Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 70965 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bubandt, Nils
"The intention of this article is to discuss the relationship between the processes of fiscal and political decentralization, the outbreak of communal violence, and what I call 'the new politics of tradition' in Indonesia. In 1999 under the President Jusuf Habibie, the Indonesian parliament (DPR) voted in favour of two laws, No. 22 and 25 of 1999, which promised to leave a significant share of state revenues in the hands of the regional governments. Strongly supported by the liberal ideologues of the IMF and the World Bank, the two laws were envisaged within Indonesia as a necessary step towards devolving the centralized power of New Order patrimonialism and as a way of curbing separatism and demands for autonomy by giving the regional governments the constitutional and financial wherewithal to maintain a considerable degree of self-determination. Decentralization was in other words touted as the anti-dote to communal violence and separatist tendencies-an anti-dote administered or at least prescribed by multi-national development agencies in most conflict-prone areas of the world. This paper wishes to probe this idea by looking at the conflict and post-conflict situation in North Maluku. The conflict illustrates how local elites began jockeying for political control in anticipation of decentralization. The process of decentralization is in other words not merely an anti-dote but in some cases an implicated part in the production of violence. One reason for this is simply that the decentralization of financial and political control after three decades of centralization entails a significant shift in the parameters of hegemony-a shift towards which local political entrepreneurs in the regions are bound to react. The new 'politics of tradition' currently emerging in Indonesia is the combined result of changes in global forms of governance, a strong political focus on ethnic and religious identity in the 'era reformasi' and a local willingness to employ these identities to garner support in the new political landscape of decentralization."
Depok: Jurnal Antropologi Indonesia, 2004
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
M. Christine Boulan-Smit
"Bidang pertambangan merupakan sumber pendapatan yang paling besar bagi Indonesia.Kondisi ekonomi pertambangan mampu berdampak positif atau negatif bagi stabilitas ekonomi Indonesia. Dengan adanya berbagai selisih paham antara beberapa undang-undang otonomi daerah dan pertambangan, siapa yang bertanggung jawab untuk memberikan izin pertambangan secara hukum tidaklah jelas. Dalam konteks ini, hubungan antara komunitas lokal, para pengusaha, dan pemerintah daerah semakin sulit. Menjelang pelaksanaan otonomi daerah, perusahaan pertambangan menghentikan kegiatan eksplorasi, karena mereka takut pada kerusuhan sosial dan ketidakjelasan di bidang pemberian izin. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis hambatan yang dialami oleh daerah di bidang pertambangan pada masa otonomi daerah. Beberapa solusi diajukan bagi pembangunan ekonomi-sosial yang layak dan memenuhi kebutuhan masyarakat lokal."
2002
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Frost, Nicola
"The religious-ethnic violence in Maluku has unearthed a complex network of rivalries, inequalities and rhetoric. Opinions as to the causes of the conflict, and possible avenues for reconciliation are extremely diverse, and reflect many of the tensions and challenges faced by Indonesia as a whole, as it moves towards decentralization. One of the elements of Maluku society that has proved to be controversial in this context is tradition or adat. This paper explores some current perspectives on the role of adat in Maluku, and its potential for social transformation. Does a situation as extreme as that in Maluku itself encourages radical transformation and creative solutions for rebuilding civil society, or does it simply further entrench existing prejudice and power relations? How will regional autonomy influence this? What relation do these questions have to other reconciliation initiatives? The paper does not attempt to draw far-reaching conclusions about the future role of adat in Maluku society, but simply indicates some of the questions to be asked and answered in the years ahead. It provides examples of past activities, current perspectives, and future possibilities. It is hoped that these questions will contribute to an already lively debate at the local level."
