Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 102364 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Steffi Sonia
"Luka bakar adalah bentuk trauma yang paling berat yang menyebabkan hipermetabolisme berkepanjangan. Jika asupan nutrisi tidak adekuat, penurunan berat badan dapat terjadi, yang kemudian akan memengaruhi pertumbuhan, penyembuhan luka, dan imunitas. Pedoman nutrisi pada anak dengan luka bakar dibuat di negara maju, sehingga mungkin akan sulit diterapkan di negara berkembang. Pada serial kasus ini, terapi nutrisi diberikan kepada empat pasien anak pasca luka bakar dengan usia 2 ndash;8 tahun dan luas luka bakar antara 5 dan 35 total body surface area. Dari keempat pasien tersebut terdapat satu pasien dengan luka bakar mayor. Target kebutuhan energi ditentukan dengan menggunakan rumus Schofield ditambah faktor stres 1,5 ndash;2 menurut luas luka bakar pasien. Target protein ditetapkan sebesar 1,5 ndash;3 g/kg/hari menurut luas luka bakar pasien. Semua pasien mendapatkan nutrisi melalui jalur oral, dengan jumlah yang ditingkatkan secara bertahap hingga mencapai target. Suplementasi mikronutrien diberikan kepada semua pasien mendekati rekomendasi, namun suplementasi tembaga tidak diberikan karena keterbatasan sediaan. Terdapat penurunan berat badan pada dua pasien, namun status gizi yang baik berhasil dipertahankan pada semua pasien. Semua pasien juga mengalami penyembuhan luka yang progresif. Terapi medik gizi klinik pada pasien anak dengan luka bakar dapat mempertahankan status gizi yang baik dan membantu penyembuhan luka.

Burn injury is the most severe trauma that causes prolonged hypermetabolism. Inadequate nutritional intake may cause weight loss, which in turn may influence growth, wound healing, and immunity. Nutritional guidelines for pediatric burn were made in developed countries, meanwhile their application in a developing country may be limitted. In this case series, nutritional therapy was instituted on four pediatric burn patients aged 2 ndash 8 years old with burn surface areas between 5 and 35 total body surface area. Among these patients, there was one patient with major burn. Energy requirements were determined using Schofield formula and stress factors of 1,5 ndash 2 depending on the patient rsquo s burn surface area. Protein requirements were set at 1,5 ndash 3 g kg day depending on the patient rsquo s burn surface area. All patients were given oral nutrition, with stepwise increases until the goals were achieved. Micronutrient supplementation was given to all patients according to previous recommendations, however copper supplementation was not be given due to unavailability. Two patients experienced weight loss, but normal nutritional status was maintained in all patients. In addition, progressive wound healing was observed in all patients. In conclusion, nutritional therapy in pediatric burn patients may preserve normal nutritional status and promote wound healing."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fenny
"Latar Belakang: Pada luka bakar terjadi peningkatan respon inflamasi. Peningkatan c-reactive protein (CRP) pada luka bakar merupakan penanda inflamasi sistemik. Kadar vitamin D yang rendah banyak ditemukan pada pasien luka bakar dan berhubungan dengan luaran klinis yang buruk. Vitamin D memiliki efek memodulasi imun dan antiinflamasi. Metode: Serial kasus ini terdiri dari 4 pasien luka bakar berat karena ledakan gas dan api yang dirawat di ULB pada periode Januari hingga Mei 2022. Terapi medik gizi yang diberikan berupa nutrisi enteral dini, kemudian ditingkatkan secara bertahap sesuai toleransi dan klinis pasien, hingga kebutuhan energi total (berdasarkan formula Xie), target protein 1,5-2 g/kg BB/hari, lemak 25-30%, dan karbohidrat 55-60%. Keempat pasien serial kasus diberikan suplementasi vitamin D dan dilakukan pemeriksaan kadar vitamin D sebelum dan sesudah suplementasi, serta pemeriksaan kadar CRP. Hasil: Keempat pasien serial kasus selama perawatan telah mencapai kebutuhan makronutrien sesuai target, meskipun terdapat fluktuasi asupan karena adanya perburukan kondisi klinis atau