Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 90635 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Panennungi, Maddaremmeng A.
"Buku ini menjelaskan konsep dasar dan pengukuran neraca dasar makroekonomi yaitu Neraca Produk Domestik Bruto, Neraca Pembayaran, dan Neraca Moneter."
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor, 2017
330.959 MAD p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Suryani Widarta
"ABSTRAK
Penelitian ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa sistem transportasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi, terutama kegiatan produksi dan distribusi. Adanya perbedaan potensi antar daerah menjadikan transportasi sebagai satu-satunya sarana dalam pendistribusian barang agar dapat memenuhi kebutuhan suatu daerah.
Penelitian ini menggunakan Sistem Neraca Sosial Ekonomi dan Anal isis Jalur (Structural Analysis Path{ SPA). Tujuan dari penelitian ini adalah : Pertarna, untuk menganalisis pengaruh transportasi terhadap sektor produksi, faktor produksi dan institusi; Kedua untuk mengetahui identifikasi jalur pengaruh sektor transportasi pada penerimaan rumah tangga; Ketiga menganalisis pengaruh investasi di sektor transportasi terbadap sektor ekonomi dan institusi; Keempat untuk menganalisis pengaruh kebijakan penurunan subsidi BBM terhadap penerimaan rumah tangga.
Hasil penelitian menunjukkan dengan sektor transportasi mempengaruhi sektor produksi, faktor produksi dan institusi, adanya investasi yang menyebabkan peningkatan output sektor transportasi akan meningkatkan sektor-sekfor ekonomi lainnya dan meningkatkan penerimaan institusi (rumah tangga dan perusabaan), tcrutama rumah tangga bukan pertanian golongan bawah dan atas di kota. Kebijakan penurunan subsidi rill BBM lebih berdampak pada rumah tangga bukan pertanian di kota baik golongan bawah maupun golongan atas sert.a rumah tangga golongan bawah di desa.Tetapi berdasarkan rasio tabungan, rumah tangga yang mendapat beban lebih berat karena penurunan subsidi riil BBM adalah golongan rumah tangga buruh tani, dan rumah tangga bukan angkatan kerja di desa.

ABSTRAK
This thesis is intended to show that the transportation system has played a very important role in economic development, especially in production and distribution activities. Potential differentiation between region makes transportation become more important to distribute goods and service to fulfill the needs.
By using the SAM and the SPA analysis the objectives of this study are first, to analyze the effect of transportation to industries/production sectors, production factors and institution; second, to identify the effect path of transportation on household income; third, to analyze the effect of transportation investment to economy sectors and institutions; forth, to analyze the effect of reducing petroleum subsidy to household income.
The research show that investment on transportation will improve the economic development, through output reaction, as well as the household and firm income, especially for both lower and upper class of non agriculture household in urban area. The policy of lowering petroleum real subsidy has more impact to the lower class of non agriculture household in urban area and rural area, as well as the upper class in urban area. However, in term of saving ratio, household agricultural workers and non labor force household in rural area are those who get more burden."
2008
T 27674
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Syafrin Azuari
"Penelitian ini dilatarbelakangi semakin berkembangnya Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di Indonesia baik dalam hal indikator-indikator TIK maupun dalam hal pengeluarannya. Namun dalam perkembangannya muncul permasalahan adanya kesenjangan infrastruktur sarana komunikasi antara desa dan kota. Berangkat dari itu penulis mencoba menganalisis pengaruh pengeluaran TIK pemerintah pusat untuk melihat dampak penggandanya dan keterkaitannya dengan sektor ekonomi lain. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE). Melalui analisis angka pengganda SNSE akan diketahui dampak pada sektor-sektor lainnya apabila dilakukan injeksi pengeluaran TIK. Data yang digunakan menggunakan tabel SNSE tahun 2005 yang disusun BPS.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya injeksi pengeluran TIK pada sektor komunikasi akan berdampak terbesar pada faktor produksi modal, institusi perusahaan dan tenaga kerja di kota. Hal ini sesuai dengan kondisi TIK di Indonesia yang masih dalam tahap pembangunan infrastrukturnya yang tentunya membutuhkan lebih banyak modal, dan sesuai dengan deregulasi telekomunikasi, maka dalam pembangunan infrastruktur telekomunikasi sektor swasta atau perusahaan mendapatkan peranan yang sangat besar. Walaupun dampak pengeluaran TIK lebih berpengaruh pada faktor produksi namun tidak dipungkiri pengaruhnya terhadap tenaga kerja.
