Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 107466 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kanya Ayu Paramastri
"ABSTRAK
Latar belakang : Infeksi saluran kemih ISK berulang adalah ISK yang timbul kembali pasca pengobatan, dengan kejadian 40-50 dari ISK pertama. Kekerapan berulangnya ISK meningkatkan komplikasi gagal ginjal kronik. Salah satu faktor penyebab adalah kolonisasi bakteri patogen feses dari saluran cerna di daerah periuretra. Bakteri saluran cerna terdiri dari 3 kelompok, bakteri patogen, komensal dan bakteri menguntungkan. Penelitian membuktikan disbiosis antara bakteri patogen dan menguntungkan berkaitan dengan kejadian penyakit sistemik, namun belum ada penelitian tentang pengaruh hal tersebut pada ISK berulang.Tujuan : Mengetahui kondisi disbiosis yaitu perbedaan proporsi Escherichia coli dan Bifidobacterium sp. saluran cerna pada anak ISK berulang.Metode : Penelitian uji potong lintang pada anak ISK berulang usia 6 bulan sampai dengan
ABSTRACT
Background Recurrent urinary tract infection UTIr is repeated UTI post antibiotic treatment, with recurrency is 40 50 from the first infection. Recurrency of UTI increases possibility of chronic renal failure as complication. One of the causal factors is colonization of faecal pathogens from gastrointestinal tract in periurethra. Gastrointestinal tract bacteria is divided into 3 groups pathogens, comensal, and beneficial bacteria. Studies proved that imbalance of condition or dysbiosis between pathogens and beneficial bacteria lead to systemic diseases, but there were no studies in UTIr.Objective To know about dysbiosis condition based on proportion differences between gastrointestinal Escherichia coli and Bifidobacterium sp. in UTIr.Methods A cross sectional studies with children with UTIr, aged 6 months old until 18 years old, in Pediatric Departement Cipto Mangunkusumo Hospital as a subject. Healty child which had been matched by sex and age was choosen as a control group. Faecal samples from both groups underwent DNA extractions, using real time PCR method, to look for Escherichia coli and Bifidobacterium sp. amount and proportions.Results There was a total of 25 subjects, 8 32 were classifed as simplex UTI and 17 68 were complex UTI, also 25 healthy children as control. The total amount of Escherichia coli in UTIr compared to control was 1.099.271 vs 453.181 p 0,240. The total amount of Bifidobacterium sp. in UTIr compared to control was 1.091.647 vs 359.336 p 0,148. Escherechia coli proportion in UTIr compared to control was 10,97 vs 4,74 p 0,014 that shown a significant different, while Bifidobacterium sp. 6,54 vs 9,33 p 0,594. In UTIr group, proportion differences beetwen Escherichia coli and Bifidobacterium sp. was 10,97 vs 6,54 p 0,819, while in control group 4,74 vs 9,33 p 0,021 which showed that Bifidobacterium sp. has a significant different. The total amount of Escherichia coli in simplex compared to complex UTIr was 996.004 vs 1.099.271 p 0,798, while amount of Bifidobacterium sp. 835.921 vs 1.196.991 p 0,711. Logarithm of Escherichia coli proportion in simplex and complex UTIr was 5,50 SB 1,45 vs 5,92 SB 0,71 p 0,333, while Bifidobacterium sp. 5,85 SB 0,75 vs 6,04 SB 5,50 p 0,562 showed no significant differences.Conclusions Escherchia coli proportion was higher in UTIr children and Bifidobacterium sp. proportion was higher in healthy children. The proportion of both bacteria was equal in simplex and complex UTIr."
[Jakarta, ]: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T58719
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Billy, Matthew
"Infeksi Saluran Kemih (ISK) disebabkan oleh mikroorganisme dengan atau tanpa gejala berupa sakit saat berkemih, urgensi, dan peningkatan frekuensi berkemih. Pada ISK tanpa gejala, diagnosis ditegakkan melalui kultur urin dengan jumlah koloni mikroorganisme 105 colony forming unit (cfu)/mL. ISK terutama disebabkan oleh bakteri, sehingga terapi awal yang diberikan secara empirik untuk ISK adalah antibiotik. Ampisilin dulu pernah digunakan sebagai terapi empirik untuk ISK, tetapi tidak lagi digunakan karena angka resistensinya yang tinggi. Secara teoritis, resistensi tersebut dibawa oleh plasmid dan akan hilang dalam populasi bakteri apabila tidak pernah digunakan. Penelitian ini bertujuan melihat apakah ampisilin berpotensi menjadi sensitif kembali dengan pola resistensi yang relatif sama dibandingkan dengan siprofloksasin sebagai pembanding untuk menghambat pertumbuhan bakteri penyebab ISK secara in vitro. Studi ini menggunakan metode potong lintang dengan pengambilan sampel urin di puskesmas-puskesmas di Jakarta yang diuji pola resistensi terhadap kedua antibiotik. Hasil penelitian menunjukkan angka resistensi bakteri penyebab ISK terhadap antibiotik ampisilin dan siprofloksasin secara berurutan adalah 89,5% dan 10,5% dan perbedaan tersebut tersebut bermakna melalui uji Chi-square dengan nilai p < 0,001. Dengan tingginya angka resistensi bakteri penyebab ISK terhadap ampisilin, maka ampisilin belum dapat digunakan kembali sebagai terapi ISK terutama untuk penyebab ISK oleh bakteri Gram negatif. Untuk bakteri Gram positif, ampisilin masih mungkin untuk dipakai kembali sebagai pengobatan ISK, tetapi masih perlu diteliti lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar.

