Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 104620 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Umar Suratinojo
"Latar Belakang : Kanker payudara sampai saat ini masih merupakan masalah bagiwanita di seluruh dunia. Meskipun telah banyak kemajuan dalam hal skrining, deteksidini dan penatalaksanaannya, progresivitas penyakit ini tetap berlanjut. Kankerpayudara masih menjadi penyebab kematian utama akibat kanker pada seluruh wanitadan merupakan kanker yang paling sering terdiagnosa pada wanita di 140 dari 184negara di seluruh dunia termasuk negara berkembang seperti Indonesia dimana 87 berada pada stadium lanjut stadium IIIA, IIIB, IV. Keberadaan pasien yang datangberobat pada stadium lanjut, menimbulkan berbagai masalah morbiditas dan mortalitasyang menurunkan kualitas hidup, serta survival rate. Untuk memperkirakanprogresivitas dan perkembangan kanker diperlukan biomarker tertentu sebagaipenanda prognosis dan prediktif. Berbagai faktor prediktif dan prognostik telahdigunakan dalam penanganan kanker payudara. PAI-1 Plasminogen activatorInhibitor-1 sebagai bagian dari sistem aktivator plasminogen telah diketahuimerupakan faktor prognostik independen yang kuat untuk disease-free survial andoverall survival. Peningkatan kadar dan ekspresi PAI-1 pada penelitian klinissebelumnya sering menunjukkan prognosis buruk. Tetapi pada penelitian invivomenunjukkan bahwa PAI-1 memiliki peran ganda. Di satu sisi PAI-1 berperan dalammenekan perkembangan kanker dengan memblok angiogenesis, tetapi disisi lain jugadapat mempromosikan perkembangan kanker dengan meningkatkan angiogenesis danmemblok apoptosis. Tetapi apakah PAI-1 dapat menekan perkembangan kankerataukah sebaliknya mempromosikan perkembangan kanker, hal ini yang menjadipertanyaan penulis. Untuk itu penulis akan mencoba meneliti seberapa jauh peranPAI-1 dalam memprediksi kemungkinan survival rate dihubungkan dengan faktorklinikopatologi pada kanker payudara stadium lanjut.
Metode penelitian : Penelitian ini merupakan penelitian prognostik yang menilaisurvival rate dengan metode hystorical cohort analitik pada pasien Kanker payudarastadium IIIB dan IV. Sebanyak 58 dari 86 penderita kanker payudara stadium IIIB danIV di Rumah Sakit Kanker Dharmais dilakukan pemeriksaan ekspresi PAI-1 melaluipemeriksaan immunohistokimia dari jaringan kanker payudara dengan menggunakanantibody PAI-1 Santa Cruz Biotechnology, inc. PAI-1 C-9 : sc-5297 a mousemonoclonal antibody raised against amino acids 24-158 of PAI-1 of human origin pengenceran 1 : 50. Kemudian dilanjutkan analisa survival untuk mendapatkan dataprognosis PAI-1 dan dinilai pula faktor klinikopatologi yang berpengaruh terhadapekspresi PAI-1.
Hasil : Dengan cut off sebesar 90 didapatkan sensitivitas pemeriksaan ekspresi PAI-1sebesar 84,7 dan spesifisitas 60. Dari hasil analisa statistik, ternyata terdapathubungan yang bermakna antara ekspresi PAI-1 dan survival rate dengan HR 4,08 IK95 1,75 - 9,50 dengan nilai p=0,001. Selanjutnya melalui analisis survival denganKaplan-Meier menunjukkan ada perbedaan survival rate yang bermakna antara kelompok ekspresi PAI-1 yang tinggi dengan PAI-1 yang rendah pada kankerpayudara stadium lanjut log rank p=0,001 , dimana kelompok PAI-1 yang tinggimemiliki lama hidup 1408 hari, sedangkan PAI-1 yang rendah memiliki lama hidup540 hari jadi terdapat selisih 868 hari. Ekspresi PAI-1 tidak berhubungan denganfaktor-faktor kliniko-patologi, kecuali grade didapatkan RR 1,5 IK95 1,2-1,8.
Kesimpulan : Pasien kanker payudara stadium lanjut dengan ekspresi PAI-1 yangtinggi memiliki survival yang lebih baik dibanding dengan PAI yang rendah. EkspresiPAI-1 pada kanker payudara stadium lanjut tidak berhubungan dengan faktor klinikopatologikecualigrade.

Background: Breast canceissue for women around the world. Although there has been much progrr is aness in terms of screening, early detection and management, progression of the disease continues, breast cancer is still the leading cause of death from cancer in all women and is the most common cancer diagnosed in women in 140 of 184 countries around the world including developing countries such as Indonesia where 87 are at an advanced stage stage IIIA, IIIB, IV. The existence of the patients who come for treatment at an advanced stage causes many problems in morbidity, mortality, and decrease quality of life, resulting in low survival rate. To predict the progression and development of the cancer we need specific biomarkers as prognostic and predictive markers. PAI 1 Plasminogen activator inhibitor 1 as part of plasminogen activator system has been known to be a strong independent prognostic factor for disease free and overall survival. Increased levels and the expression of PAI 1 in the previous clinical studies often indicate a poor prognosis. But in vivo studies indicate that PAI 1 has a dual role. On one side the PAI 1 plays a role in suppressing the development of cancer by blocking angiogenesis, but on the other hand it can also promote the development of cancer by increasing angiogenesis and blocks apoptosis. Does PAI 1 suppress the development of cancer or promote the development of cancer, is the question of this study. The writer will study the role of PAI 1 in predicting the likelihood of survival rate associated with clinicopathologic factors in advanced breast cancer.