tindakan operasi/perawatan luka. Keempat pasien serial kasus memiliki kadar vitamin D yang rendah, namun mengalami peningkatan dengan suplementasi. Kadar CRP juga diperoleh meningkat dan mengalami penurunan dengan meningkatnya kadar vitamin D, yang menyebabkan hambatan produksi sitokin proinflamasi dan jalur NF-kB, selain adanya terapi pembedahan dan antibiotik. Keempat pasien serial kasus diperbolehkan rawat jalan pada akhir perawatan. Kesimpulan: Pada serial kasus ini, semua pasien luka bakar dengan kadar vitamin D yang rendah memiliki kondisi inflamasi yang tinggi ditandai dengan peningkatan CRP. Pemberian suplementasi vitamin D menyebabkan peningkatan kadar vitamin D dan turut berperan dalam penurunan CRP, selain adanya terapi pembedahan dan antibiotik

Background: Burns induce an increased inflammatory response. Elevated c-reactive protein (CRP) is a marker of systemic inflammation in burns. Low vitamin D levels are common in burn patients and are associated with poor clinical outcomes. Vitamin D has immune-modulating and anti-inflammatory effects. Method: The case series was held in the burn unit Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital from January to May 2022, involving 4 severe burn patients due to gas explosions and fire. Nutritional medical therapy was given in the form of early enteral nutrition, then gradually increased according to patient tolerance and clinical, up to total energy requirements (based on Xie's formula), the target protein is 1.5-2 g/kg BW/day, 25-30% fat and 55-60% carbohydrates. Vitamin D supplementation was given and vitamin D levels were measured before and after supplementation, CRP levels were also measured. Result: All case series patients during treatment had achieved the target macronutrient requirements, despite fluctuations of intake due to clinical deterioration or surgical procedure or wound care. All patients had low vitamin D levels but increased with supplementation. CRP levels also increased and decreased with increasing vitamin D levels, leading to inhibition of inflammatory cytokines production and the NF-kB pathway, besides surgical and antibiotics therapy. All patients were allowed outpatient treatment at the end of treatment. Conclusion: This case series exhibited low level of vitamin D in burn patients accompanied with elevated CRP level indicating high inflammatory condition. Vitamin D supplementation causes an increase in vitamin D levels and may contribute to decreasing CRP levels, in addition to surgical and antibiotic therapy."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Widyastuti
"ABSTRAK
Latar belakang: Luka bakar merupakan suatu trauma yang dapat memicu respons inflamasi lokal dan sistemik sehingga menimbulkan komplikasi berbagai organ, diantaranya disfungsi pernapasan. Hipermetabolisme, hiperkatabolisme, dan adanya disfungsi pernapasan yang terjadi, memerlukan tatalaksana nutrisi adekuat untuk menurunkan respons inflamasi, mencegah peningkatan produksi CO2, mencegah wasting otot dan meningkatkan imunitas Metode: Empat pasien dalam serial kasus ini mengalami luka bakar berat karena api, dirawat di ruang perawatan intensive care unit ICU unit luka bakar rumah sakit Cipto mangunkusumo RSCM dan menggunakan alat bantu ventilasi mekanik. Target energi menggunakan metode Xie dan Harris-Benedict dengan berat badan sebelum sakit. Pemberian nutrisi diberikan sesuai dengan rekomendasi untuk sakit kritis fase akut 20 ndash;25 kkal/kg BB dengan komposisi karbohidrat 55-65 , Protein 1,5-2 g/kgBB, lemak
ABSTRACT Background Burn injury is a trauma that can trigger local and systemic inflammatory response, resulting complications of various organs, including respiratory dysfunction. Hipermetabolism, hypercatabolism, and the presence of respiratory dysfunction that occurs, require adequate nutritional management to decrease inflammatory responses, prevent increased CO2 production, prevent muscle wasting and enhance immunity. Method Four patients in this series of cases suffered severe burns from fire, were treated in the intensive care unit ICU hospital burning unit Cipto mangunkusumo hospital RSCM and used mechanical ventilation aids. Energy targets use Xie and Harris Benedict methods with weight loss before illness. Nutrition was given in accordance with recommendations for acute phase critical pain 20 25 kcal kg BW with carbohydrate composition 55 65 , 1.5 2 g kgBB protein, fat "
