Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 190062 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Susanto
"Evaluasi pengelolaan limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun (B3) di Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir (PTBBN) telah dilakukan. Limbah B3 tersebut dihasilkan dari bekas pemakaian bahan dan peralatan proses kimia yang digunakan untuk kegiatan analisa di laboratorium. Metode yang dipakai adalah dengan mempelajari peraturan peraturan tentang pengelolaan limbah B3, melakukan pengamatan terhadap kegiatan pengelolaan limbah B3, kemudian menganalisa hasil dari pengelolaan limbah B3. Tujuan dari evaluasi adalah untuk mengetahui apakah pengelolaan limbah B3 di PTBBN sudah sesuai dengan peraturan yang ada. Dari hasil evaluasi diketahui bahwa pengelolaan limbah B3 secara umum sudah memenuhi Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 dan Standar Opersional Prosedur (SOP) di PTBBN. Namun demikian dalam jangka panjang ada beberapa hal yang perlu ditindak lanjuti, yaitu: Perlu adanya Gudang khusus limbah B3 yang dilengkapi dengan detector limbah B3, yang digunakan untuk menampung limbah B3 dari Gedung 20 Instalasi Radiometalurgi (IRM) maupun Gedung 65 Instalasi Elemen Bakar Eksperimental (IEBE). Sedangkan dalam jangka pendek perlu segera disusun dokumen hiradc yaitu dokumen yang berisi tentang sifat kegiatan, risiko dan potensi bahaya yang diakibatkan oleh kegiatan pengelolaan limbah B3, sesuai dengan Perka Batan Nomor 20 Tahun 2012. Hal ini perlu dilakukan mengingat jumlah dan jenis limbah B3 di PTBBN akan terus meningkat, sehingga perlu dilakukan persiapan dalam jangka pendek maupun jangka panjang."
Jakarta: Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional, 2016
620 PIN 9:17 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dasrul
"Pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun dengan sistem landfill di Indonesia dimulai sejak tahun 1994. Dasar dari pengelolaan dengan sistem landfill tersebut adalah Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1994 Tentang Pengelolaan Limbah Saban Berbahaya dan Beracun. Sebelum adanya PP Nomor 19/1994 tersebut tidak ada Iimbah B3 yang dikelola sesuai dengan standar lingkungan termasuk belum ada landfill limbah B3 di Indonesia. Seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan industri maka pertumbuhan Iimbah B3 semakin banyak oleh karena itu pemerintah merasa perlu membangun pusat pengelolaan Iimbah B3 termasuk landfill.
Terdapat dua alasan mengapa dibangun Pusat Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun. Pertama, sebagian besar industri di Indonesia merupakan industri skala menengah dan skala kecil. Kedua, jika setiap industri diharuskan untuk mengelola dan menimbun limbahnya sendiri, maka biaya yang dikeluarkan akan jauh lebih besar terutama bagi pengahasil skala kecil. Sebagai perbadingan adalah untuk memproses 4000 ton limbah berbahaya biayanya mencapai US$ 539 per ton, sedangkan biaya untuk mengolah 52.000 ton Ilimbah hanya membutuhkan US$ 63 per ton dengan menggunakan "fuel blending process" (Kupchenko, 1993).