Urinary tract infection (UTI) is caused by microorganism with or without clinical symptoms such as dysuria, urgency, and increase frequency of urination. For asymptomatic UTI, diagnosis was supported by urine culture marked by more than 105 colony forming unit (cfu)/mL. UTI is mainly caused by bacteria; therefore, initial empirical therapy of UTI is using antibiotic. Once, ampcillin has been used as empirical therapy for UTI; however, it is no longer used as empirical therapy because of its high number of resistance. Theoretically, the resistance is carried by plasmid which will be lost in bacteria population if it has never been used. The objective of this study is to find whether ampicillin has potency to be sensitive again with the same resistance pattern as ciprofloxacin as reference for inhibiting growth of bacteria causing UTI. Method of this study is cross-sectional study with urine samples collection at Puskesmas in Jakarta which were tested its resistance pattern to both of antibiotics. Result of this study showed that resistance number of bacteria causing UTI to ampicillin and ciprofloxacin and are 89,5% and 10,5% respectively and this difference is significant based on Chi-square test with a p value of < 0,001. Ampicillin’s resistance is high so that ampicillin still can not be used again as therapy of UTI particularly against Gram negative bacteria. For Gram-positive bacteria, ampicillin is still likely to be reused as a treatment for UTI, but still need to be investigated further with a larger number of samples."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayijati Khairina
"ABSTRACT
Latar belakang. Anak berusia 2 bulan - 2 tahun yang menderita infeksi saluran
kemih (ISK) dengan gejala demam perlu mendapat perhatian karena memiliki
risiko kerusakan ginjal, gejala klinis yang tidak spesifik pada traktus urinarius,
serta pengambilan sampel urin yang sulit. Urinalisis merupakan pemeriksaan
penunjang utama pada ISK karena cepat dan tersedia secara luas.
Tujuan. Penelitian ini bertujuan menilai sensitivitas, spesifisitas, nilai duga
positif (NDP), nilai duga negatif (NDN), pretest odds, rasio kemungkinan positif
(RKP), rasio kemungkinan negatif (RKN), post-test odds, dan post-test
probability dari masing-masing komponen urinalisis, yaitu nitrit, esterase leukosit
(EL), leukosituria, bakteriuria beserta gabungannya untuk memprediksi ISK pada
anak berusia 2 bulan hingga 2 tahun dengan gejala demam.
Metode. Penelitian ini merupakan uji diagnostik yang dilakukan di RSCM, RSUD
Tangerang, RSUP Fatmawati, dan RSUD Budhi Asih pada anak berusia 2 bulan -
2 tahun. Kriteria inklusi meliputi pasien dengan kecurigaan ISK, yaitu demam
dengan suhu lebih dari, atau sama dengan 390C, demam lebih dari 2 hari, dan
tidak ditemukan penyebab lain (infeksi saluran pernapasan akut, otitis media akut,
infeksi sistem saraf pusat, dan campak), serta belum mendapat antibiotik dalam 1
minggu terakhir. Kriteria eksklusi meliputi pasien immunocompromise dan
kelainan anatomis pada traktus urinarius. Pengumpulan sampel urin untuk
pemeriksaan urinalisis dan kultur urin menggunakan urine collector.
Hasil. Tujuh puluh lima anak ISK dengan gejala demam memenuhi kriteria
penelitian. Prevalens ISK pada penelitian ini adalah 33%. Hasil positif pada nitrit,
EL, leukosituria, bakteria, dan gabungannya memiliki nilai sensitivitas berturutturut
24%, 68%, 56%, 52%, dan 54%. Nilai spesifisitas nitrit, EL, leukosituria,
bakteria, dan gabungannya berturut-turut 94%, 80%, 86%, 90%, dan 95%. Nilai
NDP nitrit, EL, leukosituria, bakteria, dan gabungannya berturut-turut 66%, 63%,
66%, 72%, dan 75%. Nilai NDN nitrit, EL, leukosituria, bakteria, dan
gabungannya berturut-turut 71%, 83%, 79%, 79%, dan 88%. Nilai RKP nitrit, EL,
leukosituria, bakteria, dan gabungannya berturut-turut 4; 3,4; 4; 5,2; dan 10,3.
Nilai RKN nitrit, EL, leukosituria, bakteria, dan gabungannya berturut-turut 0,8;
0,4; 0,5; 0,5; 0,5; dan 0,5.
Simpulan. Hasil gabungan komponen urinalisis (nitrit, EL, leukosituria, dan
bakteriuria) dapat digunakan untuk menyingkirkan ISK karena mempunyai
spesifisitas dan NDN tinggi, sehingga tidak diperlukan pemeriksaan kultur urin.

