Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 201473 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tuty Rizkianti
"Infeksi Intra abdominal masih merupakan masalah karena angka mortalitas yang tinggi. Tatalaksana menggunakan antibiotik empiris didasarkan pada profil bakteri dan antibiogram di suatu wilayah. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan profil bakteri dan antibiogram pada infeksi intra abdominal di RSUPN Cipto Mangunkusumo yang dapat digunakan sebagai dasar pemilihan antibiotika untuk tatalaksana infeksi intra abdominal. Parameter yang diteliti adalah bakteri yang paling sering didapatkan pada kultur cairan asites dan jaringan yang berasal dari intra abdomen pasien dengan diagnosis infeksi intra abdominal dan pola kepekaan bakteri tersebut terhadap antibiotik. Desain penelitian adalah potong lintang dengan 73 subjek. Pada penelitian ini didapatkan bakteri yang paling sering diisolasi pada kultur adalah E.coli dan K. Pneumoniae dengan sensitivitas baik pada antibiotik golongan Karbapenem Meropenem, Doripenem, dan Imipenem , Amikacin, Tigecycline, dan Vancomycin. Angka mortalitas didapatkan 31.5

Intra abdominal infections remains a problem due to its high mortality rate. The empirical antibiotic is based on region database of the bacteria profile and its sensitivity to antibiotic. This study aims to get a bacteria profile of intra abdominal infections and antibiogram in Cipto Mangunkusumo which is can be use as a basis for selecting an antibiotic for the treatment of intra abdominal infections. Studied parameters were bacteria most often found in ascites fluid and tissue cultures derived from patients with a diagnosis of intra abdominal infections and their sensitivity pattern to antibiotics. The study design was cross sectional with 73 subjects. In this study, the most frequently isolated bacteria cultures are E. coli and K. pneumoniae with good sensitivity to antibiotics Meropenem, Doripenem, Imipenem, Amikacin, Tigecyclin, and Vancomycin. The mortality rate was 31.5.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T55609
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Eunike Hanna Dameria
"Latar Belakang : Meropenem, salah satu antibiotik yang paling efektif terhadap bakteri gram negatif dan bakteri gram positif, dianggap sebagai pengobatan terakhir yang paling dapat diandalkan untuk infeksi bakteri. Penyebaran yang cepat dari resistensi meropenem, terutama diantara bakteri gram negatif, merupakan masalah kesehatan yang sangat penting. Berbagai faktor diketahui berhubungan dengan kejadian resistensi meropenem terhadap bakteri gram negatif, namun penelitian yang dilakukan pada pasien infeksi intra abdomen masih terbatas.
Tujuan : Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan resistensi antibiotik meropenem terhadap bakteri gram negatif pada pasien infeksi intra-abdomen di RSCM tahun 2013-2017.
Metode : Penelitian desain cross sectional dengan mengambil data dari rekam medis pasien infeksi intra abdomen pada rentang waktu tahun 2013-2017 sebanyak keseluruhan populasi terjangkau.
Hasil : Tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik dari faktor-faktor yaitu, usia, jenis kelamin, penyakit yang menyertai, riwayat antibiotik, jumlah leukosit dan jumlah albumin yang berhubungan dengan resistensi meropenem terhadap bakteri gram negatif.
Kesimpulan : Usia, jenis kelamin, penyakit yang menyertai, riwayat antibiotik, jumlah leukosit dan jumlah albumin bukan merupakan faktor yang berhubungan dengan resistensi meropenem terhadap bakteri gram negatif pada pasien infeksi intra abdomen. Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor lain yang berhubungan dengan resistensi meropenem terhadap bakteri gram negatif pada pasien infeksi intra abdomen.

Background : Meropenem, one of the most effective antibiotics against gram-negative bacteria and gram-positive bacteria, is considered to be the most reliable last treatment for bacterial infections. The rapid spread of meropenem resistance, especially among gram negative bacteria, is a very important health problem. Various factors are known to be associated with the incidence of meropenem resistance to gram-negative bacteria, but studies conducted on patients with intra-abdominal infections are still limited.