Namun demikian sudah hampir 12 tahun sejak landfill pertama dibangun di Cileungsi, Bogor, belum ada lagi fasilitas serupa dibangun di tempat lain di Indonesia, padahal ada beberapa investor yang tertarik untuk masuk kedalam bisnis ini. Dilihat dari potensi pasar, maka PT. PPLI yang mengoperasikan landfill limbah B3 di Cileungsi Bogor tersebut baru dapat menyerap sekitar 10% dari potensi pasar limbah B3. Dengan demikian ada sekitar 90% lagi limbah B3 yang dikelola atau dibuang secara illegal. Dari survey yang dilakukan terhadap responden/calon investor diketahui bahwa ada paling tidak empat faktor yang menjadi kendala bagi investor untuk masuk kedalam bisnis landfill yaitu, sulitnya mencari lokasi yang sesuai dengan persyaratan teknis, sulitnya prosedur perizinan, resiko yang relatif besar dan adanya masalah sosial masyarakat. Responden mengharapkan jika keempat kendala tersebut bisa teratasi oleh pemerintah maka akan menarik bagi mereka untuk masuk kedalam bisnis landfill."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T18722
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salma Nurlaily
"Tingginya limbah B3 dari bengkel sepeda motor akibat dari meningkatnya kendaraan bermotor dapat memicu dampak yang berbahaya bagi manusia, lingkungan dan makhluk hidup lainnya. Oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi mengenai pengelolaan limbah B3 di bengkel kendaraaan bermotor roda dua. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi limbah B3 bengkel, menganalisis timbulan dan komposisi limbah B3 bengkel serta mengevaluasi pengelolaan limbah B3 dari aktivitas bengkel resmi sepeda motor. Metode pengambilan sampel yang digunakan yaitu berdasarkan SNI 19-3964-1994. Hasil penelitian timbulan limbah B3 bengkel selama delapan hari sampling pada bengkel 1, 2 dan 3 berturut-turut yaitu 0,66 kg/hari, 0,72 kg/hari dan 0,69 kg/hari. Limbah B3 yang dihasilkan adalah kain majun bekas, limbah oli, limbah botol oli, limbah botol coolant, dan onderdil bekas. Berdasarkan hasil observasi pengelolaan limbah B3 di bengkel, pengelolaan yang sudah diterapkan yaitu pewadahan, penyimpanan dan pengangkutan. Akan tetapi pengelolaan limbah B3 masih belum sesuai dengan peraturan. Rekomendasi untuk pengelolaan limbah B3 yaitu menyediakan wadah limbah padat berupa wadah plastik PVC/PP/HDPE, memasang simbol B3 dan label jenis limbah, menyediakan APAR, dan menggunakan kendaraan pengangkut tertutup

The high level of hazardous waste from motorcycle repair shops as a result of the increase in motorized vehicles can trigger harmful impacts on humans, the environment and other living things. It is necessary to evaluate the management of hazardous waste in two-wheeled motor vehicle workshops. This study aims to identify hazardous workshop waste, analyze the generation and composition of workshop hazardous waste, also evaluate hazardous waste management from authorized motorcycle workshop activities. The sampling method used is based on SNI 19-3964-1994. The results of the study on the generation of hazardous waste in the workshop for eight sampling days at workshops 1, 2 and 3, respectively, were 0.66 kg/day, 0.72 kg/day and 0.69 kg/day. Hazardous waste generated include used cloth, waste oil, waste oil bottles, waste coolant bottles, and used auto parts. The results of observations of hazardous waste management in the workshop, the management that has been applied is receptacle, storage and transportation. However, hazardous waste management is still not in accordance with regulations. Recommendations for hazardous waste management are providing solid waste containers in the form of PVC/PP/HDPE plastic containers, installing hazardous symbols and waste type labels, providing fire extinguishers, and using closed transport vehicles."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasna Khalishah
"Dunia aviasi memiliki banyak kegiatan yang turut menghasilkan berbagai macam limbah, termasuk limbah padat bahan berbahaya dan beracun atau B3. Kegiatan pemeliharaan, perbaikan, dan overhaul pesawat terbang merupakan salah satu kegiatan yang memiliki dampak buruk pada masyarakat maupun lingkungan. Dalam rangka melindungi kesehatan masyarakat dan lingkungan dari dampak timbulan limbah padat B3, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana sistem pengelolaan limbah padat B3 hasil pemeliharaan, perbaikan, dan overhaul pesawat terbang di perusahaan perawatan pesawat terbang. Penelitian ini menggunakan desain studi deskriptif observasional dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Sumber data dari penelitian ini berasal dari data primer yang berasal dari wawancara mendalam dan observasi secara langsung, serta secara sekunder dengan melakukan telaah dokumen perusahaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sistem pengelolaan limbah padat B3, terdapat permasalahan diantaranya yaitu prasarana TPS LB3 yang tidak memadai, jumlah SDM kurang, dan hambatan dalam efisiensi limbah padat B3. Adapun sistem pelaporan dan penyebaran informasi pengelolaan limbah padat B3 sudah tergolong cukup baik karena dilakukan secara rutin dan informatif. Saran yang dapat diberikan yaitu adanya melakukan analisis beban kerja, memperbaiki sistem perlabelan, pengawasan rutin terhadap wadah penyimpanan, perbaikan prasarana TPS LB3, pengangkutan secara rutin, pengecekan kesehatan petugas limbah B3, dan penyebaran informasi dampak limbah padat B3 kepada masyarakat.

