Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 51051 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mesi Shinta Dewi
"Daerah perkotaan yang menempati kurang dari 5 dari luas bumi ternyata mengkonsumsi lebih dari 75 sumberdaya alam. Studi yang lalu menyatakan bahwa tidak ada sektor lain yang mampu menghasilkan penurunan konsumsi energi dan emisi gas rumah kaca seefektif sektor bangunan. Maka konsep bangunan hijau green building dipercaya merupakan jalan keluar yang paling mampu menjawab tantangan menuju kota berkelanjutan.
Indonesia mulai mengimplementasikan konsep bangunan hijau sebagai upaya mencapai keberlanjutan, namun perlu digarisbawahi bahwa di Indonesia kebijakan penerapan bangunan hijau ini masih ditujukan pada bangunan perkantoran, gedung-gedung komersial, fasilitas pendidikan serta rumah tinggal yang berupa bangunan bertingkat apartemen, rumah susun.
Berbeda dengan di negara-negara maju yang sudah membidik rumah tunggal ini sebagai target dalam penerapan konsep bangunan hijau Homestar di New Zealand, Greenstar SA Multi Unit Residential Tool di Australia, Indonesia belum secara khusus menjadikan perumahan sebagai target dalam implementasi konsep bangunan hijau padahal kenyataannya kota besar di Indonesia didominasi oleh rumah tunggal.
Analisis GIS di Kota Tangerang yang dianggap mampu mewakili karakteristik kota metropolitan di Indonesia, menunjukkan bahwa luas tutupan lahan Kota Tangerang didominasi oleh kawasan perumahan hingga 51,7 sedangkan kawasan industri hanya mencapai 24,09 dan kawasan komersial hanya 15,37. Hasil ini menjadi dasar yang kuat untuk menggali potensi penerapan konsep bangunan hijau untuk perumahan di Kota Tangerang.
Penelitian ini mengungkap potensi penurunan jejak karbon suatu kota melalui implementasi konsep bangunan hijau di perumahan. Studi difokuskan pada masa operasional gedung yang merupakan masa terpanjang dari siklus hidup bangunan sehingga bagaimana penghuni bangunan tersebut melakukan aktivitasnya menjadi faktor penentu tercapai atau tidaknya tujuan penerapan konsep bangunan hijau.
Analisis statistik menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat Kota Tangerang saat ini yang lulusan SMA, berada di posisi pola konsumsi yang sangat tinggi. Simulasi dengan sistem dinamik menunjukkan bahwa dengan skenario bussiness as usual jejak karbon yang dihasilkan diprediksi masih akan naik dengan pesat hingga 20-50 tahun mendatang.
Simulasi dengan skenario intervensi kebijakan penataan ruang dengan asumsi tidak ada perubahan perilaku dan pola konsumsi, menunjukkan jejak karbon perkapita masih akan terus naik pesat. Namun jika intervensi kebijakan penataan ruang ini diikuti dengan intervensi perubahan perilaku dan pola konsumsi melalui perbaikan tingkat pendidikan dan kesadaran lingkungan hidup maka jejak karbon perkapita dapat diturunkan nilainya.
Keberhasilan konsep bangunan hijau yang selama ini dipercaya mampu menjawab tantangan dalam mencapai kota berkelanjutan ternyata memiliki keterbatasan dan hanya efektif diterapkan pada kondisi masyarakat yang spesifik yaitu: mayoritas memiliki pendidikan di atas tingkat S1 dengan tingkat pendapatan lebih dari Rp 7.000.000/bulan

Urban areas occupy less than 5 of the earth but consumes more than 75 of natural resources. Some studies state that there is no sector capable to reduce energy consumption and greenhouse gas emissions as effective as the building sector. Green building concept is believed to be the most effective answer to the challenges towards sustainable cities.
Indonesia started to implement the concept of green building as an effort to achieve sustainability, but it should be underlined that in Indonesia, the implementation of green building policy is still aimed at office buildings, commercial buildings, educational facilities, and residences in the form of multi storey buildings i.e., apartments, flats.
