Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 159939 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Norlinda Octavia Muchtar
"Latar Belakang dan Tujuan Penelitian : Pemeriksaan kesehatan berkala tahun 2014, 2015, dan 2016 pada bagian preparation dan assembly lasting suatu pabrik sepatu menunjukkan kejadian gangguan penglihatan warna didapat. Penelusuran dilakukan untuk menemukan penyebab gangguan penglihatan warna didapat dengan kecurigaan diarahkan pada penggunaan pelarut organik, kebiasaan pemakaian alat pelindung diri, dan intensitas cahaya.
Metode : Penelitian ini menggunakan desain kasus kontrol untuk 74 kasus dan 222 kontrol. Pemeriksaan Farnsworth D15 dilakukan sebagai standar diagnosis gangguan penglihatan warna didapat. Selanjutnya, dari pemeriksaan Farnsworth D15 akan didapatkan skor Colour Confusion Index CCI dan penentuan gangguan penglihatan warna secara kualitatif dilakukan melalui aplikasi www.torok.info. Pemeriksaan lingkungan yang dilakukan meliputi pengukuran intensitas cahaya, jarak antara lampu dengan pekerja, dan kadar pelarut organik yang terhirup yaitu Metil Etil Keton dan Benzene-Toluen-EtilBenzene-Xylene. Kuesioner disebar untuk mengetahui riwayat kerja, kesehatan, dan kebiasaan pemakaian alat pelindung diri.
Hasil : 74 pekerja dari total 345 pekerja pada sub bagian preparation dan assembly lasting dinyatakan menderita gangguan penglihatan warna didapat. Kadar pelarut organik terhirup dan jarak lampu terbukti tidak memiliki hubungan bermakna dengan gangguan penglihatan warna didapat. Pemakaian masker selama bekerja, intensitas cahaya, dan masa kerja terbukti memiliki hubungan bermakna dengan gangguan penglihatan warna didapat.
Kesimpulan : Prevalensi gangguan penglihatan warna didapat di bagian preparation dan assembly lasting pabrik sepatu ini adalah 21,44. Pemakaian masker selama bekerja merupakan faktor yang paling berpengaruh menyebabkan gangguan penglihatan warna didapat dengan OR 2,966 IK 95 = 1,409 ndash; 6,245 .

Background and Objective : Medical Check Up in 2014, 2015, and 2016 among shoe factory workers in preparation and assembly lasting division has shown acquired colour vision impairment cases. Identification is held to find the causes with several suspection such as organic solvent, application of personal protective equipment, and intensity of light.
Methods : This study used a case control design for 74 cases and 222 control. Workers are tested by Farnsworth D15 as a golden standard to diagnose acquired colour vision impairment, then colour confusion index CCI score will be determined based from farnsworth D15 test and qualitative methods to distinguish acquired colour vision impairment is set by www.torok.info application. Enviromental measurement include light intensity measurement, the distance between light and worker, and the amount of organic solvent inhaled divided into Metil Ethyl Ketone measurement and Benzene Toluene EthylBenzene Xylene measurement. Quesioner is spread to get the information about history of work, health, and application of personel protective equipment.
Results : 74 workers has acquired colour vision impairment among 345 workers that has been checked. The amount of organic solvent inhaled and the distance between light and worker do not show a significant association with acquired colour vision impairment. The application of safety mask, light intensity, and lenght of work show significant associaton with acquired colour vision impairment.
Conclusions : Prevalence of acquired colour vision impairment in preparation and assembly lasting division of this shoe factory workers is 21,44 . Application of safety mask is the main factor that cause acquired colour vision impairment with OR 2,966 IK 95 1,409 ndash 6,245.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Nur Adhiyah
"Latar Belakang dan Tujuan penelitian : Pekerja mebel di Kelurahan Pondok Bambu adalah pekerja informal dalam pekerjaannya terpajan dengan pelarut organik seperti toluen. Gangguan penglihatan warna didapat ( diskromatopsia ) akibat pajanan toluen di tempat kerja bersifat subklinis, dengan perjalanan waktu dapat menjadi suatu diskromatopsia yang jelas secara klinis. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui proporsi gangguan penglihatan warna (diskromatopsia) pada pekerja mebel yang terpajan toluen (kadar Hippuric acid urine).