2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mutia Winanda
"ABSTRAK
Latar belakang: Prevalensi obesitas di seluruh dunia telah diketahui mengalami peningkatan yang signifikan dalam tiga dekade terakhir. Tingginya prevalensi obesitas tersebut dapat memengaruhi peningkatan prevalensi pasien luka bakar dengan obesitas yang dirawat di unit luka bakar. Pasien luka bakar dengan obesitas mengalami fenomena 'second hit', yaitu peningkatan respon hipermetabolisme pasca luka bakar akibat inflamasi kronik yang sebelumnya sudah dialami. Masalah tersebut memiliki kaitan erat dengan nutrisi sehingga membutuhkan terapi medik gizi yang optimal untuk memodulasi respon hipermetabolisme yang meningkat pada pasien luka bakar dengan obesitas. Metode: Pada serial kasus ini terdapat empat pasien luka bakar berat karena api. Keempat pasien tersbeut memiliki status nutrisi obes berdasarkan kriteria indeks massa tubuh IMT menurut WHO untuk Asia Pasifik. Target kebutuhan energi dihitung menggunakan formula estimasi Xie dengan berat badan kering. Terapi medik gizi diberikan sesuai panduan terapi medik gizi pasien sakit kritis berupa nutrisi enteral dini dengan target energi awal 20-25 kcal/kg BB dengan target protein 1,5-2 gram/kg BB. Terapi medik gizi selanjutnya diberikan sesuai dengan klinis dan toleransi pasien. Mikronutrien yang diberikan berupa vitamin C, vitamin B, asam folat, dan seng.Hasil: Tiga pasien meninggal selama perawatan karena syok sepsis yang tidak teratasi, sedangkan satu pasien mengalami perbaikan luas luka bakar dari 47 menjadi 36 luas permukaan tubuh LPT serta peningkatan kapasitas fungsional. Kesimpulan: Status nutrisi obesitas pada pasien dalam serial kasus ini dapat menjadi faktor yang memperberat penyulit yang dialami. Terapi medik gizi yang adekuat dapat menunjang proses penyembuhan luka serta meningkatkan kapasitas fungsional.

ABSTRACT<>br>
Background The prevalence of obese patients presenting to burn unit facilities is expected to increase over the next three decades due to global epidemic of obesity. Given that the metabolic derrangements seen in burn mirror those found in association in obesity, it is plausible that excess adipose tissue contributes to a 'second hit' phenomenon in patients affected by burn injury. Optimal and adequate medical nutrition therapy is required in order to modulate the inflammatory and metabolic response, therefore enhance burn wound healing.Methods The current case series consist of four severly flame burned patient. The nutritional status of these patients was moderately obese according to WHO criteria for Asia Pacific. Enery requirement was calculated using the Xie formula based on patient rsquo s dry weight. Medical nutrition therapy was initiated with eraly enteral nutrition started at 20-25 kcal kg day with protein target at 1,5-2 gram kg day. Micronutrient supplementation was also given to these patients. Results Three patients died during hospitalization due to septic shock. The last patient had satisfactory wound healing and improved functional capacity at discharge. Kesimpulan: Obesity in this case series may be one of the risk factor for mortality. Adequate medical nutrition therapy inline with patient's clinical condition leads to enhancement healing process and improved functional capacity."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Pande Putu Agus Mahendra
"ABSTRAK
Latar belakang: Luka bakar merupakan suatu trauma yang menyebabkan kerusakan dan kehilangan jaringan karena kontak dengan objek bersuhu tinggi. Kondisi tersebut memicu respons inflamasi lokal dan sistemik yang memicu komplikasi. Hipermetabolisme dan hiperkatabolisme yang terjadi memerlukan tatalaksana nutrisi adekuat untuk menurunkan respons inflamasi, mencegah wasting otot, meningkatkan imunitas, dan mempercepat penyembuhan luka.