Objectives : To determine the factors associated with meropenem resistance against gram-negative bacteria in patients with intra-abdominal infections at Cipto Mangunkusumo Hospital in the year of 2013-2017.
Methods : A cross sectional design study by taking data from medical records of intra-abdominal infection patients in the period of 2013-2017 as much as the entire affordable population.
Results : There were no statistically significant differences in factors, namely age, sex, accompanying disease, history of antibiotics, number of leucocyte and amount of albumin associated with meropenem resistance against gram-negative bacteria.
Conclusion : Age, sex, accompanying disease, history of antibiotics, number of leucocytes and amount of albumin are not factors associated with meropenem resistance against gram-negative bacteria in patients with intra-abdominal infections. Further research is needed to determine the effect of other factors related to meropenem resistance against gram-negative bacteria in patients with intra-abdominal infections.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wifanto Saditya Joe
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T58804
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
David Christian El Gah
"Latar belakang: Luka bakar adalah keadaan gawat darurat medis yang membutuhkan penanganan komprehensif sesuai dengan penyebab dan tingkat keparahan. Terapi resusitasi cairan sangat penting untuk mencegah atau mengatasi syok hipovolemik. Prinsipnya adalah memberikan cairan secara konservatif untuk mencapai tujuan resusitasi tanpa menyebabkan ekstravasasi cairan, yang dapat meningkatkan tekanan intraabdomen (TIA). TIA yang tinggi dan persisten dapat menyebabkan hipertensi intraabdomen (HIA) dan sindrom kompartemen abdomen (SKA). Formula Parkland tetap menjadi standar untuk resusitasi cairan, dengan menggunakan produksi urine (UO) sebagai penilaian kecukupan resusitasi.
Metode: Subjek dalam penelitian ini adalah pasien luka bakar yang mendapatkan resusitasi cairan di ULB RSCM dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional untuk mengetahui korelasi antara TIA dan UO dan bersumber dari data primer. Pengambilan data dilakukan selama fase resusitasi cairan 24 jam pertama. Pengukuran TIA dilakukan setiap 6 jam, sedangkan pengukuran UO dilakukan setiap 1 jam.
Hasil: 12 pasien terinklusi dalam penelitian ini. Korelasi antara TIA dan UO 6 jam pertama bernilai lemah positif (r =0,225), pada 6 jam kedua korelasi lemah negatif (r = -0,226), pada 6 jam ketiga korelasi sedang negatif (r = -0,524), pada 6 jam keempat tidak terdapat korelasi (r = -0,120), pada korelasi secara keseluruhan selama 24 jam didapatkan korelasi lemah negatif (r = -0,208) tanpa adanya signifikansi secara keseluruhan (p > 0,05). Lebih lanjut, ditemukan korelasi antara %TBSA dengan jumlah cairan resusitasi selama 24 jam tergolong sangat kuat (r = 0,890) dan signifikan, korelasi antara %TBSA dengan rerata TIA selama 24 jam tergolong lemah positif (r = 0,226, p > 0,05), dan korelasi antara jumlah cairan resusitasi dan TIA rerata tergolong sedang positif (r = 0,467, p > 0.05).
Kesimpulan: Tidak terdapat korelasi secara signifikan (p > 0.05) antara tekanan intraabdomen terhadap urine output pada pasien luka bakar selama fase 24 jam resusitasi cairan pertama di ULB RSCM.

Introduction: Burns are urgent medical emergencies requiring comprehensive management based on etiology and severity. Fluid resuscitation therapy is crucial to prevent or manage hypovolemic shock. The principle is to administer fluid conservatively to achieve resuscitation goals without causing fluid extravasation, which can lead to intra-abdominal pressure (IAP) elevation. Persistent high IAP can result in intra-abdominal hypertension (IAH) and abdominal compartment syndrome (ACS). The Parkland formula remains standard for fluid resuscitation, utilizing urine output (UO) to assess adequacy.