Depok: Jurnal Antropologi Indonesia, 2004
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Maribeth Erb
"Tulisan ini merupakan sebuah analisa simbolik tentang hubungan antara manusia dan binatang liar di Kabupaten Manggarai di Flores Barat. Orang Rembong di Manggarai,mempunyai ceritera dan upacara adat yang menunjukkan adanya hubungan erat antara dunia manusia dan dunia hewan, yang mirip dengan hubungan antara dunia roh dan dunia manusia. Orang Manggarai percaya bahwa binatang liar adalah peliharaan dari roh-roh hutan, maka upacara khusus mesti diadakan sebelum mulai berburu, menanam padi dan jagung untuk menghormati hewan tersebut. Tulisan ini mengetengahkan pola hubungan antara manusia dan hewan liar pada suku Flores Barat yang dirugikan akibat ulah hewan-hewan liar yang merusak kebun-kebun mereka."
National University of Singapore, 1998
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Persoon, Gerard A.
"Tulisan ini membahas sejumlah aspek yang terkait dengan proses desentralisasi pengelolaan sumber daya alam. Fokusnya pada sejumlah tema dan isu yang menjadi karakteristik proses tersebut yang sering mengarah pada berbagai bentuk pengelolaan bersama (co-management). Tema-tema dan isu-isu tersebut ditarik dari pengalaman di sejumlah negara, khususnya dari Filipina di mana desentralisasi telah dimulai lebih dari 10 tahun sebelum diterapkan di Indonesia. Sejumlah tema dan isu yang menjadi fokus adalah perbedaan dalam perspektif waktu, hubungan antara sifat sumber daya ekologi dan batas-batas sosial, konsep komuniti dan pengelolaan, proses melemahnya tanggung jawab negara dalam kaitannya dengan kepentingan lokal, peran pihak ke tiga dalam pengelolaan bersama, sifat kontrak dalam pengelolaan sumber daya, sejumlah aspek yang terkait dengan penduduk lokal, dan gagasan tentang keberhasilan dan kegagalan dalam pengelolaan bersama. Dengan mengedepankan isu-isu ini kami berharap dapat memberikan suatu perspektif antropologis terhadap proses yang amat menarik dari desentralisasi pengelolaan sumber daya alam."
[Place of publication not identified]: [Publisher not identified], 2005
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Bubandt, Nils
"The intention of this article is to discuss the relationship between the processes of fiscal and political decentralization, the outbreak of communal violence, and what I call 'the new politics of tradition' in Indonesia. In 1999 under the President Jusuf Habibie, the Indonesian parliament (DPR) voted in favour of two laws, No. 22 and 25 of 1999, which promised to leave a significant share of state revenues in the hands of the regional governments. Strongly supported by the liberal ideologues of the IMF and the World Bank, the two laws were envisaged within Indonesia as a necessary step towards devolving the centralized power of New Order patrimonialism and as a way of curbing separatism and demands for autonomy by giving the regional governments the constitutional and financial wherewithal to maintain a considerable degree of self-determination. Decentralization was in other words touted as the anti-dote to communal violence and separatist tendencies-an anti-dote administered or at least prescribed by multi-national development agencies in most conflict-prone areas of the world. This paper wishes to probe this idea by looking at the conflict and post-conflict situation in North Maluku. The conflict illustrates how local elites began jockeying for political control in anticipation of decentralization. The process of decentralization is in other words not merely an anti-dote but in some cases an implicated part in the production of violence. One reason for this is simply that the decentralization of financial and political control after three decades of centralization entails a significant shift in the parameters of hegemony-a shift towards which local political entrepreneurs in the regions are bound to react. The new 'politics of tradition' currently emerging in Indonesia is the combined result of changes in global forms of governance, a strong political focus on ethnic and religious identity in the 'era reformasi' and a local willingness to employ these identities to garner support in the new political landscape of decentralization."
Depok: Jurnal Antropologi Indonesia, 2004
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Bemmelen, Sita van
"Artikel ini berupaya memperlihatkan bagaimana ideologi gender pemerintahan Orde Baru dan pemerintahan Reformasi yang berbeda saling berkelindan pada tingkat lokal danberinteraksi dengan identitas gender lokal. Tulisan ini juga menunjukkan bahwa adalahmungkin untuk melakukan penelitian tentang diskursus lokal dengan memfokuskan padakasus Bali jika sumber-sumber utama yang ada dapat diakses secara memadai."