Research method: This study assess the prognostic survival rate with hystorical cohort analytic methods in breast cancer patients with stage IIIB and IV. A total of 58 from 86 patients with breast cancer stage IIIB and IV at Dharmais Cancer Hospital was tested for expression of PAI 1 through immunohistochemistry assay of breast cancer tissue using antibody PAI 1 Santa Cruz Biotechnology, Inc., PAI 1 C 9 sc5297 a mouse monoclonal antibody raised against amino acids 24 158 of PAI 1 of human origin dilution 1 50. Survival analysis was done to obtain the prognostic data of PAI 1 and rated the clinicopathologic factors that influence the expression of PAI1.
Result: With a cut off of 90, expression of PAI 1 test has 84.7 sensitivity and 60 specificity. Statistical analysis shows a significant correlation between the expression of PAI 1 and survival rate with HR 4.08 95 CI 1.75 to 9.50 , with p 0.001. Furthermore, survival analysis by Kaplan Meier showed significant differences in survival rate between the group of high expression of PAI 1 and low expression PAI 1 in advanced breast cancer log rank p 0.001 , where the group with high PAI 1 has 1408 days of survival life, while the group with low PAI 1 has 540 days of survival life, with difference of 868 days. Also the expression of PAI 1 shows not significant correlation with clinicopatologycal factors except grade RR 1,5 IK95 1,2 1,8.
Conclusion: Advanced breast cancer patients with the expression of high PAI 1 hadbetter survival compared with low PAI 1. The expression of PAI 1 in Advancedbreast cancer was not associated with clinicopathologycal factors excepted grade.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dedy Hermansyah
"Latar Belakang: Pada tahun 2012, lebih dari 50% pasien kanker payudara di RSCM berada pada stadium lanjut. Five years survival pasien kanker payudara stadium 3 sebesar 72% sedangkan pada stadium 4 hanya 22% meski telah mendapat terapi adekuat. Neoangiogenesis merupakan faktor biologimolekuler yang paling berperan dalam survival rate pasien kanker. Terdapat banyak marker terjadinya neoangiogensis di manusia, namun hanya CD105 yang spesifik menandakan angiogenesis intratumoral.
Metode penelitian: Dilakukan studi kohort retrospektif analitik menggunakan 32 data rekam medis pasien RS Kanker Dharmais dari tahun 2011 – 2014 yang telah dipilih secara random. Sediaan sel kanker dari pasien dibuat blok parafin dan dibaca lalu dilakukan analisis univariate dan multivariat memakai SPSS versi 17.0 dan MedCalc.
Hasil: Hasil analisis bivariat antara ekspresi CD105 dengan survival rate adalah: crude HR 1,724 (IK 95% 0,693-4,288) dengan nilai p= 0,241. Median survival kelompok ekspresi CD105 positif 1113 hari dan kelompok CD105 negatif 794 hari. Dilihat dari klinikopatologi, didapatkan hubungan bermakna antara usia dan ekspresi CD105 (p= 0,034). Terdapat lebih banyak subjek dengan CD105 negatif dibanding yang positif baik pada grade 3B maupun 4 (69% dan 63,3%). Terdapat hubungan terbalik antara ekspresi CD105 dengan reseptor hormonal dan hubungan antara ekspresi PR dengan ekspresi CD105 (p = 0,042) serta terdapat hubungan positif antara ekspresi HER2 dengan CD105.
Kesimpulan: Pada penelitian ini, CD105 belum dapat digunakan sebagai faktor prognostik pada pasien kanker payudara stadium lanjut, namun CD105 yang tinggi memiliki survival yang lebih rendah dibanding dengan CD105 rendah, serta ditemukan hubungan antara ekspresi CD105 dengan usia dan PR.

Background: In 2012, more than 50% of breast cancer patients in Cipto Mangunkusumo Hospital were advanced breast cancer patients. Stage 3 breast cancer patients have five years survival rate by 72%, while whose in stage 4 only by 22% even after receiving adequate treatment. Neoangiogenesis is the most important biomolecular factor which affect the survival rate of cancer patients. There are many angiogensis maker which has proven can describe neoangiogenesis occurrence ini human body, but only CD105, which is specifically describe the intratumoral angiogenesis occurence.
Methods: We studied a retrospective cohort analytic uses 32 randomized datas from patient medical records Dharmais Cancer Hospital from year 2011 - 2014 for the survival analysis and prognostic factors. The preparate of the patient's cancer cells were made into paraffin blocks and and the results analized using univariate and multivariate analysis taking SPSS version 17.0 and medcalc.
Results: The results of the bivariate analysis between the expression of CD105 with the survival rate is: crude HR 1.724 (95% CI 0.693 to 4.288), with p = 0.241. Median survival of CD105 positive group is 1113 when the negative group was 794 days. From the clinicopathologic side, there was a significant relationship between age and CD105 expression (p = 0.034). There is far more subject to the negative than positive CD105 either on grade 3B and 4 (69% and 63.3%). There is an inverse relationship between the expression of CD105 with hormonal receptors and the relationship between the expression of CD105 with PR expression was statistically significant (p = 0.042), meanwhile there’s positive relation between HER2 and CD105 expression.
