Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 194446 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ariani Dewi Widodo
"ABSTRAK
Diare persisten merupakan masalah kesehatan serius dan sering menyebabkan malnutrisi. Kerusakan mukosa pada diare diduga menyebabkan penurunan hormon sekretin dan kolesistokinin sehingga mengurangi stimulasi ke pankreas dan memperberat diare persisten dan malnutrisi.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui fungsi eksokrin pankreas pada anak diare persisten, anak malnutrisi, mendapatkan nilai referensi pemeriksaan fecal elastase-1 FE-1 anak Indonesia, dan mengetahui kehandalan analisis feses dan steatokrit dalam mendeteksi insufisiensi eksokrin pankreas.Penelitian potong lintang pada tahap pertama dilakukan untuk mendapatkan sebaran nilai FE-1 pada anak normal, membandingkan nilai FE-1 subjek diare persisten dan malnutrisi dengan anak normal, dan mengetahui sensitivitas, spesifisitas, dan kemampuan diskriminasi analisis feses dan steatokrit dalam mendeteksi insufisiensi eksokrin pankreas. Tahap kedua uji klinis dua kelompok paralel tersamar ganda dilakukan untuk menguji efek suplementasi enzim pankreas 8371 USP unit tiga kali sehari selama sebulan pada anak diare persisten. Penelitian dilakukan di 5 Rumah Sakit di Jakarta Januari 2015 minus;Juli 2016 pada anak berusia 6 ndash;60 bulan.Sebanyak 182 anak usia 6 ndash;60 bulan direkrut sebagai subjek yang terdiri dari 31 anak dengan diare persisten, 31 anak dengan malnutrisi, dan 120 anak normal. Nilai cut-off FE-1 yang didapatkan pada penelitian ini adalah 307 mcg/g feses. Terdapat perbedaan bermakna nilai FE-1 antara subjek diare persisten dan anak normal. Tidak ditemukan perbedaan bermakna nilai FE-1 antara subjek malnutrisi dan anak normal. Terdapat perbedaan bermakna lama diare sekitar 7 hari antara kedua kelompok. Kadar FE-1 dan prealbumin antara baseline dan endpoint pada kelompok plasebo dan perlakuan tidak berbeda bermakna. Uji kehandalan masing-masing komponen analisis feses dan steatokrit menunjukkan hasil sensitivitas dalam rentang 5 ndash;32 , spesifisitas 73 ndash;98 , nilai prediksi positif 1 ndash;43 , dan nilai prediksi negatif 87 ndash;89 . Nilai AUC analisis feses dan steatokrit masing-masing adalah 0,664 IK 95 0,539 ndash;0,788 dan 0,501 IK 95 0,372 ndash;0,629 sedangkan AUC gabungan sebesar 0,671.Kesimpulannya, pada penelitian ini didapatkan adanya insufisiensi eksokrin pankreas pada anak dengan diare persisten. Suplementasi enzim pankreas terbukti dapat memperpendek lama diare secara bermakna. Analisis feses dan/atau steatokrit memiliki sensitivitas yang rendah, spesifisitas yang tinggi, dan kemampuan diskriminasi kurang.Kata kunci: anak, diare persisten, fungsi eksokrin pankreas, malnutrisi, suplementasi enzim pankreas

ABSTRACT
Persistent diarrhea is a serious health problem and is closely related to malnutrition. Prolonged mucosal injury in diarrhea is thought to cause reduced secretin and cholecystokinin CCK secretion, which decreases stimulation to the pancreas and further aggravate persistent diarrhea and malnutrition.This research aims to study pancreatic exocrine function in children with persistent diarrhea and children with malnutrition, to obtain reference values of fecal elastase 1 FE 1 in Indonesian children, and to assess the ability of stool analysis and steatocrit in detecting exocrine pancreatic insufficiency.Cross sectional study was done to obtain FE 1 distribution in healthy children, to study FE 1 levels in children with persistent diarrhea and children with malnutrition, and to study the sensitivity, specificity, and discriminative capacity of stool analysis and steatocrit in detecting exocrine pancreatic insufficiency. A randomized, two double blind parallel group, placebo controlled clinical trial was conducted to evaluate the effects of 8371 USP units of pancreatic enzyme replacement therapy PERT 3 times daily for 1 month in children with persistent diarrhea. This study involved children age 6 ndash 60 months