Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 124481 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Farida Wahyu Ningtyias
"Kabupaten Jember masih menghadapi masalah gizi gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI), sebagian besar kecamatannya termasuk dalam kategori daerah endemik GAKI. Salah satu penyebabnya adalah faktor goitrogenik sianida yang mengganggu pembentukan hormon tiroid. Keberadaannya pada beberapa sayuran yang biasa dikonsumsi masyarakat menyebabkan diperlukannya pola konsumsi dan proses pengolahan yang baik agar aman dikonsumsi. Penelitian ini bertujuan mengubah pola konsumsi goitrogenik sianida dan cara pengolahannya melalui penyuluhan gizi dan demonstrasi cara pengolahan pangan sumber goitrogenik sianida yang benar. Penelitian ini adalah sebuah penelitian kuasi eksperimental dengan rancangan pretest-posttest control design. Jumlah sampel sebanyak 196 ibu rumah tangga, terdiri dari 98 orang di setiap kelompok perlakuan dan kontrol. Penelitian dilakukan di Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember pada bulan Maret hingga Mei 2013. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan konsumsi bahan mentah sumber goitrogenik sebesar 25,98 gram. Namun, tidak terjadi peningkatan konsumsi sianida, justru menurun sebesar 9,09 miligram pada kelompok perlakuan. Hal ini terjadi karena pemilihan cara pengolahan yang tepat sesuai materi intervensi, yaitu beralih ke kulub dan rebus berkuah. Namun penurunan ini tidak signifikan (p = 0,56). Materi tentang GAKI dan cara mereduksi kadar sianida pada bahan pangan sumber goitrogenik sianida bisa dijadikan materi penyuluhan dalam program pencegahan GAKI di Kabupaten Jember.

Jember still encounter the problem of nutrition iodine deficiency disorders (IDD), most of the district are included in the category of endemic areas. One reason is the cyanide goitrogenic factors that can interfere with the function of the thyroid hormone. Its presence in some commonly consumed vegetables society, causes the need for patterns of consumption and good processing in order to make it safe for consumption. Cyanide is a precursor thiocyanate which disrupt the formation of thyroid hormones through two pathways, active transport and interfere with the activity of thyroid peroxidase. This study aimed to change food pattern and way of processing goitrogenic cyanide food stuff through nutritional counseling and demonstration of food processing to reduce cyanide in goitrogenic food stuff. The research was a quasy-experimental study with pretest-posttest control design. The number of samples 196 housewives, consist of 98 people in the respective treatment groups and control. The study was conducted in the District Arjasa Jember between March and May 2013. The result showed presence of increased consumption of raw materials sources goitrogenic cyanide of 25.98 grams, was not followed by an increase in the consumption of cyanide, which has decreased by 9.09 miligram in the treatment group. This occurs because of the selection of appropriate food processing, switching to boil and blanching (kulub). However, this decrease was not significant (p = 0.56). The material on IDD and how to reduce levels of cyanide in the food source of cyanide can be used as material counseling in prevention programs IDD in Jember."
Jember: Universitas Jember, 2014
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Djuwita Hatma
"Kemajuan teknologi dan ekonomi akhir-akhir ini memberikan dampak perubahan pola hidup yang menyebabkan pergeseran pola penyakit. Terlihat pada peningkatan penyakit kardiovaskular pada kelompok eksekutif usia produktif. Hiperkolesterolemia adalah satu-satunya faktor risiko yang dapat menyebabkan timbulanya aterosklerosis. Asupan gizi terkait erat dengan hiperkolesterolemia. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara asupan gizi serta pola makan dengan hiperkolesterolemia pada kalangan eksekutif di Jakarta. Desain penelitian adalah potong lintang. Populasi penelitian adalah kelompok eksekutif Indonesia dewasa berusia 25 _ 60 tahun. Sampel penelitian terdiri dari 280 responden berusia 25 _ 60 tahun yang merupakan kelompok eksekutif dari beberapa perusahaan yang ada di sekitar Jakarta. Kadar low density lipoprotein (LDL) kolesterol diperiksa dengan mengumpulkan sampel darah puasa. Asupan gizi dinilai dengan metode 24 hour recall dan pola makan dinilai dengan metode food frequency questionnaire (FFQ). Prevalensi hiperkolesterolemia pada kalangan eksekutif 46,1%. Prevalensi hiperkolesterolemia ini lebih tinggi secara bermakna pada laki-laki (50,9%) dibandingkan pada perempuan(29,7%). Prevalensi hiperkolesterolemia cenderung lebih tinggi pada kalangan eksekutif yang berumur di atas 40 tahun, berpendidikan tinggi dan berpenghasilan tinggi. Asupan gizi, khususnya protein hewani serta frekuensi mengonsumsi sapi, memiliki hubungan dengan prevalensi hiperkolesterolemia. Asupan protein nabati, kekerapan mengonsumsi tempe, asupan serat serta kekerapan mengonsumsi sayur dan buah dapat dipertimbangkan sebagai makanan yang protektif atau dapat menurunkan kadar LDL kolesterol dalam darah.

