Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 197388 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andrie Juliarto, Author
"ABSTRAK
Kebutuhan perumahan merupakan salah satu kebutuhan pnmer manusta. Angka pertumbuhan penduduk yang kian meningkat membuat kebutuhan akan perumahan juga meningkat. Oleh karena itu pemerintah terus berupaya untuk dapat memenuhi kebutuhan perumahan rakyat, baik melalui lembaga/ instansi pemerintah maupun mengajak pihak swasta untuk ikut berpartisipasi membangun perumahan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan masing-masing golongan masyarakat. Peluang ini tentu saja merupakan tambang emas sehingga banyak pengusaha yang ingin menggarap sektor tsb. Mereka berupaya mencari laban yang tidak jauh dari Jakarta untuk dikembangkan menjadi lingkungan perumahan bahkan menjadi suatu kota yang cukup lengkap. Upaya untuk dapat mewujudkan hal tersebut tidak semudah yang dibayangkan apalagi sejak krisis ekonomi yang melanda pada tahun 1997. Banyak pen gem bang yang gulung tikar dikarenakan tidak mampu untuk melunasi hutangnya kepada lembaga perbankan. Sebetulnya telah banyak usaha yang dilakukan oleh beberapa pengembang seperti penjualan dengan diskon besar sampai berhadiah peralatan rumah tangga, namun itu semua tidak berarti karena upaya-upaya tersebut hanya bersifat untuk bertahan dan tidak mampu mengimbangi tekanan inflasi yang pada akhimya mengakibatkan rendahnya daya beli konsumen.
Tersendatnya kredit untuk kontruksi yang dikeluarkan oleh perbankan dan tingginya suku bunga pinjaman Kredit Pemilikan Rumah (KPR) adalah sebagian contoh yang ikut mempercepat kejatuhan sektor properti termasuk pengembang perumahan dengan segmen pasar golongan menengah ke atas. Banyak pengembang yang gulung tikar dikarenakan tidak mampu untuk melunasi hutangnya kepada lembaga perbankan. Tidak sedikit pengembang yang mulai mengurangi pembangunan rumah jadi mengingat daya beli masyarakat yang mulai menurun dan maraknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dilakukan perusahaan dengan tujuan efisiensi biaya. Dengan meningkatnya angka PHK maka sudah pasti mempengaruhi kemampuan masyarakat untuk dapat membeli rumah. Kondisi seperti ini memaksa pengembang untuk mencari strategi agar dapat bertahan dari kondisi yang semakin memburuk. Beberapa pengembang sudah mulai menghentikan aktivitasnya, namun dibalik itu masih terdapat pengembang yang masih dapat bertahan karena menggunakan startegi pemasaran yang tepat untuk menyiasati situasi yang tidak pasti. Salah satu pengembang yang berhasil untuk bertahan dan tetap menjalankan aktivitas usahanya adalah PT. Delta Kirana dengan proyeknya yang diberi nama Perumahan Taman Galaxi Indah.
PT. Delta Kirana sebagai pengembang dinilai telah berhasil menerapkan strategi pemasarannya karena perusahaan telah berhasil untuk bertahan dari krisis moneter yang melanda pada tahun 1997 dan bahkan mampu memperluas pengembangan areal Perumahan Taman Galaxi Indah. Keberhasilan PT. Delta Kirana tidak hanya terlihat dari kemampuan untuk melalui masa krisis ekonomi sejak tahun 1997, namun terbukti dari tingkat kepuasan yang dirasakan oleh penghuni perumahan Taman Galaxi Indah sebagai konsumen dari produk PT. Delta Kirana. Dari penelitian ini diketahui bahwa faktor-faktor yang menjadi pertimbangan dalam keputusan pembelian dan fasilitas yang diharapkan oleh penghuni telah dimiliki oleh perumahan ini. Pada penelitian ini kepuasan penghuni di ukur dengan cara membandingkan harapan (ekspektasi) dengan kenyataan (persepsi) yang diperoleh konsumen.
Permasalahan yang akan penulis coba untuk teliti adalah tingkat kepuasan penghuni Perumahan Taman Galaxi Indah yang berlokasi di wilayah Bekasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang menjadi pertimbangan konsumen dalam pemilihan rumah tinggal, mengidentifikasi fasilitas-fasilitas yang diharapkan dari pengembang dalam pemilihan rumah tinggal dan untuk mengetahui tingkat kepuasan penghuni pada perumahan Taman Galaxi Indah. Penelitian akan difokuskan kepada penghuni perumiihan yang mayoritas berasal dari kelas menengah keatas dengan menggunakan kuesioner yang diisi oleh 35 responden kemudian dianalisis menggunakan teknik analisis deskriptif. Penulis akan mencoba meneliti Segmentation, Targeting dan Positioning dari Perumahan Taman Galaxi Indah dan strategi pemasaran yang digunakan serta penerapannya oleh pengembang yang dipandang dari sudut bauran pemasaran yang terdiri dari product, price, promotion dan distribution sehingga mampu bersaing dengan pengembang lainnya dikawasan Bekasi.
Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa (1) perumahan telah dapat memuaskan konsumennya, hal ini karena terdapat kesesuaian antara ekspektasi dan persepsi konsumen dalam memutuskan pembelian. Ekspektasi yang diharapkan adalah lingkungan yang bebas banjir, bersih dan tertata serta tersedianya sarana dan prasarana yang lengkap. Konsumen bahkan mendapatkan lebih dari yang diharapkannya yaitu kenyataan bahwa. Lokasi perumahan yang strategis. (2) Adanya keinginan penghuni untuk melakukan pembelian ulang apabila memiliki kesempatan dan dana yang cukup (3) Adanya kemauan konsumen untuk merekomendasikan kepada orang lain. Sedangkan yang perlu menjadi perhatian pengembang adalah (4) kepuasan terhadap pelayanan masih lebih rendah dibanding kepuasan terhadap produk. Untuk itu pengembang harus meningkatkan pelayanan kepada penghuni, baik dalam bentuk layanan pemeliharaan setelah pembelian, sampai menindaklanjuti keluhan-keluhan penghuni.
"
2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Aulia Maharlika
"Kebutuhan akan perumahan merupakan salah satu kebutuhan primer manusia. Angka pertumbuhan penduduk yang kian meningkat seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan perumahan. Oeh karena itu pemerintah berusaha untuk dapat memenuhi kebutuhan perumahan rakyat, baik melalui lembaga/instansi pemerintah maupun mengajak pihak swasta untuk berpartisipasi membangun perumahan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan masing-masing golongan masyarakat. Peluang ini dijadikan para pengusaha sebagai tambang emas Baru di sektor Mereka berusaha mencari lahan yang tidak begitu jauh dari Jakarta untuk dikembangkan menjadi perumahan bahkan kota satelit. Upaya untuk mewujudkan hal tersebut ternyata tidak mudah, apalagi sejak krisis ekonomi yang melanda di tahun 1997. Banyak pengembang yang gulung tikar dikarenakan tidak mampu melunasi hutangnya ke lembaga-lembaga perbankan.