in 5 hospitals in Jakarta from January 2015 to July 2016.As much as 182 children 6 ndash 60 months of age consisting of 31 children with persistent diarrhea, 31 children with malnutrition, and 120 healthy children were recruited as subjects. Cut off point of FE 1 in this study was 307 mcg g faeces. Significant difference of FE 1 was found between children with persistent diarrhea and healthy children. The FE 1 difference between subjects with malnutrition and healthy children was not significant. Duration of diarrhea was 7 days significantly shorter in the PERT group. Changes of FE 1 and prealbumin values between baseline and endpoint in placebo and treatment group were found to be statistically insignificant. The diagnostic value of each stool analysis component and steatocrit test showed that the sensitivity was within range of 5 ndash 32 , specificity 73 ndash 98 , positive predictive value 1 ndash 43 and negative predictive value 87 ndash 89 . The AUC values of stool analysis and steatocrit were 0.664 95 CI 0.539 ndash 0.788 and 0.501 95 CI 0.372 ndash 0.629 , respectively, and the combined AUC 0,671.In conclusion, exocrine pancreatic insufficiency was observed in children with persistent diarrhea, and PERT has been proven to significantly shorten the duration of diarrhea by 1 week. Stool analysis and or steatocrit has low sensitivity, high specificity, and low discrimination capacity.Keywords children, exocrine pancreatic function, malnutrition, pancreatic enzyme supplementation, persistent diarrhea"
2017
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putu Alfio Andhika
"Di Indonesia, kasus HIV/AIDS pada anak dari tahun 2010 sampai 2016 cenderung mengalami peningkatan. Salah satu penyakit penyerta yang sering muncul atau yang disebut dengan infeksi oportunistik pada klien dengan HIV/AIDS yaitu diare. Sampai dengan 60 dari orang yang hidup dengan HIV melaporkan diare. Diare adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada bayi dan anak-anak dan terutama mereka yang terinfeksi HIV. Salah satu intevensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengurangi frekuensi BAB yaitu dengan terapi pijat yang merupakan salah sati terapi keperawatan komplementer. Terapi pijat dilakukan pada seluruh tubuh sebanyak dua hari dalam sehari selama tiga hari berturut-turut. Setelah dilakukan intervensi tersebut, tampak terjadi penurunan frekuensi BAB cair pada anak dengan diare persisten.

In Indonesia, HIV AIDS cases in children from 2010 to 2016 tend to increase. One of common comorbid illness or so called opportunistic infection in clients with HIV AIDS is diarrhea. Up to 60 of people living with HIV report diarrhea. Diarrhea is a major cause of morbidity and mortality in infants and children, especially those who are HIV infected. One of the nursing intervention that can be done to reduce the frequency of diarrhea with massage therapy that one of complementary nursing therapy. Massage therapy is performed on the whole body twice a day for three consecutive days. After the intervention, there appears to be a decrease in frequency of diarrhea in children with persistent diarrhea."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Marcellus Simadibrata
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Marcellus Simadibrata
"Background: One of the causes of chronic diarrhea is pancreatic exocrine insufficiency. Chronic diarrhea cases are commonly encountered in Indonesia.
Materials & Methods: All patients with chronic diarrhea at hospitals in Jakarta were included in this study and dyspeptic patients were used as control subjects. The study and control subjects must submit their stool for fecal pancreatic elastase-1 examination at a private laboratory in Jakarta. Mild/moderate pancreatic exocrine insufficiency was defined if the concentration was between 100 - 200 [ig El/g stool. Severe pancreatic exocrine insufficiency was defined if the concentration was below 100 [ig El/g stool. The data was analyzed using Fisher or Kruskal-Wallis tests.