The world of aviation has many activities that also produce various kinds of waste, including solid waste of hazardous and toxic materials. Aircraft maintenance, repair, and overhaul activities harm society and the environment. The impact of hazardous solid waste has to be prevented from the public and the environment. This research was conducted to determine how the hazardous solid waste management system results from aircraft maintenance, repair, and overhaul in aircraft maintenance companies. This study uses a descriptive observational study design using a qualitative approach. The source of data from this research comes from primary data, which comes from in-depth interviews and direct observation, and secondarily by reviewing company documents. The results of this study indicate that the hazardous solid waste management system has problems, including inadequate temporary disposal sites for hazardous and toxic waste, insufficient human resources, and obstacles to the efficiency of hazardous solid waste. The system for reporting and dPT. Seminating information on hazardous solid waste management is quite good because it is carried out routinely and informatively. Suggestions that this research can be given are conducting a workload analysis, improving the labeling system, routine monitoring of storage containers, repairing temporary disposal sites for hazardous and toxic waste, carrying out routine waste management, checking the health of hazardous waste officers, and dPT. Seminating information on the impact of hazardous solid waste to the public"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasichatun Asca
"Kebijakan hukum di bidang lingkungan hidup dalam pengelolaan B3 harus direncanakan dengan cermat karena merupakan bagian dari proses pembangunan industrialisasi. UU No.23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH). Dalam UUPLH, mengenai pengelolaan Limbah B3 diatur dalam pasal 17 dan pasal 21. Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai pengelolaan B3, antara lain PP No.19/1994 tentang Pengelolaan Limbah B3. PP No.19/1994 merupakan jawaban pertama Pemerintah dalam upaya untuk memberikan pedoman peraturan yang dapat diterapkan oleh para pelaku usaha atau dunia industri yang berhubungan langsung dengan lingkungan terutama dengan limbah B3 lain. PP No. 19 Tahun 1994 dengan perangkat hukum yang dimaksudkan untuk mendorong industri penghasil limbah B3 agar meminimalisasi jumlah limbah B3, PP ini kemudian digantikan dengan PP No. 12 Th 1995 tentang Pengelolaan Limbah B3, diganti lagi dengan PP No. 18 Th 1999 tentang Pengelolaan Limbah B3, kemudian dirubah dengan PP No. 85 Tahun 1999 tentang Perubahan PP No. 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah B3, diganti dengan PP No. 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan B3. Ada banyak perubahan yang dalam PP yang baru ini, antara lain mengenai istilah, tidak lagi dengan istilah limbah tetapi langsung dengan penyebutan Bahan Berbahaya dan Beracun dan diijinkan kegiatan ekspor dan impor B3.
Peraturan-peraturan lain yang berkaitan dengan lalu lintas batas limbah, dengan dasar ratifikasi Konvensi Basel, yang bertujuan mengatur ekspor dan impor serta pembuangan limbah B3 secara tidak sah, antara lain: Keputusan Presiden RI No. 61/1993 tentang Pengesahan Convention on The Control of Trans-boundary Movements of Hazardous Wastes and Their Disposal, Keputusan Menteri Perdagangan RI No. 349/Kp/X/f92 tentang Pelarangan Limbah B3 dan Plastik, Keputusan Menteri Perdagangan RI No. 155/Kp/VII/95 tentang Barang yang Diatur Tata Niaga Import dan Keputusan Menteri Perdagangan RI No. 156/Kp/VII/95 tentang Prosedur Impor Limbah.
