Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 161539 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lucky Fadhillah Gunawan
"Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat tahun 2013 menempatkanKabupaten Cianjur terendah di Jawa Barat, dan Kota Sukabumi terjadi penurunanpaling signifikan di Provinsi Jawa Barat. Tujuan studi ini untuk menjelaskanimplementasi kebijakan urusan kesehatan di Kabupaten Cianjur dan KotaSukabumi serta mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhinya. Penelitiandengan pendekatan postpositivisme menggunakan metode kualitatif. Hasilpenelitian implementasi kebijakan urusan kesehatan di Kabupaten Cianjurmenunjukkan belum validnya data masyarakat miskin untuk program pembiayaankesehatan, adanya hutang Pemerintah Daerah ke fasilitas kesehatan, anggarankesehatan belum 10 , akses masyarakat ke fasilitas kesehatan masih sulit,rujukan puskesmas ke rumah sakit masih tinggi, kurangnya jumlah sumber dayamanusia kesehatan dan kualitas kompetensinya yang rendah, serta belum adaperencanaan dan program pengembangan sumber daya manusia kesehatan.Sementara Kota Sukabumi implementasi kebijakan urusan kesehatan yangmeliputi pembiayaan kesehatan, fasilitas kesehatan, dan sumber daya manusiakesehatan sudah berjalan dengan baik, namun yang masih harus diperhatikanadalah program pengembangan sumber daya manusia kesehatan yang belumberjalan. Faktor kepemimpinan, komunikasi, dan sosio cultural menjadi faktordominan yang mempengaruhi implementasi kebijakan desentralisasi urusankesehatan berdasarkan konsep factors affecting implementation ofdecentralization policies yang dikemukan oleh Cheema dan Rondinelli.Kata Kunci : Kesehatan, Desentralisasi, Implementasi Kebijakan, PembiayaanKesehatan, Fasilitas Kesehatan, Sumber Daya Manusia Kesehatan, KabupatenCianjur, Kota Sukabumi

West Java is one of the provincial area in Indonesia which consist of 25 districtsand cities. Based on 2013 Indonesian Public Health Development Index IPHDI ,there were two areas in West Java with major public health developmentconcerns. District of Cianjur has the lowest IPHDI rank in 2013, while City ofSukabumi experienced a significant decrease in IPDHI rank from 2007 to 2013.This study aimed to analyze implementation of health affair policy and to identifyfactors that affecting it in Cianjur and Sukabumi by using post positivismapproach and qualitative method. The results of the implementation of healthaffairs policy in Cianjur showed that the accurate data on poor society for healthfinancing program was not established, the presence of local government debt tohealth facilities, health budget has not covered 10 of the total budget, difficultiesin accessing health facilities, the number of referral from Puskesmas to hospitalwas high, the number and quality of competence in health human resources waslow, and human health resources development plan and program were notavailable. On the other hand, even though Sukabumi had significant decrease inIPDHI rank, this research found out that Sukabumi has established a wellperformedimplementation of health affairs policy which consist of healthfinancing programs, health facilities and health human resources. However,Sukabumi had to consider to implement the human health resource programswhich were not yet started. Overall, the findings from Cianjur and Sukabumishowed that leadership, communication and sociocultural are the dominant factorswhich influence the implementation of health affairs policy decentralization basedon factors affecting implementation of decentralization policies conceptbyCheema dan Rondinelli.Key words Healthy, Desentralization, Policy Implementation, Health Financing,Health Facility, Human Health Resources, Cianjur, Sukabumi"
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T48703
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Genta Rizkyansah
"Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Pada tahun 2019, Kabupaten Pesawaran sebagai salah satu daerah endemis malaria di Provinsi Lampung memiliki jumlah kasus malaria tertinggi yaitu sebanyak 2006 kasus. Upaya yang dilakukan menuju daerah bebas malaria yaitu melalui kebijakan pembangunan manusia sektor kesehatan. Kebijakan tersebut merupakan kebijakan dengan pendekatan top down yang diimplementasikan melalui Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga. Salah satu tujuan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK) yaitu pengendalian penyakit menular termasuk malaria. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk mendeskripsikan implementasi kebijakan pembangunan manusia bidang kesehatan melalui Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK) di Kabupaten Pesawaran dan untuk mendeskripsikan faktor pendukung dan penghambat dalam implementasi kebijakan tersebut. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pada tahap persiapan pelaksanaan, mekanisme perencanaan tingkat puskesmas, penggerakan-penguatan-pelaksanaan, pengawasan-pengendalian-penilaian sudah dilakukan dengan baik namun pada tahap pelatihan pendekatan keluarga serta langkah dan teknis manajerial belum dilakukan secara maksimal. Faktor pendukung dalam implementasi kebijakan pembangunan manusia bidang kesehatan melalui PIS-PK di Kabupaten Pesawaran yaitu faktor disposisi dan struktur birokrasi, sedangkan faktor penghambatnya yaitu faktor komunikasi dan faktor sumber daya yang meliputi sarana dan prasarana yang belum memadai, sumber daya manusia dan anggaran yang terbatas.