ABSTRACT
Background. Children aged 2 months to 2 years old with febrile urinary tract
infection (UTI) need special attention considering kidney complications,
unspecified symptoms, and difficult urine sample collection. Urinalysis was the
main supportive examination for UTI because of its immediate result and
widespread availability.
Objective. To estimate sensitivity, specificity, positive predictive value (PPV),
negative predictive value (NPV), pretest odds, positive likelihood ratio (LR+),
negative likelihood ratio (LR-), post-test odds, and post-test probability on each
urinalysis component, which are nitrite, leukocyte esterase (LE), leukocyturia, and
bacteriuria, and also combination of all four components in predicting UTI among
children aged 2 months to 2 years old with febrile as the main manifestations.
Methods. This is a diagnostic study held in Cipto Mangunkusumo Hospital,
Tangerang Hospital, Fatmawati Hospital, and Budhi Asih Hospital, involving
children aged 2 months to 2 years old. Inclusion criteria are fever with unknown
source (more than or 39⁰C), fever more than 2 days (without acute respiratory
infection, acute otitis media, central nervous system infection, or measles), and no
history of antimicrobial consumption in the past week. Exclusion criteria are
immunocompromised state and urinary tract abnormalities. Urine samples for
urinalysis and urine culture were collected using urine collector for all subjects.
Results. Seventy five children were participating in this study. We found 33%
prevalence of febrile UTI in this study. Sensitivity of nitrite, LE, bacteriuria,
leucocyturia, and all four components were 24%, 68%, 56%, 52%, and 54%. The
specificity of nitrite, LE, bacteriuria, leucocyturia, and all four components were
94%, 80%, 86%, 90%, and 95%. The PPV of nitrite, LE, bacteriuria, leucocyturia,
and all four components were 66%, 63%, 66%, 72%, and 75%. The NPV of
nitrite, LE, bacteriuria, leucocyturia, and all four components were 71%, 83%,
79%, 79%, and 88%. The LR+ of nitrite, LE, bacteriuria, leucocyturia, and all
four components were 4; 3,4; 4; 5,2; and 10,3. The LR- of nitrite, LE, bacteriuria,
leucocyturia, and all four components were 0,8; 0,4; 0,5; 0,5; and 0,5.
Summary. All four components of urinalysis (nitrite, LE, leucocyturia, and
bacteriuria) can be used to exclude UTI because of their high specificity and NPV,
so urinary culture is not needed."
2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Andini Putri
"Latar belakang: PPAB (Pedoman Penggunaan Antibiotik) merupakan panduan pemberian antibiotik empiris yang dibuat sesuai pola kuman dan resistensi antibiotik setempat. Pemberian antibiotik yang rasional untuk infeksi saluran kemih (ISK) mendukung proses kesembuhan, mencegah komplikasi, dan mencegah resistensi antibiotik.
Tujuan: Mengetahui apakah terapi yang direkomendasikan PPAB memberikan kesembuhan yang tinggi, mengevaluasi penggunaan antibiotik dengan alur Gyssens, dan mengetahui faktor risiko yang memengaruhi kesembuhan ISK.
Metode: Penelitian deskriptif dengan desain potong lintang yang dilakukan secara retrospektif pada pasien anak dengan ISK yang dirawat di RSCM.
Hasil: Sebanyak 196 subyek memiliki karakteristik sebagian besar berusia balita (32%), berstatus gizi malnutrisi (53%), memiliki komorbiditas (77%), menderita ISK simpleks (80%), berupa ISK simtomatik (88%), dan memiliki proporsi yang seimbang antara jenis kelamin lelaki dan perempuan. Antibiotik yang paling sering diberikan adalah sefotaksim, seftazidim, dan seftriakson. Alur Gyssens menunjukkan antibiotik diberikan rasional pada 53% pasien. Etiologi bakteri tersering adalah Escherichia coli, Enterococcus faecalis, dan Klebsiella pneumonia. Kesembuhan ISK berhubungan dengan pemberian antibiotik sesuai rekomendasi PPAB dibandingkan dengan pasien yang diberikan antibiotik lain (88% vs 74%, p = 0,05). Faktor risiko yang terbukti memengaruhi kesembuhan ISK adalah jenis kelamin laki-laki (p=0,04, adjusted OR 2,1 (IK 95% 1,03-4,30)) dan kondisi pasien tanpa komorbiditas (p<0,01, adjusted OR 5,7 (IK 95% 1,64-20,05)).
Kesimpulan: Terapi yang direkomendasikan PPAB memberikan angka kesembuhan yang lebih tinggi dibanding terapi antibiotik lain, evaluasi Gyssens menunjukkan pemberian antibiotik rasional hanya diberikan pada 53% pasien, dan faktor yang meningkatkan peluang kesembuhan ISK yaitu jenis kelamin lelaki dan kondisi tanpa komorbiditas

