Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 62350 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anisia Putri Habrianti
"ABSTRAK
Film merupakan salah satu sarana komunikasi massa untuk menyampaikan pesan melalui simbol-simbol yang muncul di dalam adegan dan dialognya. Film juga sering dijadikan sebagai sarana untuk menyampaikan pandangan atau gagasan tentang kebudayaan, pemikiran serta pola pikir yang dimiliki dan dipercayai oleh masyarakat tertentu. Film Kungfu Panda 3 adalah salah satu film yang menggambarkan bagaimana Panda yang merupakan hewan khas Cina, memiliki makna yang mendalam bukan hanya dari sisi kebudayaa, tapi juga filosofi nya. Melalui pendekatan semiotik, penulisan jurnal ini bermaksud untuk menjelaskan dan menganalisis makna tokoh panda dalam film ini dan kaitannya dengan kebudayaan dan pemikiran Cina.
ABSTRACT
Film is one of the mediums of mass communication to deliver messages through symbols that appear in movie scene and dialogue. Film is also often made as mediums to deliver point of view or concept about culture, ideology and mindset that certain society believed. Kungfu Panda 3 is one of film that depicting how the giant panda who being China typical animal, has a deep meaning not only in terms of culture, but also in philosophy. Through a semiotic approach, this journal aims to explain and analyze the meaning of panda character in this film and its relevancy to Chinese culture and thought."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Meidiama Syarifah
"Under The Hawthorn Tree karya sutradara Zhang Yimou (张艺谋) adalah film bergenre romansa drama yang dirilis pada tahun 2010 dengan latar waktu zaman Revolusi Kebudayaan Cina (1966-1976). Film ini diadaptasi dari novel dengan judul yang sama, karya Ai Mi yang diambil dari kisah nyata, yaitu cerita cinta teman Ai Mi pada masa Revolusi Kebudayaan Cina. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap penyebab citra perempuan tangguh yang muncul film UTHT melalui penokohan Jing Qiu dan ibu Zhang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif analisis. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah citra perempuan tangguh yang terlihat pada dua tokoh perempuan, yaitu Jing Qiu dan Ibu Zhang berkaitan dengan latar waktu film, yaitu pada masa Revolusi Kebudayaan. Melalui analisis dari adegan termasuk juga dialognya, penelitian ini menemukan ketangguhan tokoh Ibu dan anak disebabkan karena hidup pada masa Revolusi Kebudayaan yang penuh dengan kebijakan sepihak dari partai kepada masyarakat Cina.

Under The Hawthorn Tree is a 2010 romance drama film directed by Zhang Yimou (张艺谋) that takes place during the Chinese Cultural Revolution (1966-1976). The movie is adapted from the novel with the same title, by Ai Mi, which is taken from a true story of her friend during the Chinese Cultural Revolution. This study aims to reveal the causes of the image of a tough woman appearing in the UTHT film through the characterizations of Jing Qiu and Zhang's mother. The method used in this research is qualitative analysis. This study concludes that the image of a tough woman seen in the two female characters, Jing Qiu and Zhang Laoshi is related to the film's time setting, the Cultural Revolution period. Through analysis of the scenes, including the dialogues, this research finds the toughness of the mother and daughter characters was due to living during the Cultural Revolution which was full of unilateral from the party to people."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Amelia Aura Nuryasmin
"Perilisan film Mulan (2020) telah memicu perdebatan berkelanjutan mengenai bagaimana film live-action tersebut kurang merepresentasikan kebudayaan Cina meskipun telah menyatakan niatnya untuk memberikan penggambaran yang akurat demi memuaskan penonton-penonton di Tiongkok. Tulisan ini mengkaji karakter, cerita, dan bahasa visual dalam film Mulan (2020) sehingga menghasilkan sebuah kajian tekstual yang komprehensif dengan berfokus pada Konfusianisme sebagai latar budaya dari film tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana identitas gender dan konsep kehormatan menurut kebudayaan Cina direkonstruksi agar selaras dengan ajaran Konfusianisme yang autentik. Penelitian dilakukan melalui pendekatan teoretis Feminisme Konfusius menggunakan konsep Jen dan teori yin-yang. Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa konsep kehormatan bertransformasi menjadi sejalan dengan karakteristik kepribadian seorang Jen, sebuah konsep jati diri dalam Konfusianisme yang didasarkan oleh nilai-nilai kemanusiaan. Identitas gender Mulan menyimbolkan maskulinitas dan feminitas yang selaras dengan konsep murni dari yin-yang, yang menitikberatkan pada harmoni dibandingkan ketidaksetaraan gender. Oleh karena itu, film ini berhasil merekonstruksi pemikiran Konfusianisme yang mengembalikan aspek fundamentalnya sebagai filosofi yang mendukung ideologi feminisme.