Tenaga kerja yang paling mendapatkan pengaruh adalah tenaga kerja di kota. Sedangkan dampaknya terhadap institusi selain berdampak besar pada institusi perusahaan, dampak pengeluran TIK juga berpengaruh pada institusi rumah tangga tangga pengusaha bebas golongan atas, pengusaha bukan pertanian, manajer militer, profesional, teknisi, guru, pekerja tata usaha dan penjualan golongan atas perkotaan. Dari kegiatan produksi, dampak yang paling besar dirasakan oleh sektor komunikasi itu sendiri, diikuti oleh industri kertas, percetakan alat angkutan dan barang dari logam.

This research based development of Information and Communication Technology (ICT) in Indonesia, both in terms of ICT indicators and in terms of spending. However, problems arise in the development of communications infrastructure gap between rural and urban areas. Departing from the author tries to analyze the influence of central government ICT spending to see penggandanya impact and its relationship to other economic sectors. The approach taken in this research is to use a Social Accounting Matrix (SAM). Through the SAM multiplier analysis will look at the impact on other sectors if the injection of ICT spending. Data used for the SAM using the table in 2005 prepared by BPS.
The results showed that injection of ICT spending in the communication sector will have the biggest impact on production factors capital, institutions, companies and workers in the city. This is in accordance with the conditions of ICT in Indonesia is still in the stage of infrastructure development which will need more capital, and in accordance with the deregulation of telecommunications, telecommunications infrastructure development in the private sector or the company gets a very big role. Although the impact of ICT spending more influence on the factors of production but does not deny the impact on employment.
Employment is the most get the influence of labor in the city. While the impact on other institutions have a major impact on corporate institutions, the impact of ICT spending also affects the domestic institutions of the free class entrepreneur ladder, entrepreneurs rather than agriculture, military managers, professionals, technicians, teachers, clerical workers and sales of urban elites. From production activities, the biggest impact felt by the communication sector itself, followed by the paper industry, printing equipment and goods transportation."
Depok: Fakultas Eknonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2010
T28065
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2018
334 KOP
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
P. Gunung Sarasmoro
"Belanja pertahanan diperiksa untuk mengetahui pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi dan investasi di Indonesia. Data yang digunakan adalah deret waktu (time series) mulai tahun 1976 hingga 2020 untuk memeriksa pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi dan untuk memeriksa pengaruhnya terhadap investasi menggunakan data deret waktu mulai tahun 1990 hingga 2020 di Indonesia. Dengan hipotesis belanja pertahanan memiliki hubungan kointegrasi dalam jangka panjang dan memiliki kasualitas dua arah terhadap pertumbuhan ekonomi dan investasi di Indonesia. Melalui pendekatan model Autoregression Distributed Lag dengan uji batas yaitu Bound Cointegration Test dan uji kasualitas Granger Toda-Yamamoto secara empiris menghasilkan belanja pertahanan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi dan investasi di Indonesia dengan tingkat kepercayaan yang signifikan. Belanja pertahanan juga terbukti memiliki hubungan kointegrasi dalam jangka panjang atau bergerak bersama-sama dalam jangka panjang dan memiliki hubungan dua arah atau timbal balik terhadap pertumbuhan ekonomi dan investasi di Indonesia. Hasil penelitian ini memperkuat teori bahwa belanja pertahanan adalah bagian dari komponen belanja permerintah yang memiliki pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dan investasi, demikian juga sebaliknya. Dengan kata lain semakin meningkat investasi di Indonesia, maka secara linier akan mempengaruhi pendapatan pemerintah yang pada akhirnnya berimplikasi langsung terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi sehingga secara berkelanjutan dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah di bidang pertahanan.