Background: Standard treatment guideline used to guide empirical antibiotic use based on local microorganism patterns and antibiotic susceptibility. Rational use of antibiotic for urinary tract infection (UTI) promotes disease recovery, prevents complications, and prevent antibiotic resistance.
Objectives: To know whether patients treated with standard treatment guidelines gives better recovery rates, to evaluate rational use of antibiotic using Gyssens flowchart, and to know factors related to disease recovery.
Method: Descriptive study with cross-sectional design that conducted retrospectively on UTI pediatric patients hospitalized in RSCM.
Results: This study included 196 children, mostly toddlers (32%), malnourished (53%), having comorbidities (77%), uncomplicated UTI (80%), symptomatic UTI (88%), and has a balanced proportion between sexes. The antibiotics mostly prescribed were cefotaxime, ceftazidime, and ceftriaxone. Gyssens plot showed antibiotics were administered rationally in 53% of patients. The most common bacterial etiology is Escherichia coli, Enterococcus faecalis, and Klebsiella pneumonia. UTI recovery was significantly associated with antibiotics according to guideline recommendations compared with other antibiotics (88% vs 74%, p = 0.05). Risk factors associated with UTI recovery were male gender (p=0.04, adjusted OR 2.1 (95% CI 1.03-4.30)) and condition without comorbidities (p<0.01, adjusted OR 5.7 (95% CI 1.64-20.05)).
Conclusion: Patients treated according to standard treatment guidelines had better recovery rates, Gyssens flowchart showed antibiotic were rationally used in 53% patients, and factors that proved to increase recovery rates were male gender and conditions without comorbidities.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Firdaus Nurdin
"Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan penyakit infeksi yang cukup sering terjadi di masyarakat. Dari berbagai penelitian di Indonesia dan di luar negeri, telah menunjukkan penurunan kepekaan bakteri penyebab ISK terhadap antibiotik golongan fluorokuinolon. Hal ini dikhawatirkan menjadi kendala dalam penanggulangan ISK di Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola kepekaan bakteri Gram negatif yaitu Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeuroginosa Enterobacter aerogenes, dan Proteus mirabilis dari penderita infeksi saluran kemih terhadap siprofloksasin, gatifloksasin, ofloksasin, dan moksifloksasin.
Penelitian ini dilakukan dengan cara menganalisis data sekunder sebanyak 3268 isolat urin dengan kultur positif dari Laboratorium Mikrobiologi Klinik FKUI pada Januari 2001 sampai Desember 2005 dan telah dilakukan uji resistensi sesuai dengan NCCLS.
Dari hasil analisis didapatkan angka kepekaan Escherichia coli terhadap siprofloksasin, ofloksasin, gatifloksasin dan moksifloksasin adalah 54.5%, 59.4%, 54.5%, dan 38.0%; kepekaan Klebsiella pneumoniae terhadap siprofloksasin, ofloksasin, gatifloksasin dan moksifloksasin adalah 46.0%, 54.2%, 48.1%, dan 34.9%; kepekaan Pseudomonas aeruginosa terhadap siprofloksasin, ofloksasin, gatifloksasin dan moksifloksasin adalah 43.9%, 43.9%, 44.9%, dan 38.1%; kepekaan Enterobacter aerogenes terhadap siprofloksasin, ofloksasin, dan gatifloksasin adalah 58.7%, 63.8%, dan 65.5%; kepekaan Proteus mirabilis terhadap siprofloksasin, ofloksasin, dan gatifloksasin adalah 80.5%, 83.9%, dan 70.0%.