Malaria is one of infectious diseases which still becomes the health problem in Indonesia. In 2019, Pesawaran Regency as one of the endemic areas of malaria in Lampung Province has the highest score malaria case which is 2006 cases. The endeavour that is conducted to obtain a malaria-free region is through the human development policy in health sector. That policy is a policy that uses the top down approach which is implemented through the Indonesian Health Program with Family Approach. One of the goals of Indonesian Health Program with Family Approach (PIS-PK) is infectious disease control including malaria. This research is using descriptive research method with qualitative approach which aims to describe the implementation of human development policy in health sector through the Indonesian Health Program with Family Approach (PIS-PK) in Pesawaran Region and to describe the support and obstacle factors in that policy implementation. The result of the research shows that on the preparation stage of the implementation, the planning mechanism at the level of public health center, the movement-strengthening-implementation, the supervision-control-assessment have been conducted well but on the level of training on family approach and steps and managerial techniques have not been conducted maximally. The supporting factors in implementing the human resource development policy in health sector through Indonesian Health Program with Family Approach (PIS-PK) in Pesawaran regency are the disposition factor and bureaucratic structure, meanwhile the hindrance factors are the communication and resource factor which include the facilities and infrastructures which have not been sufficient, the human resource and budget which are limited."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zamora Bardah
"Tesis ini membahas Implementasi Kebijakan Akreditasi dan Sertifikasi Pelatihan di Bidang Kesehatan. Dalam rangka meningkatkan mutu, profesionalisme dan kompetensi tenaga kesehatan diperlukan berbagai upaya melalui pendidikan dan pelatihan. Salah satu upaya yang ditempuh Kementerian Kesehatan dalam rangka meningkatkan kualitas institusi pendidikan dan pelatihan, serta kualitas tenaga kesehatan yang dihasilkannya adalah menerapkan standar dan melaksanakan akreditasi dan sertifikasi terhadap institusi pendidikan dan pelatihan di bidang kesehatan.
Implementasi kebijakan akreditasi dan sertifikasi pelatihan di bidang kesehatan telah dilakukan berdasarkan pada Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 725 Tahun 2003, akan tetapi masih banyaknya pelatihan di bidang kesehatan yang tidak terakreditasi disebabkan karena berbagai hal. Desain penelitian ini adalah kualitatif eksplanatoris.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih terdapat kelemahan dalam pelaksanaan kebijakan Akreditasi dan Sertifikasi Pelatihan di Bidang Kesehatan, antara lain: kurangnya kompetensi para pelaksana kebijakan dari unit penyelenggara pelatihan dan unit program dan lebih meningkatkan koordinasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Disarankan kepada pihak yang berwenang untuk segera melakukan perbaikan-perbaikan dalam implementasi kebijakan akreditasi dan sertifikasi pelatihan di bidang kesehatan serta membuat usulan kepada pemerintah untuk meningkatkan kebijakan tingkat Keputusan Menteri menjadi Peraturan Pemerintah.

This thesis discusses the implementation of Training Certification and Accreditation Policy in the Health Sector. In order to improve the quality, professionalism and competence of health personnel required numerous attempts through education and training. One of the efforts taken by the Ministry of Health in order to improve the quality of education and training institutions, and the resulting quality of health workers is to apply and implement the standards of accreditation and certification of education and training institutions in the health sector.