Penegakan hukum dalam masalah B3, berkaitan erat dengan kemampuan aparat dan kepatuhan warga masyarakat terhadap peraturan yang berlaku. Hal ini merupakan upaya untuk mencapai ketaatan terhadap peraturan dan persyaratan dalam ketentuan hukum yang berlaku secara umum dan individual, melalui pengawasan dan penerapan (atau ancaman) sarana administrasi, kepidanaan dan keperdataan. Aparat penegak hukum lingkungan adalah: Polisi; Jaksa; Hakim; dan Pejabat/Instansi yang berwenang memberi izin; serta Penasihat Hukum. Penegakan hukum lingkungan dapat dilakukan secara preventif dan represif, sesuai dengan sifat dan efektivitasnya. Penegakan yang bersifat preventif berarti bahwa pengawasan aktif dilakukan terhadap kepatuhan kepada peraturan tanpa kejadian langsung. Instrumen bagi penegakan hukum preventif adalah penyuluhan, pemantauan dan penggunaan kewenangan yang sifatnya pengawasan. Penegakan hukum yang bersifat represif dilakukan dalam hal perbuatan yang melanggar peraturan. Penegakan hukum secara pidana umulnnya selalu mengikuti pelanggaran peraturan dan biasanya tidak dapat meniadakan akibat pelanggaran tersebut. Penegakan hukum lingkungan keperdataan hendaklah dibedakan dari upaya penyelesaian sengketa dengan cara gugatan lingkungan. Untuk memperoleh ganti kerugian bagi korban pencemaran akibat perbuatan melawan hukum oleh pencemar, karena sifatnya individual. Gugatan perdata yang dimaksud dalam penegakan hukum lingkungan dilakukan oleh penguasa apabila sarana penegakan hukum administratif kurang memadai.
Sarana yang dipergunakan dalam upaya penegakan hukum lingkungan meliputi: sarana administrasi; pidana dan Perdata. Sarana administrasi bersifat preventif dan tujuannya sebagai penegakan terhadap peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan. Dalam sarana administrasi ini dapat diterapkan konsep "Pollution Prevention Pays" terhadap perusahaan dalam proses produksinya. Sanksi administrasi memiliki fungsi instrumental, yaitu untuk mengendalikan perbuatan terlarang, juga sebagai perlindungan kepentingan yang dijaga dengan ketentuan tersebut. Bentuk administrasi ini antara lain: Paksaan Pemerintah atau tindakan paksa, Uang paksa, Penutupan tempat usaha, Penghentian kegiatan mesin perusahaan, Pencabutan izin melalui proses, teguran, paksaan pemerintah, penutupan dan uang paksa. Sarana Kepidanaan, dalam delik lingkungan diatur dalam Pasal 41 s.d 48 UUPLH yang menyangkut penyiapan alat-alat bukti serta penentuan hubungan kausal antara pencemar dan yang tercemar. Tata caranya dalam beberapa pasal tersebut tunduk terhadap UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Sarana Keperdataan, dalam hal ini yang dimaksud adalah penerapan hukum perdata untuk memaksakan kepatuhan terhadap peraturan perundang-¬undangan lingkungan, terdapat kemungkinan beracara singkat bagi pihak ketiga yang berkepentingan untuk menggugat kepatuhan terhadap undang-undang dan permohonan agar terhadap larangan atau keharusan dikaitkan dengan uang paksa ("injuction"). Gugatan ganti kerugian dan biaya pemulihan lingkungan atas dasar Pasal 34 UUPLH jo. Pasal 35 PP No. 74 Tahun 2001, dapat dilakukan baik melalui cara berperkara di pengadilan atau melalui media penyelesaian sengketa lingkungan.