Results: There were 32 chronic diarrhea patients with a male to female ratio of 19/13 (59.38%/40.62%). The most frequent age range was 50-59 years old (39.5%). The characteristics (sex, age and race) of chronic diarrhea patients were matched with the characteristics of dyspeptic patients as control subjects (p > 0.05). The fecal elastase-1 results in chronic diarrhea displayed greater pancreatic exocrine insufficiency (< 200 fig El/g stool) than in dyspepsia (control) (>_ 200 fj,g El/g stool, p < 0.001). The mean fecal elastase-1 result in chronic diarrhea and in dyspepsia were 316.29 ±_ 195.44 vs. 475.93 +. 65.33 fig El/g stool (p < 0.001). Six patients (18.74%) were established as having severe pancreatic exocrine insufficiency. Seven patients (21.88%) were found with mild/moderate pancreatic exocrine insufficiency.
Conclusion: Pancreatic exocrine insufficiency was found frequently in chronic diarrhea.
"
2005
IJGH-6-1-April2005-4
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Alvina
"Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang disebabkan berkurangnya sekresi hormon insulin, menurunnya sensitivitas insulin atau kombinasi keduanya. DM tipe
2 merupakan salah satu jenis diabetes melitus yang paling banyak penyandangnya. Defisiensi vitamin D sering dikaitkan dengan kejadian DM tipe 2. Vitamin D merupakan salah satu vitamin yang berpotensi untuk memperbaiki sintesis dan sekresi insulin. Penelitian ini bertujuan untuk menilai pengaruh suplementasi vitamin D 5.000 IU/hari selama 3 dan 6 bulan terhadap fungsi sel beta pankreas yang dilihat dari penanda antioksidan (SOD), inflamasi (IL-6), PDX-1, HbA1c dan resistensi insulin (HOMA-IR) serta keamanan pemberian vitamin D yang dilihat dari peningkatan kadar 25-(OH)D dan ekspresi VDR.
Penelitian ini menggunakan desain double blind randomized controlled trial mengikutsertakan 94 penyandang DM tipe 2 dengan usia 35‒80 tahun di Puskesmas Kecamatan Mampang Jakarta Selatan. Hasil randomisasi terdapat 47 subjek kelompok kontrol dan 47 subjek kelompok vitamin D. Kelompok kontrol mendapatkan plasebo sedangkan kelompok vitamin D mendapatkan plasebo dan vitamin D 5.000 IU selama 6 bulan. Studi dilakukan mulai bulan Januari─Desember 2022. SOD, IL-6, PDX-1, VDR, HbA1c, glukosa darah, insulin puasa, 25-(OH)D, HOMA-IR diperiksa pada awal penelitian, pascasuplementasi 3 dan 6 bulan. Analisis statistik dengan SPSS 20 menggunakan uji ANOVA general linear repeated measurement dan Mann Whitney.
Karakteristik subjek penelitian pada kelompok vitamin D dan kelompok kontrol pada awal penelitian menunjukkan kedua kelompok setara baik pada karaktersitik demografis, laboratorium, dan asupan nutrien. Pascasuplementasi vitamin D selama 3 dan 6 bulan terdapat perbedaan bermakna kadar 25-(OH)D (p = 0,000), tidak terdapat perbedaan bermakna HbA1c dan glukosa darah (p = 0,360 dan p = 0,296) antara kelompok kontrol dan kelompok vitamin D. Terdapat perbedaan bermakna kadar insulin pasca suplementasi 3 dan 6 bulan (p = 0,034 dan p = 0,013) serta perbedaan bermakna HOMA-IR pasca suplementasi 3 dan 6 bulan (p = 0,033 dan p = 0,031) antara kelompok kontrol dan kelompok vitamin D. Kadar insulin pada kedua kelompok mengalami peningkatan tetapi peningkatan kadar insulin pada kelompok kontrol lebih tinggi. HOMA-IR pada kedua kelompok mengalami peningkatan tetapi peningkatan HOMA-IR pada kelompok kontrol lebih tinggi. Terdapatnya kadar insulin dan HOMA-IR yang lebih rendah pada kelompok vitamin D menunjukkan adanya perbaikan resistensi insulin.Untuk PDX-1 tidak terdapat perbedaan bermakna pasca suplementasi 3 dan 6 bulan (p = 0,464 dan p = 0,499) antara kelompok kontrol dan kelompok vitamin D. Vitamin D tidak terbukti meningkatkan SOD dan VDR serta tidak terbukti menurunkan IL-6.