Conclusion: In this experiment, CD105 cannot be used as prognostic factor in late stage breast cancer patients, but patients with high CD105 has lower survival rate than the low CD105 ones. There are significant relationship between CD105 expression with age and PR.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Heru Prasetyo
"Latar belakang: Kanker ovarium khususnya jenis epitelial merupakan salah satu kanker tersering yang diderita oleh perempuan dengan angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi. Hingga saat ini, beberapa penelitian telah meneliti berbagai faktor prognostik pada kanker ovarium, khususnya trombosit yang secara patofisiologi memiliki hubungan dengan berbagai marker inflamasi pada kanker. Tujuan: (1) Membuktikan bahwa trombositosis sebagai faktor prognosis pada pasien kanker ovarium jenis epitelial (2) Membuktikan angka OS selama 3 tahun pada pasien kanker ovarium jenis epitelial dengan trombositosis lebih buruk dibandingkan tanpa trombositosis. Metode: Penelitian ini menggunakan studi kohort retrospektif menggunakan data rekam medis pasien kanker ovarium epitelial yang terdaftar pada cancer registry Departemen Obstetri dan Ginekologi Divisi Onkologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada tahun Januari 2014- Juli 2016. Pengamatan dilakukan saat subjek pertama kali didiagnosis kanker ovarium hingga terjadi peristiwa hidup, meninggal, atau hilang dari pengamatan dalam waktu 3 tahun. Hasil: Didapatkan 220 subjek penelitian yang merupakan populasi terjangkau dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Dari 220 subjek penelitian, 132 (60%) dari 220 subjek penelitian merupakan pasien dengan kanker ovarium stadium lanjut (Stadium II/III/IV). Trombositosis didapatkan pada 94 orang subjek penelitian (42,7%). Pasien dengan kanker stadium lanjut memiliki risiko trombositosis yang lebih tinggi dibandingkan subjek pada stadium awal (p=0,005;OR=2,329). Meski begitu, ada atau tidaknya trombositosis secara statistik tidak bermakna pada OS selama 3 tahun (p=0,555). Terdapat mean time survival yang lebih rendah pada pasien dengan trombositosis tetapi tidak ada perbedaan hazard ratio yang bermakna antara subjek dengan atau tanpa trombositosis (p=0,399). Pada penelitian ini, didapatkan faktor prognostik yang bermakna pada OS selama 3 tahun antara lain adalah ada tidaknya asites (HR=3,425; p=0,025), stadium (HR=9,523; p=0,029) dan residu tumor ≥ 1 cm (HR=4,137; p=0,015) dengan stadium kanker ovarium merupakan faktor independen (HR=9,162; p=0,033). Sensitivitas dan spesifisitas trombositosis terhadap kanker ovarium stadium lanjut didapatkan sebesar 50,75% dan 69,32%. Kesimpulan: Trombositosis sebagai faktor prognostik pada pasien kanker ovarium jenis epitelial tidak dapat dibuktikan dan angka OS selama 3 tahun pada pasien dengan trombositosis dibandingkan dengan pasien tanpa trombositosis tidak bermakna secara statistik.

Background: Ovarian cancer, especially, epithelial ovarian cancer is one of the most common cancer in women with high rate of mortality and morbidity. Some studies have found that some biological factors that can be used as a prognostic factor for epithelial ovarian cancer, particularly, thrombocytes which pathophysiologically correlates with inflammation markers in cancer. Aim: (1) To determine thrombocytosis as a prognostic factor for epithelial ovarian cancer. (2) To determine that 3-year overall survival in epithelial ovarian cancer with thrombocytosis is significantly shorter than patients without thrombocytosis. Method: This study is a retrospective cohort study using medical record of patients with epithelial ovarian cancer which are registed in the cancer registry of Oncology Division in Obstetric and Gynecology Department, Cipto Mangunkusumo Hospital from January 2014 until July 2016. Datas were collected when subjects were first diagnosed with epithelial ovarian cancer until diseases outcomes (survive, death, or loss to follow up) were identified in 3 years. Result: Out of 220 subjects, 132 (60%) were patients with advanced stage epithelial ovarian cancer (stage II/III/IV). 94 (42,7%) subjects had thrombocytosis. Patients with advanced stage of disease had higher risk of having thrombocytosis than the ones with earlier stage (p=0,005;OR=2,329). Correlation between thrombocytosis and 3-year overall survival was known to be insignificant (p=0,555). There was shorter mean time survival between patients with thrombocytosis and the ones without but the there was no significant difference in hazard ratio between the two groups. In this study, several prognostic factors of epithelial ovarian cancer were identifed such as ascites (HR=3,425; p=0,025), stage of disease (HR=9,523; p=0,029), and post-operative residual tumor ≥ 1 cm (HR=4,137; p=0,015) with stage of disease being the independent prognostic factor (HR=9,162; p=0,033). Sensitivity and specificity of thrombocytosis to advance stage of epithelial ovarian cancer were found to be 50,75% and 69,32%, respectively. Conclusion: Thrombocytosis as a prognostic factor in patients with epithelial ovarian cancer cannot be proven statistically. There is also no significant difference of 3-year overall survival between patients with or without thrombocytosis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58866
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ubaidillah
"Latar Belakang: Prognosis pasien kanker payudara Triple Negative (TNBC) lebih buruk dibandingkan dengan kanker payudara tipe lain. Hal ini seringkali dikaitkan dengan terjadinya peningkatan ekspresi PD-L1 pada pasien TNBC. Hubungan PD-L1 dengan kesintasan pada kanker payudara triple negative masih belum sepenuhnya dipahami dan beberapa penelitian menyatakan hasil yang masih berbeda-beda. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pola ekspresi PD-L1 dihubungkan dengan kesintasan pasien TNBC.
