dapat dilakukan pendataan, rehabilitasi dan pengawasannya, dengan melibatkan instansi terkait lainnya. Desain penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif studi kasus instrumental, dari hasil wawancara, pengamatan langsung, lokakarya dan penyebaran kuesioner dapat disimpulkan bahwa : 1) masih adanya permasalahan hukum bagi pecandu dalam penanganannya, dan belum ada jaminan hukum bagi pecandu yang melaporkan diri secara sukarela ; 2) lembaga wajib lapor yang tepat yaitu BNN di tingkat Pusat, BNP di tingkat Propinsi dan BNKab/Kota di tingkat Kabupaten/Kota ; 3) Iembaga tersebut mempunyai lugas mengkoordinasikan instansi terkait ( pusat/daerah), mernberikan dukungan teknis dan operasional dalam penanganan pecandu; 4) pembentukan lembaga, tata cara pelaporan dan penanganan pecandu akan diatur dengan Peraturan Presiden atau Peraturan Pemerintah ; 5) mekanisme pelaporan agar disinergikan dengan program harus reductions dengan mengedepankan puskesmas sebagai ujung tombak tempat pelaporan.
Sedangkan kendala-kendala yang dihadapi penulis adalah : mendifinisikan kriteria pecandu, yaitu siapa-siapa yang diwajibkan untuk melakukan pelaporan, apakah mereka yang secam phisik, psikhis mengalami sakit yang sangat kronis? Atau setiap orang yang menggunakan Narkoba dan sedang mengalami ketergantungan?

This study focuses on how the implementation of compulsory reporting for drug abusers can be implemented as in article 46 of the Law on Narcotics. Handling the drug abusers is difficult, became ofthe multiple roles in them self; in one hand in their considerans as sick people, but on the other they are considered as violators of the law. Nitibaskara?s says : generally that community of the drug abusers are aware, to the consmnption of drugs is a continuing illegal act, with the awareness they will remain concealed, and with such conditions difficult for them to be applied, except for they initiative, the parents or their families reporting to / institutions which is have authority
However, provisions for the compulsory for reporting drug abusers as stipulated in the Law on Narcotics are not operational can be implemented, because the container /institutions required to report at this time is not yet available
Objectives of this research is to know where the appropriate institutions for obliged to report (as prevention efforts) and how the mechanisms and procedures handling. Next to them how the handling of the data collection can be done, rehabilitation and monitored, involved with other related institutions. Design of this research using qualitative research studies instrumental cases, the results of the interviews, direct observation, workshops and the distribution of the questionnaire can be concluded that: l) there is still legal problems in the handling of drugs abusers, and there is no legal guarantee for the drugs abusers to report themselves voluntarily 2 ) Institutions are obliged to report the exact level at BNN Center, BNP levels in the province and BNKab / City in the district / city; 3) of these institutions have the task of coordinating the relevant agencies (central / local), to provide technical and operational support in the handling of dmgs abusers; 4) the establishment of institutions, ways of reporting and handling of drugs abusers will be regulated by Regulation President or government regulation; 5) reporting mechanism to disinergikan with the program Harm reductions with the health center as the spearhead of the places reporting.
While the constraints faced by the authors is: mendifinisikan dope criteria, namely who is required to do the reporting, whether they are physical, psychological experience, which is chronic pain? Or any person using the drug and are experiencing dependence?
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
T25476
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Saragi, Suhartini
"Rendahnya pemanfaatan layanan rehabiltasi rawat jalan secara sukarela di Klinik IPWL BNN setiap tahun terutama dalam 3 tahun terakhir sangat berdampak pada masih tingginya prevalensi angka penyalah guna narkotika di Indonesia. Sesuai dengan teori Andersen (1974), faktor penyebab perilaku pemanfaatan layanan kesehatan terdiri dari 3 yaitu faktor predisposing, enabling dan reinforcing. Penelitian ini hanya fokus terhadap faktor reinforcing yaitu dukungan keluarga terhadap pemanfaatan layanan rehabilitasi rawat jalan sukarela di Klinik IPWL BNN. Tujuan untuk menggali informasi secara mendalam tentang faktor dukungan keluarga terhadap pemanfaatan layanan rehabilitasi di Klinik IPWL BNN. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pengumpulan data melalui wawancara dan diskusi kelompok terarah. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil bahwa rendahnya pemanfaatan layanan rehabilitasi di klinik IPWL BNN disebabkan faktor kurangnya pengetahuan keluarga tentang bagaimana melakukan deteksi dini dan upaya intervensi terhadap anggota keluarga yang mulai terlibat penyalahgunaan narkotika sebelum keluarga membawa ke layanan rehabilitasi. Masih tingginya stigma dimasyarakat juga menjadi penyebab keluarga malu untuk membawa klien ke layanan, hubungan komunikasi antara keluarga kurang baik. Kurangnya sosialiasi program layanan rehabilitasi dan perlunya model intervensi dan regulasi tentang keterlibatan keluarga dalam rehabilitasi. Progam sosialisasi melalui media massa TV, radio, surat kabar, media sosial, majalah sangat efektif membantu penyebaran informasi deteksi dini penyalahguna narkotika di lingkungan keluarga serta upaya rehabilitasi bagi pecandu narkotika. Kemudian untuk mengatasi tingginya stigma terhadap pecandu narkotika dimasyarakat perlu adanya bentuk layanan rehabilitasi yang melibatkan masyarakat (rehabilitasi berbasis masyarakat).