Implementation of policies of accreditation and certification training in the health sector have been carried out based on the Decree of the Minister of Health No. 725 of 2003, but still much training in the health field that is not accredited due to various things. The design of this study is qualitative explanatory.
The results showed that there are still weaknesses in the implementation of the Accreditation and Certification Training in the Field of Health, among others: competence of the executive policy of the unit operator and unit training programs are still lacking and further improve coordination between central and local governments. Advised to authorities to be improvements in policy implementation accreditation training and certification in health and make a proposal to the government to improve policy level ministerial decision shall become government regulation.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
T31320
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Usman
"Penelitian ini bertujuan, pertama untuk mengetahui tingkat keberhasilan implementasi kebijakan penunjukan pihak ketiga dalam melaksanakan sebagian proses peneraan dan peneraan ulang meter kWh hubungannya dengan faktor-faktor kristis yang mempengaruhinya, dan kedua untuk mengetahui kesesuaian kebijakan tersebut dengan peraturan perundang-undangan yang lainnya. Menurut Edwards III, tingkat keberhasilan implementasi suatu kebijakan dipengaruhi oleh empat faktor kritis atau variabel, yaitu komunikasi, sumber daya, sikap, dan struktur birokrasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum komunikasi yang terjalin, sumber daya yang tersedia, sikap para pelaksana kebijakan, dan struktur birokrasi yang ada pada saat ini tergolong cukup baik dalam mendukung pelaksanaan peneraan meter kWh oleh Perusahaan Pihak Ketiga, hal tersebut ditunjukkan dengan nilai skor relatif rata-rata yang diperoleh untuk keempat variabel tersebut sebesar 59,35%. Dari hasil penelitian juga terungkap bahwa secara umum sikap para pelaksana kebijakan hubungannya dengan sikap atas kesesuaian antara partisipasi Pihak Ketiga dalam proses peneraan meter kWh dengan peraturan perundang-undangan yang ada tergolong cukup baik.

This research has two targets, the first to know level of success of policy implementation of third sector designation in executing some of verification and re-verification processes meter kWh relation with critical factors influencing him, and second to know according to the policy with existing law and regulation. According to Edwards III, level of success of implementation a policy influenced by four critical factor or variable, that is communications, resource, attitude, and bureaucracy structure.
Result of research indicate that in general communications which intertwin, available resource, attitude of executors of policy, and bureaucracy structure which there is at the moment pertained good enough in supporting execution of verification of meter kWh by the Third Sector. The mentioned shown with score value relative mean obtained to be fourth of the variable equal to 59,35%. From research result is also expressed that in general attitude of the executors of policy of relation with attitude to the according to among Third Party participation in executing some of verification of meter kWh with good enough pertained existing law and regulation.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T21566
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riastuti Kusuma Wardani
"Kebijakan JPKMM merupakan realisasi dari kebijakan PKPS BBM Bidkes tahun 2005. Pada implementasi di daerah banyak sekali ditemukan permasalahanpermasalahan. Salahsatunya di Kota Bogor yang belum mempunyai RSUD. Dengan menggunakan pendekatan sistem peneliti melihat kesesuaian peran dan ketepatan keterlibatan SDM, kesesuaian dan ketepatan pendanaan, kesesuaian dan ketepatan sarana,kesesuaian dan ketepatan kebijakan yang berlaku di Kota Bogor, kesesuaian dan ketepatan penentuan kepersertaan, kesesuaian dan ketepatan PKS, kesesuaian dan ketepatan tata laksana JPKMM, kesesuaian dan ketepatan pengorganisasian, kesesuaian dan ketepatan Monev, serta yang terakhir adalah ketepatan dan kesesuaian pelaksanaan pelayanan maskin di RS. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif untuk mendapatkan informasi yang mendalam dari informan yai.tu eksekutif, legislatif, Dinas Kesehatan Kota, PT Askes eabang Bogor dan RS.