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian kohort retrospektif. Subjek penelitian adalah pasien TNBC yang berobat di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, dilakukan pemeriksaan ekspresi PD-L1 dari jaringan kanker payudara dengan menggunakan pewarnaan PD-L1, ditentukan follow-up selama tiga tahun. Kemudian dilanjutkan analisa survival untuk mendapat data prognosis PD-L1 dan dinilai juga faktor klinikopatologi yang berpengaruh terhadap ekspresi PD-L1. Analisis statistik dilakukan menggunakan software SPSS 20.
Hasil : Dari 40 sampel yang diteliti, sebagian besar sampel memiliki ekspresi PD-L1 positif (67,5%). Sebanyak 14 subjek (51,9%) dengan PD-L1 positif dan 5 subjek (38,5%) dengan PD-L1 negatif meninggal pada pengamatan selama 36 bulan. Subjek yang meninggal memiliki rata-rata waktu survival sebesar 19 bulan dengan waktu terpendek 3 bulan dan paling lama 35 bulan serta paling sering muncul adalah 11 bulan. Rata-rata durasi overall survival didapatkan sebesar 27,78 ± 1,69 bulan. Sementara itu, pada kelompok PD-L1 positif rata-rata durasi survival sebesar 26,56 ± 2,15 bulan dan pada kelompok PD-L1 negatif rata-rata durasi survival sebesar 30,31 ± 2,57 bulan.
Kesimpulan : Durasi rata-rata survival pasien TNBC dengan ekspresi PD-L1 positif lebih rendah dibandingkan ekspresi PD-L1 negatif. Akan tetapi ekspresi PD-L1 secara statistik tidak berhubungan signifikan dengan survival pasien TNBC selama tiga tahun massa follow up.

Background: Triple Negative Breast Cancer (TNBC) prognosis is the worst compared to other types of breast cancer. This is often associated with an increase PD-L1 expression in TNBC patients. The PD-L1 relationship with survival in the negative triple breast cancer is still not fully understood and some studies declare the results that are still different. This research was conducted to determine the pattern of PD-L1 expression associated with the survival of TNBC patients.
Methods: This research was a retrospective cohort study. The subjects were TNBC patients who were treated at Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, examined the expression of PD-L1 from breast cancer tissue using PD-L1 staining, was determined by three years follow-up. Then proceed with survival analysis to obtain prognostic data for PD-L1 and also clinicopathological factors that affect PD-L1 expression. Statistical analysis was performed using SPSS 20 software.
Results: Of the 40 samples studied, most of the samples had positive PD-L1 expressions (67.5%). A total of 14 subjects (51.9%) with PD-L1 positive and 5 subjects (38.5%) with PD-L1 negative died on observation for 36 months. The subjects that did not survive had an average of 19 months of survival time with the shortest time of 3 months and a maximum of 35 months and most often appears is 11 months. The average duration of overall survival was 27.78 ± 1.69 months. In the PD-L1 positive group, mean overall survival was 26.56 ± 2.15 months and in the PD-L1 negative group, mean overall survival was 30.31 ± 2.57 months.
Conclusion: The average duration of survival of TNBC patients with positive PD-L1 expression was lower than that of negative PD-L1 expression. However, PD-L1 expression was not significantly associated with the survival of TNBC patients during the three-year follow-up period.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rainey Ahmad Fajri Putranta
"Pendahuluan: Kanker serviks stadium IVB terdiri dari 2% kasus kanker serviks diseluruh dunia. Berdasarkan panduan yang ada, tatalaksana kanker serviks IVB bersifat paliatif. Radioterapi lokoregional dosis lengkap menjadi salah satu modalitas yang mungkin berperan dalam tatalaksana kanker serviks IVB. Sintasan keseluruhan kanker serviks IVB adalah 18% dalam 5 tahun. Sintasan keseluruhan dipengaruhi berbagai faktor prognostik. Studi ini menilai peran radioterapi lokoregional dosis lengkap pada kasus kanker serviks IVB dilihat dari sintasan keseluruhan dibandingkan dengan terapi lain sesuai pedoman, serta faktor prognostik untuk sintasan keseluruhan dari kanker serviks IVB. Metode: Studi ini menggunakan desain kohort retrospektif pada pasien kanker serviks IVB di Instalasi Pelayanan Terpadu Onkologi Radiasi (IPTOR) RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta (RSCM) pada tahun 2017 hingga yang menyelesaikan terapi pada April 2022. Analisis data menggunakan SPSS versi 27 dan Microsoft Excel. Faktor prognostik dinilai dengan uji multivariat cox-regression, sedangkan peran radioterapi lokoregional dosis lengkap dinilai dengan uji log-rank dan grafik Kaplan-meier. Dilakukan analisis subgrup pada pasien yang dilakukan radioterapi lokoregional untuk menilai peran brakiterapi dan kemoterapi konkuren. Studi ini sudah memperoleh persetujuan dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan RSCM. Hasil: Terdapat 23 pasien pada lengan radioterapi dosis lengkap dan 52 pasien yang diberikan terapi lain. Radioterapi lokoregional dosis lengkap meningkatkan median sintasan keseluruhan hingga 15 bulan (22 vs 7 bulan, p=0.001), begitu juga dengan kemoterapi dosis penuh yaitu 14 bulan (22 vs 8 bulan, p=0.033). Brakiterapi dapat meningkatkan sintasan keseluruhan hingga 15 bulan (p=0.004). Radioterapi dosis lengkap (HR=0.24, p<0.001, 95%CI 0.11-0.55), kemoterapi dosis penuh (HR=0.13, p<0.050, 95%CI 0.02-1.00), dan hemoglobin <11g/dL (HR=2.44, p=0.022, 95%CI 1.14-5.21) merupakan faktor prognostik terhadap sintasan keseluruhan pada pasien kanker serviks IVB. Kesimpulan: Studi ini merupakan studi pertama di Indonesia yang membahas keluaran radioterapi lokoregional dosis lengkap pada sintasan keseluruhan pasien kanker serviks IVB. Radioterapi lokoregional dosis lengkap dengan brakiterapi (dilanjutkan dengan kemoterapi dosis penuh) dapat meningkatkan sintasan keseluruhan dan dapat menjadi salah.