It is different with some developed countries, which already targeted a single house as an important object in green building concept implementation Homestar in New Zealand, Greenstar SA Multi Unit Residential Tool in Australia , Indonesia has not specifically targeted housing sector in green building concept implementation, while in fact, land cover of metropolitan cities in Indonesia were dominated by single homes.
GIS analysis in Tangerang City, which is considered to represent the characteristics of metropolitan cities in Indonesia, shows that land cover of the region is dominated by the housing area up to 51.7 while industrial areas only reached 24.09 and commercial areas only 15.37.
These results should be based on the consideration to explore the potential of green buildings concept implementation for housing area. Research ASDP1 was focused on the operational phase of the building which is the longest period in the building life cycle which shows that occupant activities act as determining factor to the success of green building concept implementation.
Statistical analysis showed that the education level of the majority of people in Tangerang are high school graduates, which lead to a condition where the consumption pattern are high. Simulation with dynamics system shows that based on business as usual scenario, carbon footprint is predicted to rise rapidly in 20 50 years.
Simulation with spatial planning policy intervention scenario, with an assumption that there were no change in the behaviour and consumption patterns, and shows that carbon footprint per capita is still going up rapidly. However, if the spatial planning policy intervention was followed by the intervention to behavioural changes in consumption patterns through improvement of level of education and environmental awareness, carbon footprint per capita will be reduced.
The success of the green building concept that had been believed as as effective tool in achieving sustainable cities, was proven to have limitations and only effective if applied to specific conditions of society such as, the majority have the education level of above S1 level with the level of income of more than Rp 7,000,000 month.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2017
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggoro Ajiputra
"Material bangunan yang berkelanjutan adalah material yang dapat digunakan untuk membangun bangunan serta memenuhi kriteria keberlanjutan dalam konsep green architecture. Keberlanjutan dari suatu material bangunan dapat diukur dari green features pada siklus hidup material bangunan. Sejalan dengan perkembangan arsitektur interior, material bangunan dituntut untuk dapat memenuhi kriteria keberlanjutan. Saat ini, metal berupa baja karbon banyak digunakan dalam industri konstruksi sebagai material bangunan yang berkelanjutan. Sebab, metal berupa baja karbon sebagai material bangunan memiliki sifat yang kuat, rendah perawatan dan mudah didaur ulang atau digunakan kembali. Pada skripsi ini, penulis akan mengkaji lebih dalam mengenai metal berupa baja karbon sebagai material bangunan yang berkelanjutan terhadap aplikasinya pada arsitektur interior dalam bingkai konsep green architecture.

Sustainable building material is any material which is used for constructing structure for the building and meet the criterias of sustainable in green architecture concept. Sustainability in building material can be measured from green features in life cycle building material. Along with the development of interior architecture, building materials expected to have sustainable criterias. Todays, metals in the form of carbon steels are common to be used in constrruction industry as sustainable building material. Because, metal in the form of carbon steel as building materials have characteristic of durable, low mintenance, and easy to be recycled or reused. In this undergraduate thesis, writer will be reviewing metal in the form of carbon steel as sustainable building material and its application in interior architecture in the frame of green architecture concept."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S68535
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fikri Irfan Mahendra
"Universitas Indonesia (UI) merupakan tempat menuntut ilmu bagi mahasiswa dari seluruh Indonesia, tak terkecuali mahasiswa yang berdomisili di Jakarta Timur dan Bekasi memilih untuk melakukan komuter dari domisili asal menuju UI Depok. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis jejak karbon yang dihasilkan, hotspot dari jejak karbon, dan memberikan rekomendasi dari aktivitas komuter Mahasiswa UI yang berdomisili di Jakarta Timur dan Kota Bekasi. Metode perhitungan yang digunakan ialah perhitungan WRI dengan metode fuel-based, dengan mempertimbangkan faktor ekonomi energi dari WRI dan faktor emisi dari UK Department for Business, Energy, & Industrial Strategy (2021). Dengan metode pengambilan data primer menggunakan kuisioner online dengan target Mahasiswa UI yang berdomisili di Jakarta Timur dan Bekasi. Hasil korelasi pearson dalam penelitian ini menunjukkan bahwa faktor yang signifikan dalam mempengaruhi jejak karbon yaitu jenis kendaraan yang digunakan responden dimana didapat nilai (r = -0,774) dimana menunjukan korelasi negatif yang mana semakin efisien kendaraan yang digunakan akan menghasilkan jejak karbon semakin rendah. Selain itu, berdasarkan hasil perhitungan didapatkan rata-rata jejak karbon oleh aktivitas komuter mahasiswa dari Jakarta Timur sebanyak 153,02 kgCO2eq/Tahun-orang, sedangkan untuk mahasiswa komuter dari Bekasi menghasilkan sebesar 278,34 kgCO2eq/Tahun-orang. Penelitian ini memberikan pemahaman yang lebih baik tentang faktor-faktor yang berkontribusi terhadap jejak karbon ,dan memberikan rekomendasi dari aktivitas komuter Mahasiswa UI yang berdomisili di Jakarta Timur dan Kota Bekasi.