The release of Mulan (2020) has incited an undergoing debate that the live-action movie still lacks Chinese cultural representation despite its original intention to show accurate depiction to please Chinese audiences. This paper examines the characters, the story, and the visual language in the movie Mulan (2020) resulting in a comprehensive textual analysis that focuses on Confucianism as the cultural setting of the movie. It aims to explore how gender identity and the notion of honor according to Chinese culture are reconstructed to align with the authentic Confucianism teachings. The research is conducted through Confucian Feminism theoretical approach with the concept of Jen and yin-yang to frame the findings. This research finds that the notion of honor is changed in a way that is still in line with what it means to be a person of Jen, a concept of self in Confucianism that fundamentally emphasizes humanness. Mulan’s gender identity that embodies masculinity and femininity fits the original yin-yang concept, which offers harmony rather than gender inequality. Therefore, it can be concluded that this movie redefines Confucianism to its original ideal as a philosophy that encourages feminist ideology."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Dea Aurelia Heryanto
"Film The Myth karya Stanley Tong adalah film bergenre fantasi-romansa yang rilis pada tahun 2005 dengan menggunakan tiga latar negara, yakni Tiongkok, Korea, dan India. Tiongkok merepresentasikan elemen budaya berupa ajaran Konfusianisme tentang Jun Zi; ajaran Buddhisme tentang reinkarnasi; dan peradaban Tiongkok melalui bangunan dan monumen. Film ini juga didukung dengan munculnya unsur romantisme dan komedi melalui penggambaran Korea pada era Dinasti Gojoseon dan Kota Hampi di India. Penelitian ini bertujuan untuk memperlihatkan signifikansi perpaduan elemen budaya Tiongkok dengan elemen non-Tiongkok serta kaitannya dengan makna Film The Myth. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif-analisis. Penelitian ini menemukan bahwa perpaduan elemen budaya Tiongkok dengan elemen non-Tiongkok merupakan strategi naratif dan visual yang memperlihatkan jembatan budaya pada suatu peradaban. Melalui analisis cuplikan dan dialog dalam film, penelitian ini menemukan perpaduan elemen-elemen budaya tersebut menjadi faktor kesuksesan film ini di layar bioskop baik tingkat lokal maupun internasional.