The low utilization of voluntary outpatient rehabilitation services at the BNN Voluntary Clinic every year, especially in the last 3 years has a significant impact on the high prevalence of narcotics abusers in Indonesia. In accordance with Andersens theory (1974), the causes of health service utilization behavior consisted of 3 factors: predisposing, enabling and reinforcing. This study only focused on reinforcing factors, namely family support for the utilization of voluntary outpatient rehabilitation services at the BNN Voluntary Clinic. The purpose of this study is to explore information about the factors of family support for the utilization of rehabilitation services at the BNN Voluntary Clinic. This study uses qualitative methods by collecting data through interviews and focus group discussions. Based on the results of the study, it was found that the low utilization of rehabilitation services at the BNN IPWL clinic was due to a lack of family knowledge about how to conduct early detection and intervention efforts through rehabilitation of family members who were involved in narcotics abuse before family access to rehabilitation centre. The stigma in the community is also a cause of shame for families to bring clients to services, communication links between poor families. Lack of socialization of rehabilitation service programs and the need for intervention models and regulations regarding family involvement in rehabilitation. Socialization programs through mass media such as television, radio, newspapers, social media, and magazines are very effective in helping disseminate information on early detection of narcotics abusers in the family environment and rehabilitation efforts for narcotics addicts. Then to overcome the high stigma against narcotics, the community it self needs to be empowered in a form of comprehensive rehabilitation program (community based rehabilitation)."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2019
T52708
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Yusran
"Penyalahgunaan obat terlarang di kalangan remaja/pelajar dewasa ini merupakan masalah yang sangat kompleks, karena tidak hanya menyangkut remaja atau pelajar itu sendiri akan tetapi juga ada hubungan dengan berbagai faktir yaitu keluarga, lingkungan tempat tinggal , lingkungan sekolah serta aparat hukum baik sebagai faktor penyebab, pencetus maupun yang menanggulangi. Orang tua murid sebaiknya memiliki pengetahui tentang penyalahgunaan obat terlarang yang dapat terjadi pada anggota keluarganya. Oleh karena itu tujuan dari survei adalah untuk memperoleh informasi tentang pengetahuan orang tua murid Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) tentang jenis, bentuk,cara penggunaan serta ciri-ciri fisik pengguna Narkotik, Alkohol dan Zat adiktif lainnya (NAZA). Survei ini menggunakan rancangan deskriptif analitik yang bersifat cross-sectional untuk mengukur tingkat pengetahuan orang tua murid SLTP tentang NAZA di empat sekolah terpilih di Depok Jawa Barat. Pengetahuan orang tua murid terhadap jenis, bentuk, cara penggunaan dan ciri-ciri fisik anak pengguna NAZA seperti minuman keras, obat sedatif seperti diazepam (pil BK), nitrazepam (mogado,) dan flunitrazepam (rohypnol), jenis cannabis seperti ganja/mariyuana, jenis opiat (heroin/putaw), jenis amfetamim seperti ekstasi/shabu-shabu) serta jenis kokain ternyata masih sangat rendah. Dari sekitar 33.3% orangtua murid hanya mengetahui paling banyak 2 dari 6 jenis NAZA tersebut. Ditemukan 26.5% orangtua murid yang tidak tahu bentuk minuman keras, 49.6% tidak tahu bentuk dari obat sedatif, 44.4% tidak tahu bentuk dari jenis cannabis, 62.4% tidak tahu bentuk dari jenis opiate, 57.3% tidak tahu bentuk dari jenis amfetamin dan 75.2% tidak tahu bentuk jenis kokain. Sebanyak 13.1%, 57.3%, 57.6%, 44.4%, 2.6%, 68.7% dan 78.8% berturut-turut tidak mengetahui cara penggunaan minuman keras, obat sedatif, cannabis, opiat, amfetamin dan kokain. Sebagian besar responden tidak mengetahui ciri ciri fisik anak pengguna NAZA dengan baik, sedangkan besar orang tua murid memperoleh informasi tentang NAZA melalui media majalah/koran atau televisi disusul dengan melalui penyuluhan dan seminar. Pihak sekolah perlu bekerjasama dengan orang tua murid dalam menanggulangi masalah NAZA dan melakukan intervensi melalui multimedia yang ditujukan kepada orang tua.