Introduction: Stage IVB (metastatic) cervical cancer comprises 2% of cervical cancer cases worldwide. Based on existing guidelines, the principal intent for stage IVB cervical cancer is palliative therapy. Complete dose locoregional radiotherapy is one of the modalities that may play a role in metastatic cervical cancer management. The 5-year overall survival of stage IVB cervical cancer is 18%. Various prognostic factors influenced overall survival. This study assessed the role of complete-dose locoregional radiotherapy in cases of metastatic cervical cancer in terms of overall survival compared to other therapies according to guidelines, as well as prognostic factors for overall survival of IVB cervical cancer. Methods: This study used a retrospective cohort design in IVB cervical cancer patients at the Instalasi Pelayanan Terpadu Onkologi Radiasi (IPTOR) RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta (RSCM) in 2017 until completing therapy in April 2022. Data analysis was conducted using SPSS version 27 and Microsoft Excel. Cox-regression multivariate analysis is used to assess prognostic factors. The log-rank test and Kaplan-meier chart defined the role of complete-dose locoregional radiotherapy on overall survival. Subgroup analysis was performed on patients undergoing locoregional radiotherapy to assess the role of brachytherapy and concurrent chemotherapy. This study has received approval from the RSCM Health Research Ethics Commission. Results: 23 patients in the complete-dose radiotherapy arm & 52 others got other therapies. Complete-dose locoregional radiotherapy increased overall survival to 15 months (22 vs 7 months, p=0.001), as did full-dose chemotherapy, by 14 months (22 vs 8 months, p=0.033). Brachytherapy increased overall survival by up to 15 months (p=0.004). Complete-dose radiotherapy (HR=0.24, p<0.001, 95%CI 0.11-0.55), full-dose chemotherapy (HR=0.134, p<0.050, 95%CI 0.018-1.000), and hemoglobin <11g/dL (HR=2.44), p=0.022, 95%CI 1.14-5.21) are prognostic factors for overall survival in cervical cancer patients with IVB. Conclusion: This is the first study in Indonesia to discuss the outcome of complete-dose locoregional radiotherapy on the overall survival of IVB cervical cancer patients. Complete-dose locoregional radiotherapy with brachytherapy can improve overall survival. This therapy (followed by full-dose chemotherapy) can be considered as a new option for therapeutic modality for metastatic cervical cancer mangement."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yasser Jayawinata
"Kanker payudara merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar di Indonesia di mana sekitar 42,7% datang pada stadium lanjut lokal. Pemberian kemoterapi neoajuvan pada stadium lanjut lokal bertujuan mengecilkan ukuran tumor sehingga dapat dilakukan operasi dan menurunkan mortalitas. Salah satu prediktor untuk mengetahui keberhasilan kemoterapi neoajuvan adalah Ki-67, yaitu protein non-histone yang ekspresinya tinggi saat proliferasi sementara obat-obatan kemoterapi bekerja efektif pada fase proliferasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran Ki-67 sebagai faktor prediktor terhadap respons kemoterapi neoajuvan pada pasien KPDLL. Metode: Penelitian ini merupakan studi kohort retrospektif dengan kriteria inklusi adalah pasien dengan diagnosis kanker payudara stadium lanjut lokal dan mendapatkan kemoterapi neoajuvan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) sejak 1 Januari 2014- 31Desember 2019. Cut-off ekspresi Ki-67 adalah 20%. Respons klinis kemoterapi neoajuvan dinilai berdasarkan kriteria WHO yang diukur setelah pemberian kemoterapi ketiga. Respons kemoterapi ini dikelompokkan menjadi respons baik (complete response dan partial response) dan respons buruk (stable disease dan progresive response). Hasil: Pasien kanker payudara lanjut lokal rata-rata berusia 50 tahun, ukuran tumor terbanyak T4 (90,4%), keterlibatan kelenjar getah bening N1 (52,1%), jenis histopatologi NST (71,3%), grade 2 (54,4%), ER positif (78,7%), PR positif (70,2%), HER2negatif (58,5%), Ki67 tinggi (70,2%), dan luminal B (56,4%). Lima puluh dua koma satu persen subjek memiliki respons kemoterapi buruk. Tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik antara ekspresi Ki-67 dengan respons kemoterapi (p= 1). Bila dihitung presentase sisa tumor, pasien dengan ekspresi Ki-67 tinggi memiliki persentase sisa tumor 74,6%, pasien dengan ekspresi Ki-67 rendah rata-rata tidak mengalami penurunan ukuran tumor dengan sisa tumor 103,8% (p= 0,977). Simpulan: Tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik antara ekspresi Ki-67 dan respons kemoterapi neoajuvan pada kanker payudara stadium lanjut lokal di RSCM.