Metode: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang, dengan jumlah subjek sebanyak 81 orang. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, pemeriksaan fisik, pemeriksaan fungsi penglihatan warna dengan Fansworth D-15 , penentuan diskromatopsia secara kuantitatif dengan Bowman CCI dan pemeriksaan metabolit toluen.
Hasil: 40 (49,4%) dari 81 subjek mengalami gangguan penglihatan warna (diskromatopsia) sesuai dengan hasil pemeriksaan persepsi warna. Median kadar hippuric acid urine rata-rata adalah 0,34 (0,00-2,64). Nilai Bowman CCI mata kanan dengan median 1 (1-1,74) dan mata kiri 1 (1-1,87). Tidak didapat hubungan antara kadar hippuric acid urine ( p=1,00 ; OR=0.50 ; CI 95% : 0,044-5,743 ) dengan diskromatopsia. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara masa kerja, penggunaan masker, jenis pekerjaan, lama pajanan, kebiasaan merokok dan alkohol dengan diskromatopsia.
Kesimpulan: Proporsi kejadian diskromatopsia pada penelitian ini sebesar 40 (49,4%), dan tidak mempunyai hubungan dengan kadar hippuric acid urine.

Background and Objective: Furniture Workers in the Village Pondok Bambu furniture are informal worker who may be occupationally exposed to organic solvent such as toluene. Acquired color vision disturbance (dyschromatopsia) due to exposure to toluene in the workplace is subclinical, that with the passage of time can be a clinically obvious dychromatopsia. This study was conducted to determine the proportion of impaired color vision (dyschromatopsia) furniture workers exposed to toluene (hippuric acid content of urine).
Methods: This study used a cross-sectional design, with 81 subjecs. Data collected through interview, physical examination, examination of color vision function with Fansworth D-15. The quantitative dyschromatopsia was assessed using the Color Confusion Index (CCI) by means of the Bowman scoring method and inspection of toluene metabolite.
Results: 40 (49.4%) of 81 subjecs had impaired color vision (diskromatopsia) in accordance with the result of the perception of color. Median level of urinary hippuric acid the average was 0.34 (0.00 to 2.64). CCI values were right eye with median of 1 (1 to 1.74) and the left eye 1 (1 to 1.87). Not significant association between urinary level of hippuric acid (p = 1.00; OR = 0.50 CI 95 %: 0.044 to 5.743) with diskromatopsia. There are not a significant association between year of service, the use of mask, type of work , duration of exposure, smoking and alcohol habits with dyschromatopsia.
Conclusions: The proportion of dyschromatopsia event in this study was 40 (49.4%), and had no significant correlation with the level of urinary hippuric acid.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
15-22-44577732
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nela Rohmah
"Natural Deep Eutectic Solvents (NADES) merupakan pelarut yang dapat digunakan sebagai pengganti pelarut organik untuk mengekstrak senyawa alami. Brazilin merupakan senyawa utama dalam kayu secang (Caesalpinia sappan L.) yang memiliki aktivitas antioksidan, antibakteri, anti inflamasi, dan antidiabetes. Aktivitas antidiabetes kayu secang terkait dengan penghambatan DPP IV. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kombinasi NADES-UAE yang optimum dalam ekstraksi brazilin dan membandingkan hasil kadar brazilin yang diperoleh dengan ekstrak maserasi etanol 80%, serta untuk mengetahui penghambatan aktivitas DPP IV pada ekstrak NADES kayu secang. Penelitian ini menggunakan Response Surface Methodology (RSM) untuk analisis optimasi ekstraksi NADES-UAE. Penentuan kadar brazilin dilakukan dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (HPLC). NADES berbasis kolin klorida dipasangkan dengan asam laktat, asam malat, dan asam sitrat. Faktor yang digunakan dalam penelitian ini adalah waktu ekstraksi 10, 30, 50 menit dan penambahan air 20%, 40%, 60%. Berdasarkan hasil penelitian, rendemen kandungan brazilin tertinggi pada ekstrak NADES-UAE terdapat pada kombinasi kolin klorida-asam laktat (Chcl-LA) dengan waktu ekstraksi 30 menit dan penambahan air 40% yaitu 104,81 mg / g. Pengujian daya hambat DPP IV dilakukan pada ekstrak NADES dengan konsentrasi 20, 40, dan 50 ppm. Ekstrak kayu secang NADES pada konsentrasi 50 ppm memberikan penghambatan aktivitas DPP IV tertinggi yaitu sebesar 97,99% dengan nilai penghambatan NADES sebesar 92,27%. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa NADES berbasis kolin klorida dengan asam laktat dapat menarik senyawa brazilin dari kayu secang dengan kadar yang lebih rendah dari maserasi yaitu 114,49 dan ekstrak kayu secang NADES dapat memberikan penghambatan enzim DPP IV.