Technology and economical development recently poses impact toward changes of lifestyle which cause shifted of the disease pattern. The escalating of cardiovascular appears to be more common among executive productive age group. Hypercholesterolemia is the only risk factor that by itself can cause atherosclerosis. Hypercholesterolemia might be influenced by nutrient intake. The objective of this study is to know the relationship of between nutrient intake as well as food pattern and hypercholesterolemia among executive group surrounding Jakarta. Low density lipoprotein (LDL) content was assessed by collecting fasting blood samples. 24 hour recall and food frequency questionnaire (FFQ) was conducted to assess nutrient intake. Prevalence hypercholesterolemia was 46.1% among this excecutive group.The prevalence of hypercholesterolemia was significant higher among men (50.6%) compared to women (29.7%).Hypercholesterolemia prevalence tend to be higher among those who were over 40 years old, had higher education and had higher income. There was a relationship between nutrient intake especially animal protein intake as well as more frequent consuming beef with the prevalence of hypercholesterolemia. Non-animal protein intake, more frequent consuming tempe, fibre intake as well as more frequent consuming fruit and vegetable might be considered as protective food toward lowering effect of the LDL plasma cholesterol level."
Universitas Indonesia, 2013
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Suhaema
"Terjadinya sindrom metabolik diduga berhubungan dengan pergeseran
gaya hidup masyarakat yang berubah menuju masyarakat modern, dari
mengonsumsi makanan tradisional beralih ke makanan instan dan kebaratbaratan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi sindrom
metabolik dan determinannya dari pola konsumsi, meliputi konsumsi sayur
dan buah serta pola makan makanan manis, asin, berlemak, lauk hewani
berpengawet, dan penggunaan penyedap. Penelitian ini merupakan bagian
dari analisis lanjut data Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 dengan desain
potong lintang. Jumlah sampel setelah pembobotan adalah 1.878.578
orang dengan kriteria berusia 18 tahun ke atas. Pengumpulan data pola
konsumsi, antropometri, klinis, dan biomedis telah dilakukan. Analisis data
menggunakan kai kuadrat dan regresi logistik biner. Prevalensi sindrom
metabolik di Indonesia sebesar 23%, pada perempuan 26,6% dan pada laki-
laki 18,3%. Konsumsi makanan manis lebih dari satu kali per hari sebanyak
43,5% dan kurang dari satu kali per hari 10,5% dengan risiko mengalami
sindrom metabolik sebesar 6,567 kali. Konsumsi makanan asin yang
termasuk dalam kategori sering memiliki proporsi sindrom metabolik sebesar
100% dengan risiko mengalami sindrom metabolik sebanyak 6,363 kali.
Terdapat hubungan yang signifikan (nilai p < 0,05) antara pola konsumsi
sayur dan buah, frekuensi konsumsi makanan manis, asin, berlemak, lauk
hewani yang diawetkan, penggunaan penyedap, dan mi instan dengan kejadian
sindrom metabolik pada usia produktif.
Kata kunci: Pola konsumsi makanan, sindrom
Occurrence of metabolic syndrome is assumedly related to the changing of
people?s lifestyle into modern society, from consuming traditional food to instant
food and be westernized. This study aimed to determine metabolic
syndrome prevalence and its determinants from consumption patterns including
vegetable and fruit consumption as well as consumption patterns of
sweet, salty, fatty food, preserved animal side dishes and use of seasonings.