Methods: Subjects in this study were burn patients who received fluid resuscitation at ULB RSCM and met the inclusion and exclusion criteria. This research uses a cross-sectional study design to determine the correlation between TIA and UO and is sourced from primary data. Data collection was carried out during the first 24 hours of fluid resuscitation phase. IAP measurements are carried out every 6 hours, while UO measurements are carried out every 1 hour.
Result: 12 patients were included in this study. The correlation between IAP and UO in the first 6 hours was weakly positive (r = 0.225), in the second 6 hours the correlation was weakly negative (r = -0.226), in the third 6 hours the correlation was moderately negative (r = -0.524), in the fourth 6 hours it was not there is a correlation (r = -0.120), in the overall correlation for 24 hours there is a weak negative correlation (r = -0.208) with no overall significance (p > 0.05). Furthermore, it was found that the correlation between %TBSA and the amount of resuscitation fluid for 24 hours was classified as very strong (r = 0.890) and significant, the correlation between %TBSA and average IAP for 24 hours was classified as weakly positive (r = 0.226, p > 0.05), and the correlation between the amount of resuscitation fluid and average IAP was moderately positive (r = 0.467, p > 0.05).
Conclusion: There is no significant correlation (p>0.05) between intra-abdominal pressure and urine output in burn patients during the first 24hour phase of fluid resuscitation at ULB RSCM.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
David Christian El Gah
"Latar belakang: Luka bakar adalah keadaan gawat darurat medis yang membutuhkan penanganan komprehensif sesuai dengan penyebab dan tingkat keparahan. Terapi resusitasi cairan sangat penting untuk mencegah atau mengatasi syok hipovolemik. Prinsipnya adalah memberikan cairan secara konservatif untuk mencapai tujuan resusitasi tanpa menyebabkan ekstravasasi cairan, yang dapat meningkatkan tekanan intraabdomen (TIA). TIA yang tinggi dan persisten dapat menyebabkan hipertensi intraabdomen (HIA) dan sindrom kompartemen abdomen (SKA). Formula Parkland tetap menjadi standar untuk resusitasi cairan, dengan menggunakan produksi urine (UO) sebagai penilaian kecukupan resusitasi.
Metode: Subjek dalam penelitian ini adalah pasien luka bakar yang mendapatkan resusitasi cairan di ULB RSCM dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional untuk mengetahui korelasi antara TIA dan UO dan bersumber dari data primer. Pengambilan data dilakukan selama fase resusitasi cairan 24 jam pertama. Pengukuran TIA dilakukan setiap 6 jam, sedangkan pengukuran UO dilakukan setiap 1 jam.
Hasil: 12 pasien terinklusi dalam penelitian ini. Korelasi antara TIA dan UO 6 jam pertama bernilai lemah positif (r =0,225), pada 6 jam kedua korelasi lemah negatif (r = -0,226), pada 6 jam ketiga korelasi sedang negatif (r = -0,524), pada 6 jam keempat tidak terdapat korelasi (r = -0,120), pada korelasi secara keseluruhan selama 24 jam didapatkan korelasi lemah negatif (r = -0,208) tanpa adanya signifikansi secara keseluruhan (p > 0,05). Lebih lanjut, ditemukan korelasi antara %TBSA dengan jumlah cairan resusitasi selama 24 jam tergolong sangat kuat (r = 0,890) dan signifikan, korelasi antara %TBSA dengan rerata TIA selama 24 jam tergolong lemah positif (r = 0,226, p > 0,05), dan korelasi antara jumlah cairan resusitasi dan TIA rerata tergolong sedang positif (r = 0,467, p > 0.05).
Kesimpulan: Tidak terdapat korelasi secara signifikan (p > 0.05) antara tekanan intraabdomen terhadap urine output pada pasien luka bakar selama fase 24 jam resusitasi cairan pertama di ULB RSCM.