Tersendatnya kredit untuk konstruksi yang dikeluarkan oleh perbankan dan tingginya suku bunga pinjaman Kredit Pemilikan Rumah (KPR) adalah sebagian contoh yang turut mempercepat kejatuhan sektor properti termasuk pengembang perumahan dengan segmen golongan menengah keatas. Hal ini diperburuk dengan naiknya harga minyak dunia yang menjadikan bahan dasar yang digunakan oleh pengembang perumahan tidak terbeli. Kondisi ini memaksa pengembang untuk mencari strategi pemasaran yang tepat untuk menyiasati situasi yang tidak pasti. Salah satu pengembang yang sekarang mulai berusaha lagi untuk bangkit dan menghidupkan perumahan yang mati akibat krisis ekonomi adalah PT Duta Realtindo Jaya dengan proyek perumahan Kedaton di wilayah Pasar Kemis, Cikupa Tangerang.
Ketika pertama kali diluncurkan pada tahun 1994, perumahan KEDATON merupakan proyek perumahan yang memiliki total lahan seluas 200ha, yang terdiri dari 80ha lapangan golf yang dikelilingi oleh danau alami dan 120ha lahan siap huni. Produk yang dijual berupa lahan kosong atau kavling siap bangun, dengan luasan yang berkisar antara 300 sampai dengan 3000m2, Kedua hal tersebut kemudian membuat Kedaton sebagai sebuah proyek hunian dengan target market kelas menengah keatas. Ditambah lagi dengan lokasi yang cukup strategis karena memiliki akses tol Pasar Kemis, makin memperkuat positioning tersebut.
Selain semua "comparative advantages" yang telah disebutkan diatas, pemasaran Kedaton tidak berjalan seperti yang diharapkan. Kavling-kavling yang sudah terjual pun dibiarkan begitu saja oleh pembelinya sehingga komunitas yang diharapkan tidak terjadi. Meskipun lapangan golf tetap berjalan seperti biasa, tidak membuat pembeli tergerak untuk membangun. Hal ini membuat suasana di area perumahan tersebut menjadi sangat sepi dan lahan-lahan juga terlihat tidak terawat. Kondisi ini diperburuk dengan adanya krisis ekonomi pada tahun 1997. Penjualan yang lamban disertai dengan bunga bank yang sangat tinggi, membuat pengembang PT. Duta Realtindo Jaya (PT. DRJ) mengalami kredit macet sehingga perusahaan harus diambil alih oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Pada tahun 2000, PT. DRJ dibeli oleh group Pikko dari BPPN. Mereka tidak melakukan pembangunan apa-apa di perumahan Kedaton sehingga pada akhirnya PT. DRJ diambil alih oleh group Equator pada akhir tahun 2004. Manajemen PT. DRJ yang baru berniat untuk mengembangkan kembali proyek perumahan Kedaton yang sudah lama terbengkalai. Mereka lalu membentuk tim yang terdiri dari pihak pengembang sendiri dan berbagai konsultan di bidang arsitek, lansekap, dan pemasaran untuk menciptakan konsep yang benar-benar berbeda dari yang sudah ada. Pada awal bulan Mei 2005, produk perdana "The View" diluncurkan. Nama Kedaton pun berganti dengan nama "The Grand Kedaton". Konsep yang ditawarkan adalah ?townhouse? yang dijual dengan harga berkisar antara 450 - 600 juta dengan luas tanah 120m2 dan luas bangunan 180m2. Namun sayangnya produk ini gagal di pasaran.
Berbagai spekulasi tentang alasan di balik kegagalan ini pun timbul. Dari sekian banyaknya opini pengamat, terdapat satu anggapan yang berulang kali muncul. Tipe rumah yang paling banyak terjual adalah tipe rumah kecil dengan luas bangunan 36 - 96m2 yang dijual dengan harga 100 - 200 juta. Hal ini disebabkan market terbesar saat ini adalah pasangan muda atau keluarga kecil yang masih mencari rumah pertama mereka. Beberapa cluster dengan tipe rumah kecil dapat menghidupkan komplek perumahan tersebut. Inilah yang sebenarnya dianggap dibutuhkan oleh pengembang untuk menghidupkan kembali Kedaton yang sudah tertidur lama.
Berbekal masukan tersebut, pengembang kemudian meluncurkan beberapa tipe rumah seperti yang telah disebutkan diatas. Cluster ini dinamakan "The Terrace", namun kali ini nama "The Grand Kedaton" berubah menjadi "Golf City" dengan tujuan untuk menghilangkan citra Kedaton yang sudah melekat di benak masyarakat. Harga yang ditawarkan pun dinilai bisa bersaing dengan kompetitor. Penjualan memang sedikit lebih baik dibandingkan dengan "The View", akan tetapi tidak bisa juga dibilang sukses dengan tidak signifikannya jumlah penjualan. Dengan demikian, anggapan yang muncul sebelumnya tidak bisa dikatakan efektif.
Kegagalan pengembang Kedaton terdahulu telah memberikan citra yang buruk terhadap proyek perumahan ini. Namun apabila dilihat dari segi desain, harga, dan fasilitas yang ditawarkan, produk Kedaton cukup menarik. Dibanding dengan kompetitor lain, di Kedaton pembeli dapat memiliki rumah dengan harga yang cukup terjangkau, lokasi dekat dengan lapangan golf; dan disertai dengan akses tol yang mudah. Namun demikian, pemasaran tetap tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
Penulis mencoba meneliti dan memberi masukan untuk segmentasi, targeting, dan positioning dari perumahan Kedaton dan strategi yang dapat dilakukan oleh pengembang melalui sudut bauran pemasaran yang terdiri dari Product, Price, Place, dan Promotion sehingga mampu bersaing dengan pengembang lainnya dikawasan Tangerang.
Dari hasil penelitian diperoleh (1) perlu adanya penyesuaian antara ekspektasi dan persepsi konsumen dalam memutuskan pembelian, (2) Adanya keinginan pembelian dari calon konsumen apabila adanya sarana promosi dan saluran komunikasi yang sesuai dari pengembang, (3) Persepsi yang salah terhadap lokasi perumahan harus segera dibenahi oleh pengembang agar calon konsumen mengetahui keadaan sebenar dari perumahan Kedaton,hal ini dapat dilakukan melalui sarana komunikasi melalui public relation yang handal.

One of human's primary needs is the need of housing. Indonesia is now experiencing a great increase in demands for housing due to the increasing birth rate each year. Seeing this phenomenon, the government is trying to provide proper housing for its people by asking both government and private owned companies to participating in building houses that fulfill the needs and economic condition of each class. Those who work as developers see this opportunity as a gold mine in real sector. However, due to the economic crisis back in 1997, this was not an easy thing to do. Many developers had to declare bankrupt and close down their business as they could not afford to pay back their loans to the banks.
Those bad loans and the high rate of housing credit (KPR) are just some of examples that made the fall of property industry faster, including developers of real estate for middle up class. It is also worsened by the world price of oil that is getting high, which made developers losing their ability to afford basic materials for building houses. This condition forced them to come up with a marketing strategy that can help them to survive in such uncertain situation. Among them is PT Duta Realtindo Jaya, a developer of Kedaton Real Estate in Pasar Kemis, Cikupa, Tangerang, that is now trying to rise again from their downfall during the crisis.
When it was first launched in the year of 1994, KEDATON real estate was a 200 hectares housing complex, which consisted of a 120 ready-built area and an 80 hectares golf course. They did not sell houses as their products; they offered land only product for their customers, with each land had an area around 300 to 3000 m2. These made Kedaton as a housing project with middle-up class as the target market. In addition, the quite strategic location (it has easy access to Pasar Kemis highway), supported the positioning they wanted.