This study was a part of advanced Basic Health Research 2013 data
analysis by cross sectional design. A total of sample after weighting was
1,878,578 people on aged 18 years old and older. Collection of consumption
pattern, anthropometry, clinic and biomedic data had been conducted.
Data analysis used chi square and binary logistic regression. Metabolic syndrome
prevalence in Indonesia is 23%, 26.6% on women and 18.3% on
men. Consuming sweet food more than once a day was 43.5% and less
than once a day was 10.5% with 6.567 times risk of suffering metabolic syndrome.
Salty food consumption included into often category had metabolic
syndrome proportion worth 100% with 6.363 times risk of suffering metabolic
syndrome. There was a significant relation (p value < 0.05) between
the pattern of vegetable and fruit consumption, frequency of sweet, salty, fatty
food, preserved animal side dishes, the seasoning use and instant noodle
with metabolic syndrome occurrence in productive age"
Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Mataram, 2015
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"The innovative system of productive distribution of zakah has been considered new and infrequently conducted....."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
cover
cover
Saifuddin Sirajuddin
"Anemia gizi besi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dengan
prevalensi pada anak 5 - 12 tahun sebesar 29% di Indonesia dan di
Kota Makassar sebesar 37,6%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
faktor determinan (status kecacingan, status seng, kebiasaan sarapan pagi,
pola konsumsi makanan sumber heme dan nonheme, pola konsumsi
sumber makanan pelancar dan penghambat zat besi) terhadap kejadian
anemia. Desain penelitian yang digunakan adalah potong lintang yang dilaksanakan
pada bulan April ? Juni 2014. Penelitian ini menggunakan desain
potong lintang yang dilaksanakan pada siswa kelas 3 - 5 SD Negeri
Cambaya Kecamatan Ujung Tanah Kota Makassar. Sampel sebanyak 120
siswa yang dipilih secara acak sederhana. Analisis data dilakukan secara
univariat, bivariat dengan uji kai kuadrat dan multivariat dengan regresi logistik.
Hasil penelitian menunjukkan faktor determinan kejadian anemia
adalah status kecacingan (nilai p = 0,007), kebiasaan sarapan pagi (nilai p
= 0,002), pola konsumsi makanan sumber heme (nilai p = 0,004), dan pola
konsumsi sumber makanan penghambat zat besi (nilai p = 0,016). Hasil
analisis multivariat menunjukkan bahwa pola konsumsi makanan sumber
heme (OR = 5,09 dan 95% CI = 1,98 ? 13,08) dan pola konsumsi sumber
makanan penghambat zat besi (OR = 4,53 dan 95% CI = 1,65 ? 12,43)
adalah determinan utama kejadian anemia gizi.
Iron deficiacy anemia has been a public health problem with prevalence on
5 - 12 year old children worth 29% in Indonesia and 37.6% in Makassar.
This study aimed to determine the determinant factors (worm status, zinc
status, breakfast habit, consumption pattern of heme and nonheme source
of food, consumption pattern of iron enhancer and inhibitor food) toward
anemia incidence. The study used cross sectional design conducted in April
- June 2014. The population was third to fifth grade students of Cambaya
State Elementary School at Ujung Tanah District , Makassar City. Sample of
120 students were selected randomly. Data was analyzed using univariate,
bivariate with chi-square test, and multivariate with logistic regression test.
The results showed that the determinant factors of anemia incidence were
wormy status (p value = 0.007), breakfast habits (p value = 0.002), consumption
pattern of heme and non-heme source of food (p value = 0.004),
and consumption pattern of iron enhancer and inhibitor (p value = 0.016).
Multivariate analysis result showed that consumption pattern of heme (OR
= 5.09 and 95% CI = 1.98 - 13.08) and consumption pattern of iron enhancer
and inhibitor food (OR = 4.53 and 95% CI = 1. 65 - 12.43) was a major
determinant of nutritional anemia."
Universitas Hasanuddin, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Program Studi Ilmu Gizi, 2015
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis perubahan pola konsumsi pangan sumber karbohidrat di Indonesia.Analisis akan di fokuskan untuk daerah perdesaan dengan pertimbangan bahwa proporsi jumlah penduduk Indonesia sebagian besar berada di perdesaan sejak tahun 2002...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>