Universitas Indonesia (UI) is a place of study for students from all over Indonesia, including students who live in East Jakarta and Bekasi who choose to commute from their original domicile to UI Depok. This study aims to analyze the resulting carbon footprint, and the hotspots of the carbon footprint, and provide recommendations from the commuting activities of UI students who live in East Jakarta and Bekasi City. The calculation method used is the WRI calculation using the fuel-based method, taking into account WRI's energy economy factors and emission factors from the UK Department for Business, Energy, & Industrial Strategy (2021). The primary data collection method using online questionnaires targeting UI students who live in East Jakarta and Bekasi. The results of the Pearson correlation in this study indicate that a significant factor affecting the carbon footprint is the type of vehicle used by the respondent where the value (r = -0.774) is obtained which shows a negative correlation in which the more efficient the vehicle used will result in a lower carbon footprint. In addition, based on the calculation results, the average carbon footprint of student commuters from East Jakarta is 153.02 kgCO2eq/year-person, while for commuter students from Bekasi, it is 278,34 kgCO2eq/year-person. This research provides a better understanding of the factors that contribute to the carbon footprint and provides recommendations from the commuting activities of UI Students who are domiciled in East Jakarta and
Bekasi City.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tobing, Aisa Dokmauly
"Beberapa hasil penelitian memprediksi pada tahun 2030 hampir 80% emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di dunia berasal dari kota-kota besar. Mitigasi perubahan iklim adalah pendekatan menuju kota rendah karbon dan berkelanjutan yang mencakup pengurangan produksi CO2 khususnya dari sektor transportasi yang memproduksi emisi terbesar di Jakarta, sekitar 45% atau 2,33 tCO2/kapita dari total 5,10 tCO2/kapita; Disisi lain penataan ruang dan desain kota dapat memainkan peran penting (key factor) dalam pengurangan dan penyerapan CO2. Model penataan ruang dan desain kota yang efektif dan inovatif adalah penataan ruang dan desain kota yang mempertimbangkan prinsip mitigasi yaitu bagaimana penataan ruang dan desain kota yang memproduksi CO2 serendah mungkin dan menyerap CO2 sebanyak mungkin. Hasil analisis mengindikasikan bahwa penataan ruang dan desain kawasan TOD secara substantif dapat mengurangi CO2 dengan berkurangnya pengguna angkutan pribadi dan bertambahnya akses penduduk terhadap sistem transit yang nyaman dan akses ke elemen kota lainnya. Upaya pengurangan emisi CO2 dan penambahan akses ini terkait dengan pengembangan model penataan ruang dan desain kawasan TOD yang memperhatikan prinsip-prinsip dasar Walk, Cycle, Connect, Transit, Mix use, Densify, Compact, dan Shift menghasilkan target pengurangan emisi menjadi 65% dari 30% Bussiness As Usual. Kondisi pengurangan emisi CO2 mengakibatkan menurunnya tingkat gradasi lingkungan dari 5,18 tCO2/kapita menjadi 4,47 tCO2/kapita, sedikit dibawah kondisi Kotra Metropolitan Tokyo (4,86 tCO2/kapita) yang telah mempunyai sistem TOD terstruktur dengan baik. Model ini dapat direplikasikan ke kawasan TOD lainnya yang mempunyai tipologi yang sama, dan membuktikan semakin banyak jumlah TOD yang tertata dan terstruktur di suatu kota metropolitan akan semakin tinggi tingkat keberlanjutannya.