Urinary tract infection (UTI) is a common infectious disease in the community practice. Studies in Indonesia and overseas showed the decrease of sensitivity of bacteria causing UTI to fluoroquinolone. This problem is potentially leading to difficulty in the treatment of UTI in Indonesia.
This study objective was to investigate the sensitivity pattern of Gram negative bacteria such as Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeuroginosa, Enterobacter aerogenes, and Proteus mirabilis taken from UTI patient to ciprofloxacin, gatifloxacin, ofloxacin, and moxifloxacin.
This study was conducted by analyzing secondary data of 3268 isolated urine with positive culture from Clinical Microbiology Laboratory of FMUI since January 2001 to December 2005. Resistance test had been performed in guidance of NCCLS.
Results of the analysis indicate that sensitivity patterns of Escherichia coli to ciprofloxacin, ofloxacin, gatifloxacin, moxifloxacin were 54.5%, 59.4%, 54.5%, and 38.0%, respectively; Klebsiella pneumoniae to ciprofloxacin, ofloxacin, gatifloxacin, and moxifloxacin were 46.0%, 54.2%, 48.1%, and 34.9%; Pseudomonas aeruginosa to ciprofloxacin, ofloxacin, gatifloxacin, and moxifloxacin were 43.9%, 43.9%, 44.9%, and 38.1%; Enterobacter aerogenes to ciprofloxacin, ofloxacin, and gatifloxacin were 58.7%, 63.8%, and 65.5%; Proteus mirabilis to ciprofloxacin, ofloxacin, and gatifloxacin were 80.5%, 83.9%, and 70.0%.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Alvin Bramantyo
"Infeksi saluran kemih dan batu ginjal merupakan masalah kesehatan dengan prevalensi dan insidensi yang tinggi di dunia. Pasien batu ginjal dapat mengalami penurunan fungsi ginjal yang dapat berujung pada Chronic Kidney Disease (CKD). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara infeksi saluran kemih dengan fungsi ginjal pada pasien batu ginjal.
Desain penelitian ini adalah potong lintang, melibatkan 5463 pasien batu ginjal yang menjalani perawatan di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo (RSUPNCM) pada tahun 2000-2013. Pengambilan data dilakukan pada 1140 pasien yang mempunyai data leukosit urin dan kreatinin serum. Sampel didapatkan dengan metode total population sampling. Pengambilan data dilakukan dengan mempelajari rekam medis pasien.
Hasil penelitian menunjukkan rasio subjek lakilaki: perempuan sebesar 7:3, prevalensi infeksi saluran kemih pada pasien batu ginjal sebesar 27.3%, prevalensi fungsi ginjal buruk pada pasien batu ginjal sebesar 37.4%, dan nilai kemaknaan p<0.0001 pada hubungan antara infeksi saluran kemih dengan fungsi ginjal pada pasien batu ginjal.
Terdapat hubungan yang bermakna antara infeksi saluran kemih dengan fungsi ginjal pada pasien batu ginjal. Diperlukan penatalaksanaan serta pencegahan infeksi saluran kemih pada pasien batu ginjal untuk mencegah perburukan fungsi ginjal.