Natural Deep Eutectic Solvents (NADES) are solvents that can be used as a substitute for organic solvents to extract natural compounds. Brazilin is the main compound in secang wood (Caesalpinia sappan L.) which has antioxidant, antibacterial, anti-inflammatory, and anti-diabetic activities. The antidiabetic activity of secang wood was associated with DPP IV inhibition. This study aims to determine the optimum combination of NADES-UAE in brazilin extraction and to compare the results of brazilin levels obtained with 80% ethanol maceration extract, and to determine the inhibition of DPP IV activity in the NADES extract of secang wood. This study used the Response Surface Methodology (RSM) for the optimization analysis of the NADES-UAE extraction. Determination of brazilin levels was carried out by High Performance Liquid Chromatography (HPLC). Choline chloride-based NADES is paired with lactic acid, malic acid, and citric acid. The factors used in this study were 10, 30, 50 minutes extraction time and the addition of 20%, 40%, 60% water. Based on the results of the study, the highest yield of brazilin content in the NADES-UAE extract was found in the combination of choline chloride-lactic acid (Chcl-LA) with an extraction time of 30 minutes and the addition of 40% water, namely 104.81 mg / g. DPP IV inhibition test was carried out on NADES extracts with concentrations of 20, 40, and 50 ppm. Secang NADES wood extract at a concentration of 50 ppm provided the highest DPP IV activity inhibition, which was 97.99% with a NADES inhibition value of 92.27%. Based on the results of the study, it can be concluded that NADES based on choline chloride with lactic acid can attract brazilin compounds from secang wood with lower levels of maceration, namely 114.49 and secang NADES wood extract can provide inhibition of the DPP IV enzyme."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1990
S18064
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Putu Dirda Putri
"ABSTRAK
Industri alas kaki merupakan salah satu jenis industri yang memiliki pertumbuhan cukup signifikan saat ini tidak hanya di Indonesia, namun juga di dunia. Industri alas kaki terus dikembangkan karena mampu memberikan kontribusi terhadap perekonomian nasional. Namun, terjadi penurunan daya beli pada komponen pakaian, alas kaki, dan jasa perawatannya di Indonesia. Selain itu, biaya produksi sepatu di Indonesia lebih tinggi dari negara asia lainnya. Salah satu tantangan yang menjadi fokus pada penelitian ini adalah mengefisiensikan biaya produksi dengan meningkatkan produktivitas melalui penjadwalan produksi yang optimal. Salah satu perusahaan alas kaki di Tangerang membutuhkan penjadwalan produksi yang optimal, oleh karena itu metode Goal Programming dengan tujuan untuk meminimasi biaya pinalti dan keterlambatan pada produksi diterapkan untuk membantu perusahaan membuat penjadwalan produksi yang optimal yang dibantu dengan peranti lunak LINGO 11.0. Hasil dari penelitian ini adalah penelitian ini mampu menghasilkan penjadwalan produksi yang optimal yang dapat meniadakan penumpukan sehingga tidak ada biaya pinalti yang harus dikeluarkan oleh perusahaan. Selain itu, hasil penelitian selanjutnya adalah keterlambatan dapat diminimalisir namun tidak dapat dihilangkan sehingga masih terdapat tiga jenis produk yang mengalami keterlambatan produksi.