Apart from all competitive advantages mentioned above, the marketing of Kedaton did not perform well. Those area sold were abandoned by their buyers so that the expected community was not accomplished. Even though the golf course was running well, it was not enough to make the buyers to start building. The environment of the real estate then became very quiet and the surrounding area was treated badly. The economic crisis in 1997 worsened this condition. With only a few of deals closed and the high rate of interest in banks made the developer, PT DRJ, could not pay their loan so that the company had to be taken over by BBPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional).
In 2002, Pikko Group bought PT DRJ from BPPN. They have not done any major development in KEDATON area until the developer company was taken over by Equator Group in 2004. Under a new management team, they intend to redevelop the real estate area that has been abandoned for many years. They then form a team that consists of the developer itself and various consultants in architect, landscapes, and marketing to create a new concept that is different from the existing.
The first product, "THE VIEW", was launched in the beginning of May 2005. The real estate's name itself was also changed to "The Grand Kedaton". The concept offered was a townhouse with a 450 - 600 million range of price and had a 120 m2 land area and a 180 m2 building area. Unfortunately, this product did not sell well.
Various speculation of the reasons of the failure then occurred. From all of those, there is one opinion that was heard a lot of times. The most sold home types are the small ones with a building area of 35 to 96 m2 with the price range of 100 - 200 million rupiah. This is mostly because the biggest market today is young couples or small families who are still looking for their first house. Some clusters with small-home types can make the housing area alive again. This theory is believed to be the one that the developer needs to wake KEDATON from its long sleep.
With that advice in mind, the developer then launched the house types mentioned above. That new cluster was named "The Terrace", but the name "The Grand Kedaton" was changed again to "Golf City" so that the bad image of KEDATON disappeared. The offered price was also competitive. Sales were better than the previous one, but it actually was not a success either considering that the numbers of sales conducted were not significant. Therefore, it is safe to say that the majority advice mentioned above is not completely true.
The failure of previous developer has created a bad image for the project. However, when it is observed from the point of design, price, and available facilities, products of Kedaton are quite interesting. When compared with other competitors, customers can own a house that has a view to the golf course and an easy access to the toll road with affordable price. But still the marketing did not go as planned.
Writer tries to examine the segmentation, targeting, and positioning of KEDATON real estate and what kind of strategies that the developer can apply with the method of marketing mix: Product, Price, Place, and Promotion so that in the end they can compete with other competitors in Tangerang.
From the research conducted, it has been concluded that (1) it is important to have an adjustment between customers' expectation and perception in making buying decision, (2) there will be transaction from prospective buyer when there are effective promotion and communication media about the project, (3) it is crucial to erase the wrong perception of the project from customers' mind by employ a good public relation to build good communication between two parties so that the prospective customers can know the actual condition of KEDATON.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18515
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Temmy Febriarto S, Author
"ABSTRAK
Pembahasan dalam karya akhir ini adalah kualitas layanan Bank Mandiri. Analisis kualitas layanan ini untuk mengetahui tingkat kepuasan pelanggan. Hal ini diperlukan, karena strategi Bank mandiri untuk menjadi consumer banking memerlukan peningkatkan kualitas layanan agar mampu bersaing dengan bank lainnya.
Permasalahannya adalah adanya gap 5 (kesenjangan) antara persepsi pelanggan dan ekspektasi (harapan) pelanggan yang mempengaruhi kualitas layanan. Dimana kualitas layanan terdiri dari atribut- atribut, seperti misalnya reliability, responsiveness, courtesy dan lain sebagainya. Seberapa besar kesenjangan yang ada pada atribut - atribut dalam kualitas layanan. Kesenjangan tersebut dapat menghasilkan kepuasan maupun ketidakpuasan tergantung dari besamya persepsi dan ekspektasi dari tiap - tiap atribut.
Bank Mandiri berairi pada tanggal 2 Oktober 1998 berdasarkan peraturan peerintah No. 75 tahun 1998 dan Keputusan Menteri Keuangan No 448/KMK.Ol/1998, sebagai bagian dari program restrukturisasi perbankan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia. Dan secara efektif beroperasi pada tanggal 31 Juli 1999, em pat bank milik Pemerintah yai tu, Bank Bumi Daya, Bank Dagang Negara, Bank Ekspor Impor Indonesia dan Bank Pembangunan Indonesia, bergabung menjadi Bank Mandiri. Sejarah keempat Bank tersebut dapat ditelusuri lebih dari 140 tahun yang lalu. Keempat Bank tersebut telah turut. membentuk riwayat perkembangan dunia perbankan di Indonesia.
Bank Mandiri saat ini dalam pengoperasian praktek perbankan berusaha untuk dapat bersaing dalam skala domestik dan unutk jangka panjang dengan menerapkan prinsip perbankan yang baik akan menuju kearah intemasional, dan manajemen akan menjadikan Bank Mandiri sebagai "The World Class Bank" dalam jangka panjangnya. Segmen pasar yang dikelola adalah segmen retail. Sebagai bank yang bergerak dalam sektor retail, saat ini Bank Mandiri sedang mengadakan pembentukan dan pembenahan dalam rangka penyempurnaan sebgai dasar penunjang yang memperkuat bank dalam mengahadapi persamgan.
Produk - produk perbankan yang dimiliki oleh Bank Mandiri pada garis besarnya terdiri dari simpanan, jasa layanan, kredit dan treasury & internasional. Pengolongan fasilitas layanan produk ini bertujuan untuk dapat memberikan kemudahan - kemudahan dalam melaksanakan transaksi perbankan bagi pelanggan. Dengan banyaknya produk yang dimiliki maka diharapkan keinginan pelanggan dapat terpenuhi.
Pengumpulan data diperoleh dengan cara penelitian lapangan melalui penyebaran kuisoner terhadap target populasi dengan metode judgmental sampling (non probability sampling). Metode ini dipilih dengan harapan responden dapat mewakili populasi serta menjawab apa adanya untuk menghasilkan respon yang bisa meminimalisasi bias.
Analisis kualitas layanan dengan menggunakan metode SERVQUAL. Metode ini pertama kali diperkenalkan oleh Zeitham:l, Parasuraman & Berry peneliti dalam masalah kualitas layanan. Penilaian kualitas layanan dengan metode ini diperoleh dengan jalan menghitung selisih yang timbul dari rating yang diperoleh atas kelompok daftar pertanyaan yang diberikan pada responden, yaitu selisih antara kelompok pertanyaan yang menyatakan harapan pelanggan dan kelompok pertanyaan yang menyatakan mengenai persepsi pelanggan. Dimana nilai servqual (gap5) tersebut untuk masing-masing pelanggan dihitung melalui rumus sebagai berikut: servqua/ score= perception score- expectation score
Untuk mendapatkan servqual score terlebih dahulu harus dihitung perception score dan expectation score. Score ini dapat diperoleh dari jawaban responden pada kuesioner itu sendiri terdiri dari dua bagian. Satu bagian digunakan untuk mengungkap persepsi responden (28 pertanyaan), sedangkan bagian pertanyaan yang lain digunaka:il untuk mengungkap harapan responden (28 pertanyaan). Pertanyaan yang berjumlah 28 untuk masing-masing merupakan penjabaran dari sepuluh dimensi yang digunakan dalam penelitian SERVQUAL ini dimana kesepuluh dimensi tersebut adalah responsiveness, Reliability, Security, Communication, Tangible, Courtesy, Competence, Access, dan Understanding the customer.
Penilaian kualitas layanan Bank Mandiri untuk mengetahui tingkat kepuasan pelanggan. Hal ini diperlukan, karena strategi Bank mandiri untuk menjadi consumer banking memerlukan peningkatkan kualitas layanan agar mampu bersaing dengan bank lainnya.