Mengenai hak masyarakat untuk berperan serta dalam pengelolaan B3. Hak masyarakat untuk berperan serta dalam pengelolaan B3 meliputi: Hak masyarakat atas hidup yang baik dan sehat dan hak untuk berperan serta dalam pengelolaan B3. Hak masyarakat atas hidup yang baik dan sehat perlu dimengerti secara yuridis dan diwujudkan melalui saluran sarana hukum, sebagai upaya perlindungan hukum bagi warga masyarakat di bidang lingkungan hidup. Dalam UUPLH No. 23 Tahun 1997 Pasal 5 ayat (1) disebutkan: "Setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat." Peran serta masyarakat dalam pengelolaan limbah B3 lebih diutamakan dalam hal prosedur penerapan peraturan. Peran serta masyarakat dalam pengelolaan B3 tersebut selain memberikan informasi yang berharga kepada para pengambil keputusan, juga dapat mereduksi kemungkinan terjadinya konflik. Peran serta masyarakat dapat efektif dan berdaya guna, apabila kepastian penerimaan informasi dengan mewajibkan pemrakarsa kegiatan mengumumkan rencana kegiatannya, adanya Informasi lintas batas dan informasi tepat waktu. Pasal 35 PP No. 74 Tabun 2001 tentang Pengelolaan B3, menyebutkan bahwa masyarakat mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang upaya pengendalian dampak lingkungan hidup akibat kegiatan pengelolaan B3 ini sedangkan dalam Pasal 36 PP No. 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan B3, disebutkan setiap orang mempunyai hak untuk berperan dalam rangka pengelolaan B3 sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T19184
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Payaman Jan
Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2005
658.312 5 SIM m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Sayekti
"Dewasa ini sistem pengukuran kinerja yang paling banyak digunakan dan diadaptasi oleh perusahaan-perusahaan di dunia adalah konsep Balanced Scorecard yang dipublikasikan pertama kali oleh Robert S. Kaplan dan David P. Norton pada tahun 1992. Konsep Balanced Scorecard memberikan kemudahan bagi manajer untuk mengetahui perusahaan secara cepat dan komprehensif termasuk didalamnya ukuran kinerja keuangan yang memberikan informasi atas langkah yang diambil dilengkapi dengan ukuran kinerja operasional berdasarkan kepuasaan pelanggan, proses internal dan inovasi yang telah dilakukan perusahaan serta kemajuan aktifitas perusahaan yang akan menjadi pemicu kinerja keuangan di masa yang akan datang.
Dalam karya akhir ini Balanced Scorecard digunakan sebagai kerangka pemikiran untuk melakukan evaluasi dan analisis terhadap penerapan Balanced Scorecard pada NK Indonesia, salah satu perusahaan pcnyedia infrastruktur jaringan te]ekomunikasi yang menguasai pasar terbesar dalam industri telekomunikasi Indonesia.
Balanced Scorecard diadaptasi oleh NK Indonesia scjak tahun 2004. Sejalan dengan konsep Balanced Scorecard, NK Indonesia tclah menetapkan visi, misi, nilai dan strategi perusahaan. Narnun berbeda dengan konsep aslinya yang hanya terdiri dari empat perspektif, NIC menfonnulasikan ke dalam tujuh perspektif.
Hasil evaluasi dan analisis dalam karya akhir ini menunjukkan belum adanya keterkaitan antara visi, misi dan strategi. Selain itu pernyataan visi NK Indonesia belum memenuhi kriteria visi yang baik, yaitu belum menggambarkan kondisi organisasi yang akan dicapai di masa yang akan datang.
Dalam konsep Balanced Scorecard setelah penetapan visa, misi dan strategi langkah sclanjutnya adalah membuat strategy mrraps, yaitu dengan mcnghubungkan strategic objective perusahaan dengan masing-masing Key Performance Indicator yang dikelompokkan ke dalam masing-masing perspektif. Hal ini akan membantu akan membanlu perusahaan dalam melaksanakan implementasi strateginya. Namun sayangnya NK Indonesia belum menerjemahkan strateginya ke dalam strategy maps.