The Myth film directed by Stanley Tong is a fantasy-romance film released in 2005, featuring the cultural connection between three countries as its setting: China, Korea, and India. China setting embodies the cultural elements specifically in Confusian value through the concept of Jun Zi; Buddhism as in reincarnation concept; Lastly, China early civilization by historical buildings and monuments. This film also supported by elements of romantism and comedy through potrayal of Korea in Gojoseon Dynasty era and India specifically in Hampi City. This study aims to highlight the significance of blending Chinese cultural elements with other nations, Korea and India also their relevance in shaping the meaning of The Myth. The research method in this study is descriptive analysis. The study finds that the mix of Chinese and non-Chinese cultural elements is a narrative and visual strategy that serves as a cultural bridge within the history as a whole. Through the analysis of scenes and dialogues, this study finds that the connection of cultural elements is a key factor in the film’s success in cinemas, both locally and internationally.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Farhan Usman
"Setiap seniman memiliki caranya sendiri dalam mengekspresikan dirinya melalui karya seni-karya seni yang mereka hasilkan. Hal ini penting karena sebagai manusia kita harus mengetahui bagaimana cara kita mengekspresikan identitas diri kita agar dapat lebih mudah dikenal dan diingat. Jay Chou dalam perjalanan kariernya berhasil membentuk identitas dan jati diri yang khas untuk dirinya dan industri musik Mandopop. Menggunakan genre Zhongguo Feng Jay Chou berhasil mengekspresikan identitasnya sebagai seniman asal Taiwan dan Cina, dan menuai kesuksesan dalam industri musik Internasional. Penelitian ini melihat bagaimana Jay Chou berhasil mempermainkan konsep identitas ini dengan memasukkan unsur budaya Cina ke dalam lagu dan video klipnya. Dalam pemilihan unsur budaya Cina, Jay Chou memiliki pesan tersirat yang menguak jati dirinya, juga budaya Cina seperti apa yang menjadi identitas bagi dirinya sebagai seniman dan juga sebagai orang Taiwan.

Every artist has their own way of expressing themselves through the works of art they produce. This is important because as humans we must know how we express our identity so that it can be more easily recognized and remembered. Jay Chou in his career has succeeded in forming a unique identity and identity for himself and the Mandopop music industry. Using the Zhongguo genre Feng Jay Chou managed to express his identity as an artist from Taiwan and China, and reap success in the international music industry. This study looks at how Jay Chou has succeeded in toying with the concept of identity by incorporating elements of Chinese culture into his songs and video clips. In choosing elements of Chinese culture, Jay Chou has an implied message that reveals his identity, as well as what kind of Chinese culture is his identity as an artist and also as a Taiwanese"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Farhan Usman
"Setiap seniman memiliki caranya sendiri dalam mengekspresikan dirinya melalui karya seni-karya seni yang mereka hasilkan. Hal ini penting karena sebagai manusia kita harus mengetahui bagaimana cara kita mengekspresikan identitas diri kita agar dapat lebih mudah dikenal dan diingat. Jay Chou dalam perjalanan kariernya berhasil membentuk identitas dan jati diri yang khas untuk dirinya dan industri musik Mandopop. Menggunakan genre Zhongguo Feng Jay Chou berhasil mengekspresikan identitasnya sebagai seniman asal Taiwan dan Cina, dan menuai kesuksesan dalam industri musik Internasional. Penelitian ini melihat bagaimana Jay Chou berhasil mempermainkan konsep identitas ini dengan memasukkan unsur budaya Cina ke dalam lagu dan video klipnya. Dalam pemilihan unsur budaya Cina, Jay Chou memiliki pesan tersirat yang menguak jati dirinya, juga budaya Cina seperti apa yang menjadi identitas bagi dirinya sebagai seniman dan juga sebagai orang Taiwan.