Hasil yang didapati dari penelitian ini adalah: 1. SDM pelaksana kebijakan JPKMM pada PPK RS sudah sesuai dalam memberikan pelayanan kesehatan dengan standar pelayanan, namun belum tepat karena belum sesuai kesepakatan dan keberatan dari SDM RS karena kompensasi yang kecil dan jumlah yang dilayani auk-up banyak, 2. pendanaan sudah sesuai dengan kebijakan dimana selisih tarif dibebankan kepada APBD kota, namun belum tepat karena belum bisa meneukupi kebutuhan pelayanan kesehatan masyarakat miskin, 3. dari segi sarana, PPK RS yang menyelenggarakan JPKMM sudah tepat dan sesuai dari segi kebijakan, kebijakan yang berlaku untuk penyelenggaraan JPKMM sudah sesuai namun belum tepat karena kota Bogor sudah mempunyai kebijakan sendiri untuk penanggulangan kemiskinan didaerahnya, 5. dari segi penentuan kepesertaan sudah sesuai dengan kebijakan namun belum tepat karena belum adanya SK penetapan maskin juga banyaknya penggunaan SKTM yang ternyata bukan maskin, 6. dari segi perjanjian kerjasama (PKS) sudah sesuai namun belum tepat karena ada beberapa provider yang melanggar dengan meresepkan obat-obatan diluar DPHO, 7. dari segi tata laksana belum tepat dan sesuai karena pasien tidak mematuhi persyaratan untuk bisa mendapatkan pelayanan kesehatan yang dijamin oleh pemerintah, pasien dikenakan iur biaya, anak jalanan tidak tercover, 8.dari segi pengorganisasian sudah sesuai pelaksanannya namun belum tepat karena terdapat 2 tim yang menangani hal yang sama dengan sasaran yang sama, 9. Pemantauan dan Exaluasi belum sesuai dan belum tepat karena masih bersifat menunggu bola bukan menjemput bola artinya hanya menunggu laporan-laporan saja. Selain itu evaluasi dengan menggunakan standar pencapaian yang sudah ditetapkan Depkes belum tersosialisasi serta belum dilaksanakan, 10. Pelayanan kesehatan pada PPK RS terhadap maskin dilihat dari kesesuaiannya maka belum sesuai dengan kebijakannya karena pasien ada yang dikenakan iur biaya pelayanan dan that, pelayanan kesehatan pada PPK RS terhadap maskin juga belum tepat karena pasien yang dirawat diruang berkelas menggunakan SKTM untuk mendapatkan keringanan biaya.
Kesimpulan akhir dari penelitian ini adalah belum sesuai dan tepat input serta proses dari implementasi kebijakan JPKMM di Kota Bogor pada PPK RS. Saran dan rekomendasi kebijakan yang peneliti coba berikan berdasarkan basil temuan peneliti antara lain ; bagi Dinas Kesehatan yaitu sosialisasi kebijakan, pembuatan kebijakan pembiayaan bertingkat, membuat kebijakan strategis daerah sejalan dengan kebijakan pusat, kebijakan pemberdayaan masyarakat perlu dilanjutkan, koordinasi dan kerjasama lintas sektor untuk menanggulangi anjal, rnekanisnie money yang perlu melibatkan berbagai pihak, pengefektifan ambulance dan peningkatan fungsi Puskesmas. Bagi RS yaitu RS perlu andil dalam sosialisasi baik intern maupun ektem RS, membuat kebijakan internal RS untuk pembiayaan bertingkat dan ikut dalam money pelaksanaan program. Bagi PT Askes yaitu melakukan pengkajian ulang terhadap tarif dengan kondisi Kota Bogor dan sosialisasi sampai ketingkat penerima.

Poverty Health Insurance policy have been a realization of PKPS BBM for health sektor in 2005. A lot problem arise during implementation of this policy in counties, for example is Bogor, this county' has different characteristics than others one of them is RSUD inexistence. This issue intrigued me to continue with examination. Systematical approach is being used here to find out role suitability and correct of human resource involvement, appropiation and correct funding, means suitability, policy suitability and exactness, appropriate and correct listing, appropiate and correct cooperative MOU, appropiation and correctness of JPPMM implementation, appropiate and correct organizing, appropiate and correct monitoring and evaluation. Qualitative methode is used for the examination since depth information quality is needed executive, legislative, Health institution county, PT ASKES and hospital are soueces of the information.