Breast cancer is one of the most common health problems in Indonesia where 42.7% of patients have been diagnosed with Locally Advanced Breast Cancer (LABC). Neoadjuvant chemotherapy (NAC) is aimed to decrease the tumor size to be operable and decrease mortality. Ki-67 is highly expressed in the cell proliferation phase, while chemotherapy agents work effectively by targeting this proliferation. This study evaluates the utility of Ki-67 in LABC patients of the Asian-Indonesian population. Methods: This is a retrospective cohort study. Ki-67 data was from the medical record based on the immunohistochemistry staining with >20% cut off point. Clinical response was measured based on the WHO criteria after the third chemotherapy cycle, classified as good response (complete response and partial response) and poor response (stable disease and progresive response). Result: The majority of subjects in this study were 50 years old, with T4 tumor size (90.4%), N1 lymph node involvement (52.1%), NST histopathological type (71.3%), grade 2 (54.4%), ER-positive (78.7%), PR-positive (70.2%), HER2-negative (58.5%), high Ki67 expression (70.2%), and luminal B subtype (56.4%). 52.1% of all subjects showed ‘poor’ clinical responses to NAC. There was no significant association between subjects’ characteristics and the NAC Clinical response. Moreover, there was no significant association between Ki-67 and chemotherapy clinical response (p=1). Residual tumor size was 74.6% in high Ki-67 group and 103.8% in low Ki-67 group (p= 0.977). Conclusion: There is no statistically significant association between Ki-67 expression and NAC clinical response of LABC patients in Indonesia."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ridho Ardhi Syaiful
"ABSTRAK
Objektif: Pembedahan merupakan tatalaksana paliatif utama dari kanker periampular stadium lanjut, namun hal tersebut memiliki angka komplikasi postoperatif, rekurensi penyakit, dan mortalitas yang tinggi. Objektif dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui faktor prognostik dan sintasan penyakit selama 1 tahun dari kanker periampular stadium lanjut pada Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Metode: Penelitian ini merupakan uji analisis sintas dengan desain kohort retrospektif. Data dikumpulkan dari pendaftaran per bulan dari Divisi Bedah Digestif dan rekam medis dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dari Januari 2015 hingga Desember 2017. Sintasan penyakit satu tahun dianalisis dengan metode Kaplan-Meier. Dilakukan analisis bivariat dan multivariat dari masing-masing variabel pada sintasan satu tahun pasien. Hasil: Sintasan penyakit selama 1 tahun dari pasien post-double bypass yaitu 19% dengan median (minimal-maksimal) sintasan yaitu 159 (2-365) hari. Berdasarkan perbandingan antarkelompok sintasan pasien, hemoglobin (p=0,013) dan klasifikasi ASA (p=0,001) memiliki estimasi sintasan yang bermakna secara statistik. Pada analisis multivariat, jenis kelamin (p=0,250, HR=3,910) dan nilai laboratorium preoperatif (albumin (p=0,350, HR=0,400), aspartat aminotransferase (AST) (p=0,13, HR=5,110) dan alanin aminotransferase (ALT) (p=0,280, HR=0,05)) berhubungan dengan sintasan. Kesimpulan: Sintasan selama 1 tahun pada pasien post-double bypass pada Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo rendah. Laju mortalitas satu bulan yang rendah mengindikasikan bahwa double bypass merupakan prosedur yang aman. Faktor prognostik yang berhubungan dengan sintasan yang rendah yaitu jenis kelamin perempuan dan nilai laboratorium preoperatif (albumin, AST, ALT).

ABSTRACT
Objective: Surgery is the main palliative treatment of advanced periampullary cancer, however it has high number of post-operative complication, disease recurrence and mortality. The objective of the current study was to examine prognostic factors and one year survival rate of advanced stage periampullary cancer in Cipto Mangunkusumo Hospital. Methods: This is a survival analysis test study with retrospective cohort design. Data were collected from monthly registration of Digestive Surgery Division and medical records from Cipto Mangunkusumo Hospital from January 2015 until December 2017. One year survival rate were analyzed with Kaplan-Meier method. Bivariate and multivariate analysis of each variable on one year survival of the patient were done. Result: One year survival rate of the post-double bypass patients is 19% with median (min-max) survival 159 (2-365) days. From the comparison of survival rate based patients grouping, hemoglobin (p=0.013) and ASA classification (p=0.001) have significant survival estimation statistically. In multivariate analysis, gender (p=0.250, HR=3.910) and preoperative laboratory values (albumin (p=0.350, HR=0.400), aspartate aminotransferase (AST) (p=0.13, HR=5.110) and alanine aminotransferase (ALT) (p=0.280, HR=0.05)) are associated with survival rate. Conclusion: One year survival rate of post double bypass patients in Cipto Mangunkusumo hospital is low. Low one month mortality rate indicates double bypass is a safe procedure. Prognostic factors that associated with lower survival are woman gender and preoperative laboratory value (albumin, AST, ALT)."