Kualitas layanan yang diberikan oleh Bank Mandiri dinilai masih belum memenuhi ekspektasi pelanggan. Ketidakpuasan pelanggan dua terbesar yang bemilai lebih dari minus satu yaitu -1 ,26 ada pada dimensi competence dengan variabel "penyelesaian masalah dengan cepat" dan nilai -1,05 pada dimensi reliability dengan variabel "biaya sesuai dengan layanan".
Sedangkan untuk dimensi lainnya bemilai dibawah satu adalah sudah lebih baik walaupun juga tidak memuaskan pelanggan.
Bisa dikatakan Bank Mandiri kurang memuaskan dalam memberikan layanan kepada pelanggannya. Hal ini dapat menghambat Bank Mandiri untuk mendapatkan loyalitas pelanggannya dan menghambat pencapaian visi perusahaan untuk menjadi bank pilihan.
"
2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arya Adhitama, Author
"ABSTRAK
Iklan televisi sebagai salah satu sarana komunikasi pemasaran sampai saat ini masih merupakan sarana yang cukup efektif dalam membangun imej suatu produk ( Brand Image ). Imej produk tersebut dapat terbangun baik dari elemen produk itu sendiri yang dikemukakan dalam iklan maupun dari materi / cerita suatu iklan yang diharapkan dapat mempengaruhi persepsi konsumen. Brand Image yang terbangun pada diri konsumen, lambat laun akan memperkuat dan memperkaya Brand Equity suatu Produk. Salah satu unsur Brand fmage yang dibangun oleh suatu ik-lan, adalah Brand Personality yang timbul sebagai representasi persepsi suatu produk oleh konsuinen terhadap iklan yang dilihatnya, dikaitkan dengan sifat manusia. Brand personality juga dapat ditimbulkan oleh iklan melalui persepsi konsumen terhadap elemen produk pada yang diperkuat oleh tayangan iklan, atau juga melalui persepsi terhadap elemen iklan yang memperkuat representasi komunikasi pemasaran suatu produk. Seperti pada penulisan makalah ini, penulis mencoba untuk menggali rumusan brand personality merek Fruit Tea yang dikaitkan oleh pengaruh iklan televisi.
Fruit Tea, selama tahun 2004-2005 telah cukup banyak mengeluarkan strategi komunikasi pemasaran baik dalam mempertahankan brand awareness konsumennya maupun sebagai sarana memperkenalkan produk barunya. Termasuk diantaranya adalah iklan televisi yang cukup banyak mengundang perhatian target audience dan target market-nya yang mayoritas adalah kaum remaja dan kaum muda.
Dari hasil analisa melalui riset deskriptif dan eksploratif yang didasarkan oleh persepsi konsumen terhadap elemen merek/produk atau juga elemen iklan merek Fruit Tea, maka didapatkan rumusan Brand Personality Fruit Tea sebagai berikut:
- FUN
adalah sesuatu yang dianggap dapat membuat suasana menjadi menyenangkan. Fruit Tea dianggap sebagai merek yang memiliki karakteritik sifat Fun yang sesuai dengan sifat I sesuatu yang diinginkan oleh remaja atau kawula muda sebagai mayoritas konsumen Fruit Tea.
- "COOL"
Brand Personality "Cool" ternyata juga mendapatkan penilaian / respon yang cukup tinggi dari para responden. Khusus untt.i.k sifat yang satu ini, penulis masih meletakkannya sebagai tanda tanya besar yang akan kembali dievaluasi terutama menyangkut definisi yang ada di benak konsumennya atau dalam hal ini responden mengenai kata Cool itu sendiri. Defmisi "Cool' temyata mengalami perkembangan terutama pada komunitas anak-anak muda. Sifat ini belum dapat teridentifikasi dengan jelas, namun dari penuturan beberapa responden temyata beberapa nara sumber termasuk responden mendefinisikan Cool sebagai sifat yang memiliki karakeristik seperti : keren, hebat, fantastis, bombastis atau menawarkan sesuatu yang berbeda. Tidak hanya Visually Cool, tetapi lebih kearah Experiental Cool yang dilihat secara holistic view tehadap sesuatu hal. Dengan kata lain bahwa untuk menyimpulkan bahwa sesuatu atau seseorang memiliki sifat Cool hams diidentifikasi karakteristik / unsur pembentuk. Tidak hanya secara visual, namun dapat dilihat dari behavior, knowledge atau juga
attitude seseorang.
- CERIA
Ceria adalah salah satu Brand Personality yang terepresentasi pada merek Fruit Tea dimana Fruit Tea dianggap sebagai produk yang tidak mewakili unsur yang mengandung kesedihan, tetapi lebih mengarah pada produk yang mewakili kesukacitaan, kesenangan dan kebahagiaan.
- LUCU
Lucu adalah sifat dimana mencerminkan sesuatu yang dapat membuat orang lain tertawa atau bahagia.
- SEMANGAT
Semangat atau bersemangat adalah Brand Personality merek Fruit Tea yang mencerminkan sesuatu yang menggebu-gebu dan bermotivasi tinggi. Sifat ini juga dianggap cerminan atau mewakili sifat yang dimiliki para konsumen mudanya
Dari hasil perumusan Brand Personality diatas, penulis juga memberikan rekomendasi strategi komunikasi pemasaran Fruit Tea, terutama menyangkut Integrated Marketing Communication (IMC), baik Above the line melalui televisi, radio, maupun print ad di media cetak; atau juga Below the line yang juga menjadi sarana public relation Fruit Tea melalui acara- acara spesial yang melibatkan target market Fruit Tea Tema yang direkomendasikan penulis adalah "FRUIT TEA IS ME' mengingat temyata hasil rumusan Brand Personality Fruit Tea benar - benar mencerminkan personality kaum remaja dan kaum muda yang memang menjadi target pasar Fruit Tea .
"
2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rumantir, Victoria Felisia
"ABSTRAK
Perkembangan kompetisi menunjukkan beberapa produsen kopi mulai melakukan inovasi produk dan kampanye iklan yang cukup gencar. Program promosi kopi yang sangat intensif oleh produsen diharapkan dapat mempengaruhi minat dan motivasi konsumen. Namun yang harus diperhatikan oleh para produsen adalah bahwa keputusan pembelian suatu barang atau jasa berada di tangan konsumen. Pengambilan keputusan konsumen tidak hanya dipengaruhi oleh produsen atau pemasar, tetapi juga dipengaruhi oleh lingkungan konsumen, perbedaan individu konsumen itu sendiri, dan proses psikologis yang terjadi di dalam pikiran konsumen.
Penelitian ini memiliki 3 tujuan utama yaitu untuk mengidentifikasi atribut-atribut yang mempengaruhi konsumen dalam pemilihan merek kopi, mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi konsumen dalam memilih merek kopi yang paling sering dikonsumsi, dan mengetahui perceptual map kopi yang ada di pasaran saat ini. Daia untuk penelitian ini diperoleh melalui kuesioner terstruktur terhadap 150 responden di Jabodetabek yang berusia 20- 55 tahun. Responden dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok pertama terdiri dari 75 orang yang minum kopi bubuk setiap hari dan kelompok kedua juga terdiri dari 75 orang yang minum kopi instan setiap hari. Analisis statistik yang digunakan dalam penelitian ini meliputi analisis deskriptif, analisis korelasi, dan analisis correspondence.