2006
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Philipus Tule
"Tulisan ini membahas masalah organisasi sosial masyarakat adat desa 'Udu Worowatu,suku bangsa Keo di Kabupaten Ngada, Flores Tengah. Keunikan masyarakat ini terlihat dari sistem penataan stratifikasi sosialnya yang merujuk pada tiang rumah adat (deke) dan jenis keranjang adat (wati, gata, mboda) yang lazim digunakan untuk menghitung berat sumbangan wajib berupa nasi atau jagung pada saat penyelenggaraan suatu upacara adat. Setiap individuatau kelomppok telah memahami status masing-masing, baik sebagai pemangku tiang depan atau belakang, tiang timur atau barat, keranjang kecil (wati), keranjang menengah (gata) atau pun keranjang besar (mboda). Rujukan pada tiang (deke) dan keranjang (wati, gata)itu menyiratkan pula tatanan sosial setiap individu atau kelompok, baik sebagai pemimpin adat atau anggota biasa. Sistem pemerintahan desa yang secara seragam diterapkan di seluruh Indonesia berdasarkan UU no. 5 1979 dengan segala perangkatnya, merupakan suatu bentuk pelecehan terhadap khasanah adat dan budaya lokal. Pemilihan dan pengangkatan perangkat pemerintahan desa yang tidak mempertimbangkan tatanan sosial adat itu telah memarjinalisasikan para pemimpin adat. Hal itu merupakan penerapan sistem sibernetik yang akhirnya bermuara pada kepemimpinan tanpa wibawa, tetapi yang memerintah secara otoriter, dan yang dapat menyebabkan kegagalan pelbagai proyek pembangunan."
1998
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Kartini Sjahrir
"In the context of Indonesia's recent elections, money politics is generally seen in a negative light. The author discusses this issue from the standpoint of economic anthropology, and provides as historical explanation of how monetary system entered the local economic system and to what extent it influences the sociopolitical system. Added to the discussion are comparisons with other systems. She continues to show how political systems are viewed from the anthropological perspective, and ends by explaining the meaning of money politics and its practice in political activities."
1999
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Bräuchler, Birgit
"Tulisan ini membahas cyberspace dan konflik di Maluku untuk memperlihatkan sumbangan bagi cyber anthropology dan analisis mekanisme yang rumit pada situasi di Maluku. Konflik Maluku tidak cuma berlangsung pada tingkat lokal dan nasional, tetapi juga di cyberspace.Tampilan-tampilan di cyberspace sejajar dengan garis-garis agama sehingga memperkuat kesan perang agama antara umat Kristiani dan masyarakat Muslim. Internet menyediakan sarana bagi kelompok-kelompok yang bertikai untuk mengedepankan pandangan mereka mengenai konflik. Hal yang terpenting untuk kajian ini adalah paparan-paparan Internet dari kelompok-kelompok dan orang-orang yang langsung terlibat di dalam konflik, karena mereka mengakui memberikan informasi tangan pertama. Informasi itu membentuk persepsi konflik di luar Maluku dan di dunia internasional. Studi ini memfokuskan pada strategi-strategi dan argumentasi yang dipakai oleh kelompok-kelompok bertikai di Internet untuk menggambarkan pandangan mereka terhadap realitas, mengkonstruksikan komuniti-komuniti (communities) dan identitas-identitas mereka yang representatif. Lebih jauh, peran presentasi dalam konflik dan juga peran agama di dalam presentasi-presentasi itu juga diteliti. Webpage, milis dan newsletter terpilih yang mewakili pihak Kristen dan Muslim dianalisis untuk menunjukkan proses konstruksi itu. Setiap kelompok menggunakan bermacam-macam strategi-strategi dan modus-modus komunikasi Internet dan argumentasi teks dan visual untuk mengejar proyek identitas masing-masing. Materi-materi diambil baik dari cyberspace maupun dari konteks lokal Maluku, sehingga mengaburkan batas-batas antara realitas dan virtualitas."
2004
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>