Metode: Empat pasien dalam serial kasus ini mengalami luka bakar berat karena api dengan berbagai pencetus. Dua pasien dalam serial kasus ini masuk perawatan lebih dari 24 jam pasca kejadian. Status nutrisi pasien obes derajat II 1 pasien dan obes derajat I 3 pasien . Target energi menggunakan metode Xie dan Harris ndash;Benedict dengan berat badan sebelum sakit. Pemberian nutrisi diberikan sesuai dengan rekomendasi untuk sakit kritis fase akut 20 ndash;25 kkal/kg BB. Nutrisi dini dilakukan pada dua pasien yang datang kurang dari 24 jam pasca kejadian. Nutrisi diberikan melalui jalur enteral dengan metode drip intermittent. Tatalaksana nutrisi selanjutnya disesuaikan dengan toleransi dan kondisi klinis yang dialami pasien.
Hasil: Tiga pasien meninggal selama perawatan karena komplikasi sepsis Tatalaksana nutrisi dinaikkan bertahap sesuai kondisi klinis pasien. Pasien kasus keempat mengalami perbaikan dengan luas luka bakar 48,5 menjadi 11,5 dan peningkatan kapasitas fungsional, walaupun terjadi penurunan berat badan hingga 12 kg selama perawatan.
Kesimpulan: Tatalaksana nutrisi yang adekuat dengan memperhatikan kondisi klinis serta parameter penunjang lainnya dapat menunjang proses penyembuhan luka serta menurunkan laju morbiditas dan mortalitas pada pasien luka bakar. Kata kunci: luka bakar berat, tatalaksana nutrisi.

ABSTRACT
Background Burn injury is a trauma that caused damage and tissue loss due to contact with high temperature objects. That conditions will initiated local and systemic inflammatory reaction, which trigger complications after burn injury. Adequate nutrition management is needed in hypermetabolic and hypercatabolic condition to decrease the inflammatory response, prevents muscle wasting, improve immunity and wound healing.
Methods Four patients in this case series suffered from burn injury by fire with various origins. Two patients in this case series were treated more than 24 hours after trauma. Patients nutritional status were obese grade II 1 patient and grade I 3 patients. Energy requirement was measured by using Xie and Harris Benedict equations, with usual body weight. Nutrition was given base on recommendation for critically ill in acute phase, 20 ndash 25 kcal kg BW. Enteral nutrition was initiated for two patients who came less than 24 hours post burn, using intermittent drip method. The nutrition was adjusted daily depend on their clinical condition.
Results Three patients died during treatments for septic complications. Nutrients management gradually increase in accordance to clinical conditions. Patient in 4th cases experienced improvement with burn area decreased from 48,5 to 11,5 , also increasing on functional capacity, despite of weight loss up to 12 kg during treatment.