Some studies envisage that 80% of global emissions GHG emanate from the big cities. The mitigation approach is aimed towards Low-Carbon and Sustainable Cities, especially in big cities. The approach encompasses a reduction in carbon dioxide (CO2) production and an increase in the absorption of CO2, especially from transportasion sector that produces the biggest emission in Jakarta as much of 45% or 2.33 tCO2/capita from 5.10 tCO2/capita in total emission. Spatial planning can play an important role or be the key factor towards the sustainability of the city. Innovative spatial planning and urban design model should take into account the principles of spatial planning and mitigation, how is producing carbon as low as possible and absorbing as much carbon as possible. The analysis indicate that the substantive TOD spatial planning can reduce CO2 emissions by reducing the private car, increasing the people's access to transit, adequate housing, pleasant facilities, pedestrians and cyclists, as well as large green open spaces. The research shows that the TOD spatial planning and urban design have resulted in greater achievement of emission mitigation target which do regard to the basic principles of Walk, Cycle, Connect, Transit, Mix use, Densify, Compact, dan Shift. The reducing is 65%, as compared to 30% of the target in bussiness as usual. These are demonstrated by the decreased level of enviromental degredation from 5.18 tCO2/capita to 4.47 tCO2/capita which is lower then Tokyo (4.89 tCO2/capita) that has been have a good TOD system. The contribution of emission reductions is significant and therefore it can be replicated to seven TOD which have similar typology. This study proves that the more TOD areas in a city, the higher the level of sustainability of the city."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2016
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nada Laili Nurfadhilah
"Di tengah kondisi bumi saat ini yang semakin menua, populasi manusia semakin bertambah, tak terkecuali di Kota Bogor, Kota dengan jumlah penduduk sebanyak 1.059.359 jiwa dan laju pertumbuhan sebesar 1,53% pada tahun 2022. Sektor pengelolaan sampah menjadi salah satu sektor penyumbang 10% emisi gas rumah global, baik dari sampah organik, anorganik, maupun aktivitasnya seperti pengangkutan sampah. Kegiatan pengangkutan sampah di Indonesia masih dilakukan dengan kendaraan konvensional yang mengemisikan jejak karbon dari penggunaan bahan bakarnya. Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan melalui penyebaran kuisioner dan wawancara. Perhitungan jejak karbon dilakukan dengan menggunakan Metode IPCC 2006 Tier 1 dan software Emission Quantification Tool (EQT) 2018 version yang dikembangkan oleh IGES (Institute for Global Environmental Strategies). Dari data yang diperoleh, diketahui bahwa Kota Bogor memiliki dua skema pengangkutan sampah, yakni skema 1—sampah diangkut dari sumber, lalu ke TPS, dan dilanjut ke TPA­—dan skema 2—sampah langsung diangkut dari sumber menuju TPA­. Berdasarkan hasil penelitian, Kota Bogor menghasilkan jejak karbon dari transportasi pengangkut sampah sebesar 4.465,57 ton CO2-eq/tahun atau sebanyak 25,43 kgCO2-eq/ton sampah. Penghasil jejak karbon terbesar ialah Kecamatan Bogor Barat, yakni sebesar 1.297,38 ton CO2-eq/tahun, diikuti oleh Kecamatan Bogor Selatan 942,4 ton CO2-eq/tahun, Kecamatan Tanah Sareal 930,41 ton CO2-eq/tahun, Kecamatan Bogor Utara 801,24 ton CO2-eq/tahun, Kecamatan Bogor Tengah 343,21 ton CO2-eq/tahun, serta Kecamatan Bogor Timur 150,93 ton CO2-eq/tahun. Berdasarkan uji Korelasi Pearson, variabel yang berkorelasi secara signifikan dengan jejak karbon dari transportasi pengangkutan sampah di Kota Bogor adalah berat sampah, konsumsi bahan bakar, jarak tempuh, dan durasi perjalanan.