Result of the exeamnnation are; 1. The accuracy of human resource involved in this program was right, but not correct cause services different with MOU, 2. Funding accuracy of this program in Kota Bogor was suits with the policy, where price difference was put into APBD, but it was not adequate enough to cover all poor people, 3. For means side, PPK RS which operates JPKMM already suits and appropriate, 4. On the policy side, Kota Bogor has agood policy to operate JPKMM, but they also has their own policy in poverty prevention, 5. From the listing methode, Kota Bogor has an appropiate methode that suits the policy but not yet correct, since there has not been any SK Walikota for determining poor people, and also alot of people who used SKTM which actually not poor, 6. From the MOU side, PT Askes with RS has MOU making process that suits policy, but not yet effective, since many provider neglects the MOU when giving prescription with unlisted drugs, 7.From the procedural implementation side, it is not accurate and effective yet, since there are SKTM holder who actually not meet the qualification, and traps not covered within this program, 8. From the organizational side, it is already suitable with the implementation, but not yet effective since there are 2 teams wich has same theme and object, 9. Monitoring and evaluation is not yet effective and accurate, site there are no pro active movement, only waiting for reports. Ministrary of Health, evaluation standard not yet been socialized and applied, ICI. PPK RS for poor people not appropriate yet with the policy, since there are patients who have to pay for service and drugs, there also people who hospitalized in higher room standard, using SKTM to reduce bills.
The summary for this research is that in Kota Bogor, the process and implementation of JPKMM policy in PPK RS was not suitable and correct on input. Recommended for Djpas Kesehatan Kota are socialization of policy, make a level funding policy, make sjnergization policy, continue poverty prevention policies in ogor city, coorccirgtion with other sector for anak jalanan, mechanism of monj wing and evaluation for involved other sector, ambulance effectiveness, and effectiveness puskesmas fungtion. Recommended for hospital are doing socialization in internal and eksternal hospital, make internal policy for level funding and partisipatif for monitoring and evaluating program. For PT Askes are analisys funding policy adjustment depend on county coundition and doing socialization through people who accept program.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T20067
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mustika Rahma
"Penelitian ini akan melihat implementasi dari kebijakan Thaksin Shinawatra dan dampaknya terhadap masyarakat miskin di Thailand. Studi kasus yang akan digunakan adalah kebijakan kesehatan 30 Bath periode tahun 2001-2006 yaitu ketika Thaksin menjabat sebagai Perdana Menteri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak yang dirasakan oleh masyarakat miskin setelah kebijakan ini diterapkan. Pertanyaan penelitian yang disusun adalah Bagaimana dampak implementasi Thaksin Shinawatra terkait kebijakan kesehatan 30 Bath kepada masyarakat miskin di Thailand? Dari pertanyaan tersebut terdapat hipotesis kerja yang datang dari pendapat penulis yaitu bahwa implementasi kebijakan Thaksin ini dianggap tidak efektif dan tidak sesuai dengan rencana yang telah dijanjikan karena masih terdapat masyarakat yang tidak merasakan kebijakan ini. Hipotesis tersebut akan dianalisis dalam penelitian ini dengan menggunakan data yang ada. Hasil dari penelitian ini menganggap bahwa dalam implementasi kebijakan kesehatan 30 Bath masih terdapat penyelewengan. Hal ini berdampak negatif kepada masyarakat miskin di desa. Dampak positif sifatnya lebih umum dibandingkan dampak negatif yang dirasakan langsung oleh masyarakat miskin ketika implementasi berjalan.