Defence expenditure is examined to determine its effect on economic growth and investment in Indonesia. The data used is a time series from 1976 to 2020 to examine its effect on economic growth and to examine its effect on investment using time series data from 1990 to 2020 in Indonesia. With the hypothesis that defense spending has a cointegration relationship in the long term and has a bidirectional to economic growth and investment in Indonesia. Through the Autoregression Distributed Lag model approach with a bound test, namely the Bound Cointegration Test and the Granger Toda-Yamamoto causality test, empirically, defence expenditure has a positive effect on economic growth and investment in Indonesia with a significant level of confidence. Defence expenditure is also proven to have a cointegration relationship in the long term or move together in the long term and has a a bidirectional or reciprocal relationship to economic growth and investment in Indonesia. The results of this study strengthen the theory that defence expenditure is part of the component of government expenditure that has a significant influence on economic growth and investment, and vice versa. In other words, increasing investment in Indonesia will linearly affect government revenues which, in the end, have direct implications for increasing economic growth so that it can be used sustainably to finance government expenditure in the defence sector."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danang Kuncara Sakti
"BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Proses degradasi sumberdaya hutan dalam dua dekade ini telah menimbulkan dampak yang cukup luas, yang menyentuh aspek lingkungan, ekonomi, kelembagaan, dan juga sosial-politik. Kerusakan telah terjadi di semua kawasan hutan sebagai akibat dari lemahnya penegakan hukum, pembukaan hutan untuk keperluan pembangunan lain (pertambangan, dan industri), perambahan, kebakaran hutan, lemahnya kesadaran dan perhatian terhadap kelestarian ekosistem DAS, serta kurangnya upaya reboisasi yang dilakukan oleh pemerintah dan pengguna hutan lainnya.
Berdasarkan hasil analisis data RePPProt dan data Inventarisasi Hutan Nasional (NFI) tahun 1985-1997 diperoleh angka deforestasi sebesar 22,46 juta ha atau laju deforestasi nasional per tahun sebesar 1.8 juta ha/tahun. Deforestasi terbesar terjadi di Propinsi Sumatera Selatan seluas 2,3 juta ha atau sebesar 65 % dari luas hutannya pada tahun 1985. Kemudian secara berturut-turut di Propinsi Kalimantan Selatan, Lampung dan Jambi. Namun demikian deforestasi terluas terjadi di Pulau Kalimantan seluas 10,3 juta ha, yaitu di Propinsi Kaltim 4,4 juta ha, Propinsi Kalteng 3,1 juta ha, Propinsi Kalbar 2,0 juta ha dan Propinsi Kalsel seluas 0,8 juta ha. Kontribusi sektor kehutanan dan perubahan lahan terutama disebabkan oleh tingginya laju kerusakan hutan di Indonesia.
Laju kerusakan hutan di Indonesia sesudah masa reformasi justru lebih cepat dibandingkan dengan sebelumnya. Parahnya kondisi hutan Indonesia diperlihatkan oleh hasil penafsiran citra landsat tahun 2000 yang menunjukkan bahwa terdapat hutan dan lahan rusak lebih dari 101,73 juta ha, seluas 59,62 juta ha diantaranya berada dalam kawasan hutan yakni di dalam hutan lindung (10,52 juta ha), hutan konservasi (4,69 juta ha) dan hutan produksi (44,42 juta ha). Laju kerusakan hutan pada periode 1997-2000 meningkat cepat menjadi 3,8 juta ha/tahun. Laju kerusakan tersebut diperkirakan semakin tidak terkendali pada periode tahun 2000-2003 karena aktifitas penebangan liar, penyelundupan kayu dan konversi kawasan hutan menjadi areal penggunaan lain yang semakin merajalela, pemberian ijin pemanfatan kayu hutan/IPKH oleh pemerintah daerah yang tidak terkontrol (Badan Planologi Kehutanan, 2003). Pada saat ini, dengan kondisi hutan yang sangat menyedihkan serta lembaga-lembaga kehutanan yang tidak memiliki kekuatan apa-apa dalam mengerem laju kerusakan ini, apapun akan dilakukan dalam upaya menyelamatkan pohon-pohon terakhir yang tersisa di hutan Indonesia.
Meskipun melalui perundingan yang panjang akhirnya pemerintah Indonesia telah meratifikasi Protokol Kyoto, tepatnya pada hutan Juli 2004. Dengan meratifikasi Protokol Kyoto tersebut maka Indonesia akan memiliki komitmen terhadap negara-negara lain yang lebih dahulu meratifikasi perjanjian tersebut. Ratifikasi Protokol Kyoto merupakan sebuah kesepakatan internasional yang menunjukkan upaya yang sangat serius dalam menghadapi peruhahan iklim. Secara hukum Protokol Kyoto mewajibkan seluruh negara Annex I untuk secara bersama-sama menurunkan emisi gas rumah kaca rata-rata sebesar 5,2% dari tingkat emisi tahun 1990 pada periode tahun 2008-2.012. Indonesia akan mendapatkan keuntungan melalui mekanisme Clean Development Mechanism -CDM yang terdapat pada perjanjian tersebut.