Beberapa atribut yang mempengaruhi konsumen dalam memilih merek kopi bubuk yang akan dikonsumsi berdasarkan tingkat kepentingannya dari yang paling penting adalah rasa yang enak/mantap/nikmat, aroma harum, mudah didapat, bubuk kopi halus, tersedia dalam kemasan sachet, terbuat dari biji kopi pilihan, harga terjangkau, efektif menghilangkan ngantuk, merek terkenal, dan iklan menarik.
Sedangkan atribut yang mempengaruhi konsumen dalam memilih merek kopi instan berdasarkan tingkat kepentingannya dari yang paling penting adalah rasa yang enak/mantap/nikmat, aroma harum, praktis penggunaanya, mudah didapat, harga terjangkau, terbuat dari biji kopi pilihan, tersedia dalam kemasan sachet, merek terkenal, efektif menghilangkan ngantuk, dan iklan menarik.
Pada kopi bubuk maupun instan, merek yang paling sering digunakan dipengaruhi secara signifikan oleh top of mind, merek yang paling sering digunakan sebelumnya, dan merek yang terakhir digunakan. Oleh karena itu produsen kopi harus dapat meningkatkan brand awareness konsumen terhadap merek mereka agar dapat mendorong konsumen untuk mencoba merek tersebut.
Pada pasar kopi bubuk, setiap merek sudah memiliki persepsi masing-masing di benak konsumen kecuali Singa dan Ayam Merak tidak memperoleh penciri apapun yang menyebabkan konsumen ingat kepada kedua merek tersebut. Sedangkan pada pasar kopi instan, terdapat beberapa merek yang memiliki persepsi yang berdekatan di benak konsumen yaitu Nescafe dengan Torabika dan Indocafe dengan Good Day. Namun Singa dan Coffee Break tidak memperoleh penciri apapun yang menyebabkan konsumen ingat kepada kedua merek tersebut.
Atribut yang harus dimiliki oleh kopi bubuk maupun instan adalah rasa yang enak dan aroma yang harum karena dua atribut ini yang dianggap paling penting oleh konsumen dan dijadikan dasar penilaian utama terhadap suatu merek. Meskipun demikian, atribut ini hanya merupakan syarat minimal bagi pemain yang ingin masuk ke pasar kopi. Untuk memenangkan persaingan, produsen kopi harus beriklan secara intensif di televisi untuk meningkatkan awareness konsumen agar termotivasi untuk membeli. Selain itu jaringan distribusi yang luas juga diperlukan untuk mendukung keberhasilan pemasaran.
Meskipun atribut yang dianggap paling penting oleh konsumen bubuk maupun instan adalah rasa yang enak dan aroma yang harum namun dapat menekankan atribut lain yang dapat dijadikan penciri merek mereka di benak konsumen. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk memberikan ciri khas pada merek adalah melalui iklan karena meskipun tidak terdapat perbedaan yang mendasar antara merek-merek kopi yang ada namun konsumen tetap dapat membedakan merek yang satu dengan yang lain berdasarkan metode komunikasi yang digunakan oleh produsen.
Dari perceptual map dapat dilihat bahwa belum ada satupun merek kopi yang dipersepsikan sebagai kopi yang memiliki aroma harum sedangkan berdasarkan penelitian atribut aroma harum merupakan atribut kedua yang dianggap paling penting oleh konsumen kopi. Pemain baru yang ingin masuk ke pasar kopi bubuk maupun instan dapat memanfaatkan celah ini untuk merancang metode komunikasi yang dapat membuat merek yang ingin dipasarkan dipersepsikan sebagai kopi yang memiliki aroma yang harum. Namun sebelumnya, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai aroma harum seperti apa yang paling sesuai dengan selera konsumen agar merek yang akan dipasarkan dapat diterima oleh konsumen.
Keterbatasan penelitian ini adalah jumlah sample yang diambil relatif sedikit jika dibandingkan dengan jumlah konsumen kopi yang sebenarnya dan metode sampling yang digunakan adalah nonprobability sampling sehingga dapat mengakibatkan terjadinya kesalahan pengambilan sample karena sample dapat mengarah pada segmen tertentu."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kitos Gemini Akbar
"Volume pasar kendaraan roda empat atau lebih di Indonesia masih sangat menjanjikan bagi industri otomotif di Indonesia. Ini tentunya mengundang para investor untuk turut meramaikan persaingan di industri otomotif Indonesia. Hal tersebut membuat ATPM sebagai pemegang hak distribusi kendaraan di Indonesia rnemiliki peran strategis dalam industri otomotif untuk menentukan keberhasilan dari produk yang dipasarkan.
Salah satu ATPM yang lahir bersamaan pada masa awal industri otomotif Indonesia adalah PT. Drama Yudha Tiga Berlian Motors (KTB) yang merupakan ATPM kendaraan Mitsubishi. Sejak awal berdirinya hingga saat ini, KTB telah memasarkan kendaraan Mitsubishi dari berbagai kategori, mulai dari kendaraan niaga, kendaraan penumpang sedan, serta kendaraan penggerak roda 4x4. Hingga tahun 2005 KTB memiliki 46 varian produk. Dalam memasarkan varian produk yang banyak tersebut dan juga segmen konsumen tersebar di berbagai wilayah Indonesia, maka KTB bekerja sama dengan beberapa perusahaan yang berperan sebagai dealer. Hingga tahun 2005 jaringan dealer Mitsubishi di Indonesia mencapai total 144 dealer.
Kondisi - kondisi seperti ini membentuk karakter KTB selaku distributor kendaraan Mitsubishi untuk menggunakan konsep produksi dalam melakukan pemasaran dan penjualan, sehingga memiki kecenderungan untuk fokus dalam upaya mencapai biaya produksi yang effisien dan mass-distribution. Ini di.sebabkan konsumen di Indonesia saat itu, bahkan hingga sekarang di beberapa wilayah, memiliki orientasi terhadap kemudahan mendapatkan produk maupun harga yang murah.
Namun terjadi perubahan status KTB dari PMDN menjadi PMA (Penanaman Modal Asing) pada tahun 2004. Dimana perubahan tersebut memungkinkan pihak prinsipal lebih leluasa menetapkan strategi hingga tingkat wilayah regional Asia Tenggara. Bahkan dalam upaya meningkatkan skala ekonomis dalam produksi dan suplai produk, KTB memutuskan untuk menutup pabrik perakilan kendaraan penumpang Mitsubishi di Indonesia yang telah beroperasi sejak tahun 1980. Kondisi ini membuat KTB yang sebelumnya memiliki peranan sebagai perusahaan distributor dan manufaktur, kini terhatas peranannya sebagai distributor kendaraan Mitsubishi, terutama pada jenis kendaraan penumpang.
Oleh sebab itu dengan menggunakan konsep pemasaran fully-distributor membuat tanggung jawab KTB semakin besar dalam penciptaan demand maupun mengembangkan kemampuan dealer dalam melakukan pemasaran yang berkualitas. Konsep ini dapat diimplementasikan KTB dengan melakukan peran aktif dalam pengelolaan jaringan dealer yang ada saat ini. Ini mendorong KTB selaku pihak ATPM memiliki kesempatan yang lebih besar dalam untuk lebih fokus dalam upayanya memasarkan dan mendistribusikan produk melalui jaringan dealer yang ada.