Conclusion Adequate nutritional management based on clinical conditions not only to reduce morbidity and mortality in burn patients, but also lead to improve healing process.. Keywords severe burn, nutrition management.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T55615
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Cut Hafiah Halidha Nilanda
"ABSTRAK
Latar Belakang: Stroke hemoragik merupakan penyakit serebrovaskular yang ditandai dengan pecahnya pembuluh darah sehingga terjadi perdarahan pada otak. Penyebab tersering stroke hemoragik adalah hipertensi. Selain itu penyebab lainnya seperti diabetes melitus dan obesitas dapat menjadi penyulit keadaan klinis pasien. Stroke hemoragik dan beberapa penyulit akan menyebabkan disfungsi neurologis dan disfungsi motorik, yang keduanya akan menyebabkan penurunan asupan nutrisi. Penurunan asupan nutrisi dapat disebabkan penurunan kapasitas fungsional dan gangguan proses menelan atau disfagia. Nutrisi yang tidak adekuat dapat menyebabkan kualitas hidup menurun serta risiko serangan stroke berulang. Terapi medik gizi klinis berperan memberi nutrisi optimal, membatasai natrium, mengontrol glukosa darah dan mengatasi defisiensi mikronutrien. Metode:Serial kasus ini terdiri dari empat kasus stroke hemoragik pada pasien perempuan dan laki-laki dengan rentang usia 50 ndash;65 tahun, dengan penyulit seperti disfagia, penurunan kesadaran, dan perdarahan GIT, disertai penyakit penyerta yaitu Hipertensi dan DM tipe 2. Kasus pertama dan kedua mengalami gejala disfagia dan membutuhkan dukungan nutrisi melalui jalur enteral. Kasus ketiga terdapat penurunan asupan makanan karena penurunan kapasitas fungsional yang terjadi. Kasus keempat mengalami penurunan kesadaran dan perdarahan saluran cerna serta membutuhkan dukungan nutrisi secara enteral dan parenteral. Keempat pasien memiliki indeks massa tubuh obes 1. Masalah nutrisi yang dihadapi keempat pasien ini adalah asupan makro dan mikronutrien yang tidak optimal, jalur pemberian nutrisi, kebutuhan nutrisi yang tidak terpenuhi selama sakit. Terapi medik gizi klinik diberikan sesuai rekomendasi stroke hemoragik ddengan hipertensi dan DM tipe 2. Hasil :Kasus pertama hingga kasus ketiga mengalami perbaikan keadaan klinis, antara lain peningkatan kemampuan menelan, perbaikan tekanan darah, kadar glukosa, dan kapasitas fungsional. Kasus keempat meninggal dunia pada hari perawatan ke-8 akibat edema paru dan gagal jantung. Kesimpulan: Terapi medik gizi klinik yang diberikan dapat membantu keadaan klinis dan kapasitas fungsional pada pasien stroke hemoragik dengan Hipertensi dan DM tipe 2.

ABSTRACT<>br>
Background Hemorrhagic stroke is a cerebrovascular disease characterized by rupture of blood vessels resulting in bleeding in the brain. The most common cause of hemorrhagic stroke is hypertension. In addition, other causes such as diabetes mellitus and obesity could worsening the patient's clinical situation. Hemorrhagic strokes and some complications will cause neurologic dysfunction and motoric dysfunction, both of which will lead to a decrease in nutrient intake. Decreased nutritional intake could caused due to decreased functional capacity and impaired ingestion or dysphagia. Inadequate nutrition can lead to decreased quality of life as well as the risk of recurrent stroke. Medical clinical nutrition therapy plays an optimal role in nutrition, restricting sodium, controlling blood glucose and overcoming micronutrient deficiencies. Methods This case series consists of four cases of hemorrhagic stroke in female and male patients with age range 50-65 years, with complications such as dysphagia, consciousness derivation, and gastrointestinal bleeding, accompanied by comorbidities susch as Hypertension and type 2 DM. The first and second cases have symptoms of dysphagia and require nutritional support through the enteral route. The third case there is a decrease in food intake due to decreased functional capacity that occurs. The fourth case has consciousness derivation and gastrointestinal bleeding that requires support of enteral and parenteral nutritions. All of patients had obesity 1 body mass index. Nutritional problems faced by these four patients were unoptimal macro and micronutrient intake, nutritional pathways, unfulfilled nutritional needs during illness. Medical clinical nutrition therapy is given as recommended by hemorrhagic stroke with hypertension and type 2 diabetes mellitus Result The first case to the third case has improved clinical conditions, including increased ability to swallow, improvement of blood pressure, glucose levels, and functional capacity. The fourth case died on the 8th day of treatment due to pulmonary edema and heart failure. Conclusion Clinical nutrition therapy provided could improved clinical and functional capacity in hemorrhagic stroke patients with hypertension and type 2 DM."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kwan Francesca Gunawan