Amid the current aging condition of the Earth, the human population is increasing, including in Bogor City, a city with a population of 1,059,359 people and a growth rate of 1.53% in 2022. Waste management is one of the contributors to 10% of global greenhouse gas emissions, both from organic and inorganic waste, as well as activities such as waste transportation. Waste transportation activities in Indonesia still use conventional vehicles that emit carbon footprint from fuel consumption. Data collection for this study is conducted through questionnaire and interviews. Carbon footprint calculation is performed using the IPCC 2006 Tier 1 Method and the Emission Quantification Tool 2018 version, developed by the Institute for Global Environmental Strategies. Based on the data obtained, Bogor City has two waste transportation schemes; scheme 1 (from the source to the Transfer Station, then to the Final Disposal Site) and scheme 2 (directly transported from source to the TPA). Based on the research results, Bogor City produces a carbon footprint from waste transportation of 4,465.57 tons CO2-eq/year or 25.43 kgCO2-eq/ton of waste. The highest carbon footprint comes from West Bogor District, which is 1,297.38 tons CO2-eq/year, followed by South Bogor District with 942.4 tons CO2-eq/year, Tanah Sareal District 930.41 tons CO2-eq/year, North Bogor District 801.24 tons CO2-eq/year, Central Bogor District 343.21 tons CO2-eq/year, and East Bogor District 150.93 tons CO2-eq/year. According to the Pearson correlation test, variables with significant correlation to the carbon footprint are waste weight, fuel consumption, distance traveled, and duration of waste transportation trip."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Idhar Muhtar
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara langsung jumlah jejak karbon yang dihasilkan oleh limbah makanan dari rumah makan di kota Ternate. Analisis ini menggunakan variabel bebas yaitu jumlah piring yang disampling dan berat dari limbah makanan yang dihitung pada setiap kategori yang ada. Serta, variabel terikat, yaitu variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas dalam hal ini adalah emisi CO2 yang dihasilkan dari sampah makanan. Penelitian ini menggunakan metode literatur sebagai bahan pertimbangan, serta perhitungan dari jejak karbon menggunakan faktor emisi yang sudah ditetapkan oleh penelitian terdahulu. Dari hasil penelitian yang didapatkan bahwa komposisi limbah makanan yang di rumah makan pada kota Ternate didominasi oleh makanan pokok dalam hal ini nasi sebesar 38%, daging 35%, dan sayuran 13% dengan hasil rata-rata limbah makanan secara keseluruhan adalah 89,77 g/piring/hari. Jejak karbon yang dihasilkan sebesar 55,3 kg CO2eq/piring/tahun dan sekitar 75,2% total jejak karbon diakibatkan karena limbah makanan kategori pokok.