Perubahan peran ini tentunya memerlukan perubahan cara pandang KTB sendiri lerhadap pemasaran produknya. Ini disebabkan karena karakter KTB yang terbentuk selama ini membuat KTB cenderung fokus kepada upaya dalam memastikan kualitas dan kuantitas suplai produknya. Sedangkan upaya dalam menciptakan demand di konsumen maupun pengelolaan hubungan dengan konsumen lebih banyak mengandalkan kemarnpuan jaringan dealer yang ada. Perubahan konsep pemasaran tersebut membuat peran dealer tidak dibatasi hanya pada aspek penjualan saja peranan dealer juga dibutuhkan dalam aspekpemasaran.
Ini disebabkan adanya kebutuhan terhadap saluran pemasaran yang tidak hanya mampu menyalurkan produk ke konsumen di Indonesia yang tersebar secara geografis, namun juga mampu melakukan proses penjualan yang berkualitas. Proses penjualan yang berkualitas ini tentunya juga bagian dari upaya meningkatkan brand image Mitsubishi di mata konsumen, sehingga diharapkan dapat meningkatkan daya saing produk kendaraan Mitsubishi.
Pola hubungan bisnis yang ada serta tidak dimilikinya saluran pemasaran alternatif membuat jaringan dealer memiliki posisi tawar yang tinggi dalam upaya KTB melakukan pengelolaan terhadap jaringan dealernya. Oleh sebab itu KTB sebaiknya mencari strategi dalam upayanya memotivasi sekaligus memastikan bahwa jaringan dealernya menjalankan fungsi dan perannya.
Saat KTB menggunakan konsep pemasaran fully-distributor yang menimbulkan adanya perubahan peran dan fungsi KTB maupun jaringan dealer, maka KTB perlu menggunakan strategi yang dapat memberikan dorongan kepada dealer agar dapat tnelaksanakan peran dan fungsinya yang baru tersebut. Ada beragam pilihan strategi yang dapat ditempuh KTB dalam mendorong dealer, namun melihat pola hubungan hisni yang ada saat ini dan tidak adanya suatu dasar yang dapat digunakan bersama dealer dalam melakukan pengembangan kinerja secara bersama-sama, maka KTB dapat mengembangkan strategi motivasi berupa sistem reward dalam melakukan pengelolaan jaringan dealer."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18461
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Evi Donna
"Sejak dikeluarkannya Keppres No 21/2001, yang mengakhiri monopoli Pertamina di pasar oli nasional, maka berbagai merek oli terkemuka dunia mulai memasuki pasar Indonesia. Salah satu perusahaan yang bersaing di pasar oli nasional adalah PT Caltex Oli Indonesia yang memiliki daerah opearasional di wilayah Sumatera yaitu wilayah Riau Daratan. Perusahaan ini memproduksi oli kendaraan roda 4 ringan yaitu Havoline Energy Caltex Oli yang terbagi menjadi 2 bagian besar yaitu Havoline Energy yang merupakan oli sintetis yaitu semi sintesis dan fully sintetis.
Kedua produk diatas kurang mendapat sambutan dipasaran. Oleh sebab itu penelitian ini ditujukan untuk mengkaji lebih dalam bagaimana brand image dari Havoline Energy Oli di wilayah Riau Daratan. Adapun fokus penelitian lebih ditujukan kepada bagaimana brand loyalty, perceived quality, brand awareness dan brand assosiation dari Havoline Energy Oli di wilayah Riau Daratan serta bagaimana implikasinya dalam strategi pemasaran.
Penelitian dilakukan dengan metode deskriptif yaitu dengan cara menyebarkan qustioner di wilayah Riau Daratan. Responden yang diambil adalah yang pernah menggunakan minimal 1 kali Havoline Energy.
Hasil penelitian untuk untuk Brand Loyalty maka loyalitas konsumen yang terbesar disebabkan oleh kepuasan akan produk dengan prosentase satisfied buyer sebesar (64.271%) dari total responden. Hal ini berarti bahwa konsumen sudah merasa puas dengan produk Havoline Energy oli. Sedangkan prosentase paling tendah adalah pada switcher atau price buyer (8.333%). Artinya dalam membeli oli Havoline Energy alasan konsumen bukanlah terletak pada harga melainkan faktor-faktor lain seperti yang seperti kemudahan memperoleh, mutu terjamin, atribut sesuai dengan kebutuhan mesin, iklan menarik dan lain-lain.
Untuk perceived quality maka sebagian besar konsumen yaitu sekitar 52.38% mengatakan bahwa kualitas Havoline Energy Caltex Oli berada jauh diatas kualitas yang diharapkan oleh konsumen. Sedangkan golongan kedua sebanyak 27.38% menyatakan kualitas oli sama dengan kualitas yang diharapkan konsumen. Adapun golongan ketiga sebanyak 20.23 % menyatakan kualitas oli berada dibawah kualitas yang diharapkan konsumen.
Untuk brand association maka sebanyak 26% reponden memiliki asosiasi bahwa Havoline Energy Caltex Oli sebagai oli yang mahal walaupun demikian, sebanyak 40% (22%+ 18%) responden berpendapat bahwa Havoline Energy adalah oli dengan kualitas bagus dan mutu terjamin. Dari uraian diatas terlihat bahwa sebenamya tidak terjadi gap antara positioning oli yang telah ditetapkan oleh perusahaan Caltex dengan asosiasi terhadap Havoline Energy oli yang hadir dibenak konsumen. Sehinggga dapat dikatakan bahwa Havoline Energy oli telah diposisikan dengan tepat dan sudah melekat dibenak konsumen.
Untuk Brand Awareness maka konsumen oli daerah Riau telah mengetahui keberadaan Oli Havoline Energy (20%), terbukti dengan merek tersebut menduduki posisi puncak dalam hal merek yang paling diingat dalam benak konsumen. Berhasilnya Havoline Energy Caltex Oli berada pada posisi Top of Mind di wilayah Riau daratan tidaklah mengherankan mengingat bahwa perusahaan minyak Caltex sendiri sudah beratus tahun berada di wilayah ini, sehingga masyarakat sudah mengenal produk dan hal-hal lain sehubungan dengan PT Caltex Pacific Indonesia dan PT Caltex Oli Indonesia sebagai bisnis unitnya.
Adapun saran yang diberikan berdasarkan kesimpulan diatas adalah implikasi pada strategi pemasaran oli Havoline Energy di daerah Riau Daratan, yaitu dengan cara lebih memfokuskan strategi pemasaran ke kelompok; Pria, usia lebih dari 40 tahun, Latar belakang pendidikan tinggi, kelas pekerja dengan SES level A/A+ (pengeluaran/bulan Rp.3-Rp 8 jt) dan sangat mengikuti anjuran dari bengkel atau showroom mobil dalarn penentuan merek oli yang dipakai.
Adapun positioning yang tepat untuk Havoline Energy oli berdasarkan gabungan antara telaah dan basil survey adalah "Oli sintetik kelas atas yang memiliki kualitas terbaik dan mutu prima" (The highest class of Sintetic Lubricant with good quality and outstanding performance).