This research will look at implementation from Thaksin Shinawatra's policy and its impact towards poor society in Thailand. The case study to be used is health policy 30 Bath period 2001-2006 when Thaksin served as Prime Minister. The purpose of this research is to know the impact felt by the poor after this policy is implemented. The research question is how is Thaksin Shinawatra's implementation impact related to health policy 30 Bath to the poor in Thailand? From the question there is a working hypothesis that comes from the author's opinion that the implementation of Thaksin's policy is considered ineffective and not in accordance with the plan that has been promised because there are still people who do not feel this policy. The hypothesis will be analyzed in this study by using existing data. The results of this study assume that in the implementation of health policy 30 Bath there is still a diversion. This has a negative impact on the poor in the village. Positive impacts are more common than the negative impacts felt by the poor when the implementation works."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nike Maya Manro
"Kajian ini menganalisis implementasi Program Bebas Rabies di Indonesia yang belum dapat dikatakan efektif meskipun angka kasus positif rabies pada manusia dan hewan mengalami penurunan cukup signifikan di tahun 2016, namun tidak sepenuhnya berbanding lurus dengan masih tingginya persentase laporan kasus gigitan hewan penular rabies GHPR . Manajemen pengendalian rabies di area endemik yang sejauh ini hanya terkonsentrasi pada aspek kesehatan publik banyak dibahas di kajian-kajian terdahulu, sementara studi ini mengangkat problem institusi pada isu kesehatan hewan di tiga tingkat kerangka kelembagaan. Minimnya program pemberdayaan masyarakat dan organisasi sosial informal pada kebijakan pengentasan rabies di Bali sebagai model pembelajaran di tatanan mikro, mengindikasikan aspek kesehatan hewan belum diterapkan dengan optimal. Hal ini bermuara dari lemahnya regulasi pemerintah mengedepankan isu tersebut di tatanan makro, yang turut memengaruhi kurangnya kolaborasi multi pemangku kepentingan dan koordinasi lintas sektor di tatanan meso. Adanya ketidak sepakatan atas proses negosiasi decouple antara elemen formal di tingkat meso dan elemen informal kebiasaan dan kepercayaan di tingkat mikro Nee, 2003 , memperkuat keinginan berpolitik political will yang ternyata memengaruhi tindakan kolektif collective action dari para aktor di tatanan meso pada tingkat makro. Riset kualitatif ini menggunakan metode studi kasus yang melibatkan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan di tingkat Provinsi Bali dan Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan Kota Denpasar serta relasinya dengan institusi akademik Universitas Udayana , organisasi profesi independen Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia dan organisasi non profit NGO peduli satwa Bali Animal Welfare Association di Bali.

This study analyzes the implementation of rabies free program in Indonesia which is yet considered ineffective, although the number of rabies positive cases in humans and domestic animals has decreased significantly in 2016, but it is not completely commensurate with the high percentage of reported animal bites. Management of rabies control in endemic areas which has been so far concentrated only on public health aspect, has been widely discussed in earlier studies, while this research raises the institution problem of animal health issue at three levels of institutional framework. The lack of empowerment programs involving community and informal social organization on rabies eradication policy in Bali as a learning model at micro level, indicates that the animal health aspect has not been optimally applied. This problem has its roots in a macro level context of how weak the state regulations are to put forward the issue, which also leads to the lack of multistakeholder collaboration and cross sectoral coordination at meso level. The contradiction over the process of negotiation decouple between formal elements at the meso level and informal elements custom and belief at the micro level Nee, 2003 , reinforces the political will that influences the collective actions of meso level actors at macro level. This qualitative research using case study method involved Bali Provincial Livestock and Animal Health Department and Division of Livestock and Animal Health of Denpasar Municipality as well as their relations with academic institutions Udayana University , professional organizations Indonesian Veterinary Medicine Association , and animal care NGOs Bali Animal Welfare Association in Bali."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
T51202
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Putu Juwanita Dewi
"Rumah sakit sebagai tempat bekerja yang memiliki risiko tinggi terhadap keselamatan dan kesehatan sumber daya manusia rumah sakit sehingga kesehatan pegawai rumah sakit perlu menjadi perhatian. Dengan terbitnya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 66 Tahun 2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit maka RSUD R. Syamsudin, SH. Kota Sukabumi telah mengimplementasikan kebijakan kesehatan kerja untuk pegawai rumah sakit dengan diterbitkannya Keputusan Direktur Nomor 88 Tahun 2017 tentang Panduan Pelayanan Kesehatan Kerja di RSUD R. Syamsudin,SH dan menyelenggarakan kegiatan yang bersifat promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif untuk pegawai rumah sakit.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mendalam mengenai Analisis Implementasi Kebijakan terkait Kesehatan Kerja Pegawai di RSUD R. Syamsudin, SH. Kota Sukabumi Tahun 2018. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan Rapid Assesment Procedure RAP, pengumpulan data dengan melalui wawancara mendalam, observasi dan telaah dokumen.