This undergraduate thesis aims to directly analyze the amount of carbon footprint produced by food waste from restaurants in the city of Ternate. This analysis uses the independent variables, namely the number of plates sampled and the weight of food waste calculated for each category. Also, the dependent variable, namely the variable that is influenced by the independent variable in this case is CO2 emissions generated from food waste. This study uses the literature method as a consideration, as well as the calculation of the carbon footprint using emission factors that have been determined by previous studies. From the results of the study, it was found that the composition of food waste in restaurants in the city of Ternate was dominated by staple foods in this case rice by 38%, meat 35%, and vegetables 13% with an overall average yield of food waste was 89,77 g/plate/day. The carbon footprint produced is 55,3 kg CO2eq/plate/year and about 75,2% of the total carbon footprint is caused by food waste in the main categories."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lutfiah Dyah Aqilah
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis timbulan dan komposisi sisa makanan, menganalisis nilai jumlah emisi gas rumah kaca (CO2 eq) dari limbah makanan edible, dan memberikan rekomendasi terkait upaya pengurangan food waste (edible food) dari rumah makan di Kota Makassar yang menghasilkan jejak karbon. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan variabel bebas adalah jumlah rumah makan yang akan disampling, berat limbah makanan tiap kategori dan data kuesioner, sedangkan variabel terikatnya adalah Emisi Gas Rumah Kaca (CO2-eq) yang dihasilkan serta korelasi data responden dengan limbah makanan dan jejak karbon. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa timbulan sisa makanan edible yang dihasilkan pada 10 rumah makan adalah 26,71 g/piring/hari, dengan rata-rata fraksi edible adalah 70%. Adapun komposisi sampah makanan adalah makanan kaya karbohidrat sebanyak 34%, Buah dan Sayuran 37%, dan makanan kaya protein 29%. Besaran gas rumah kaca dari rumah makan di Kota Makassar adalah 44,69 kgCO2eq/piring/tahun, dengan komposisi terbesar berasal dari makanan kaya akan protein yaitu 62,38%. Rekomendasi yang dapat diberikan terkait upaya pengurangan food waste dari rumah makan di Kota Makassar yang menghasilkan jejak karbon adalah dengan menggunakan hierarki pemulihan makanan.

This thesis aims to analyze the generation and composition of food waste, analyze the value of the amount of greenhouse gas emissions (CO2 eq) from edible food waste, and provide recommendations regarding efforts to reduce food waste (edible food) from restaurants in Makassar City which produce a carbon footprint. This study uses a quantitative method with the independent variables being the number of restaurants to be sampled, the weight of food waste for each category, and questionnaire data, while the dependent variable is Greenhouse Gas Emissions (CO2-eq) produced and the correlation of respondent data with food waste and carbon footprint. From the results of the study, it was found that the food waste produced in 10 restaurants was 26.71 g/plate/day, with an average edible fraction of 70%. The composition of food waste is carbohydrates-rich as much as 34%, fruits and vegetables at 37%, and protein-rich at 29%. The amount of greenhouse gases from restaurants in Makassar City is 44.69 kgCO2eq/plate/year, with the largest composition coming from protein-rich, which is 62.38%. Recommendations that can be given regarding efforts to reduce food waste from restaurants in Makassar City that produce a carbon footprint are to use a food recovery hierarchy."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vanya Frischia Hanggono
"Sebagian besar kebutuhan energi di dunia masih dipenuhi oleh bahan bakar fossil yang turut menjadi salah satu penyumbang terbesar emisi karbon di dunia. Hal ini mendorong pemerintah untuk meningkatkan kapasitas bahan bakar nabati atau biofuel sebagai alternatif bahan bakar fossil. Dalam mengantisipasi penurunan daya dukung lingkungan sebagai efek peningkatan aktivitas industri termasuk industri biofuel, penerapan konsep industri hijau diperlukan sebagai upaya peningkatan efisiensi produksi yang selaras dengan kelestarian lingkungan hidup. Pada penelitian ini, optimasi reaksi produksi biofuel yaitu hydroprocess dianalisa dengan pendekatan industri hijau yang dilihat dari aspek efisiensi bahan baku, yield dari produk, konsumsi bahan bakar dan emisi karbon menggunakan metode AHP untuk mengambil keputusan variasi yang optimal. Optimasi reaksi dilakukan menggunakan simulator Unisim dengan memvariasikan tekanan operasi pada 10-50 barr dan suhu operasi pada 250-350◦C untuk minyak nabati pangan dan non-pangan dengan tingkat produktivitas tinggi di Indonesia. Hasil yang diperoleh menyatakan komposisi minyak nabati mempengaruhi efektifitas proses. Minyak kemiri sunan pada suhu 290◦C dan tekanan 40 barr menjadi kondisi yang optimal dengan konversi sebesar 99% yang menghasilkan yield renewable diesel tinggi untuk memberikan efektifitas konsumsi bahan bakar. Emisi karbon yang dihasilkan adalah yang terendah sebesar 13,024,281 kg CO2/tahun dengan jejak karbon terbesar terletak pada produksi renewable diesel.