Simpulan: Suplementasi vitamin D 5.000 IU/hari selama 6 bulan dapat meningkatkan kadar 25-(OH)D dalam batas normal, serta dapat memperbaiki resistensi insulin melalui penurunan HOMA-IR dan penurunan sekresi insulin. Efek terhadap HbA1c, SOD, IL-6, PDX-1, dan VDR tidak terbukti.

Diabetes mellitus (DM) is a metabolic disease that is caused by reduced insulin secretion, reduced insulin sensitivity, or a combination of the two. Type 2 DM is one of the types of diabetes mellitus with the greatest number of cases. Vitamin D deficiency is frequently associated with the incidence of type 2 DM. Vitamin D is one of the vitamins with the potential to improve insulin synthesis and secretion. This study aimed to evaluate the effect of supplementation of vitamin D at 5.000 IU/day for 3 and 6 months on pancreatic beta cell function from the perspective of antioxidant (SOD) and inflammatory (IL-6) markers, PDX-1 expression, HbA1c concentration, and insulin resistance (HOMA-IR), and the safety of vitamin D administration as shown by 25-(OH)D concentration and vitamin D receptor (VDR) expression. This study was a double blind randomized controlled trial involving 94 patients with type 2 DM aged 35‒80 years at Mampang District Public Health Center, South Jakarta. Randomization resulted in 47 subjects in the control group and 47 subjects in the vitamin D group. The control group received placebo whereas the vitamin D group received placebo and vitamin D at 5.000 IU for 6 months. The study was conducted from January‒December 2022. SOD, IL-6, PDX-1, VDR, HbA1c, blood glucose, fasting insulin, 25-(OH)D, and HOMA-IR were determined at baseline and after supplementation for 3 and 6 months. Statistical analysis by SPSS 20 used ANOVA general linear repeated measurement and Mann-Whitney tests. Characteristics of study subjects in the vitamin D and control groups at baseline showed that both groups were similar in demographic characteristics, laboratory measures, and nutrient intake. After supplementation of vitamin D for 3 and 6 months there were significant differences in 25-(OH)D concentration (p = 0.000), but no significant differences in HbA1c and blood glucose (p = 0.360 and p = 0.296) between control and vitamin D groups. There were significant differences in insulin concentration after supplementation for 3 and 6 months (p = 0.034 and p = 0.013) and significant differences in HOMA-IR after supplementation for 3 and 6 months (p = 0.033 and p = 0.031) between control and vitamin D groups. Insulin concentrations increased in both groups but the increase insulin concentrations was higher in the control group. HOMA-IR increased in both groups but the increase in HOMA-IR was higher in the control group. The lower insulin concentrations and decreased HOMA-IR in the vitamin D group indicated improve insulin resistance. With regard to PDX-1 there were no significant differences after supplementation for 3 and 6 months (p = 0.464 and p = 0.499) between control and vitamin D groups. Vitamin D was not proven to increase SOD and VDR, and was not proven to reduce IL-6.
Conclusion: Supplementation of vitamin D at 5.000 IU/day for 6 months was able to increase 25-(OH)D concentration within normal limits and was able to improve insulin resistance through reduction in HOMA-IR and decreased insulin secretion . Effects on HbA1c, SOD, IL-6, PDX-1, and VDR were not proven.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Made Indra Waspada
"Latar Belakang. Cairan rehidrasi oral dan zinc telah menjadi terapi standar dalam tata laksana diare akut pada anak. Probiotik sudah digunakan secara luas pada kasus diare akut pada anak meskipun belum direkomendasikan oleh WHO. Penelitian yang membandingkan penambahan probiotik pada terapi standar masih sangat terbatas.