Every artist has their own way of expressing themselves through the works of art they produce. This is important because as humans we must know how we express our identity so that it can be more easily recognized and remembered. Jay Chou in his career has succeeded in forming a unique identity and identity for himself and the Mandopop music industry. Using the Zhongguo genre Feng Jay Chou managed to express his identity as an artist from Taiwan and China, and reap success in the international music industry. This study looks at how Jay Chou has succeeded in toying with the concept of identity by incorporating elements of Chinese culture into his songs and video clips. In choosing elements of Chinese culture, Jay Chou has an implied message that reveals his identity, as well as what kind of Chinese culture is his identity as an artist and also as a Taiwanese"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jasmine Kartika
"ABSTRAK
Revolusi Kebudayaan Cina 1966-1976 merupakan salah satu peristiwa penting dalam sejarah Cina. Revolusi Kebudayaan adalah kebijakan yang dicetuskan oleh Mao Zedong ??? . Mao mencetuskan Revolusi Kebudayaan ini untuk menghilangkan pengaruh Kapitalis di Cina, Berdasarkan dinamika yang terjadi dalam peristiwa ini maka sering kali digunakan menjadi latar di berbagai film Cina. Salah satu film yang mengambil latar pada saat Revolusi Kebudayaan adalah film Sh?nzh?sh Zh? Li n Under The Hawthorn Tree . Film ini menceritakan kisah cinta seorang gadis bernama Zhang Jingqiu, dan pemuda bernama Sun Jianxin pada masa Revolusi Kebudayaan. Penelitian ini berusaha mencari korelasi apa saja aspek simbol dan kebijakan apa yang muncul sebagai cerminan Revolusi Kebudayaan. Selain itu bagaimanakah aspek-aspek tersebut mencerminkan Revolusi Kebudayaan dalam film.

ABSTRACT
The Chinese Cultural Revolution 1966-1976 was one of the most important events in Chinese history. The Cultural Revolution is a policy initiated by Mao Zedong ??? . Mao sparked this Cultural Revolution to eliminate the influence of Capitalists in China. Based on the dynamics of this event, it is often used as a backdrop for various Chinese films. One of the films that took place during the Cultural Revolution was the Sh?nzh?sh Zh? Li n Under The Hawthorn Tree film. The film tells the love story of a girl named Zhang Jingqiu, and a young man named Sun Jianxin during the Cultural Revolution. This research seeks to find out what correlation aspects of symbols and policies emerge as a reflection of the Cultural Revolution. In addition, how these aspects reflect the Cultural Revolution in the film. "
2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Lalitya Nada Tamaranny
"Sejak kurang lebih 3000 tahun yang lalu, muncul sebuah budaya pernikahan unik di Cina, yaitu pernikahan roh atau yang dikenal dengan sebutan Ming Hun (冥婚). Pada awalnya budaya ini memiliki makna dan esensi yang baik, yaitu harapan agar orang yang meninggal sebelum menikah bisa memiliki pasangan sehingga rohnya tenang di alam sana. Namun, di zaman modern seperti sekarang, karena pemikiran masyarakat yang sudah modern sehingga sudah tidak banyak yang mempercayai budaya Ming Hun. Pada akhirnya, budaya tersebut mengalami pergeseran makna dan komodifikasi, karena bagi beberapa masyarakat yang masih mempercayai dan menjalankan budaya tersebut kesulitan untuk mendapatkan jenazah baru yang akhirnya dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang melakukan praktik jual-beli jenazah hingga timbul kriminalitas pencurian jenazah di Cina. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pemaparan deskriptif secara menyeluruh melalui tulisan terdahulu dan berita untuk mengetahui pergeseran makna serta komodifikasi budaya Ming Hun di Cina pada zaman modern.