Majority of the world’s source of energy still being fulfilled by fossil fuels that has became one of the largest contributors of carbon emission. Hence, ways of increasing biofuels have been created. To minimize environmental effects due to the increasing activity of industries, including biofuel industry, the green industry concept should be applied. There are several ways to produce biofuel, such as hydroprocess reaction that is consist of two steps, hydrodeoxygenation and hydrocracking and will result in variety of biofuels that have the closest chracteristics towards fossil fuels.In this research, optimization of hdroprocess reaction is analyzed through green industry approach with some criterias which are efficiency of raw material, yield, energy usage and carbon emission derived from the process through AHP method to decide the optimum condition. It is done by using unisim simulator by varying the operating temperature of 250-350◦C and operating pressure of 10-50 barr for edible and non- edible oil as the raw materials. The result showed that non-edible oil at 290◦C and 40 barr as the optimal process with conversion rate of 99%. The carbon emission is at 13,024,281 kg CO2/year."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sylva Asihtrisna Asmarawati Irnadiastputri
"[ABSTRAK
Perkembangan manusia menyebabkan krisis lingkungan dan memunculkan pemikiran pembangunan berkelanjutan sebagai upaya mengatasinya. Kota hijau merupakan sebuah metafora dari pencapaian tujuan- tujuan pembangunan perkotaan berkelanjutan. Kota hijau diwujudkan melalui pemenuhan 8 atribut, terdiri atas green planning and design, green community, green open space, green water, green waste, green building, green transportation, dan green energy. Salah satu atribut yang secara nyata dapat diukur dan telah menjadi masalah adalah green open space (ruang terbuka hijau). Isu kebutuhan akan ruang terbuka, terutama ruang terbuka hijau, muncul sebagai akibat perubahan lingkungan fisik yang terjadi di tingkat nasional dan internasional.
Kota Depok sebagai kotamadya yang baru berusia 14 (empat belas) tahun, secara administratif berada di bawah kewenangan Provinsi Jawa Barat, tetapi perkembangannya sangat dipengaruhi oleh Provinsi DKI Jakarta. Kota Depok merupakan wilayah hunian tujuan masyarakat Jabodetabek dan wilayah dengan fasilitas pendidikan yang dituju oleh seluruh Indonesia. Kota Depok telah berkomitmen untuk berupaya mewujudkan kota hijau melalui penandatanganan Piagam Kota Hijau tanggal 8 November 2012. Kemampuan kota Depok mewujudkan kota hijau dapat dilihat berdasarkan daya dukung dan daya tampung, potensi sosial dan budaya serta penegakan hukum di kota tersebut.

ABSTRACT
Human development causes environmental crisis and bring sustainable development thinking to handle. Green city is a methaphor of achieving sustainable urban development goals. Green city realized through the fulfillment of 8 atributes, consist of green planning and design, green community, green open space, green water, green waste, green building, green transportation, and green energy. One of the atributes that can actually measured and has become a problem is green open space. The issue of open space necessity, especially green open space, appear as the result of physical environmental changes that occur at the national and international level.
Depok City as a 14 years municipality, is administratively under the authority of West Java province, but its’ development is strongly influenced by DKI Jakarta. Depok is a residential area aimed by Jabodetabek society and have educational facility for Indonesia. Depok has committed for struggle create green city through the the signing of Green City Charter date 8th November 2012. The ability of Depok to make green city into realize can be seen by carrying capacity, social and cultural potential as well as law enforcement in the city., Human development causes environmental crisis and bring sustainable development thinking to handle. Green city is a methaphor of achieving sustainable urban development goals. Green city realized through the fulfillment of 8 atributes, consist of green planning and design, green community, green open space, green water, green waste, green building, green transportation, and green energy. One of the atributes that can actually measured and has become a problem is green open space. The issue of open space necessity, especially green open space, appear as the result of physical environmental changes that occur at the national and international level.