Junior high school student?s parents knowledge about narcotics, alcohol and addictives in Depok 2002. At present drug abuse is a major issue among teenagers/students. It does not only involve teenagers/students it selves, but also their families, the neighborhood, the school environment, law enforcement as main factors as well as anticipators. Parents should have knowledge about drug abuse among family members. Therefore the aim of this study is to obtain information of the junior-high school parents on knowledge about drugs, alcohol and addictives i.e. type of drugs, appearance of drugs, the way using drugs and the physical individual characteristics of drug users. The study was conducted in selected schools of Depok, West Java. The analytic descriptive cross-sectional method was used to measure the level of knowledge of the parents. The level of knowledge of the parents on alcoholic beverages, sedative group such as diazepam (BK tablet), nitrazepam (mogadon) and flunitrazepam (rohypnol), cannabis (ganja / marijuana), opiate (heroin / putaw), amphetamine (shabu-shabu, ecstacy) and cocaine. The parents did know at the most, two kinds of drug among six. Among them 26.5% did not know about alcoholic beverages and 49.6% about sedative group. Of the parents 44.4%, 62.4%, 57.3%, 75.2% did not know about the different appearances of cannabis, opiate, amphetamine and cocaine type respectively. A total of 13.1% , 57.3%, 57.6%, 44.4%, 62.6%, 68.7% and 78.8% did not know how to use alcoholic beverages, sedative group, cannabis, opiate, amphetamine and cocaine Most parents did not know well the physical, individual characteristics of drug users. Information about drugs was obtained from magazine, newspaper or television, followed by counseling and seminars. Schools should cooperate with parents to overcome the problem of NAZA and knowledge of parents should be improved through multimedia."
Depok: Pusat Penelitian Keluarga Sejahtera Universitas Indonesia, 2003
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Hardi Chandra
"Wilayah hukum Polres Metro Jakarta Barat memiliki 60% tempat hiburan malam di DKI Jakarta yang sangat potensial akan maraknya peredaran narkoba. Tindak pidana narkoba sendiri sudah dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang dilakukan dengan menggunakan modus yang semakin berkembang dalam mengelabuhi petugas kepolisian. Ditambah lagi dengan perkembangan teknologi yang semakin cepat juga menjadi akselerator peredaran narkoba terutama di Jakarta Barat. Hal tersebut tentu menjadi tantangan tersendiri bagi Polres Metro Jakarta Barat untuk menangani dan menanggulangi penyalahgunaan narkoba, terutama dalam menggunakan diskresi bagi pengguna.
Polisi dalam menjalankan tugasnya di lapangan memiliki aturan-aturan khusus untuk melakukan tindakan hukum. Ketentuan tersebut tertuang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, di samping itu juga memiliki aturan moral yang menjadi pedoman dan harus ditaati. Pedoman-pedoman kerja polisi tersebut memiliki keluwesan bertindak, kewenangan yang bersifat diskresioner, yakni kewenangan atau otoritas yang dimiliki polisi untuk melakukan tindakan yang menyimpang sesuai dengan situasi dan pertimbangan hati nuraninya. Penggunaan diskresi merupakan kekuatan polisi untuk menyelesaikan persoalan masyarakat secara cepat dalam rangka menciptakan keamanan dan ketertiban umum.
Penggunaan diskresi dalam penyidikan pada tindak pidana narkoba merupakan salah upaya untuk menangani dan menanggulangi penyalahgunaan narkoba. Polres Metro Jakarta Barat menggunakan diskresi untuk mengungkap jaringan peredaran narkoba dan dalam bentuk rehabilitasi. Dalam pengungkapan jaringan peredaran narkoba, teknik controlled delivery dan undercover buy yang digunakan lebih efektif jika didukung oleh penggunaan teknologi informasi. Sedangkan penggunaan diskresi dalam bentuk rehabilitasi diberikan kepada pengguna yang terbukti positif menggunakan narkoba tanpa barang bukti atau terdapat barang bukti namun dibawah ketentuan dalam SE MA Nomor 4 Tahun 2009.

Jurisdiction in Polres Metro Jakarta Barat have a 60% nightclubs in Jakarta potential of the extent of drug trafficking. The criminal act of drug itself has been categorized as an extraordinary crime committed by using a mode that is growing in a fool police officers. Coupled with increasingly rapid technological development has also become an accelerator drug trafficking, especially in West Jakarta. It is certainly a challenge for Polres Metro Jakarta Barat to handle and cope with drug abuse, especially in the use of discretion for the user.
Police in carrying out their duties in the field has specific rules to take legal action. The provisions contained in the Code of Criminal Procedure (KUHAP), in addition, it also has the moral rules that guide and must be obeyed. The guidelines of the police work with the flexibility to act, the authority is discretionary, the authority or the authority of the police to carry out actions that deviate according to the situation and consideration of conscience. The use of discretion is a police force to solve community problems quickly in order to create security and public order.
The use of discretion in the investigation on the crime of drug is one attempt to address and combat drug abuse. West Jakarta Metro Police use discretion to uncover the drug trafficking network and in the form of rehabilitation. In the disclosure of drug distribution network, controlled delivery and undercover techniques buy used more effectively if they are supported by the use of information technology. While the use of discretion in the form of rehabilitation is given to the user who tested positive for using drugs without evidence or there is evidence but under the provisions of the SEMA No. 4 tahun 2009."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>