ABSTRACT
Footwear industry is one type of industry that has significant growth today not only in Indonesia, but also in the world. Footwear industry continues to be developed because it is able to contribute to the national economy. However, there is a decrease in purchasing power on the components of clothing, footwear, and maintenance services in Indonesia. In addition, the cost of shoe production in Indonesia is higher than other Asian countries. One of the challenges that focuses on this research is to streamline production costs by increasing productivity through optimal production scheduling. One footwear company in Tangerang requires optimal production scheduling, therefore Goal Programming method with the aim to minimize penalty costs and delay in production is applied to help the company make optimal production scheduling assisted by LINGO 11.0 software. The result of this research is that this research is able to produce optimal production scheduling which can eliminate the accumulation so that there is no penalty fee to be issued by the company. In addition, the results of further research is the delay can be minimized but can not be eliminated so that there are still three types of products that experienced production delays."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Kebutuhan perawatan dan status kesehatan gigi dan mulut tuna netra di Phitsanuloke, Thailand. Tidak banyak informasi mengenai status kesehatan gigi dan mulut pada tuna netra di Thailand. Tujuan: Menganalisa status dan kebutuhan perawatan kesehatan gigi dan mulut pada tuna netra di Thailand. Metode: Subjek penelitian ini adalah 146 tuna netra (70 laki-laki dan 76 perempuan dengan rerata umur 48,8±5,9) yang bertempat tinggal di Phitsanuloke, Thailand. Kuesioner digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai persepsi subjektif
masalah kesehatan gigi dan mulut, fungsi oral dan perilaku. Pemeriksaan oral dilakukan untuk menganalisa Decay Missing Filling Teeth (DMFT), Simplified Oral Hygiene Index (OHIS) dan prosthetic needs index. Hasil: Rerata DMFT subjek yang diperiksa adalah 16 (DT=4,4, MT=10,2, FT=1,4), rerata jumlah gigi yang masih ada 15,5. 35% memerlukan tambalan gigi dan 12,3% membutuhkan pencabutan gigi. 34,8% memiliki penyakit periodontal dengan rerata OHIS 2,52. 38% subjek membutuhkan gigi tiruan sebagian atas dan bawah. Tuna netra mengalami masalah fungsi oral (masalah dalam berbicara 26,5%, masalah penelanan 32,6%, masalah pengecapan 29,2% dan masalah
pengunyahan 45,2%). Simpulan: Status kesehatan gigi dan mulut tuna netra rendah karena kehilangan gigi yang banyak, karies dan penyakit periodontal. Oleh karena itu sangatlah penting untuk memliki pendekatan program preventif yang tepat untuk meningkatkan kesehatan gigi dan mulut populasi tersebut.

There is little information on the oral health status of visual impairment in Thailand. Objective: To investigate the oral health status and dental treatment needs of visual impaired Thai. Method: The subjects were 146 visual impairment (70 males and 76 females, mean age 48.8 ± 5.9), who live in Phitsanuloke, Thailand. Information on self-perceived oral health problems, oral function and oral health behavior was obtained via questionnaires. Oral examinations investigated the Decay Missing Filling Teeth (DMFT), Simplified Oral Hygiene Index (OHIS) and
prosthetic needs index. Results: The mean DMFT score was 16.0 (DT=4.4, MT=10.2, FT=1.4), the mean number of teeth present was 15.5. 35% of subjects needed dental fillings and 12.3% required tooth extractions. 34.8% had periodontal disease and mean OHIS score were 2.52. Thirty-eight percent of subjects need both upper and lower partial dentures. Visual impaired suffer from oral function problems (speaking problem 26.5%, swallowing problem 32.6%, tasting problem 29.2% and chewing problem 45.2%). Conclusion: The oral health status of visual impairment was poor due to high levels of tooth loss, caries experience and periodontal disease. Therefore, it is important to have a proper preventive approach and service delivery programs to improve the oral health condition of this population."