Clean Development Mechanism (CDM) di kehutanan ini lahir dari tuntutan terhadap fungsi dan peran hutan tropis yang tersisa dianggap sebagai "paru-paru dunia", maka negara-negara pemilik hutan ini harus diberikan kompensasi untuk sumbangannya dalam menyediakan paru-paru dunia tersebut. CDM juga dapat dilihat sebagai bentuk kompensasi dari negara maju kepada negara berkembang, sehingga CDM merupakan peluang memperoleh dana luar negeri untuk mendukung program-program prioritas, penciptaan lapangan kerja dengan adanya investasi baru. Adapun manfaat tidak langsung yang dapat dipetik Indonesia dapat berupa technology transfer, capacity building, peningkatan kualitas Iingkungan, serta peningkatan daya saing.
Bentuk lain dari komitmen antara negara-negara pengikut Protokol Kyoto ini adalah jual-beli emisi itu dalam bentuk sertifikat, yaitu jumlah emisi para pelaku perdagangan akan diverifikasi oleh sebuah badan internasional atau badan lain yang diakreditasi oleh badan tersebut namun sampai saat ini belum terbentuk. Reduksi Emisi bersertifikat (RES) atau Certified Emission Reduction (CER) inilah yang diperjualbelikan dalam sebuah pasar internasional. RES itu dinyatakan dalam ton karbon yang direduksi. Jumlah reduksi metan dan GRK lain juga dinyatakan dalam ton karbon. Jadi harus dikonversi menjadi ton karbon. Sekarang perdagangan ini sudah berjalan melalui yang disebut implementasi patungan (joint Implementation). Harga karbon masih sangat bervariasi, yaitu antara US$10 sampai US$30 per ton karbon.
Indonesia bisa mendapatkan sedikitnya US$ 500 juta dari nilai reduksi karbon yang dijual melaui mekanisme CDM. Nilal keseluruhan di atas berasal pengelolaan hutan lestari sebesar US$ 50 juta dan US$ 350 juta berasal dari sektor energi. Dengan keikutsertaan ini maka konsekuensi sektor kehutanan terhadap penebangan liar menjadi sangat penting. Keberadaan luasan hutan sebagai jaminan pasokan karbon perlu terus terjaga. Secara tidak langsung sektor kehutanan mencegah terjadi kehilangan devisa akibat penebangan liar tersebut sebesar 30 triliun rupiah (Agus P Sari, Pelangi Indonesia).
Untuk melihat dampak ekonomi dari mekanisme CDM khususnya di sektor kehutanan digunakan SAM (Social Accounting Matrix) atau di Indonesia sering disebut SNSE (Sistem Neraca Sosial Ekonomi). Dengan menggunanakan SNSE ini dapat diketahui perubahan perekonomian nasional akibat adanya suatu kegiatan perekonomian pada salah satu sektor tertentu. Perubahan tersebut dapat berdampak pada sektor-sektor yang terdapat dalam SNSE, yaitu faktor produksi, institusi dan sektor produksi."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T15301
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratu Zahro
"Perkembangan film Indonesia dimulai pada tahun 1926 dengan diproduksinya film Loetoeng Kasaroeng. Dalam perkembangannya kemudian, film Indonesia mengalami berbagai masa: penjajahan Belanda, penjajahan Jepang, kemerdekaan, orde lama sampai dengan orde baru sekarang ini. Dalam kurun waktu tersebut, ribuan judul telah dilahirkan dari rahim sejarah perfilman Indonesia, dengan beraneka tema dan jalan cerita, dalam bentuk drama, action, komedi musikal, dakwah, dan sebagainya.
Bila kita mengamati perkembangan film Indonesia dewasa ini, banyak hal menarik yang layak untuk dijadikan pertimbangan, yaitu banyaknya gagasan dan pembaruan di sektor teknis sinematografi di kalangan sineas kita, seperti tata suara yang ultrastereo dan penyajian sinematografi yang menarik. Selain itu, menurut hemat penulis, perkembangan dan penggambaran dari segi penokohan, terutama tokoh-tokoh perempuan sangat menarik untuk diamati. Sudut pandang ini jarang diamati secara mendalam oleh para sarjana yang berkompeten di bidang ini. Pengamatan atas tokoh perempuan yang dimunculkan dalam film Indonesia baru dilakukan pada tahun 1981 oleh Khrisna San, seorang pengajar di Murdoch University, Australia.