Untuk strategi harga, karena pasar oligopoly maka sebaiknya tidak menaikkan harga apabila pemain lain tidak menaikkan harga. Alasan lain adalah Caltex Havoline sudah diasosiasikan sebagai oli mahal. Sedangkan strategi distribusi adalah memastikan setiap oli tersedia di oli dan bengkel, membina hubungan yang baik dengan dealer mobil dan bengkel sehingga terjalin kerjasama yang menguntungkan dimana dealer dan bengkel dapat bertindak lebih proaktif dalam menjaring customer. Terakhir, untuk strategi promosi adalah melalui Word Of Mouth karena terbukti cara ini cukup effisien didalarn memasarkan Caltex Havoline Energy, menjalin partnership dengan para montir, memberikan sample gratis seperti free trial dan melalui komunikasi pemasaran secara terus menerus serta menanamkan citra kualitas oli yang baik dan mutu terjamin dibenak kustomer."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aris Kusnandar, Author
"ABSTRAK
Sejak masuknya Toko Buku Gramedia di industri ritel buku di Indonesia pada tahun 1970, hal ini mendorong persaingan yang semakin ketat diantara para peritel buku. Sekarang ini sudah banyak sekali gerai - gerai toko buku yang dibuka seantero tanah air seperti Toko Gunung Agung, Kharisma, Spectra, Kinokuniya, QB dan sebagainya. Hal ini tidak terlepas dari kemajuan Negara Indonesia di berbagai sector.
Memasuki tahun 2000 di Indonesia khususnya di Jakarta mulai banyak berdiri toko buku-toko buku yang mengkhususkan pada produk buku impor. Sebut saja QB World, Kinokuniya, Aksara dan sebagainya. Berdirinya toko buku - toko buku ini membuat persaingan produk buku impor semakin ketat. Toko Buku Gramedia juga menyediakan produk buku impor bahkan Gramedia mempunyai divisi sendiri untuk menangani produk buku impor. Hal ini menunjukkan bahwa pasar buku impor masih luas dan pasar buku impor masih menjanjikan omset yang besar serta pertumbuhan yang signifikan.
Menjadi suatu hal yang ironis ketika pada tahun 2004 produk buku impor di Gramedia mengalami penurunan yang signifikan. Hal ini dapat diakibatkan banyak hal seperti persaingan semakin ketat, konsep Toko Buku Gramedia yang kurang jelas khususunya dalam memasarkan buku impor, ketersediaan produk yang tidak tepat dan sebagainya. Dibutuhkan suatu analisa yang komprehensif untuk memecahkan masalah ini salah satunya adalah analisa dari sisi Brand Equity.
Pemasaran saat ini merupakan pertempuran persepsi dan membangun persepsi ini dapat dilakukan melalui analisa Brand Equity terhadap merek suatu produk. Sangatlah tidak mudah bagi produsen atau peritel dalam membangun mereknya, mulai dari tahap menancapkan Brand awareness sampai loyalitas mahasiswa MM UI terhadap suatu merek sehingga bias membuat mayoritas target pasamya menjadi commited buyer. Atas dasar itulah penulis mengadakan penelitian terhadap Brand Equity dari produk buku impor Toko Buku Gramedia sehingga dapat menguasai pangsa pasar di Indonesia melalui pengukuran Brand awareness, perceived quality, brand loyalty dan brand association dari Toko Buku Gramedia.
Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa Toko Buku Gramedia berhasil menduduki posisi kedua dalam hal awareness, hal ini berarti produk buku impor Toko Buku Gramedia paling diingat kedua setelah QB World yaitu sebesar 22%. Hal ini disebabkan karena jaringan Toko Buku Gramedia sekarang ini paling banyak sehingga walaupun Toko Buku Gramedia lebih banyak buku lokal namun temyata mahasiswa MM UI cukup mengenal baik buku impor di Toko buku Gramedia.
Dilihat dari Brand loyalty, yaitu tingkat kesetiaan konsumen bila belanja buku impor di Toko Buku Gramedia maka 51% mahasiswa MM UI tidak memperhatikan nama took bukunya ketika berbelanja buku impor. Selain itu sebesar 23% mahasiswa MM UI memilih angka 5 (Skala 1 - 10) dalam hal kemungkinan memilih Toko Buku Gramedia dalam berbelanja buku impor, lalu sebesar 19% memilih angka 3 hal ini berarti Toko Buku Gramedia bukan menjadi pilihan utama dalam membeli buku impor. Sementara itu sebesar 27% mahasiswa MM UI memilih angka 7 (skala 1- 10) dalam hal kemungkinan berbelanja buku impor selain ke toko buku Gramedia.
Mengenai perceived quality, kelengkapan buku dan harga yang kompetitif dirasa kurang oleh mahasiswa MM UI, selain itu program diskon dan pelayanan kasir/pramuniaga dianggap belum bisa memenuhi harapan bila dibandingkan dengan pesaing.
Untuk Brand association, buku impor di Toko Buku Gramedia mempunyai asosiasi tidak lengkap dan mahal. Khusus untuk asosiasi toko buku mahal sebenarnya hal ini banyak disebabkan harga produk- produk diluar buku yang dijual di TB Gramedia. Produk- produk tersebut misalnya printer, kamera, mesin fax dan sebagainya. Karena harga - harga produk tersebut relative tinggi maka hal ini berimbas pada Brand association Toko Buku Gramedia secara keseluruhan. Bila dibandingkan dengan toko buku lain harga buku di toko buku Gramedia relative standar terlebih banyak supplier yang mendistribusikan bukunya ke Toko Buku Gramedia merupakan suplier atau penerbit dari Gramedia Group. Sementara itu untuk buku tidak lengkap sampai saat ini manajemen Toko Buku Gramedia masih mempunyai masalah dalam hal kecepatan informasi perkembangan buku impor sehingga rata - rata buku laris banyak yang mengalami keterlambatan dan akibatnya konsumen kecewa karena buku
yang dicarinya tidak bisa didapatkan di Toko Buku Gramedia.
"
2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratih Seftiariski, Author
"ABSTRAK
Pertumbuhan produk di pasar begitu besar sehingga menyebabkan tingkat persaingan begitu tinggi. Setiap perusahaan berlomba-lomba untuk mendapatkan konsumen dengan berbagai strategi dan program pemasaran guna meningkatkan profitabilitas. Tiap perusahaan harus bisa menciptakan ekuitas merek yang kuat agar bisa menghadapi pesaing. Aktifitas bauran pemasaran yang terintegrasi dipercaya oleh para ahli dapat meningkatkan ekuitas suatu merek.
Pada industri minuman ringan, tingkat persaingan begitu tinggi dan terdiri dari begitu banyak pelaku yang mengeluarkan banyak varian produk. Pasar minuman berkarbonat sangat berpotensi. Nilai pertumbuhan rata-rata mencapai 28,5% dengan nilai pasar Rp. 2.682,3 milyar. Potensi pertumbuhan industri dan nilai pasar yang begitu besar mendorong setiap pelaku usaha pada industri untuk meraih pangsa pasar yang sebesar-besamya.
PT X merupakan salah satu pelaku pada industri minuman ringan. Perusahaan ini merupakan multinational company dengan cabang perusahaan yang tersebar di 170 negara dan produk minuman ASD yang tersebar di 200 negara diseluruh dunia. Selain penghasil minuman perusahaan ini juga memiliki produk makanan ringan yang menjadi pemimpin pasar pada kategorinya. PT X termasuk 5 besar perusahaan dunia pada industri makanan dan minuman.
Tingginya ekuitas merek ASD secara dunia serta kreativitas pelaksanaan bauran pemasaran PT X pusat menjadi stimulus diadakannya penelitian ini. Para ahli mengatakan bahwa aktifitas bauran pemasaran terbukti efektif dalam membentuk dan membangun ekuitas merek suatu produk.( Bonghee Yoo, Naveen Donthu dan Sungho Lee, 2000). Pada penelitian ini akan diteliti pelaksanaan aktifitas bauran pemasaran yang dilakukan PT X Indonesia serta dampaknya terhadap ekuitas merek ASD. Elemen bauran pemasaran yang diteliti meliputi persepsi harga, persepsi intensitas iklan, persepsi intensitas distribusi, dan persepsi price deals. Sedangkan elemen persepsi brand equity yang diteliti meliputi persepsi perceived quality, persepsi brand awareness/ brand association dan persepsi brand loyalty. Elemen brand equity yang digunakan berdasarkan pengembangan konsep brand equity yang ditetapkan oleh Aaker
(1991).