Faculty of Dentistry, Naresuan University, Phitsanulok, Thailand, 2014
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
E. Soenredi
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1983
S17008
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irena Rachmani Utama
"Perkembangan industri sepatu dalam lima tahun terakhir ini terus meningkat dengan pesat. Jumlah perusahaan-perusahaan sepatu terus bertambah, sehingga persaingan juga makin ketat dan kompleks. Persaingan terjadi bukan saja pada pasaran luar negeri tetapi juga pada pasaran dalam negeri. Studi mi mempelajari pemasaran sepatu dalam negeri, dengan meneliti strategi pemasaran pada PT. Sepatu Bata. Batadapat dianggap mewakili perusahaan sepatu Indonesia, terutama karena dalam industri mi Bata adalah market leader, dengan pangsa pasar 40% dari produksi sepatu untuk domestik. Usaha Bata dalam mempertahankan pangsa pasarnya, adalah dengan memperluas pasar sasaran dari kelas menengah ke bawah ke arah kelas menengah ke atas, sebagai pasar yang sedang berkembang dan lebih menguntungkan bagi Bata. Untuk mencapal konsumen kelas menengah ini, Bata menggunakan produk-produk bermerek non-Bata, antara lain seperti Marie Claire, North Star, Power, Weinbrenner. Sebagai konsekuensinya, strategi Bata untuk produk-produk non Bata mengalami perubahan selain perbedaan dalam bauran produk, juga dibedakan bauran harga, dan saluran distribusi untuk produk yang ditujukan pada konsumen kelas menengah ke atas dibanding produk yang ditujukan pada konsumen kelas menengah ke bawah.
Penemuan studi ini, menyimpulkan bahwa strategi produk, harga, promosi dan saluran distribusi yang digunakan untuk produk-produk merek non-Bata belum seluruhnya efektif. Bagi konsumen, perbedaan produk bermerek Bata dan merek non-Bata tidak jelas, demikian pula konsumen masih tidak mengerti bahwa ada pemisahan saluran distribusi untuk produk-produk tersebut walaupun produk non Bata sudah dipasarkan sejak tahun 1981. Strategi harga yang dipakai untuk produk-produk merek non-Bata kurang efektif karena konsumen kelas menengah ke atas kurang price sensitif dibandingkan dengan konsumen kelas menengah ke bawah. Strategi promosi produk Bata masih perlu lebih ditingkatkan dalam usaha memberikan informasi yang Iebih banyak kepada konsumen mengenai keunggulan produk-produk Bata terutama non-Bata, maupun dalam usaha meningkatkan brand awareness konsumen akan produk-produk barunya. Perbaikan dalam produk baru, strategi promosi dan saluran distribusi yang Iebih baik, merupakan kunci keberhasilan Bata dalam menghadapi pesaingnya di masa mendatang."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Santi Kertati
"Pelarut organik umumnya digunakan oleh laboratorium kimia untuk keperluan analisis sampel dan merupakan salah satu bahaya kimia yang potensial yang dapat memajani pekerja di laboratorium itu. Dalam penelitian ini dilakukan penilaian risiko terhadap uap pelarut organik di suatu laboratorium pelumas berupa toluena, xilena, heksana, dan klorobenzen. Penilaian risiko masing – masing uap plearut tersebut diakukan berdasarkan penilaian tingkat bahaya, tingkat pajanan, dan tingkat risiko beserta kondisi pengendalian yang telah ada sehingga dapat diketahui karakterisasi risikonya. Salah satu langkah untuk mendapatkan data – data tersebut adalah dengan mengetahui besaran pajanan uap pelarut organik terhadap sample pekerja. Hasil analisis menunjukkan bahwa konsentrasi uap pelarut toluena, xilena, heksana, dan klorobenzena yang memajani sampel pekerja masih berada dibawah nilai ambang batas yang direkomendasikan oleh American Confrence of Governmental Industrial Hygienist (ACGIH). Karakteristik risiko pajanan uap pelarut organik toluena dan heksana terhadap seluruh sampel pekerja laboratorium pelumas PT. PS adalah C3; Karakteristik risiko pajanan uap pelarut organik xilena terhadap analis sedimen, analis visco, dan helper laboratorium pelumas PT. PS adalah C3, sedangkan terhadap analis destilasi, flash point, FTIR, PQ Index, TAN, TBN, interpreter, reporting 1 dan reporting 2 berada pada risiko C1; Karakteristik risiko pajanan uap pelarut organik klorobenzena terhadap analis TBN, dan helper laboratorium pelumas PT. PS adalah C3, sedangkan analis destilasi, flash point, FTIR, PQ Index, TAN, visco, interpreter, reporting 1 dan reporting 2 berada pada risiko C1

