Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 170797 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Toni Sukmawan
"ABSTRAK
Pengoperasian pembangkit tidak hanya didasarkan pada kemampuan pembangkit untuk memenuhi kebutuhan daya sistem secara cepat dan handal, namun juga dibutuhkan pengoperasian yang efisien untuk meminimalisir biaya operasional dan menurunkan penggunaan bahan bakar fosil. Berbagai cara dilakukan untuk meningkatkan efisiensi pengoperasian pembangkit salah satunya dengan menggunakan metode merit order. Metode ini dilakukan dengan memperhitungkan karakteristik efisiensi pada beban tertentu, karkteristik biaya operasi pada beban tertentu, karakteristik operasi jenis pembangkit tertentu dan biaya start up pembangkit. Setelah dilakukan perhitungan pengambilan sampel biaya pengoperasian pembangkit pada beberapa titik pembebanan, dilakukan tabulasi merit order dari pembebanan rendah hingga pembebanan tinggi. Tabulasi ini berguna untuk melihat perbandingan pada titik pembebanan yang sama namun pembangkit yang beroperasi berbeda dengan memilih pembangkit yang beroperasi dengan biaya termurah. Hasil dari penelitian ini adalah mendapatkan nilai biaya pengoperasian termurah pada pembebanan tertentu dengan menentukan pembangkit mana yang harus beroperasi. Penelitian ini dapat menghasilkan suatu metode pemilihan pengoperasian pembangkit dan dapat ditawarkan kepada pengatur beban sebagai alternatif pengoperasian yang paling efisien. Hal ini berguna untuk mempermudah dan mempercepat pengambilan keputusan secara tepat unit pembangkit mana yang menjadi prioritas saat kebutuhan beban tertentu. Jika pemilihan pengoperasian pembangkit dilakukan secara tepat dan cepat, maka efisiensi pengoperasian sistem tenaga listrik akan menjadi lebih murah dan efisien.

ABSTRACT
Operational of powerplant is not only base on ability of the powerplant to supply power load to electricity system as soon as possible and reliability. But also need operational power plant more efficien to reduce cost of the fossil fuel. So many Alternative to improve efficiency thermal of the power plant and one of the way to solve the problem is use merit order methode. This methode is doing by calculation caracteristic of the power plant in partial load operation and cost of the Start Up unit. After have the calculation sample of incremental cost in partial load operation, and get the tabulation of merit order from low level load until peak load. This table is using for analysis in the same load of Muara karang but in different powerplant unit and different each unit load and choose which one of the operation give us better cost. Result of the thesis is to get better cost operation powerplant in partial load with choose which one of the unit must be run and must be stop. This thesis can give us the methode operation of the unit power plant and can be offering to dispatcher as an alternative operation more efficient. This methode is usefull to have a decision as soon as possible which one of the unit must be operated and have high priority when dispatcher need. If the best cost choosing powerplant unit to operated geting faster, so the more efficiency operational of the electricity system is cheapest"
2016
T48271
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mujammil Asdhiyoga Rahmanta
"Penelitian kajian optimasi & analisis ekonomi distribusi Liquified Natural Gas (LNG) terhadap penurunan biaya bahan bakar penyediaan tenaga listrik pada pembangkit listrik di Wilayah Nusa Tenggara bertujuan untuk menentukan alokasi & fasilitas yang harus dibangun dalam distribusi LNG, serta mendapatkan kajian analisis keekonomian berdasarkan parameter kelayakan finansial distribusi LNG ke pembangkit listrik di wilayah Nusa Tenggara. Penelitian dilakukan dengan optimasi rute distribusi LNG dengan fungsi tujuan meminimalkan biaya transportasi. Optimasi rute distribusi dilakukan dengan pendekatan greedy algorithm dan integer linear programming. Rute distribusi hasil optimasi digunakan untuk menghitung besarnya Capital Expenditure (Capex) & Operasional Expenditure (Opex) terminal distribusi LNG. Kajian ekonomi distribusi LNG dilakukan dengan menganalisis besarnya nilai internal rate of return (IRR), payback period (PP) dan Net Present Value (NPV). Pembangkit listrik yang dikaji adalah Pusat Listrik Mesin Gas (PLTMG) yang mana mampu menggunakan bahan bakar jenis high speed diesel (HSD) dan gas alam. Terdapat enam PLTMG di Wilayah Nusa Tenggara antara lain Bima, Sumbawa, Lombok Peaker, Rangko, Maumere, & Kupang Peaker. Penelitian ini menggunakan basis data operasional tahun 2020 dimana harga rata-rata HSD di Wilayah Nusa Tenggara sebesar 5.620 Rp/liter dengan nilai kurs tengah Bank Indonesia sebesar 14.105 US$/Rp. Dari analisis dan pembahasan dihasilkan bahwa kebutuhan LNG per tahun untuk enam PLTMG dengan total kapasitas daya mampu netto 346 MW, capacity factor (CF) 44%, dan equivalent availability factor (EAF) 95% di Wilayah Nusa Tenggara adalah 449.497,43 m3/tahun. Optimasi distribusi LNG menghasilkan