2018
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Cahya Candra
"ABSTRAK
Kanker menunjukkan suatu potensi untuk invasi baik in vitro maupun in vivo. Proses ini dimediasi oleh Methaderin (MTDH). Hipoksia-inducible factor-2α (HIF-2α) dapat meningkatkan ekspresi MTDH; Namun, sedikit diketahui tentang korelasi antara HIF-2α dan MTDH ekspresi dalam kanker payudara. Suatu studi telah menyelidiki hubungan antara HIF-2 dan MMP9. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara HIF-2 dan MTDH. Desain penelitian ini adalah analisis berpasangan dengan 48 sampel jarinagn kanker payudara sebelum dan sesudah Kemoterapi dan terapi hormonal yang terdiri dari 20 terapi hormonal dan 28 kemoterapi. Ekspresi mRNA HIF-2 dan MTDH diukur dengan menggunakan QRT-PCR. HIF-1 ekspresi protein dideteksi oleh teknik enzyme linked immunosorbent assay (ELISA). Peningkatan ekspresi relatif mRNA HIF-2 dan MTDH setelah terapi tidak signifikan (p> 0,05, Mann Whitney) dibandingkan sebelum terapi. Peningkatan ekspresi relatif mRNA HIF-2 dan MTDH pada derajat histopatologi III tidak signifikan (p> 0,05, Mann Whitney) dibandingkan dengan histopatologi I dan II. Peningkatan ekspresi relatif mRNA HIF-2 dan MTDH pada usia > 40 tahun tidak signifikan (p> 0,05, Mann Whitney) dibandingkan dengan <40 tahun. Spearman analisis korelasi mengungkapkan bahwa HIF-2α dan ekspresi MTDH secara signifikan berkorelasi (r = 0,632; P = 0.000). Hasil ini menunjukkan bahwa tingginya ekspresi HIF-2α dikaitkan dengan buruk nya prognosis pada pasien dengan kanker payudara dan menjadikan bahwa HIF-2α dan MTDH bisa menjadi penanda dari perkembangan kanker payudara.

ABSTRACT
Malignant cells show increased invasion potency in vitro and in vivo. This process is considered to be mediated by Methaderin (MTDH). Hypoxia-inducible factor-2α (HIF-2α) may upregulate MTDH expression; however, little is known about the correlation between HIF-2α and MTDH expressions in breast cancer. The current study investigated correlation between HIF-2 and MMP9 immunohistochemically according to various clinical and pathological features in 102 paraffin-embedded archival tissue block specimens from patients with breast cancer. Aim of this study is to investigate correlation between HIF-2 and MTDH. Design of this study is couple analysis with 48 breast cancer sample before and after Chemoteraphy and hormonal therapy comprises 20 hormonal therapy and 28 chemotheraphy. Expression of mRNA HIF-2 and MTDH were measured using qRT-PCR. HIF-1 protein expression was detected by enzim linked immunoabsorbant assay (ELISA). mRNA HIF-2 and MTDH expression after theraphy is not significantly higher (p > 0,05, Mann Whitney) compared to before theraphy. mRNA HIF-2 and MTDH expression in Histopathology Grade III is not significantly higher (p > 0,05, Mann Whitney) compared to histopathology grade I and II. mRNA HIF-2 and MTDH expression in >40 years old is not significantly higher (p > 0,05, Mann Whitney) compared to <40 years old. Spearman correlation analysis revealed that HIF-2α and MTDH expression ons were significantly correlated (r = 0.632; P = 0.000). These results suggest that high HIF- 2α expression is associated with poor overall survival in patients with breast cancer, indicating that HIF-2α could be a valuable marker of breast cancer"
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hamzah Pratama Megantara
"Latar Belakang: Disebutkan pada beberapa literatur bahwa faktor prognostik menentukan laju kejadian rekurensi pada pasien pasca operasi kanker serviks. Faktor- faktor prognostik tersebut diantaranya adalah invasi ruang pembuluh limfa, tipe sel kanker, ukuran tumor primer, kedalaman invasi stroma, bebas/tidak bebasnya tepi vagina hasil reseksi, keterlibatan parametrium, dan status limfonodi. Sampai saat ini belum ada data yang dapat menggambarkan faktor-faktor prognostik pada kanker serviks serta kaitannya dengan kejadian rekurensi di Indonesia. 
Metode: Penelitian ini memiliki desain deskriptif dan analitik yang menampilkan sebaran faktor-faktor prognostik pada pasien kanker serviks pasca operasi beserta tingkat rekurensinya. Peneliti menggunakan data rekam medik sebagai sumber data. 
Hasil: Hasil dari studi deskriptif adalah sebagai berikut: invasi ruang pembuluh limfa (81,4%), tipe sel kanker tipe skuamosa (62,2%), ukuran tumor primer <4cm (66%), invasi stroma >10mm (59,2%), invasi limfonodi positif (57,3%), hasil reseksi vagina tidak bebas sel kanker (79.7%), dan pasien rekurens (9%). Adapun hasil studi analitik yang mempertemukan antara faktor-faktor prognostik kanker serviks menghasilkan bahwa ukuran tumor primer berhubungan secara signifikan terhadap kejadian rekurensi (nilai p 0.05). 
Kesimpulan: Berdasarkan analisis deskriptif, didapatkan bahwa terdapat dominasi pada beberapa sub-komponen pada faktor prognostik seperti yang telah tertera pada bagian Hasil. Pada studi analitik, didapatkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara ukuran tumor primer dengan kejadian rekurensi (nilai p 0.05).

Background: Multiple prognostic factors affect the recurrence rate in post-operative cervical cancer patients. These factors are lymphovascular space invasion (LVSI), types of cancer cells, primary tumor size, the depth of the stromal invasion, cleanliness of vaginal resection, parametrial involvement, and lymph nodular status. Despite the importance of prognostic factors, there are no data available in the Indonesian population yet. Hence, the writer proposed a study depicting the prognostic factors of cervical cancer. 