Tujuan. Mengetahui efektivitas pemberian suplementasi probiotik pada terapi standar diare akut.
Metode. Penelitian uji klinis acak tersamar ganda dilakukan pada anak usia 6 bulan sampai 36 bulan dengan diare akut tanpa dehidrasi dan dehidrasi ringan sedang, yang dilakukan di kelurahan Kenari, Jakarta Pusat antara bulan Oktober 2011 sampai Februari 2012. Kelompok perlakuan diberikan terapi standar ditambah probiotik Lactobacillus rhamnosus R0011 1.9 x 109 cfu dan Lactobacillus acidophilus R0052 0.1 x 109 cfu, sedangkan kelompok kontrol diberikan terapi standar dan plasebo. Luaran yang dinilai adalah durasi diare dan frekuensi defekasi. Penelitian ini bersifat intention to treat analysis.
Hasil. Total 112 subjek masuk dalam penelitian, terdiri dari 56 subjek mendapat terapi standar ditambah probiotik, dan 56 subjek hanya terapi standar. Median lama durasi diare setelah terapi pada kelompok perlakuan yaitu 68,5 jam sedangkan pada kelompok kontrol 61,5 jam (p=0,596). Median frekuensi defekasi pada kelompok perlakuan yaitu 5 kali, sedangkan pada kelompok kontrol 5,5 kali (p=0,795).
Simpulan. Pada penelitian ini tidak ditemukan penurunan durasi diare dengan penambahan probiotik pada terapi standar. Meskipun kelompok perlakuan memiliki frekuensi defekasi yang lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok kontrol, namun perbedaan tersebut tidak bermakna.

Background. Oral rehydration solution and zinc have been used as standard therapy for treating acute diarrhea in children. Probiotics are widely used in treatment of acute diarrhea in children, although it has not been recommended by WHO. Studies comparing supplementation of probiotics to standard therapy are still limited.
Objectives. To know the efficacy of probiotic supplementation to standard therapy in acute diarrhea.
Methods. A randomized double blind clinical trial was performed in children aged 6-36 months with acute diarrhea without dehydration or mild to moderate dehydration in Kenari sub district, central Jakarta, between October 2011 until Februari 2012. Supplemented group was given standard therapy and probiotics Lactobacillus rhamnosus R0011 1.9 x 109 cfu and Lactobacillus acidophilus R0052 0.1 x 109 cfu, while control group was given standard therapy and placebo. The outcomes were duration of diarrhea and frequency of defecation. Stool frequency was recorded daily until resolution of diarrhea. The analysis was based on intention to treat.
Results. A total of 112 subjects were included in the study, consisted of 56 subjects in supplemented group and 56 subjects in control group. Median duration of diarrhea in supplemented group was 68,5 hours while in the control group was 61,5 hours (p=0,596). Median frequency of defecation in supplemented group was 5 times, while in the control group was 5,5 times (p=0,795).
Conclusion. This study did not find shorter duration of diarrhea with supplementation of probiotics to standard therapy. Although supplemented group had lower frequency of defecation compared to control group, the difference was not significant.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T31682
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Anisa Ayu Maharani
"Latar Belakang: Pulau Langerhans adalah kumpulan sel pernghasil insulin yang tersebar di seluruh pankreas. Resistensi insulin adalah salah satu tanda dari diabetes tipe 2, pada pasien diabetes tipe 2 terjadi penurunan pada ukuran dan jumlah dari pulau Langerhans yang berdampak pada produksi insulin dan menyebabkan pasien dengan kondisi ini memiliki kadar gula darah yang tinggi. Alpha-mangostin diduga berperan dalam proses regenerasi pancreas pada kondisi resistensi insulin. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek dari alpha-mangostin terhadap regenerasi pankreas, baik pada kelenjar endokrin (pulau Langerhans) maupun kelenjar eksokrin.