kombinasi rute Bontang, Bima, Sumbawa, Lombok Peaker, Bontang yang dilayani kapal ukuran 7.500 m3 dan Bontang, Rangko, Maumere, Kupang Peaker, Bontang yang dilayani kapal ukuran 2.500 m3 dengan total biaya transportasi 19.666.335 US$/tahun. Diperlukan 6 terminal LNG untuk memenuhi kebutuhan gas yaitu Bima, Sumbawa, Lombok Peaker, Rangko, Maumere, dan Kupang Peaker dengan total biaya Capex 151.941.482,95 US$. Menggunakan skema modal disetor (equity) 40%, pinjaman (debt) Bank 60% dengan bunga 10% cicilan selama 20 tahun, nilai Capex sebesar 151.941.482,95 US$, Opex sebesar 27.263.408,67 US$, maka sekurang-kurangnya diperlukan margin harga penjualan sebesar 5,5 US$/MMBTU sehingga distribusi LNG tersebut layak secara finansial dengan payback period selama 10 tahun, IRR 8,35%, dan nilai NPV postif sebesar 244.712.335,64 US$ pada tahun ke-20. Berdasarkan data tahun 2020, nilai biaya pokok penyediaan (BPP) tenaga listrik PLTMG di Wilayah Nusa Tenggara dengan LNG margin harga 5,5 US$/MMBTU adalah 8,42 Cent US$/kWh, lebih rendah 13% dibandingkan dengan BPP dengan HSD sebesar 9,69 Cent US$/kWh.

Research on optimization studies & economic analysis of Liquified Natural Gas (LNG) distribution towards reducing fuel costs of energy at power plants in the Nusa Tenggara Region aims to determine the allocation & facilities that must be built in LNG distribution, as well as obtain an economic analysis study based on financial feasibility parameters distribution of LNG to power plants in the Nusa Tenggara region. The research was conducted by optimizing the LNG distribution route with the objective function of minimizing transportation costs. Distribution route optimization is done by using the greedy algorithm approach and integer linear programming. The distribution route of the optimization results is used to calculate the amount of Capital Expenditure (Capex) & Operational Expenditure (Opex) of the LNG distribution terminal. The study of the economics of LNG distribution was carried out by analyzing the internal rate of return (IRR), payback period (PP), and Net Present Value (NPV). The power plant studied is the Gas Engine Power Plants (GEPP) which is capable of using high-speed diesel (HSD) and natural gas fuels. There are six GEPPs in the Nusa Tenggara Region, including Bima, Sumbawa, Lombok Peaker, Rangko, Maumere, & Kupang Peaker. This study uses an operational database in 2020 where the average price of HSD in the Nusa Tenggara Region is 5,620 Rp/liter with the Bank Indonesia middle rate of 14,105 US$/Rp. From the analysis and discussion, it is found that the LNG demand per year for six PLTMGs with a total net capacity of 346 MW, capacity factor (CF) 44%, and equivalent availability factor (EAF) 95% in the Nusa Tenggara Region is 449,497.43 m3/year. Optimization of LNG distribution resulted in a combination of routes Bontang, Bima, Sumbawa, Lombok Peaker, Bontang served by 7,500 m3 ships and Bontang, Rangko, Maumere, Kupang Peaker, Bontang served by 2,500 m3 ships with a total transportation cost of 19,666,335 US$/year. 6 LNG terminals are needed to meet gas needs, namely Bima, Sumbawa, Lombok Peaker, Rangko, Maumere, and Kupang Peaker with a total Capex cost of 151,941,482.95 US$. Using a 40% paid-in capital (equity) scheme, 60% Bank loan (debt) with 10% interest in installments for 20 years, Capex value of 151,941,482.95 US$, Opex of 27,263,408.67 US$, then at least a minimum sales price margin of 5.5 US$/MMBTU is required so that the LNG distribution is financially feasible with a payback period of 10 years, an IRR of 8.35%, and a positive NPV value of 244,712,335.64 US$ in the 20th year. Based on 2020 data, the cost of energy (COE) of GEPPs in the Nusa Tenggara Region with an LNG price margin of 5.5 US$/MMBTU is 8.42 Cent US$/kWh, 13% lower than COE with an HSD of 9.69 Cents US$/kWh."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusro Hakimah
"Biaya bahan bakar pada umumnya adalah biaya paling besar yaitu kira-kira 60 persen dari biaya operasi keseluruhan. Pengendalian biaya operasi ini merupakan hal yang pokok karena optimalisasi biaya bahan bakar dapat menghemat biaya operasi serta dapat menghasilkan keuntungan yang maksimal bagi perusahaan.Konfigurasi pembebanan atau penjadwalan pembangkit yang berbeda dapat mengakibatkan biaya operasi pembangkit yang berbeda pula, tergantung dari karakteristik masing-masing unit pembangkit yang dioperasikan. Penjadwalan pembangkit sangat penting bagi pengoperasian suatu pembangkit, terutama pembangkit termal, karena berkaitan langsung dengan biaya bahan bakar.Adapun kombinasi kerja unit pembangkit yang paling ekonomis adalah untuk keluaran daya dengan beban sebesar 40 MW, maka biaya bahan bakar paling ekonomis 801,76 dolar perjam.Untuk keluaran daya dengan beban sebesar 50 MW maka biaya bahan bakar paling ekonomis 1124,38 dolar perjam. Untuk keluaran daya sebesar 60 MW maka biaya bahan bakar paling ekonomis 1314,22 dolar perjam. Untuk keluaran daya sebear 80 MW maka biaya bahan bakar paling ekonomis 1617,5 dolar perjam."