"ABSTRAK
Diabetes melitus DM merupakan suatu epidemik global. Obesitas merupakan faktor risiko tersering pada terjadinya DM tipe 2. Salah satu komplikasi yang sering dialami oleh penderita DM ialah kaki diabetik. Pada pasien DM dengan obesitas dan kaki diabetik, terapi medik gizi penting untuk mencapai target berat badan, menjaga kadar glikemik, serta mencegah komplikasi DM. Selain itu pemberian nutrisi yang adekuat juga penting untuk mendukung penyembuhan luka. Pasien pada serial kasus ini berusia antara 41 ndash;59 tahun dengan dengan proporsi yang sama antara laki-laki dan perempuan. Keempat pasien memiliki status gizi obes dengan IMT sebesar 26-54,4 kg/m2. Awitan DM pada keempat pasien diketahui bervariasi antara 1-13 tahun. Terapi medik gizi diberikan sesuai dengan klinis, hasil laboratorium, dan asupan terakhir masing-masing pasien. Dari hasil pemantauan didapatkan bahwa dengan terapi nutrisi yang diberikan terjadi penurunan berat badan sebesar 3,2-4,8 kg 3,2-5,8 dan penurunan nilai HbA1c sebanyak 0,3-0,7. Selain itu juga didapatkan ukuran luka yang mengecil dan gejala neuropati berkurang. Pada pasien DM tipe 2 dengan obesitas dan kaki diabetik, terapi medik gizi yang adekuat berkaitan dengan penurunan berat badan, perbaikan kontrol glikemik, dan penyembuhan luka yang baik.

ABSTRACT<>br>
Diabetes mellitus is now a global epidemic. Obesity is a common risk factor in the occurrence of type 2 diabetes. One of the complications that are often experienced by people with diabetes is diabetic foot. In diabetic patients with obesity and diabetic foot, medical nutrition therapy is important to achieve targeted body weight, maintain glycemic levels, and prevent diabetes complications. Good nutrition is also essential for wound healing. This case series consists of four patients who are between 41-59 years old and obese with BMI of 26-54.4 kg/m2. The onset of DM in all four patients is known to vary between 1-13 years. Nutritional therapy is given in accordance with the clinical, laboratory outcomes, and patients' daily intake. It was found that medical nutrition therapy can lead to weight loss of 3.2-4.8 kg (3.2-5.8%) and decreased HbA1c by 0.3-0.7%. It was also observed that the wound size and neuropathy symptoms are reduced. Adequate medical nutrition therapy in type 2 DM patients with obesity and diabetic foot is associated with weight loss, improved glycemic control, and good wound healing."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Wendy Anne Miriam
"ABSTRAK
Umumnya fistula enterokutan terjadi pasca tindakan pembedahan open abdomen, yang disertai dengan status nutrisi buruk saat preoperatif. Malnutrisi merupakan salah satu komplikasi fistula enterokutan, selain gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit hingga sepsis. Hal ini menunjukkan adanya fistula enterokutan akan memperburuk status nutrisi hingga menyebabkan kematian. Terapi nutrisi berperan penting dalam tatalaksana umum fistula enterokutan, karena pada kasus ini terjadi kondisi emergensi nutrisi. Semakin lama penundaan terapi nutrisi akan menambah risiko perburukan. Terapi nutrisi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan energi, mendukung penutupan spontan dari fistula, mempersiapkan komposisi dan fisiologis tubuh dalam menghadapi tindakan pembedahan selanjutnya serta meningkatkan imunitas mukosa saluran pencernaan. Pemberian terapi nutrisi berupa perhitungan kebutuhan energi, makronutrien dan mikronutrien. Pasien pada serial kasus ini berjumlah empat orang dengan rentang usia 22-39 tahun. Berdasarkan skrining dengan malnutrition screening tools MST keempat pasien mendapatkan skor ge;3. Kebutuhan energi total dihitung menggunakan persamaan Harris-Benedict yang dikalikan dengan faktor stres sebesar 1,5-2. Target kebutuhan protein 1,5-2 g/kgBB untuk mencegah katabolisme. Kebutuhan cairan harus terpenuhi dengan mempertimbangkan output fistula, demikian juga dengan kadar elektrolit. Nutrisi diberikan melalui oral atau enteral dengan kombinasi parenteral. Dari keempat pasien dalam serial kasus ini, satu pasien meninggal dunia akibat sepsis sedangkan 3 pasien lainnya pulang ke rumah dengan sebelumnya dilakukan repair fistula. Terapi nutrisi pada pasien fistula enterokutan bila dilakukan secara cepat dan tepat akan mengembalikan fungsi gastrointestinal, memperbaiki status nutrisi dan membantu penyembuhan luka.