Generally Organic solvent is used by chemical laboratory for sample analysis needed and it is become one of potential chemical hazardous that can expose to laboratory worker. This research is doing risk assessment of organic vapor at lubricant laboratory, ie toluene, xilene, hexane, and chlorobenzene. Risk assessment of those organic vapors is based on hazard rating, exposure rating, risk rating, and observation about mitigation in order to know its risk characterization. One of the steps to know the exposure rating data is knowing magnitude rating of organic vapor which is expose to laboratory worker. The result shows that concentration of toluene, xilene, hexane, and chlorobenzene is still below threshold limit value recommended American Conference of Governmental Industrial Hygienist (ACGIH). Risk characrterization of toluene and hexane exposure to laboratory worker is C3; Risk characrterization of xylene exposure to sediment and visco analyst also helper is C3 while to destilation, flash point, FTIR, PQ Index, TAN, TBN analyst, interpreter, reporting 1 and reporting 2 is C1; Risk characrterization of chlorobenzene exposure to TBN analyst and helper is C3 while to destilation, flash point, FTIR, PQ Index, TAN, sedimen, visco analyst, interpreter, reporting 1 and reporting 2 is C1"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syska Widyawati
"Tujuan: Membandingkan kualitas fungsi penglihatan berupa tajam penglihatan, sensitivitas kontras dengan dan tanpa adanya glare pada pemakaian lensa intraokular (LIO) jenis rigid PM1i/LI dengan jenis lensa lipat (LLIO) dari bahan acrylic hyrophilic.
Tempat: Perjan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
Metoda: Prospektif, randomisasi pada 40 mata katarak senilis imatur derajat 1-3. Dua puluh pasien menggunakan LIO PMMA dan 20 lainnya menggunakan LLIO acrylic hydrophilic. Pengukuran kualitas fungsi penglihatan ditakukan pada hari ke-28, parameter yang diukur adalah tajam penglihatan dengan koreksi terbaik, sensitivitas kontras dengan dan tanpa adanya glare menggunakan alat Takagi contrast glare tester.
Hasil: Karakteristik pasien pra operasi antara kedua kelompok tidak berbeda bermakna, kecuali pada nilai astigmatisme kornea (p 0,023) namun seluruh nilai astigmatisme kornea kurang dan 3 dioptri sesuai kriteria inklusi. Seluruh pasien mencapai tajam penglihatan maksimal dengan koreksi pada hari ke-28 (rerata - 0.075±0.044) dengan koreksi yang diberikan pada kedua kelompok tidak berbeda bermakna, demikian pula dengan nilai astigmatisme kornea pasca operasi. Pengukuran sensitivitas kontras dengan dan tanpa glare kelompok acrylic lebih rendah daripada kelompok PMMA, namun pada uji statistik tidak didapat perbedaan bermakana (p0,05).
Simpulan: Tajam penglihatan dengan koreksi, sensitivitas kontras dengan tanpa adanya glare pada pemakaian LIO jenis PMMA dan LLIO jenis acrylic sama baik.

Purpose: To compare the quality of visual function by means of best corrected visual acuity, and contrast sensitivity with and without glare in pseudophakic patients using PMMA rigid intraocular lens and foldable acrylic hydrophilic.
Place: Perjan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
Method: A prospective, randomized study was performed on 40 patients with immature senile cataract grade 1-3. All the patients underwent phacoemulsification, with 20 patients receiving rigid PMMA and the other 20 foldable hydrophilic acrylic. The quality of visual function was measured as best corrected visual acuity and contrast sensitivity with and without glare using the Takagi contrast glare tester 28 days after surgery.
Result: Patient characteristics before surgery in both group showed no significant difference, except for corneal astigmatism (p=0.023), however the amount of astigmatism in all patients were not more than 3 diopter, meeting the inclusion criteria. All patients achieved maximal visual acuity in day-28 after surgery (mean - 0.075+ 0.044) with best spectacle correction. The mean of correction given and the corneal astigmatism after surgery in both groups were not significantly different. The measurement of contrast sensitivity with and without glare condition were lower in acrylic group but showed no statistically significant difference (p>0.05) compared to the PMMA group.
Conclusion: Best corrected visual acuity and contrast sensitivity with and without glare in pseudophakics using rigid PMMA intraocular lenses were comparable to hydrophilic acrylic.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>