Introduction: Burns are urgent medical emergencies requiring comprehensive management based on etiology and severity. Fluid resuscitation therapy is crucial to prevent or manage hypovolemic shock. The principle is to administer fluid conservatively to achieve resuscitation goals without causing fluid extravasation, which can lead to intra-abdominal pressure (IAP) elevation. Persistent high IAP can result in intra-abdominal hypertension (IAH) and abdominal compartment syndrome (ACS). The Parkland formula remains standard for fluid resuscitation, utilizing urine output (UO) to assess adequacy.
Methods: Subjects in this study were burn patients who received fluid resuscitation at ULB RSCM and met the inclusion and exclusion criteria. This research uses a cross-sectional study design to determine the correlation between TIA and UO and is sourced from primary data. Data collection was carried out during the first 24 hours of fluid resuscitation phase. IAP measurements are carried out every 6 hours, while UO measurements are carried out every 1 hour.
Result: 12 patients were included in this study. The correlation between IAP and UO in the first 6 hours was weakly positive (r = 0.225), in the second 6 hours the correlation was weakly negative (r = -0.226), in the third 6 hours the correlation was moderately negative (r = -0.524), in the fourth 6 hours it was not there is a correlation (r = -0.120), in the overall correlation for 24 hours there is a weak negative correlation (r = -0.208) with no overall significance (p > 0.05). Furthermore, it was found that the correlation between %TBSA and the amount of resuscitation fluid for 24 hours was classified as very strong (r = 0.890) and significant, the correlation between %TBSA and average IAP for 24 hours was classified as weakly positive (r = 0.226, p > 0.05), and the correlation between the amount of resuscitation fluid and average IAP was moderately positive (r = 0.467, p > 0.05).
Conclusion: There is no significant correlation (p>0.05) between intra-abdominal pressure and urine output in burn patients during the first 24hour phase of fluid resuscitation at ULB RSCM.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Omar Mukhtar Syarif
"Objektif: Infeksi terkait pelayanan kesehatan adalah salah satu kasus infeksi yang masih bertahan di dunia, terutama di negera berkembang seperti Indonesia. Kolonisasi bakteri resistan multi obat diperkirakan berkontribusi untuk infeksi tersebut. Maka dari itu, studi mengenai prevanlensi infeksi terkait pelayanan kesehatan pada rumah sakit primer di Indonesia dan asosiasinya kepada kolonisasi bakteri resisten multiobat adalah bermakna.
Metode/Desain: Riset ini bersifat observasi analisis retrospektif cohort menggunakan hasil skrining mikrobiologi dan data sekunder dari rekam medis pasien di RSCM tahun 2022. Jumlah subjek adalah 100 dan dievaluasi menggunakan uji Chi-square. Uji Fisher Exact akan digunakan jika Chi-Square tidak dapat digunakan.
Hasil: Uji Fisher Exact menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan secara statistik (nilai p>0.05) antara asosiasi koloniasi bakteri resisten multiobat pada pasien rawat inap dan infeksi terkait pelayanan kesehatan pada RSCM tahun 2022.
Kesimpulan: Prevalensi infeksi terkait pelayanan kesehatan pada pasien rawat inap RSCM tahun 2022 adalah 12%. Tidak ada asosiasi antara koloniasi bakteri resisten multiobat pada pasien rawat inap dan infeksi terkait pelayanan kesehatan pada RSCM tahun 2022.

Objectives: Healthcare-associated infection is one of the most persistent infectious cases in the world, especially in developing county such as Indonesia. The colonization of MDR bacteria is thought to contribute to such infection. Therefore, a study regarding the prevalence of healthcare associated infection in primary hospitals in Indonesia and its association with MDR bacteria colonization is valuable.
Methods/Design: This research is an observational analytic retrospective cohort study using the microbiological screening results and the secondary data from patients’ medical records in RSCM in 2022. The total subject sample is 100 and evaluated using the Chi-Square test. If the Chi-Square test value is not met, the Fisher Exact test will be used.