ABSTRACT Enterocutaneous fistula occurs in general after open abdominal surgery, commonly associated with poor nutritional status prior to operation. Malnutrition is one of the complications of enterocutaneous fistula, besides fluid or electrolyte losses and sepsis. The existence of enterocutaneous fistula will exacerbate the nutritional status leading to death. Nutritional therapy plays an important role in the general management of enterocutaneous fistula, because this case will cause a nutritional emergency condition. The longer delays in nutritional therapy will increase the risk of worsening. Nutritional therapy aims to meet energy needs, supports spontaneous closure of the fistula, to prepare the composition and physiological body in the face of further surgical procedures and to improve the gastrointestinal mucosal immunity. Provision of nutritional therapy is in the form of the calculation of energy needs, macronutrients and micronutrients. Patients in this case series amounted to four people with the age range 22 39 years. Based on the screening with malnutrition screening tools MST the four patients scored ge 3. Total energy requirements were calculated using the Harris Benedict equation multiplied by a stress factor of 1.5 2. Protein requirement target is 1.5 2g kgBW to prevent catabolism. The fluid requirement must be met by considering the fistula output, as well as the electrolyte losses. Nutrition is given by oral or enteral with a parenteral combination. Of the four patients in this case series, one patient died of sepsis while the other 3 returned home undergoing fistula repair previously. Nutritional therapy patients with fistula enterocutaneous if it is done quickly and accurately will reestablishment of gastrointestinal continuity, improve nutritional status and wound healing process."
2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sanny Ngatidjan
"Kaki diabetik merupakan komplikasi pada diabetes melitus (DM) tipe 2 tersering yang menyebabkan pasien menjalankan perawatan di rumah sakit. Penyulit lain pada DM tipe 2 berkontribusi terhadap peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien. Terapi medik gizi pada pasien DM tipe 2 dan kaki diabetik dengan berbagai penyulit berperan penting dalam kontrol glikemik, mencegah perburukan status gizi, serta perbaikan penyembuhan luka. Serial kasus ini melibatkan empat pasien DM tipe 2 dan kaki diabetik dengan berbagai penyulit yang diberikan terapi medik gizi berupa asupan energi, makronutrien, mikronutrien, nutrien spesifik, dan edukasi gaya hidup. Pasien dilakukan pemantauan selama 19 hari sesuai fase proliferasi penyembuhan luka. Satu pasien dengan ketoasidosis diabetikum, satu pasien dengan hipertensi, dan dua pasien dengan diabetic kidney disease. Kontrol glikemik keempat pasien tercapai pada akhir perawatan di rumah sakit dan tidak didapatkan penurunan berat badan yang bermakna selama masa pemantauan. Penyembuhan luka berupa luka mengering, edema berkurang, dan timbulnya jaringan granulasi didapatkan pada tiga diantara empat pasien. Satu pasien tidak didapatkan penyembuhan luka yang signifikan karena adanya stenosis multipel pembuluh darah arteri di tungkai kiri. Terapi medik gizi pada pasien DM tipe 2 dan kaki diabetik dengan berbagai penyulit berperan pada perbaikan kontrol glikemik, mencegah perburukan status gizi, dan penyembuhan luka.