Metode penelitian yang digunakan adalah Structural Equation Modelling. Dengan metode ini akan dilihat pengaruh setiap elemen variabel endogen (marketing mix) terhadap variabel eksogen baik secara langsung maupun tidak langsung.
Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif verikatif artinya penelitian dilakukan melalui proses pengamatan dilapangan dan melakukan pengujian hipotesis sebanyak 16 buah. Sampel yang diambil sebanyak 200 responden dengan wilayah penelitian hanya pada kota Jakarta. Pengambilan jumlah sampel dengan menggunakan structural sampling (Taroyame, 1994:38) disesuaikan dengan proporsi jumlah penduduk kota Jakmia yang dikalikan dengan jumlah total sampel. Pemilihan responden akhir dengan menggunakan screening terlebih dahulu bahwa responden pemah mengkonsumsi produk ASD dan selanjutnya dengan menggunakm1 judgemental sampling dimana responden dipandang layak oleh peneliti untuk memberikan pendapatnya dalam penelitian ini. Responden yang diambil adalah para remaja dan dewasa muda dengan kisaran umur 17-30 tahun. Pemilihan ini disesuaikan dengan target market yang dituju oleh perusahaan.
Pada penelitian ditemukan bahwa persepsi intensitas iklan tidak supported dalam menciptakan loyalitas merek. Hal ini sejalan dengan rendahnya aktifitas periklanan yang dilakukan oleh PT X. Selain itu pada penelitian ini terdapat 3 buah hipotesis yang ditolak yakni semua hipotesis yang berhubungan dengan persepsi price deals. Jika teori yang diungkapkan obh para ahli mengatakan bahwa price deals berkorelasi negatif terhadap perceived quality, brand awareness dan brand equity pada kasus merek ASD di Indonesia, seluruh aktifitas price deals temyata memiliki korelasi positif terhadap variabel-variabel tersebut. Pacta penelitian ini juga ditemukan bahwa persepsi intensitas distribusi memiliki nilai pengaruh paling besar dibanding dengan variabel elemen pemasaran lainnya. Hal ini sejalan dengan tingginya aktifitas penyebaran produk yang dilakukan oleh perusahaan.
Rekomendasi yang dibangun berdasarkan hasil penelitian meliputi variabel persepsi intensitas iklan, persepsi price deals, dan persepsi intensitas distribusi. Intensitas iklan yang rendah perlu ditingkatkan efektifitasnya agar bisa memaksimal penyampaian pesan pada konsumen. Perusahaan perlu mensiasati dengan menggunakan saluran-saluran komunikasi yang lebih segmented dibanding media televisi sepetii event, radio, internet, maupun media cetak untuk segmen remaja. Pada varibel persepsi price deals, perusahaan disarankan untuk menggunakan bentuk-bentuk sales promotion lainnya yang lebih kreatif seperti game, undian, atau hadiah langsung guna menghindari persamgan harga dengan pesaing. Pada variable persepsi intensitas distribusi direkomendasikan pada perusahaan untuk menerapkan horizontal marketing system maupun multichannel marketing system. Penggunaan kedua sistem distribusi ini akan membantu perusahaan untuk meningkatkan availability produk di pasar sehingga dapat meningkatkan utilitas konsumen dari sisi waktu dan tempat."
2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fenny Kumala Sari, Author
"Dalam upaya untuk memenangkan pangsa sangat diperlukan strategi pemasaran jasa yang efektif ke tangan konsumen. Salah satu unsur dalam strategi pemasaran yang terpadu adalah Bauran Pemasaran. Merupakan strategi perusahaan, yang berkaitan dengan penentuan bagaimana perusahaan menyajikan penawaran produk pada segmen yang merupakan sasaran pasarnya (Kottler, 1993). Masalah yang kemudian muncul adalah bagaimana memperkenalkan produk ataujasa kepada eaton konsumen agar mereka mengetahui produk atau jasa perusahaan. Sebab dengan penerapan bauran pemasaran yang tepat, maka konsumen dapat mengetahui produk perusahaan dengan baik. Disamping itu komunikasi yang efektifkepada konsumen menjadi nilai tambah bagi perusahaan.
Mengamati hal tersebut peneliti tertarik untuk mengetahui persepsi bauran pemasaran jasa serta pengaruhnya terhadap pemilihan jasa angkutan udara maskapai penerbangan Garuda Indonesia dan Lion. Dalam penelitian ini, peneliti berusaha menghubungkan satu atau Jebih variabel dengan variabel lain untuk memahami obyek yang diteliti. Dimana populasi penelitian yakni pengguna jasa kedua maskapai yang berjumlah masing-masing 100 penumpang. Pengambilan sample dilakukan secara convenience sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner yang kemudian dianalisis secara deskriptif.
Dari hasH analisis deskriptif menunjukkan bahwa secara umum bauran pemasaran Garuda Indonesia Jebih unggul dibandingkan Lion Air, akan tetapi pada aspek promosi baik Lion maupun Garuda sama kuatnya. Sedangkan hasil statistik komparatif menunjukkan bahwa selain harga dan promosi lima aspek bauran pemasaran jasa lainnya seperti produk, place, proses, people dan bukti fisik menujukkan adanya perbedaan signifikan.
Sementara hubungan bauran pemasaran jasa dengan kepuasan di Garuda Indonesia semuanya berpengaruh signifikan. Begitu pula antara bauran pemasaran jasa dengan repurchase. Sementara hubungan bauran pemasaran jasa dengan reference hanya dengan place saja yang tidak signifikan. Untuk hubungan dan pengaruh kepuasan dengan bauran pemasaran jasa pada Lion Air yang signifikan adalah price, people dan proses. Hubungan dan pengaruh bauran pemasaran jasa dengan repurchase hanya price, people dan process yang signifikan. Seuangkan hubungan bauran pemasaran jasa dan pengaruhnya dengan reference hanya price saja yang signifikan.
Atas dasar hasil penelitian tersebut, maka ada empat saran yang perlu dipertimbangkan. Pertama, untuk Garuda sebaiknya terus mempertahankan ketepatan waktu (OTP), karena respon atas waktu cukup tinggi. Sementara Lion harus terus dijaga promosinya, sambil terus melakukan perbaikan internal perusahaan. Kedua, Untuk Garuda dapat dikatakan instrumen kepuasan, repurchase dan reference tidak berpengaruh terhadap aspek bauran pemasaran, oleh sebab itu yang harus dilakukan adalah tetap mempertahankan layanan yang ada dan menambah rute penerbangan berjadwal untuk meningkatkan pendapatan. Sementara Lion karena aspek kepuasan, repurchase dan reference mempunyai pengaruh signifikan terhadap bauran pemasaran, maka sudah sepantasnya Lion terus berupaya memberi kepuasan dengan instrumen bauran pemasaran yang ada. Ketiga, penambahan rute bagi Garuda harus memperhatikan aspek harga ini dalam rangka persaingan. Keempat, Garuda perlu memperhatikan pendekatan secara rasional pula seperti keamanan, ketepatan waktu, jaminan layanan maupun promosi yang lebih rasional. "
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>