Penelitian ini menggunakan kerangka teori dari Van Meter dan Van Horn yang terdiri dari enam variabel yaitu standar dan tujuan kebijakan, sumber daya, karakterikstik badan pelaksana, komunikasi antar organisasi, disposisi pelaksana dan dukungan lingkungan sosial ekonomi dan politik.
Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa terdapat beberapa kendala berdasarkan enam variabel dari teori van meter dan van horn sehingga implementasi kebijakan kesehatan kerja pegawai di RSUD R. Syamsudin, SH. KotaSukabumi belum optimal dilaksanakan.
Beberapa saran direkomendasikan pada penelitian ini antara lain melakukan sosialisasi dan monitoring evaluasi secara berkala terhadap implementasi kebijakan kesehatan kerja pegawai di rumah sakit, pemerintah daerah mengalokasikan anggaran khusus untuk kesehatan kerja pegawai, serta membuat mekanisme atau SOP terkait implementasi kebijakan kesehatan kerja untuk pegawairumah sakit.

Hospitals as workplaces that have a high risk to the safety and health of hospital human resources so that the health of hospital employees need to be a concern. With the issuance of Regulation of the Minister of Health No. 66 of 2016 on Occupational Health and Safety of Hospitals, RSUD R. Syamsudin, SH. Kota Sukabumi has implemented awork health policy for hospital staff with the issuance of Director Decree No. 88 of2017 on Health Service Guidelines at RSUD R. Syamsudin, SH and conducting promotive, preventive, curative and rehabilitative activities for hospital staff.
This study aims to obtain in depth information on Policy Implementation related to Occupational Health of Employees in RSUD R. Syamsudin, SH. City of Sukabumi Year 2018. This research uses qualitative method with approach Rapid Assessment Procedure RAP, data collecting by in depth interview, observation and document review.
This study usesthe theoretical framework of Van Meter and Van Horn which consists of six variables, namely standard and policy objectives, resources, executing agency characteristics, inter organizational communication, implementing disposition and support of socioeconomic and political environment.
In this research, there are some obstacles based onsix variables from van meter and van horn theory so that the implementation ofemployee health policy in RSUD R. Syamsudin, SH. The city of Sukabumi has not been optimally implemented.
Suggestions recommended in this study include socializing andmonitoring periodic evaluations of the implementation of health policy of employees inthe hospital, local governments allocate special budgets for occupational health toworker, as well as establishing relevant mechanisms or SOPs implementation ofoccupational health policy for hospital staff.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T50290
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Metia Pratiwi
"Skripsi ini membahas implementasi terkait faktor-faktor yang berpengaruh dalam implementasi kebijakan KOMANDAN sebagai suatu kebijakan guna mempercepat penyampaian informasi keuangan daerah ke pusat dan mengintegrasikan seluruh data keuangan menjadi pusat database Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD). Namun, sejak dipublikasikan pada Desember 2010, implementasi kebijakan KOMANDAN oleh sejumlah Pemerintah Daerah hingga tahun 2013 belum berjalan seperti yang diharapkan. Penelitian ini dilakukan secara Post Positivis dengan desain deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi sistem KOMANDAN dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut, meliputi faktor kurangnya komunikasi, terbatasnya sosialisasi, inkonsisten kebijakan, terbatasnya kualitas dan kuantitas sumber daya manusia, sanksi yang belum diterapkan, pimpinan yang kurang berperan, dan kurangnya koordinasi antarunit maupun organisasi penyelenggara sistem KOMANDAN.

This thesis discussed about the implementation which related with factors that affect the implementation of KOMANDAN, as a policy to accelerate the delivery of local financial information to the Central and integrate all financial data into a central database of the Local Financial Information System (SIKD). However, since published in December 2010, implementation of KOMANDAN by a number of Local Government has not gone as expected. Research is done in Post Positivist with a descriptive design.