Urinary tract infections and kidney stones are among the high prevalence health problems in the world. Kidney stone patients may have reduced kidney function that can lead to Chronic Kidney Disease (CKD). This study investigates possible relations between urinary tract infection with renal function in kidney stone patient.
This cross-sectional study was carried out on 5463 patients undergoing treatment for calculous disease in Cipto Mangunkusumo National Center General Hospital (RSUPNCM) between 2000 and 2013. Data were collected from 1140 patients whose urine leukocytes and serum creatinine data were recorded. Samples were obtained using total population sampling method. Data were collected from patient's medical record. Patient characteristics were well matched generally.
The male to female ratio of subjects were 7:3 with a mean age of 46. Among subjects, 27.3% had urinary tract infections while 37.4% had poor kidney function. There was a significance value of p<0.0001 on the relationship between urinary tract infection and renal function in kidney stone patients.
In conclusion, there is a significant association between urinary tract infections and renal function in kidney stone patients. Management and prevention of urinary tract infections are necessary in kidney stone patients to prevent deterioration of renal function.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulinnar Trisnawati
"Infeksi ini terjadi akibat penggunaan kateter urin menetap pada pasien yang dan merupakan salah satu infeksi
yang paling banyak di lingkungan perawatan kesehatan di dunia (CDC, 2017). Hal ini berkaitan dengan penggunaan kateter urin. Adapun bundle pencegahan infeksi saluran kemih memiliki pengaruh dalam mengurangi angka kejadian CAUTI. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat gambaran perilaku perawat dalam pencegahan infeksi saluran kemih dengan bundle ISK. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan deskriptif. Data yang diambil dengan teknik simple random sampling terhadap 107 responden perawat di ruang perawatan intensif dewasa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata pengetahuan, sikap, dan praktik perawat dalam kategori cukup baik. Rekomendasi terkait penelitian ini adalah perlunya pengembangan terhadap staf-staf keperawatan untuk meningkatkan perilaku dalam pencegahan infeksi saluran kemih pada pasien dengan kateter urin.

These infections result from the use of indwelling urinary catheters in patients and are one of the most prevalent infections in healthcare settings worldwide (CDC, 2017). This is related to the use of urinary catheters. The urinary tract infection prevention bundle has an influence in reducing the incidence of CAUTI. The purpose of this study was to look at the description of nurse behavior in preventing urinary tract infections with the UTI bundle. This research is a quantitative research with descriptive approach. Data were taken with simple random sampling technique to 107 nurse respondents in adult intensive care unit. The results showed that the average knowledge, attitudes, and practices of nurses were in the good enough category. Recommendations related to this study are the need for development of nursing staff to improve behavior in preventing urinary tract infections in patients with urinary catheters."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasya Khaerunnisa
"Penyakit infeksi merupakan penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri yang timbul sebagai respon tubuh terhadap stimulasi sistem imun. Salah satu obat yang banyak digunakan untuk mengatasi penyakit tersebut adalah antibiotik. Namun, penggunaan antibiotik yang tidak bijak akan mengakibatkan resistensi.
Penyakit Infeksi Saluran Kemih (ISK) di RSAB Harapan Kita merupakan salah satu infeksi utama maupun komorbid pada pasien anak yang tatalaksana pengobatannya menggunakan antibiotik. Namun, RSAB Harapan Kita belum menerapkan evaluasi kualitatif penggunaan antibiotik secara rutin. Tujuan dari tugas khusus ini adalah mengetahui ketepatan penggunaan antibiotik pada pasien anak rawat inap dengan ISK dan mengetahui peran apoteker dalam mengevaluasi penggunaan antibiotik di RSAB Harapan Kita.
Penggunaan antibiotik di RSAB Harapan Kita dievaluasi berdasarkan diagram alir Gyssens meliputi indikasi antibiotik, spektrum, dosis dan interval antibiotik, lama pemberian antibiotik harga, efektivitas dan keamanan antibiotik.
Berdasarkan hasil evaluasi, penggunaan antibiotik pada pasien anak rawat inap dengan ISK di RSAB Harapan Kita masih ada yang tidak tepat. Peran apoteker dalam mengevaluasi penggunaan antibiotik di RSAB Harapan Kita yaitu evaluasi kuantitatif penggunaan antibiotik menggunakan metode ATC/DDD, sedangkan evaluasi kualitatif belum dilaksanakan sepenuhnya di RSAB Harapan Kita dan masih terbatas pada antibiotik profilaksis bedah yang dilakukan oleh tenaga kesehatan lain.