The most common cause of complication and hospitalization in type 2 diabetes mellitus (T2DM) patients are those associated with diabetic foot (DF). Complication of T2DM contribute to increasing morbidity and mortality. Medical nutrition therapy in patients with T2DM and DF with various complication plays an important role in management of glycemic control, worsening nutritional status, and repair wound healing. This case series include four patients T2DM and DF with various complication that given nutritional medical therapy consisting of energy intake, macronutrients, micronutrients, spesific nutrient, and healthy lifestyle education. Patients was monitored for 19 days according to the proliferation phase of wound healing. One patient with diabetic ketoacidosis, one patient with hypertension, and two patients with diabetic kidney disease. All patients got glycemic control during hospitalization. No significant weight loss was observed during monitoring period. Wounds in three of the four patients appeared to heal with dry wound, reduced edema, and formation of granulation tissue. One patient found insignificant wound healing due to multiple arterial stenosis in the left leg. Medical nutrition therapy with type 2 diabetes and diabetic foot with various complications plays an important role in management of glycemic control, preventing worsening nutritional status, and repair wound healing.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Susanti Febri
"ABSTRAK
Latar Belakang : Kolestasis adalah penyumbatan atau terhambatnya aliran empedu dari hati ke duodenum, dibagi menjadi intra dan ekstrahepatik. Kolestatis ekstrahepatik terutama disebabkan oleh obstruksi. Pankreatikoduodenektomi merupakan terapi pembedahan pilihan, dapat menyebabkan perubahan anatomis dan fisiologis saluran cerna. Perubahan ini menimbulkan maldigesti dan malabsorpsi, menyebabkan malnutrisi, serta meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila tidak mendapat dukungan nutrisi.Presentasi kasus : Empat kasus kolestasis ekstrahepatik, dengan keluhan ikterus di seluruh badan, nyeri perut. Tiga kasus 1 orang laki-laki dan 2 orang perempuan , disebabkan keganasan dan 1 kasus karena striktura CBD jinak. Semua pasien menjalani pembedahan, dengan lama operasi berkisar antara 3 sampai 9 jam. Pemenuhan protein dan asam amino terutama asam amino rantai cabang, diupayakan maksimal, yang diperoleh dari kombinasi makanan cair polimerik dan putih telur. Lemak dibatasi maksimal 30 dari energi yang diberikan, dengan kandungan medium-chain triglycerides MCT tinggi. Pankreatikoduodenektomi menimbulkan perubahan pada organ saluran cerna, dengan gejala mual dan perut begah setelah makan, dapat diatasi dengan penyesuaian cara pemberian, jumlah dan bentuk nutrisi tiap kondisi pasien. Selama perawatan di RS, secara umum asupan makanan dan kondisi klinis pasien membaik, serta pulang dengan perbaikan kondisi klinis.Kesimpulan: Terapi medik gizi klinik pada pasien dengan kolestasis, dapat membantu terapi bedah dan medikamentosa untuk memperoleh outcome pasca bedah dan memperbaiki kualitas hidup pasien.
"
"
ABSTRACT
Background Cholestasis is a blockage or obstruction of the flow of bile from the liver to the duodenum, divided into intrahepatic and extrahepatic. Extrahepatic cholestasis mainly due to the obstruction. Pancreaticoduodenectomy surgery is the treatment of choice, can cause anatomical and physiological changes in the gastrointestinal tract. These changes maldigesti and malabsorption, causing malnutrition, as well as increased morbidity and mortality if not received nutritional support.Case Presentation Four cases of extrahepatic cholestasis, jaundice throughout the body, abdominal pain. Three cases 1 male and 2 female , due to malignancy and 1 case for the CBD benign stricture. All patients underwent surgery, with long operating range from 3 to 9 hours. Fulfillment of protein and amino acids, especially branched chain amino acids, maximum effort, which is obtained from a combination of a polymeric liquid food and egg white. Fat is limited to maximum 30 of the energy supplied, containing medium chain triglycerides MCT high. Pancreaticoduodenectomy cause changes in the organs of the gastrointestinal tract, with symptoms of nausea and abdominal discomfort after eating, can be overcome by adjusting the mode of administration, the amount and form of nutrients each patient 39 s condition. During treatment in hospital, in general, food intake and clinical condition of the patients improved, as well as return to the improvement of clinical conditions.Conclusion The clinical nutrition medical therapy in patients with cholestasis, can help surgical and medical therapy to obtain post surgical outcomes and improve the quality of life of patients."
2017
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>