Results: The result of the Fisher Exact test showed an insignificant difference (p value>0.05) between the association of MDR bacteria colonization in patients on admission with healthcare-associated infections at RSCM.
Conclusion: The prevalence of healthcare-associated infections in patients admitted to RSCM in 2022 is 12%. The conclusion is there is no association between healthcare-associated infection and multidrug-resistant bacteria colonization in patients admitted to RSCM in 2022.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Infeksi Nosokomial masih menjadi masalah serius di rumah sakit baik di Indonesia maupun di dunia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola bakteri dan sensitivitasnya terhadap antibiotik serta sumber penularan yang berpotensi sebagai penyebab infeksi nosokomial di Ruang Rawat Bedah RSUDZA. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif melalui metode observasional laboratorium. Sampel penelitian diambil dari Ruang Rawat Bedah RSUDZA berupa spesimen yang terdiri dari usap tangan/hidung/luka pasien, tangan/hidung tenaga kesehatan, peralatan, mobiler ruangan dan udara ruangan. Spesimen yang diperoleh dilakukan kultur dan uji sensitivitas antibiotik di Laboratorium Mikrobiologi Klinik RSUDZA. Data dianalisis secara deskriptif dan ditampilkan dalam bentuk tabel dan gambar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 64spesimenyang diperoleh, 36 spesimen(56,25%) diantaranya terisolasi bakteri sebanyak 38 isolat, sementara 28 spesimen (43,75%) lainnya steril. Hasil identifikasi dari 38 isolat bakteri ditemukan bakteri patogen sebanyak 10 isolat (26,31%) dan non patogen sebanyak 28 isolat (76,32%). Pola kuman patogen yang berpotensi sebagai penyebab infeksi nosokomial di Ruang Rawat Bedah RSUDZA terbanyak adalah Staphylococcus aureus (70%), diikuti P. aeruginosa, E. coli danAcinetobacter sp. masing-masing 10%. Sumber penularan terbanyak yang berpotensimenyebabkan infeksi nosokomial adalah mobiler ruangan, kemudian diikuti dengan pasien dan tenaga kesehatan. Staphylococcus aureus masih sensitif terhadap vankomycin dan clindamycin masing-masing sebesar 100% dan 85,71%, namun demikian semuanya telah resisten terhadap oxacillin sehingga bakteri ini digolongkan ke dalam MRSA. Pseudomonas aeruginosa hanya sensitif terhadap meropenem sehingga digolongkan ke dalam bakteri penghasil ESBL. Escherichia coli masih sensitif terhadap antibiotik golongan cephalosporin, fluoroquinolon dan meropenem sedangkan Acinetobacter sp sudah resisten terhadapantibiotik golongan cephalosporin, fluoroquinolon dan meropenemnamun masih sensitif terhadap gentamisin dan tobramisin. Infeksi Nosokomial masih menjadi masalah serius di rumah sakit baik diIndonesia maupun di dunia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui polabakteri dan sensitivitasnya terhadap antibiotik serta sumber penularan yangberpotensi sebagai penyebab infeksi nosokomial di Ruang Rawat BedahRSUDZA. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif melalui metodeobservasional laboratorium. Sampel penelitian diambil dari Ruang Rawat BedahRSUDZA berupa spesimen yang terdiri dari usap tangan/hidung/luka pasien,tangan/hidung tenaga kesehatan, peralatan, mobiler ruangan dan udararuangan. Spesimen yang diperoleh dilakukan kultur dan uji sensitivitasantibiotik di Laboratorium Mikrobiologi Klinik RSUDZA. Data dianalisissecara deskriptif dan ditampilkan dalam bentuk tabel dan gambar. Hasilpenelitian ini menunjukkan bahwa 64spesimenyang diperoleh, 36 spesimen(56,25%) diantaranya terisolasi bakteri sebanyak 38 isolat, sementara 28spesimen (43,75%) lainnya steril. Hasil identifikasi dari 38 isolat bakteriditemukan bakteri patogen sebanyak 10 isolat (26,31%) dan non patogensebanyak 28 isolat (76,32%). Pola kuman patogen yang berpotensi sebagaipenyebab infeksi nosokomial di Ruang Rawat Bedah RSUDZA terbanyak adalahStaphylococcus aureus (70%), diikuti P. aeruginosa, E. coli danAcinetobactersp. masing-masing 10%. Sumber penularan terbanyak yang berpotensimenyebabkan infeksi nosokomial adalah mobiler ruangan, kemudian diikutidengan pasien dan tenaga kesehatan. Staphylococcus aureus masih sensitifterhadap vankomycin dan clindamycin masing-masing sebesar 100% dan85,71%, namun demikian semuanya telah resisten terhadap oxacillin sehinggabakteri ini digolongkan ke dalam MRSA. Pseudomonas aeruginosa hanyasensitif terhadap meropenem sehingga digolongkan ke dalam bakteri penghasilESBL. Escherichia coli masih sensitif terhadap antibiotik golongancephalosporin, fluoroquinolon dan meropenem sedangkan Acinetobacter spsudah resisten terhadapantibiotik golongan cephalosporin, fluoroquinolon danmeropenemnamun masih sensitif terhadap gentamisin dan tobramisin.
"
610 JKY 20:3 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Irsandi Johan
"Penggunaan antibiotik dalam jumlah yang banyak dan penggunaan antibiotik yang tidak tepat diduga sebagai penyebab utama tingginya jumlah patogen dan bakteri komensal resisten di seluruh dunia. Pengurangan jumlah kejadian penggunaan antibiotik yang tidak tepat merupakan cara terbaik untuk melakukan kontrol terjadinya resistensi bakteri. Batas toleransi bagi masing-masing indikator untuk peresepan antibiotik pada penatalaksanaan ISPA non-pneumonia sebesar 20%, penggunaan antibiotik pada penatalaksanaan diare non-spesifik 8%. Tujuan dari penyusunan laporan praktik kerja ini adalah untuk mengetahui peran apoteker dalam monitoring penggunaan obat rasional antibiotik pada pasien dengan diagnosis ISPA non-pneumonia dan diare non-spesifik di Puskesmas Kecamatan Kalideres bulan Juni 2023. Pelaksanaan dilakukan secara observasional deskriptif, data penelitian diperoleh secara retrospektif dengan mengambil data resep bulan Juni 2023 melalui sistem setelah dilakukan pelayanan terhadap pasien dengan diagnosis ISPA non-pneumonia dan diare non-spesifik. Dari monitoring yang telah dilakukan diketahui bahwa persentase penggunaan obat antibiotik pada pasien dengan diagnosis ISPA non-pneumonia dan diare non-spesifik di Puskesmas Kecamatan Kalideres bulan Juni 2023 dapat dikatakan rasional dan telah sesuai dengan kriteria POR Nasional yaitu ≤ 20% untuk kasus ISPA non-pneumonia dan ≤ 8% untuk kasus diare non-spesifik.