Infectious diseases are diseases caused by microorganisms such as bacteria that arise as the body's response to immune system stimulation (Ministry of Health RI, 2021). One of the drugs that are widely used to treat the disease is antibiotics. However, unwise use of antibiotics will result in resistance.
Urinary Tract Infection (UTI) at RSAB Harapan Kita is one of the main and comorbid infections in pediatric patients whose treatment uses antibiotics. However, RSAB Harapan Kita has not implemented a qualitative evaluation of routine antibiotic use. The purpose of this special task is to determine the accuracy of antibiotic use in hospitalized pediatric patients with UTIs and to know the role of pharmacists in evaluating the use of antibiotics at RSAB Harapan Kita.
The use of antibiotics at RSAB Harapan Kita is evaluated based on the Gyssens flow chart including antibiotic indications, spectrum, dose and interval of antibiotics, duration of antibiotic administration price, effectiveness and safety of antibiotics.
Based on the evaluation results, the use of antibiotics in inpatient pediatric patients with UTIs at RSAB Harapan Kita is still inappropriate. The role of pharmacists in evaluating the use of antibiotics at RSAB Harapan Kita is quantitative evaluation of antibiotic use using the ATC / DDD method, while qualitative evaluation has not been fully implemented at RSAB Harapan Kita and is still limited to surgical prophylactic antibiotics carried out by other health workers.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Grady Krisandi
"Latar belakang: Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan penyakit infeksi peringkat kedua paling sering ditemukan di dunia. Bakteri merupakan penyebab terbanyak ISK. Antibiotika yang menjadi tata laksana utama sering digunakan secara empirik dan irasional sehingga memicu terjadinya peningkatan resistensi yang berpotensi menjadi multiresisten. Keterbatasan pilihan antibiotika yang dapat digunakan terhadap bakteri multiresisten mempersulit tata laksana ISK. Oleh karena itu, diperlukan studi mengenai pola kepekaan bakteri untuk menjadi panduan pengobatan ISK pada pasien rawat inap dan rawat jalan di Indonesia. 

Metode: Spesimen urin porsi tengah dikumpulkan dari pasien rawat inap dan rawat jalan dengan ISK di Jakarta dan Tangerang. Spesimen urin dikultur pada media agar darah dan MacConkey untuk mendapatkan pertumbuhan bakteri yang signifikan. Bakteri yang diisolasi dilakukan identifikasi dan diuji kepekaannya terhadap antibiotika melalui VITEK 2 compact system.

Hasil: Sampel urin berhasil didapat dari 43 pasien rawat inap dan 43 pasien rawat jalan. Dari 3 sampel urin memiliki 2 isolat bakteri berbeda sehingga terdapat 89 isolat bakteri dengan keragaman sebanyak 15 spesies bakteri. Pada pasien rawat inap didapatkan 4 bakteri Gram positif dan 42 bakteri Gram negatif, sedangkan pada pasien rawat jalan didapatkan 10 bakteri Gram positif dan 33 bakteri Gram negatif. Sebanyak 52 isolat bakteri bersifat multidrug-resistant (MDR) dengan dominasi oleh E. coli penghasil extended-spectrum beta lactamase (ESBL). Ertapenem, meropenem, amikasin, dan tigesiklin merupakan antibiotika yang masih memiliki kepekaan yang baik terhadap E. coli penghasil ESBL serta isolat bakteri MDR lainnya.

Kesimpulan: Bakteri E. coli penghasil ESBL merupakan bakteri MDR yang paling banyak ditemukan di Jakarta dan Tangerang. Ertapenem, meropenem, amikasin, dan tigesiklin merupakan antibiotika yang masih memiliki kepekaan yang baik terhadap E. coli penghasil ESBL serta isolat bakteri MDR lainnya.


Introduction: Urinary tract infection is ranked the second most common infectious disease. Antibiotics have been used to treat urinary tract infections. Irrational use of antibiotics give rise to multidrug-resistant bacteria. Antibiotics options to treat multidrugresistant bacteria are limited which complicates the treatment of urinary tract infection. Besides that, studies in Indonesia regarding the susceptibility pattern of urinary tract infection bacteria is still limited. Thus, this study is conducted to report the pattern of bacteria and its susceptibility towards antibiotics in inpatients and outpatients in Indonesia.