Metode: Tikus jantan galur wistar diacak dan dibagi menjadi 6 kelompok berdasarkan perlakuan yang diterima; Kelompok Normal/Kontrol, Kelompok Normal + Alpha Mangostin 200mg/kgBB, Kelompok Resistensi Insulin (Induksi STZ + HF + HG), Kelompok Resistensi Insulin + Alpha Mangostin 100mg/kgBB, Kelompok Resistensi Insulin + Metformin 200mg/kgBB, Kelompok Resistensi Insulin + Alpha Mangostin 200mg/kgBB. Diameter pulau Langerhans dihitung menggunakan aplikasi ImageJ computer software, sedangkan struktur histologi bagian eksokrin diobservasi dibawah mikroskop cahaya.
Hasil: Pemberian alpha mangostin menyebabkan peningkatan pada luas area Langerhans islet secara signifikan. Tidak ditemukan pengaruh signifikan pada pemberian alpha mangostin pada kelenjar eksokrin pulau Langerhans.
Kesimpulan: Terdapat hubungan bermakna antara pemberian alpha-mangostin dengan regenerasi pulau Langerhans pankreas pada tikus model insulin resisten. Alphamangostin tidak menyebabkan terjadinya perubahan struktur histologi pada bagian eksokrin pancreas.

Background: The islets of Langerhans are clusters of insulin-producing cells scattered throughout the pancreas. Insulin resistance is one of the signs of type 2 diabetes, in patients with type 2 diabetes there is a decrease in the size and number of the islets of Langerhans which affects insulin production and causes patients with this condition to have high blood sugar levels. Alpha-mangostin is thought to play a role in the process of pancreatic regeneration in conditions of insulin resistance. The purpose of this study was to determine the effect of alpha-mangostin on pancreatic regeneration, both in endocrine glands (island of Langerhans) and exocrine glands.
Method: Wistar male rats were randomized and divided into 6 groups based on the treatment received; Normal/Control Group, Normal Group + Alpha Mangostin 200mg/kgBB, Insulin Resistance Group (STZ Induction + HF + HG), Insulin Resistance Group + Alpha Mangostin 100mg/kgBB, Insulin Resistance Group + Metformin 200mg/kgBB, Insulin Resistance Group + Alpha Mangostin 200mg /kgBB. The diameter of the islets of Langerhans was calculated using the ImageJ computer software application, while the histological structures of the exocrine sections were observed under a light microscope.
Results: Administration of alpha mangostin caused a significant increase in the Langerhans islet area. No significant effect was found on the administration of alpha mangostin on the exocrine glands of the islets of Langerhans.
Conclusion: There is a significant relationship between the administration of alphamangostin and the regeneration of the pancreatic islets of Langerhans in insulin-resistant rats. Alpha-mangostin does not cause changes in the histological structure of the exocrine pancreas.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Anindita Basuki
"ABSTRAK
Latar Belakang dan tujuan: Pemeriksaan MRI T2 pankreas merupakan pemeriksaan yang lebih akurat dalam menilai hemosiderosis pankreas, namun memiliki keterbatasan karena hanya tersedia di kota-kota besar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi nilai T2 pankreas dengan kadar glukosa darah, karakteristik T2 pankreas dan kadar glukosa darah subyek penelitian, serta pengaruh letak ROI terhadap nilai T2 pankreas. Metode: Penelitian menggunakan desain potong lintang pada 52 subyek anak dan 12 subyek dewasa antara September 2015-Juni 2016. Hasil: Nilai T2 pankreas anak antara 2,71-48,77 ms dan dewasa 6,49-41,82 ms. Kadar glukosa darah puasa anak rerata 87,31 11,01 mg/dL dan dewasa 88,00 10,27 mg/dL. Korelasi nilai T2 pankreas terhadap kadar glukosa darah puasa anak r=0,198 p=0,160 dan dewasa r=0,004 p=0,991 . Hubungan nilai T2 pankreas dengan letak ROI didapatkan p=0,105. Kesimpulan: Tidak terdapat korelasi nilai T2 pankreas dengan kadar glukosa darah puasa pada anak dan dewasa. Tidak terdapat perbedaan signifikan nilai T2 pankreas menurut letak ROI.