Selain itu NK Indonesia menetapkan bahwa kepuasan pelanggan menjadi salah satu strategy utamanya, namun basil evaluasi dan analisis penerapan Balanced Scorecard menunjukkan bahwa manajemen NK Indonesia hanya fokus pads perspektif bisnis internal dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan saja dan cenderung mengabaikan sasaran dalam perspektif pelanggan.

Currently, the most usable and adopted performance measurement system by the companies in the world is Balanced Scorecard system which first published by Robert S. Kaplan and David P. Norton in 1992. Balanced scorecard concept gives easy way to the manager in order to understand the company performance in fast and comprehensive manner. including financial performance measurement which giving comprehensive information about undertaken action. supplemented with operational performance measurement base on customer satisfactions, internal processes and innovation had been done by the company with activity improvement which will be a trigger for the next financial performance.
In this thesis. Balanced Scorecard used as consideration framework to do evaluation and analysis toward Balanced Scorecard application at NK Indonesia, the prominent telecommunication vendor in Indonesia.
Balanced Scorecard adopted by NK Indonesia since 2004. In line with Balanced Scorecard concept. NK Indonesia was determining vision, mission, value and company strategy. However. disparate with the original concept which only consisting of four perspectives. NK makes the formulation into seven perspectives.
The result of evaluation and analysis in this thesis are showing no interconnection between vision, mission and strategy. Moreover, the statement of NK Indonesia vision is fulfilling the proper criteria yet, it is not representing organization condition which will be achieved in the future.
In the Balanced Scorecard concept, after quotion of vision, mission and strategy, further step is to make strategy maps, by connecting company strategic objective with respective Key Performance Indicator grouped into respective perspective. This will help the company to do the implementation of their strategy. Nevertheless, NK Indonesia translate their strategy into strategy maps yet.
Moreover NK Indonesia determines that customer satisfaction will be the main strategy, however the evaluation result and Balanced Scorecard application is showing the NK Indonesia management only focusing on the internal business perspective and market growth, and tends to neglect the objective in the customer perspective."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
T 19725
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eva Melyna Virlya
"Jumlah penduduk meningkat setiap tahun di Provinsi DKI Jakarta mengakibatkan jumlah pasien dan limbah medis meningkat. Limbah medis padat rumah sakit dikategorikan LB3 dalam Permenlhk No.P.56/2015. Permasalahan, masih ditemukan limbah medis dibuang ke lingkungan dapat menimbulkan dampak di lingkungan dan makhluk hidup. Tujuan penelitian adalah menganalisis jumlah dan jenis LB3 medis padat RSPI Sulianti Saroso, RSUD Pasar Rebo, RS Medistra dan RS Husada, kinerja pelaksanaan pengelolaan limbah dan interaksi pemangku kepentingan dalam pengelolaan limbah Provinsi DKI Jakarta. Metode analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui pengelolaan LB3 medis padat dan data sekunder perhitungan jumlah limbah, wawancara mendalam dan analisis ANT untuk mengetahui interaksi pemangku kepentingan dalam pengelolaan limbah di Provinsi DKI Jakarta. Hasil penelitian, setelah dilakukan pendataan pengelolaan Limbah B3 medis padat pada 4 RS, untuk RSPI Sulianti Saroso dan RS Husada masih diperlukan perbaikan kinerja dalam aspek non teknis pengelolaan yaitu pendataan dan pencatatan, pelaksanaan perizinan dan pelaksanaan ketentuan dalam izin. Kesimpulan, atas status kinerja 4 RS di Jakarta tersebut diperlukan upaya sosialisasi pemenuhan peraturan dan penyiapan peraturan yang spesifik bagi RS dalam aspek non teknis pengelolaan limbah oleh Pemda Provinsi DKI Jakarta.