Method: Inpatients and outpatients with urinary tract infections in Jakarta and Tangerang were taken midstream urine specimens. The urinary specimens were cultured in MacConkey blood agar culture media and significant bacterial growth were reported. Significant bacterial growth from urinary specimens were further isolated to be identified and tested for antibiotic susceptibility through VITEK 2 compact system.

Result: Urinary samples were taken from 43 inpatients and 43 outpatients. 3 urinary samples had 2 bacterial isolates which resulted in 89 bacterial isolates consisting of 15 bacterial species. Patients in inpatient care had 4 Gram positive bacteria and 42 Gram negative bacteria, while patients in outpatient care had 10 Gram positive bacteria and 33 Gram negative bacteria. 52 bacterial isolates were multidrug-resistant (MDR) with extended spectrum beta lactamase-producing (ESBL) E. coli being the most common. Ertapenem, meropenem, amikacin, and tigecycline are the antibiotics which still have good susceptibility towards ESBL-producing E. coli and other MDR bacteria.

Conclusion: ESBL-producing E. coli was the most common MDR bacteria in Jakarta and Tangerang. Ertapenem, meropenem, amikacin, and tigecycline are the antibiotics which still have good susceptibility towards ESBL-producing E. coli and other MDR bacteria."

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmah Amran
"ISK tidak bergejala sering terjadi pada wanita hamil dengan prevalensi di Indonesia sebesar 7,3%. ISK tidak bergejala pada wanita hamil yang tidak ditatalaksana dengan segera dapat mempengaruhi kesehatan ibu dan janin yang dikandungnya. Kultur urin sebagai diagnosis baku emas ISK membutuhkan waktu sekitar seminggu dan biaya yang cukup mahal. Oleh karena itu, uji mikroskopik urin dengan atau tanpa sentrifugasi menjadi salah satu pilihan untuk membantu diagnosis dini ISK. Penelitian uji mikroskopik dilakukan pada 74 sampel urin disentrifugasi dan tidak sentrifugasi, dari 317 sampel urin wanita hamil yang berobat ke enam Puskesmas di Jakarta dengan uji nitrit positif.
Hasil uji mikroskopik bakteriuria dan leukosituria dibandingkan dengan hasil kultur urin. Sensitivitas bakteriuria yang disentrifugasi menunjukan hasil yang paling baik dibandingkan dengan parameter uji mikroskopik lain, yaitu 74% dengan nilai p yang bermakna sebesar 0,009. Kombinasi bakteriuria dan leukosituria ≥3/LPB dan >5/LPB dapat meningkatkan spesifisitas uji dengan nilai 91,5% dan 93,6% pada urin yang tidak disentrifugasi.
Hasil ini menunjukkan bahwa bakteriuria pada urin yang disentrifugasi, merupakan metode yang paling baik untuk menbantu diagnosis dini ISK tidak bergejala pada wanita hamil. Uji kombinasi bakteriuria dan leukosituria, serta uji leukosituria ≥3/LPB dan >5/LPB dapat dimanfaatkan untuk membantu secara dini menyingkirkan orang yang tidak mengalami ISK.

Asymptomatic urinary tract infection commonly happened in pregnant women with the prevalence in Indonesia reached 7.3%. Untreated asymptomatic bacteriuria could affect maternal and fetal health. As gold standard diagnostic modality, urine culture took around a week and was not cost-effective. Therefore, microscopic examination using centrifuged or uncentrifuged urine sample is an option to support early diagnosis of UTI. Microscopic analysis was conducted in 74 centrifuged and uncentrifuged urine samples from 317 pregnant who came to six healthcare centres in Jakarta which showed positive result of nitrite examination.
The results of microscopic examination of bacteriuria and leukocyturia were compared with urine culture. Sensitivity of centrifuged bacteriuria was the highest among the other microscopic parameters, which was 74% with the p value of 0.009. Combination of bacteriuria and leukocyturia ≥3/HPF dan >5/HPF were increased the sepecificity with the value of 91.5% and 93.6% in uncentrifuged urine.
This result showed that the best method of microscopic examination for early diagnosis of asymptomatic urinary tract infection in pregnant women is detection of bacteriuria in centrifuged urine. Combination of bacteriuria and leukosituria test, as well as leukosituria ≥3/HPF and >5/ HPF can be used to rule out the diagnosis of UTI at an early stage.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>