The result showed that system implementation influenced by the following factors, they are lack of communication dan socialization, inconsistent policies, lack of quality and quantity of human resources, the sanctions have not been applied, the less leadership role, and lack of coordination between units and organizations which implement system.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2014
S54492
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risky Kusuma Hartono
"Kebijakan asuransi TKI berpotensi bersinggungan dengan implementasi jaminan kesehatan. Fungsi kebijakan juga belum bisa memberikan perlindungan secara maksimal. Tujuan penelitian untuk menganalisis implementasi kebijakan jaminan kesehatan bagi TKI tahun 2015. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan melakukan wawancara mendalam terhadap informan yang berkaitan dengan kebijakan perlindungan bagi TKI. Kerangka pikir dasar penelitian terdiri dari aspek kelayakan kebijakan, faktor implementasi, gambaran skema permasalahan dengan analisis SWOT, serta persepsi para ahli untuk mendapatkan poin-poin rekomendasi kebijakan jaminan kesehatan bagi TKI yang lebih baik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jaminan kesehatan yang dimiliki oleh TKI berasal dari asuransi TKI, kepesertaan JKN, dan jaminan di negara penempatan. Secara retrospektif, adanya kebijakan asuransi TKI merupakan amanat UU No.39 Tahun 2004 yang menyebutkan kewajiban kepemilikan jaminan sosial dan atau polis asuransi bagi TKI. Namun, asuransi TKI belum menyentuh aspek sosial seiring badan penyelenggara yang bersifat komersial dan bukan termasuk jaminan sosial. Dalam perubahan konsorsium, rasio klaim asuransi TKI tetap lebih kecil dibandingkan dengan premi yang masuk, tetapi ditunjang dengan penurunan keluhan dari para TKI. Dalam implementasinya, terdapat banyak lembaga yang membantu pengaduan asuransi TKI ini. Namun bentuk kerja sama bilateral yang berkaitan dengan koordinasi jaminan kesehatan antar negara belum dimaksimalkan.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa jaminan kesehatan bagi TKI masih bersifat hilir (kuratif) dan upaya pemerintah untuk mengintegrasikan asuransi TKI dengan jaminan sosial merupakan hal yang penting. Peneliti menyarankan agar menerapkan jaminan kesehatan bagi TKI secara komprehensif dengan memasukkan prinsip preventif dan promotif. Upaya integrasi awal dapat dilakukan dengan mewajibkan kepesertaan JKN sebelum keberangkatan, koordinasi dengan jaminan dengan negara tujuan, membantu pembayaran premi asransi TKI bagi pekerja informal dan tidak mampu, serta pemberian jaminan kesehatan segera ketika sampai di Indonesia tanpa adanya limitasi manfaat.

The policy of insurance for TKI is potentially related to the implementation of health coverage. The function of this policy has not provided maximal coverage. The purpose of this research is to analyze the policy implementation of health coverage for TKI 2015. This research uses a qualitative method by interviewing some informants who are significantly related to the health coverage for TKI. The framework of this research consists of the aspect of the advisable policy, the implementation factors, the schematic representation of the problem by using SWOT, and the experts? perception to get some recommendation for better TKI insurance.
The result of this research is the health insurance owned by TKI comes from TKI insurance, the membership of JKN, and insurance during their employment abroad. In a retrospective aspect, TKI insurance policy is the instruction of Law No. 39 of 2004 which regulates the obligation of the ownership of the social security and or insurance policy for TKI. However, TKI insurance has not been involved with the social aspect because the agency commercializes the coverage of Indonesian migrant workers and it is not included a social security. In the change of consortium, the claim ratio of TKI has been paid less than the premium received, but it is supported by the decrease of the complaint from TKI. In the implementation, TKI insurance has been assisted by a lot of agencies. However, the bilateral cooperation related to the coordination of health coverage among countries has not been maximized.
This research concludes that the health insurance for TKI is still lower (curative) and the government's attempt to integrate the social security for TKI is important. The researcher suggests the government should comprehensively implement the health coverage for TKI by incorporating the principle of prevention and promotion. The earlier integration attempts which can be done are the government requires TKI to be registered in JKN before their departure, coordinates related to the social security with the placement countries, assists to pay the insurance premium for TKI classified as an informal migrant worker and an incapable worker, and immediately grants a health coverage when they arrive back in Indonesia without any limitation of benefits.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>