ABSTRACT
Background and Objective T2 MRI examination is more accurate in assessing pancreatic hemosiderosis but lack of availability to be used routinely in daily practice. This study aimed to determine the correlation value of T2 pancreas with blood glucose levels in thalassemic children and adults. Methods Cross sectional study that held in September 2015 June 2016, involving 52 children and 12 adults. Results Pancreatic T2 values of children are 2.71 to 48.77 ms and values of adults are from 6.49 to 41.82 ms. Mean of fasting blood glucose levels in children are 87.31 11.01 mg dL and mean of adults are 88.00 10.27 mg dL. Correlation r between value of pancreatic T2 against children rsquo s fasting blood glucose levels was 0.198 p 0.160 and adults was 0.004 p 0.991 . Significancy value p of relationship between pancreatic T2 and ROI of pancreas was 0.105. Conclusion There was no significant correlation between pancreatic T2 values with fasting blood glucose levels in children and adults, nor significant difference in T2 values according to ROI of pancreas."
2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Ramawati
"Diare persisten adalah pengeluaran tinja secara terus-menerus selama lebih dari 7-14 hari yang dapat menyebabkan dehidrasi, malnutrisi, bahkan kematian pada anak Angka kejadian diare persisten pada anak balita cukup tinggi, yaitu sekitar sepersepuluh persen dari angka kejadian diare akut di Indonesia dikarenakan masih banyak ibu tidak memberikan ASI secara eksklusif atau rnenghentikan sama sekali pemberian ASI kepada bayinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pemberian ASI eksklusif terhadap angka kejadian diare persisten pada anak balita.
Metode penelitian yang digunakan adalah koreIasi deskriptif. Data diperoleh dari responden atau ibu dengan anak balita yang menderita diare di Kel. Pisangan Timur yang memenuhi kriteria dan bersedia menjadi rexponden. Metode pengolahan data yang digunakan yaitu fisher exact probability rest.
Hasil penelitian menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara pemberian ASI eksklusif terhadap angka kejadian diare persisten pada anak balita."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2001
TA5016
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jessica Prisscila
"Keganasan pankreas merupakan keganasan dengan angka kematian yang tinggi, dengan Adenokarsinoma Duktal Pankreas/Pancreatic Ductal Adenocarcinoma (PDAC) mencakup 85-90% kasus. PDAC memiliki perjalanan penyakit yang sangat agresif, dan seringkali baru terdiagnosis pada stadium lanjut. Penegakan diagnosis pasti PDAC seringkali hanya dapat dilakukan melalui sediaan terbatas baik berupa biopsi maupun endoscopic ultrasound-guided fine-needle aspiration/EUS-FNA. Salah satu tantangannya adalah membedakan PDAC dari jaringan pankreas non-neoplastik/reaktif. Penelitian ini akan membahas mengenai peran von Hippel-Lindau gene product/pVHL dalam membedakan PDAC dengan jaringan pankreas non-neoplastik, serta hubungannya dengan profil klinikopatologiradira PDAC. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain cross-sectional pada kasus PDAC dan jaringan pankreas non-neoplastik yang dilakukan di RSCM pada sampel yang diperoleh pada bulan Januari 2012 hingga September 2023. Sampel penelitian dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu kelompok PDAC dan pankreas non-neoplastik. Pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan simple random sampling dari kasus-kasus yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak termasuk dalam kriteria eksklusi. Dilakukan pulasan imunohistokimia pVHL dan perhitungan Histoscore/H-score serta penentuan cut-offnya untuk membagi ekspresi pVHL menjadi tinggi dan rendah dan hubungannya dengan PDAC dan non-neoplastik, serta profil klinikopatologi pada kelompok PDAC. Penelitian ini menunjukkan tidak terdapat perbedaan ekspresi pVHL pada kelompok PDAC dan non-neoplastik, dan staging pN memiliki hubungan