Method: This research is aimed to acquire a descriptive picture of the prognostic factors in cervical cancer patients, particularly from the Indonesian population data. Moreover, a sub-analytical study of comparative-analytical hypothetical test was added to examine the statistical relation between the prognostic factors and recurrence in post-operative cervical cancer patients. The data is taken from the medical record from Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. 
Results: The descriptive result of the prognostic factors shows LVSI (81.4%), Squamous Cell Carcinoma type of cervical cancer (62.2%), primary tumor size <4cm (66%), stromal invasion with depth >10mm (59.2%), positive lymph node invasion (57.3%), non-clear vaginal resection (79.7%), and recurrent patients (9%). The analytical study shows a statistical significance between the size of the primary tumor and the recurrence in post-operative cervical cancer patients (p-value 0.05). 
Conclusion: From the descriptive study, there are several dominances seen in the prognostic factors of the cervical cancer patient. Also, the analytical study shows a significant statistical relationship between primary tumor size and recurrence.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Faruly Wijaya S. Limba
"ABSTRAK
Latar Belakang : Tulang adalah situs metastasis utama pada pasien kanker payudara. Berbagai biomarker telah dihubungkan dengan kecenderungan metastasis sel kanker payudara ke tulang, seperti CXCR4 dan RANK. Dickkopf-1 (DKK-1), suatu protein, diketahui sebagai regulator negatif dari jalur sinyal Wnt, yang ditemukan pada osteoblas matur dan osteosit. Bila dibandingkan dengan CXCR4 dan RANK, DKK-1 berada pada hulu / lebih awal dalam kaskade proses metastasis tulang, sehingga dengan mengetahui ekspresinya, diharapkan dapat menjadi prediktor yang lebih baik.
Tujuan Penelitian : Untuk mengetahui apakah ekspresi DKK-1 dapat digunakan sebagai prediktor metastasis tulang pada kanker payudara
Metode Penelitian : Desain studi pada penelitian ini adalah studi kohort retrospektif terhadap data rekam medis pasien Divisi Bedah Onkologi Departemen Ilmu Bedah RSCM pada bulan Oktober 2018-Juni 2019. Analisis data dilakukan secara bivariat dan menggunakan uji Chi square atau uji Fiscer s exact. Nilai P <0,05 dianggap bermakna secara statistik.
Hasil Penelitian : Dari 76 sampel penelitian (38 sampel metastasis tulang dan 38 sampel non metastasis tulang), didapatkan nilai cut off untuk H - Score dari keseluruhan sampel yaitu 142,5. Ekspresi DKK-1 tinggi bila nilai H - Score ≥ 142,5, ekspresi DKK-1 rendah bila nilai H - Score < 142,5. Terdapat 29 sampel dengan ekspresi DKK-1 tinggi dan 9 sampel dengan ekspresi DKK-1 rendah pada kelompok metastasis tulang, 8 sampel dengan ekspresi DKK-1 tinggi dan 30 sampel dengan ekspresi DKK-1 rendah pada kelompok non metastasis tulang (OR 95% CI 12,083 (4,101-35,600), p < 0,001).
Kesimpulan : Ekspresi DKK-1 yang tinggi didapatkan pada kanker payudara dengan metastasis tulang.Terdapat hubungan yang signifikan antara ekspresi DKK-1 yang tinggi dengan kejadian metastasis tulang pada kanker payudara sehingga ekspresi DKK-1 dapat dijadikan sebagai faktor prediktor kejadian metastasis tulang pada kanker payudara. Tidak terdapat hubungan yang signifikan secara statistik dari faktor klinikopatologis terhadap ekspresi DKK-1 pada kanker payudara dengan metastasis tulang pada penelitian ini.
Kata Kunci : Kanker Payudara, Metastasis Tulang, Dickkopf-1 (DKK-1)

ABSTRACT
Background : Bone is the main metastatic site in breast cancer patients. Various biomarkers have been linked to the tendency of metastatic breast cancer cells to bone, such as CXCR4 and RANK. Dickkopf-1 (DKK-1), a protein, is known as a negative regulator of the Wnt signaling pathway, which is found in mature osteoblasts and osteocytes. When compared with CXCR4 and RANK, DKK-1 is upstream / earlier in the cascade of bone metastasis, so that by knowing its expression, it is expected to be a better predictor.
Aim : This study aims to determine whether the expression of DKK-1 can be used as a predictor of bone metastasis in breast cancer.
Methods : The study design was a retrospective cohort study of patient medical record data of the Surgical Oncology Division, Department of Surgery, Cipto Mangunkusumo Hospital in October 2018 - June 2019. Data analysis was carried out bivariately using Chi square test or Fischer s exact test. P value < 0.05 was considered statistically significant.
Result : 76 samples ( 38 with bone metastatic and 38 no bone metastatic), with cut off value for H-Score was 142,5. The expression of DKK-1 is high if the value of H-Score ≥ 142,5, and low expression if the score < 142,5. There were 29 samples with high DKK-1 expression and 9 samples with low DKK-1 expression in bone metastatic group, and 8 samples with high DKK-1 expression and 30 samples with low DKK-1 expression in no bone metastatic group (OR 95% CI 12,083 (4,101-35,600), p < 0,001)
Conclusion : High DKK-1 expression is found in bone metastatic breast cancer. There is a significant relationship between high expression of DKK-1 and the incidence of bone metastatic, so that DKK-1 expression can be used as a predicting factor for bone metastatic. In this study, there is no statistically significant association between clinicopathological factors with DKK-1 expression in bone metastatic breast cancer."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>