Since approximately 3000 years ago, a unique marriage culture emerged in China, namely spirit marriage or known as Ming Hun (冥婚). At first this culture had a good meaning and essence, namely the hope that people who died before married could have a partner so that their spirit was calm in the spirit world. However, in modern times like nowadays, due to modern people's thinking, not many people believe in Ming Hun culture. In the end, the culture experienced a shift in meaning and commodification, because for some people who still believe in and practice this culture, it is difficult to get new bodies which are eventually used by people who carry out the practice of buying and selling corpses so that the crime of theft of bodies in China arises. This study uses a qualitative method with comprehensive descriptive exposure through previous writings and news to find out the shift in meaning and commodification of Ming Hun culture in China in modern times."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Allysia Virda Mutiara
"Idiom adalah salah satu produk bahasa yang dapat menunjukan cerminan budaya dari suatu masyarakat tertentu. Dalam masyarakat Cina, idiom dikenal sebagai 成语chéngyǔ. Sebagian besar chéngyǔ terdiri dari empat karakter Han yang menjadi komponen pembentuknya. Tidak semua chéngyǔ dapat dipahami makna keseluruhannya hanya dengan melihat makna harfiahnya, atau makna setiap komponen pembentuknya. Melalui makna harfiah dan makna acuan sebuah chéngyǔ, seseorang dapat mengetahui penjelasan atau deskripsi mengenai hal-hal tertentu yang dipercayai oleh suatu budaya masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penjelasan atau deskripsi mengenai perempuan dalam budaya masyarakat Cina yang terlihat dalam chéngyǔ yang di dalamnya terdapat karakter 女 nǚ “perempuan” sebagai salah satu komponennya. Setelah mengumpulkan 15 chéngyǔ dan melakukan analisis, penelitian ini menemukan 8 deskripsi mengenai perempuan. Deskripsi-deskirpsi yang ditemukan lalu dikelompokkan ke dalam ranah semantisnya masing-masing berdasarkan teori Nida.

An idiom is a language product that can show a reflection of the culture of a particular society. In Chinese society, an idiom is known as 成语 chéngyǔ. Most chéngyǔ is made up of the four Han characters that make up its components. Not all chéngyǔ can be understood just by looking at the literal meaning, or the meaning of each of its constituent components. Through the literal meaning and reference meaning of a chéngyǔ, one can find out an explanation or description of certain things that are believed by a society's culture. This study aims to find out about explanations or descriptions of women in Chinese culture as seen in chéngyǔ in which the character 女nǚ “woman” is one of the components. After collecting 15 chéngyǔ and conducting analysis, this study found 8 descriptions of women. The descriptions found are then grouped into their respective semantic domains based on Nida's theory."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Febiana
"Film Mantra Angin《fēng Yǔ Zhòu 风语咒》adalah film animasi Tiongkok bergenre fantasi laga yang dirilis pada tahun 2018 dan disutradarai oleh Liu Kuo. Film ini mengisahkan tentang pemuda buta bernama Lang Ming yang ingin menjadi pahlawan (xialan). Lang Ming belajar mengenai mantra angin dari ayahnya, Lang Jing. Mantra angin memiliki peran penting dalam kehidupan Lang Jing dan Lang Ming sebagai seorang xialan. Penelitian-penelitian terdahulu berfokus pada penokohan Lang Ming dan budaya Tiongkok yang ada pada film, sedangkan penelitian ini berfokus pada mantra angin yang berperan penting dalam kehidupan Lang Jing dan Lang Ming yang dianggap sebagai xialan dan mengungkap makna xialan yang berbeda dari sosok pahlawan yang sempurna. Hasil dari penelitian ini adalah mantra angin memiliki peran yang penting dalam kehidupan xialan yaitu Lang Jing dan Lang Ming. Melalui mantra angin makna xialan yang ada dalam film dapat terungkap, yaitu siapa saja yang memiliki sifat penolong dan mau melindungi orang lain dapat menjadi pahlawan.

Wind Spell Film《fēng Yǔ Zhòu 风语咒》is a Chinese animation action fantasy film released in 2018 and directed by Liu Kuo. The movie tells the story of a blind young man named Lang Ming who wants to be a hero (xialan). Lang Ming learns about wind spells from his father, Lang Jing. Wind spells play an important role in Lang Jing and Lang Ming's life as a xialan. Previous research focused on Lang Ming's characterization and Chinese culture in the film, while this research focuses on wind spells that play an important role in the life of Lang Jing and Lang Ming who are considered as xialan and reveal the meaning of xialan which is different from perfect hero. The result of this research is that wind spells have an important role in the lives of xialan, namely Lang Jing and Lang Ming. Through the wind mantra, the meaning of xialan in the movie can be revealed, namely anyone who has a helping nature and wants to protect others can become a hero."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>