bermakna dengan ekspresi pVHL pada PDAC. Ekspresi pVHL yang rendah lebih banyak ditemukan pada PDAC berdiferensiasi sedang, tidak ditemukan invasi limfovaskular maupun invasi perineural, memiliki batas sayatan yang tidak bebas, memiliki staging pT2, pN0, M0, dan kesintasan > 7 bulan. Sebaliknya, ekspresi pVHL yang tinggi juga lebih banyak ditemukan pada PDAC berdiferensiasi sedang, ditemukan invasi limfovaskular, tidak ditemukan invasi perineural, status batas sayatan yang bebas, staging pT2 dan pT3, pN1 dan pN2, M0, dengan kesintasan ≤ 7 bulan. Temuan ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang mendapati hilangnya ekspresi pVHL pada tumor PDAC, dan sebaliknya pada duktus pankreas non-neoplastik. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan klon antibodi yang digunakan pada penelitian ini dibandingkan dengan penelitian sebelumnya. Klon antibodi yang digunakan adalah VHL40, sedangkan penelitian-penelitian sebelumnya menggunakan klon FL-181 yang berikatan dengan asam amino yang berbeda dan memiliki klonalitas yang berbeda pula. Selain itu, pada PDAC dapat terjadi mutasi pada gen VHL yang menghasilkan protein VHL yang non-fungsional yang kemungkinan masih dapat terdeteksi dengan ikatan antigen-antibodi pada penelitian ini. 

Pancreatic malignancy is a malignancy with a high mortality rate, with Pancreatic Ductal Adenocarcinoma (PDAC) accounting for 85-90% of cases. PDAC has a very aggressive disease course, and is often only diagnosed at an advanced stage. Establishing a definite diagnosis of PDAC can often only be done through limited sample from biopsy or endoscopic ultrasound-guided fine-needle aspiration/EUS-FNA. In such limited sample, differentiating PDAC from non-neoplastic/reactive pancreatic tissue can be challenging. This research will discuss the role of von Hippel-Lindau gene product/pVHL in PDAC and non-neoplastic pancreatic tissue, as well as their relationship with PDAC pathological factors. This research is an analytical observational study with a cross-sectional design on cases of PDAC and non-neoplastic pancreatic tissue conducted at RSCM on samples obtained from January 2012 to September 2023. The research samples were divided into 2 large groups, namely the PDAC and non-neoplastic pancreatic groups. Sample selection was carried out using simple random sampling from cases that met the inclusion criteria and were not included in the exclusion criteria. Immunohistochemistry of pVHL was performed along with calculation of Histoscore/H-score and determination of cut-offs to divide pVHL expression into high and low and its relationship with PDAC and non-neoplastic, as well as pathological factors in the PDAC group. This study shows that there is no difference in pVHL expression in the PDAC and non-neoplastic groups, and pN staging has a significant relationship with pVHL expression in PDAC. Low pVHL expression is more often found in moderately differentiated PDAC, no lymphovascular invasion or perineural invasion, non-free incision margins, staging pT2, pN0, M0, and survival > 7 months. In contrast, high pVHL expression was also found more frequently in moderately differentiated PDAC, lymphovascular invasion was found, no perineural invasion was found, free incision margin status, pT2 and pT3 staging, pN1 and pN2, M0, with survival ≤ 7 months. This finding is different from previous studies which found loss of pVHL expression in PDAC tumors, and vice versa. This difference in results is likely due to differences in the antibody clones used in this study compared to previous studies. The antibody clone used was VHL40, whereas previous studies used the FL-181 clone which binds to different amino acids and has different clonality. In addition, in PDAC there is a mutation in the VHL gene which may produce a non-functional VHL protein that still be detectable by antigen-antibody binding in this study."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>