The excessive use of antibiotics and inappropriate antibiotic use are suspected as the main causes of the high prevalence of resistant pathogens and commensal bacteria worldwide. Reducing the incidence of inappropriate antibiotic use is the best way to control bacterial resistance. The tolerance limit for each indicator for antibiotic prescribing in the management of non-pneumonia acute respiratory infections (ARIs) is 20%, while for the management of non-specific diarrhea, it is 8%. The purpose of this internship report is to understand the role of pharmacists in monitoring rational antibiotic use in patients diagnosed with non-pneumonia ARIs and non-specific diarrhea at the Kalideres District Health Center in June 2023. The implementation was done descriptively through observational methods, with research data obtained retrospectively by collecting prescription data from June 2023 through the system after providing services to patients with non-pneumonia ARIs and non-specific diarrhea. From the monitoring conducted, it was found that the percentage of antibiotic drug use in patients diagnosed with non-pneumonia ARIs and non-specific diarrhea at the Kalideres District Health Center in June 2023 can be considered rational and has met the National POR criteria, which are ≤ 20% for non-pneumonia ARIs cases and ≤ 8% for non-specific diarrhea cases."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Fauziyah
"Penelitian tugas akhir program magister ini dilatarbelakangi oleh tingginya penggunaan antibiotika dalam terapi empiris di ruang perawatan intensive care unit (ICU) dalam penanganan infeksi, tanpa harus menunggu hasil kepekaan bakteri. Penelitian ini bertujuan mencari hubungan antara penggunaan antibiotika pada terapi empiris dengan kepekaan bakteri dengan menggunakan rancangan studi potong lintang (Cross Sectional), pengambilan data secara retrospektif terhadap rekam medik dan data dianalisis dengan uji regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara intensitas penggunaan antibiotika pada terapi empiris dengan kepekaan bakteri dengan nilai P = 0,000 (P lebih kecil dari α = 0,05), dengan hasil seftriakson merupakan antibiotika yang paling besar memberikan hubungan terhadap resistensi bakteri. Dalam penelitian ini disarankan agar dilakukan perputaran penggunaan antibiotika (antibiotic cycling) berdasarkan pada pola penggunaan antibiotika dan pola kepekaan bakteri.

The Relationship Between the Use of Antibiotics on Empirical Therapy with a Sensitivity of Bacteria in Intensive Care Unit at Fatmawati Hospital Jakarta Period January 2009 - March 2010. The research was motivated by the high use of antibiotics in empirical therapy in intensive care unit (ICU) for treatment of infection, without having to wait for the results of bacterial sensitivity. This study aims to find the relationship between use of antibiotics in empirical therapy with a sensitivity of bacteria by using cross-sectional study design (cross sectional), retrospective data collection of medical records and data were analyzed with logistic regression. Results showed a significant correlation between the intensity of the use of antibiotics in empirical therapy with a sensitivity of bacteria with P = 0.000 (P less than α = 0.05), with the results of antibiotic ceftriaxone is the greatest give the relationship of bacterial resistance. In this research suggests the use of antibiotic cycling based on usage patterns of antibiotic and patterns of sensitivity bacteria.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
T29036
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ro Shinta Christina Solin
"Luka bakar merupakan salah satu bentuk trauma tersering dan infeksi luka bakar merupakan masalah serius yang menyebabkan hambatan pada maturasi epidermal dan penambahan pembentukan jaringan parut. Pada tahun terkahir berbagai penelitian menemukan patogen yang resisten terhadap terapi antibiotik. Penelitian ini bertujuan mendapatkan gambaran profil bakteri dan antibiogram pada infeksi luka bakar serta mortalitas di Unit Luka Bakar ULB Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo RSUPNCM periode Januari-Desember 2015. Penelitian ini dilaksanakan secara retrospektif dan didapatkan 214 isolat dari spesimen pus, swab, dan jaringan luka bakar yang berasal dari 89 pasien yang dirawat di ULB RSUPNCM. Isolat bakteri terbanyak adalah Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella pneumoniae, dan Acinetobacter baumannii. Proporsi mortalitas didapatkan sebesar 32.5

Burns is one of the most common forms of trauma and burn wound infection is a serious problem that causes a drag on epidermal maturation and addition of scar tissue formation. In recent years various studies finding pathogens that are resistant to antibiotic therapy. This study aims to get an overview of bacteria and antibiogram profile in infections and mortality burns in the Burn Unit dr. Cipto Mangunkusumo General Hospital in the period from January to December 2015. In this study, 214 isolates from pus specimens, swabs, and tissue burns derived from 89 patients treated at Burn Unit dr. Cipto Mangunkusumo General Hospital. Most bacterial isolates is Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella pneumoniae, and Acinetobacter baumannii. The proportion of mortality obtained amounted to 32.5.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T55643
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>