Hasil pengamatannya itu kemudian dimuat di majalah Prisma Nomor 7, Juli 1981. Kemudian, pada 1986 Komite Film DKJ (Dewan Kesenian Jakarta) menyelenggarakan Pekan Film yang bertema Citra Wanita dalam Film Nasional: Dieksploitasi, Benarkah? Kesimpulan dari kedua pengamatan tersebut: perempuan yang diterima dalam film Indonesia adalah perempuan yang menikah dan bernaung di bawah lelaki, sedangkan perempuan yang mencoba untuk hidup mandiri adalah terkutuk dan contoh dari kekalahan hidup. Meskipun tersela waktu lima tahun (1981-1986), gambaran yang disimpulkan dari kedua pengamatan itu masih tetap sama."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1993
S11200
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prijono Tjiptoherijanto, 1948-
"Economic conditions and economic policy of Indonesia towards global free trade; collection of articles."
Jakarta: Rineka Cipta, 1997
330.958 9 PRI p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Bimolaksono Bardosono
"Indonesia semakin giat menggalakkan peranan pariwisata untuk menunjang perekonomian nasional sejak tahun 1980-an. Investasi dan promosi dilakukan untuk mengantisipasi peningkatan kunjungan wisatawan. Skripsi ini mencoba untuk melihat dan menduga prospek pariwisata sebagai motor penggerak perekonomian nasional dan sebagai penghasil devisa terbesar Indonesia seperti apa yang telah ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Tahap Kedua serta melihat dampak perekonomian dalam dan luar negeri terhadap perkembangan pariwisata nasional. Metode penelitian yang dilakukan adalah pertama-tama dengan menganalisa karakteristik wisatawan mancanegara (dari 13 negara asala wisatawan terbesar) dan kemudian menggunakan model makroekonomi struktural Tzong-Biau Lin - Yun-Wing Sung (1983). Model ini pada awalnya digunakan untuk menganalisa peranan pariwisata dalam perekonomian Hong Kong. Kemudian model ini disesuaikan dengan kondisikondisi perekonomian yang ada di Indonesia. Berdasarkan analisa karakteristik terlihat bahwa faktor yang mempengaruhi daya tarik wisatawan mancanegara untuk berkunjung ke Indonesia adalah pendapatan per kapita dari penduduk negara asal wisatawan serta harga relatif berwisata di Indonesia. Hal tersebut diperkuat dan perhitungan dengan menggunakan model makroekonomi pariwisata. Perekonomian dalam negeri dapat dikatakan tidak mempunyai pengaruh terlalu besar dalam peningkatan daya tarik terhadap wisatawan mancanegara. Ini menunjukkan bahwa pengambil kebijakan tidak memiliki kemampuan yang cukup berarti untuk mengontrol pariwisata mancanegara. Karakteristik wisatawan mancanegara tersebut berarti bahwa selama ini wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia sebagian besar mencari liburan yang murah. Sedangkan dan sudut pandang penawaran, Indonesia tidak mempunyai keunikan khusus yang cukup kuat untuk menciptakan keterikatan bagi pengunjungnya. Hal ini ditunjukkan dengan kecilnya proporsi pengunjung mancanegara yang datang berulang dibandingkan dengan pengunjung yang pertama kali. Pesaing Indonesia dalam pariwisata, khususnya di Asia Tenggara, menawarkan produk yang serupa dengan Indonesia. Sehingga persaingan pada alchirnya terletak pada persaingan harga. Dilihat dari pengeluaran rata-rata wisatawan mancanegara, pengeluaran wisatawan yang bertujuan untuk berlibur mempunyai nilai terendah apabila dibandingkan dengan pengeluaran rata-rata wisatawan dengan tujuan lain, terutama tujuan bisnis. Pengeluaran rata-rata untuk tujuan bisnis mempunyai nilai tertinggi. Apabila Indonesia berhasil meningkatkan pariwisata MICE (meeting, incentive, convention dan exhibition), maka diharapkan dapat meningkatkan perolehan devisa dari sektor pariwisata."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1996
S19151
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Todung Mulya
Jakarta: Pusat Studi Hukum dan Studi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1977
338.5 MUL p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>