Depok City as a 14 years municipality, is administratively under the authority of West Java province, but its’ development is strongly influenced by DKI Jakarta. Depok is a residential area aimed by Jabodetabek society and have educational facility for Indonesia. Depok has committed for struggle create green city through the the signing of Green City Charter date 8th November 2012. The ability of Depok to make green city into realize can be seen by carrying capacity, social and cultural potential as well as law enforcement in the city.]"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Kamilia Musri
"Peningkatan jumlah penduduk di Kota Banda Aceh berdampak signifikan terhadap pengeluaran masyarakat dalam mengonsumsi makanan dan minuman jadi yang bersumber dari rumah makan. Hal ini mengakibatkan semakin banyak timbulan limbah makanan yang dapat meghasilkan jejak karbon, sehingga berpotensi dalam peningkatan emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Terkait dengan hal tersebut, maka pada penelitian ini dilakukan analisis komposisi dan timbulan limbah makan, analisis jumlah gas rumah kaca (CO2eq) yang dihasilkan dari timbulan sisa makanan edible serta pemberian rekomendasi terkait pengelolaan limbah makanan dari rumah makan di Kota Banda Aceh. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan teknik pengambilan sampel purposive sampling, yaitu memilih rumah makan dengan penyajian prasmanan dan kategori rumah makan menengah ke bawah. Metode pengambilan sampel pada penelitian ini sesuai dengan Waste Composition Analysis (WCA) untuk memisahkan dan menimbang sisa makanan edible dan non-edible dari 50 piring sisa makanan konsumen pada masing-masing 10 rumah makan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan total timbulan limbah makanan rata-rata dari 10 rumah makan di Kota Banda Aceh adalah 1.253,3 g/rumah makan/hari dengan 896,3 g/rumah makan/hari adalah rata-rata total limbah makanan edible atau setara dengan 17,926 g/piring/hari. Komposisi limbah makanan rumah makan terdiri dari 50% makanan kaya karbohidrat, 31% buah dan sayur serta 19% makanan kaya protein, dengan sisa nasi merupakan timbulan limbah makanan terbesar. Nilai rata-rata jejak karbon yang dihasilkan limbah makanan dari rumah makan di Kota Banda Aceh sebesar 32,30 kgCO2eq/piring/tahun. Rekomendasi yang dapat diberikan berkaitan dengan pengurangan limbah makanan dari rumah makan dapat dilakukan dengan memberikan edukasi pada konsumen untuk mengambil makan secukupnya melalui poster yang menarik, perubahan cara pelayanan konsumen oleh pelayan rumah makan, donasi makanan layak konsumsi, serta pengolahan limbah makanan lanjutan sebagai kompos

The cost of consuming ready-to-eat food and drinks from restaurants has been significantly impacted by the increasing of population in Banda Aceh City. This causes a greater amount of food waste to be produced, which has the potential to increase greenhouse gas (GHG) emissions. In connection with this, the research examined the composition and generation of food waste, assessed the quantity of greenhouse gases (CO2eq) that produced as a result of edible food waste generation, and offered suggestions regarding initiatives to lessen food waste from restaurants in Banda Aceh City. This study was used a purposive sampling method in quantitative research and selects a middle-to-lower-priced restaurant with a buffet serving type. The waste composition analysis (WCA) sampling method was used in this study to separate and weigh edible and non-edible food waste from 50 plates of leftover consumer food in each of the 10 restaurants. According to the study, the average amount of food waste from 10 restaurants in Banda Aceh City daily was 1,253.3 grams, or 17.926 grams per plate. The average amount of edible food waste was 896.3 grams/restaurant/day. The food waste restaurants were made up of 50% carbohydrate-rich food, 31% fruit and vegetable food, and 19% protein-rich food, with rice residue being the biggest contributor to food waste. In Banda Aceh City, the average carbon footprint created by food waste from restaurants was 32.30 kgCO2eq/plate/year. The reduction of food waste from restaurants can be accomplished in a number of ways, including educating costumer to take enough food through eye-catching posters thus could minimize food waste production, altering the way waiters serve the food to the customers, collecting donations of proper food, and composting the food waste"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>