The population increases every year in DKI Jakarta Province resulting in an increase in the number of patients and medical waste. Hospital solid medical waste is categorized as Hazardous adn Toxic Waste in the Minister of Environment and Forestry Regulation No.P.56/2015. Problems, still found medical waste disposed of into the environment can cause impacts on the environment and living things. The purpose of the study was to analyze the amount and type of Solid Hazardous Medical Waste (SHMW) of Sulianti Saroso Infectious Disease Hospital (RSPI), Pasar Rebo Regional General Hospital (RSUD), Medistra Hospital and Husada Hospital, the performance of waste management implementation and stakeholder interaction in waste management of DKI Jakarta Province. Descriptive analysis method was used to determine the management of SHMW and secondary data of waste amount calculation, in-depth interviews, and ANT analysis to determine stakeholder interactions in waste management in DKI Jakarta Province. Research results, after collecting data on solid medical hazardous waste management in 4 hospitals, for RSPI Sulianti Saroso and Husada Hospital, performance improvement is still needed in non-technical aspects of management, namely data collection and recording, licensing implementation and implementation of permit provisions. Conclusion, the performance status of the 4 hospitals in Jakarta requires efforts to socialize the fulfillment of regulations and the preparation of specific regulations for hospitals in non-technical aspects of waste management by the DKI Jakarta Provincial Government."
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harmadi
"ABSTRAK

Sektor Oil & Gas masih memainkan peran penting dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sebagian besar proyek pengembangan fasilitas produksi Oil & Gas skala besar menggunakan skema kontrak Engineering, Procurement dan Construction (EPC). Banyak proyek EPC di Sektor Oil & Gas di Indonesia gagal memenuhi target kinerja proyek. Salah satu penyebab utamanya adalah buruknya kinerja kontraktor EPC. Kinerja kontraktor EPC dalam melaksanakan proyek terkait erat dengan kemampuan teknis. Dari sudut pandang pemilik proyek, pemilihan kontraktor EPC yang tidak tepat akan berdampak risiko pada pelaksanaan proyek. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan kriteria evaluasi teknis dalam proses tender untuk memilih kontraktor EPC dalam Perusahaan Oil & Gas sehingga potensi risiko yang mempengaruhi kinerja diketahui dari awal. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang diperoleh dari arsip dan kuesioner. Tahap pertama, data risiko proyek dikumpulkan dari survei dan dianalisis untuk mendapatkan probabilitas dan dampak untuk setiap prioritas risiko. Kemudian kriteria evaluasi didaftar dan divalidasi. Akhirnya, metode proses hierarki analitis (AHP) digunakan untuk memilih alternatif kriteria evaluasi dari risiko dalam pelaksanaan proyek oleh kontraktor EPC. Kriteria untuk memilih kontraktor dievaluasi berdasarkan faktor risiko proyek. Dari hasil penelitian ini, akan memperoleh kriteria berbasis risiko dalam proses tender (pemilihan kontraktor) yang akan digunakan untuk memilih kontraktor EPC terbaik untuk meningkatkan kinerja proyek.


ABSTRACT

Oil & Gas sector still plays an important role in the economic growth of Indonesia. Most large-scale Oil & Gas facilities have been developed by using Engineering, Procurement, and Construction (EPC) contract scheme. Many EPC projects in Oil & Gas Sector in Indonesia have failed to meet project performance targets. One of the main causes is the poor performance of the EPC contractor. The performance of the EPC contractors in executing the project is closely related to their technical capabilities. From the project owner point of view,improper selection of EPC contractors will have a risk impact on project execution. The purpose of this study is to develop technical evaluation criteria in the tender process to selecting contractors especially in EPC projects within the Oil & Gas Company so that the potential risks that affect to the performance can be captured and mitigated from the beginning. This study uses primary and secondary data obtained from archives and questionnaires. The first stage, project risk data are collected from the survey and analyzed to get probability and impact value for risk priority. Then evaluation criteria are listed and validated.  Finally, the analytical hierarchy process (AHP) method is used to select criteria for alternative risk impacts in project execution by EPC contractors. Criteria for selecting contractors are evaluated based on project risk factors. From the results of this study, we will obtain risk-based criteria in the tender process (contractor selection) that will be used to select the best EPC to improve project performance.

"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
T51829
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>