Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 73576 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Laksmi Laksmi
"The Name of the Rose, a detective novel, is set by some issues on librarianship during the Middle Age in Europe. By using discourse analysis approach, I try to know how far the concept of the librarianship was understood at that time?in the novel?based on the understanding of some concepts, starting from ?library?, ?development system?, ?collection handling?, which includes ?classification?, ?censorship system? and ?librarians? professionalism?, until some matters on borrowing and using collection. Besides, this analysis is aimed at identifying cultural values related to the librarianship. The conclusion shows that the librarianship has an important role in providing suspense elements in a detective novel."
University of Indonesia, Faculty of Humanities, 2005
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Gadis Arivia Effendi
"Di permukaan novel, The Name of The Rose menceritakan suatu cerita detektif yang menegangkan, karena menyajikan liku-liku pengungkapan pembunuhan di biara Melk, sebelah utara Itali, dan sekaligus menyuguhkan latar belakang abad Pertengahan lengkap dengan polemik agama dan politiknya. Namum ketika kita te rus mengikuti diskusi yang terjadi di antara tokoh-tokoh utama di dalam novel seperti William of Baskerville (seorang biarawati) dan Adso (muridnya), kita segera mengerti bahwa terdapat diskusi yang lebih fundamental dari sekadar ingin menyuguhkan suatu cerita, akan tetapi terdapat suatu diskusi semiotik yang intens. Jadi, bukan suatu kebetulan Eco membangun ceritanya lewat cerita detektif-kriminal yang penuh dengan tanda- karena dengan cerita yang demikian nalar abduktif dalam model abduktif-detektif, yang seluruh pembahasannya berada di wilayah filsafat. Penalaran abduktif diperkenalkan oleh filsuf Amerika, abad XX, Charles Sanders Peirce dalam teori tandanya. Pada dasarnya teori semiotik yang disuguhkan Eco dalam novelnya adalah upayanya untuk memperlihatkan penerapan semiotik dalam memecahkan pembunuhan yang terjadi dan upaya untuk mengerti pemikiran kaotis abad pertengahan yang otoriter dan statis. _ Kita berpikir dalam tanda_, demikian Peirce mengatakan, dan hanya melalui proses pertandaan, manusia masuk dalam ritme semiosis _ yang menjawab pertanyaan _bagaimana manusia berpikir?_ dan implikasi epistemologisnya dari _ Bagaimana kita mengetahui realitas?_. Upaya untu menjawab pertanyaan _ Bagaimana kita mengetahui realitas?_ adalah pada dasarnya untuk memperlihatkan akar dari tanda. Eco di sini memulai diskusinya dari para filsuf Yunani dan para filsuf abad Pertengahan yang pada dasarnya memulai pertanyaan dengan _ Apakah sebenarnya realitas itu?_ Diskusi ini membawa kita pada persoalan substansi universalisme, nominalisme, dan realisme. Diskusi ini juga memperkenalkan kita pada pemikiran-pemikiran Aristoteles, Ockham, Abelard, dan Bacon. Namun pada diskusi selanjutnya kita mengerti kemudian bahwa Eco bukan saja ingin mempertanyakan _Bagaimana kita mengetahui realitas?_ (lewat perdebatab semiotik) dan _apakah realitas itu?_ (lewat perdebatan filsafat). Eco meneruskan pertanyaannya pada _Apakah realitas itu sendiri ada?_ Bagi Eco sendiri realitas merupakan suatu sistem pertandaan yang mempunyai keterkaitan teks antar teks, di sini Eco sibuk dengan perdebatan-perdebatan Postmodern."
Depok: Universitas Indonesia, 1990
S16186
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Depok: Departemen Ilmu Perpustakaan FIB-UI, 2006
025 SUL p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Eco, Umberto
San Diego : Harcourt Brace Jovanovich, 1983
853.914 UMB nt
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Laksmi
Jakarta: Sagung Seto, 2007
025 LAK t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
I Kadek Agus Sujiro Putra
"I Nyoman Cerita adalah seniman sekaligus akademisi seni pertunjukan khususnya seni tari di Bali yang berasal dari Banjar Sengguan, Desa Singapadu, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar Bali. Beliau telah mampu membangun sebuah upaya pengembangan kesenian khususnya tari di Bali. Berbagai karya-karya yang hingga kini telah memberikan catatan penting terhadap perkembangan sent tari, I Nyoman Cerita mampu menciptakan karya tari dengan cara Nyeraki. Istilah Nyeraki yaitu serba ada atau serba bisa. Kemampuan Nyeraki yang dimaksud disini adalah kemampuan Nyoman Cerita yang dapat menyelesaikan segalanya dengan kemampuan yang serba bisa. Nyoman Cerita mampu menciptakan tabuh (musik iringan tari), mampu menciptakan gerak tari, serta mampu menciptakan konsep kostum. Kemampuan Nyeraki sangat jarang dimiliki oleh seniman tari pada umumnya.
Tujuan dari penelitian ini menghasilkan sebuah karya tulis tentang tokoh I Nyoman Cerita seniman tari asal Gianyar, menghasilkan karya tulis yang mampu digunakan sebagai informasi tentang tokoh inovatif dalam mencipta tari Bali, ada tiga pokok permasalahan yang akan dikaji yaitu bagaimanakah latar belakang kehidupan I Nyoman Cerita, bagaimanakah proses kreatif I Nyoman cerita sebagai tokoh inovatif dalam mencipta Tari Bali, bagaimanakah kontribusi karya I Nyoman Cerita dalam perkembangan seni tari di Bali? teori yang digunakan untuk membedah ketiga Iatar belakang tersebut yaitu: teori biograifi, teori motivasi,teori Estetika.
Inovatif karya I Nyoman Cerita yaitu beliau mampu memunculkan ide-ide bar seperti pengolahan properti tari yang digunakan dalam berbagai fungsi. Sebagai contohnya adalah properti pajeng dapat di fungsikan sebagai tombak, roda kereta, dan simbol awan, sedangkan properti kipas dapat digunakan sebagai gada dan kereta kencana kontribusi karya-karya Tari Bali beliu menjadi bahan ajar di sanggar dan sebagai sajian seni pertunjukan pariwisata."
Denpasar: Institut Seni Indonesia Denpasar, 2017
700 KJSP 3:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Limbong, Banggas
Depok: Faculty of Humanities University of Indonesia, 2003
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Iskandar
"Trading activities in the Nusantara archipelago had developed into an international trade. According to Ricklef, Europe was not the most developed region in the world. The developing world at the time was in fact the Islamic world, stretching from the Middle East to the Nusantara. If we trace it further back into the past, to the pre-Islamic age, trade in the Nusantara region had developed, espcially during the golden eras of Sriwijaya and Majapahit. This paper describes the economic and trade development in the Nusantara before the 19th century."
Depok: Faculty of Humanities University of Indonesia, 2005
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Setiawati Darmojuwono
Depok: Faculty of Humanities University of Indonesia, 2000
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Soerjanto Poespowardojo
University of Indonesia, Faculty of Humanities, 2000
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>