Palembang: Fakultas teknik Universitas tridinanti palembang, 2016
600 JDTEK 4:1 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fakhrian Fitrianto
"Energi listrik merupakan energi yang sudah tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Kebutuhan energi listrik akan terus meningkat seiring dengan perkembangan zaman. Dalam pembangkitan energi listrik dibutuhkan pengonversian energi lain menjadi energi listrik dimana untuk membangkitkan energi listrik dibutuhkan sumber daya alam seperti batu bara. Batu bara dipilih karena selain harganya murah, pembangkitnya juga memiliki efisiensi yang cukup tinggi namun berdampak pada lingkungan. Selain itu seiring dengan pertumbuhan beban, biaya produksi tenaga listrik juga semakin meningkat. Oleh sebab itu, dibutuhkan optimasi biaya operasi pembangkit agar didapatkan pembebanan yang optimal sehingga biaya yang dikeluarkan seefisien mungkin dan harga listrik menjadi tidak terlalu mahal. Pada perencanaan pembebanan sebenarnya, biaya operasi pembangkit dalam satu hari yang dikeluarkan sebesar Rp 18.384.345.566 dengan biaya bahan bakar sebesar Rp 561,118/kWH. Sedangkan dengan optimasi biaya operasi pembangkit dengan menggunakan metode lagrange, didapat biaya operasi pembangkit dalam satu hari sebesar Rp 18.350.617.781 dan biaya bahan bakar sebesar Rp 560,068/kWH. Dengan melakukan optimasi biaya operasi pembangkit dengan metode lagrange, pengeluaran biaya operasi pembangkit dapat dihemat sebesar Rp 33.727.785 dan biaya bahan bakar sebesar Rp 1,05/kWH.

Nowadays, Electricity is one of the most important energy for human being which cannot be separated from the human life. The needs of electricity is increasing by the time goes. Another form of energy should be converted to produce the electricity and a coal is needed to produce the electricity as the fuel for the power plant. Coal is chosen as the fuel because it has low cost and high eficiency but has a bad impact for the environment. As the load grows, both the cost of electricity production and needs of the natural resoursces is increasing too. Though, the optimization of power plant production cost is needed to obtain optimal loading each power plant and get the efficient cost so the elctricity prices turn to be lower than before. In the real plan of power plant loading, the production cost is Rp Rp 18.384.345.566 a day and the fuel cost is Rp 561,118 kWH. On the other hand, the production cost with lagrange method opimization is Rp 18.350.617.781 a day and the fuel cost is Rp 560,068 kWH. Using the optimalization of electricity production cost with lagrange method Rp 33.727.785 has saved from the real plan planning and also save Rp 1,05 kWH in the fuel cost."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. David Pandu Herdiansyah
"Dengan adanya green house gas yang meningkat akibat adanya jumlah emisi carbon yang semakin banyak, menyebabkan temperature di bumi semakin meningkat, yang mana hal tersebut bisa mengakibatkan perubahan iklim yang memicu terjadinya bencana alam. PLTU yang mempunyai koefisien emisi paling tinggi dibanding pembangkit lainnya dan juga merupakan penopang baseload dan mempunyai presentase hingga 51% dalam bauran energi di Indonesia. Dalam menurunkan/mengurangi emisi karbon bisa dilakukan dengan mengganti PLTU dengan teknologi pembangkit lainnya yang memiliki emisi lebih rendah. Selain di tinjau dari sisi penurunan emisi CO2 ketika PLTU digantikan dengan teknologi pembangkit lainnya, juga akan di bandingkan masing – masing LCOE (Levelized Cost of Electricity) dan production cost electricity/tahun, sehingga bisa diketahui komposisi yang optimal untuk jenis teknologi yang dibandingkan. Teknologi pembangkit lainnya yang akan di bandingkan adalah Hydropower, Geothermal, Simple cycle gas turbine, Combine cycle gas turbine, Gas Engine, PV+Battery dan Carbon Capture and Storage (CCS). Berdasarkan data dan hasil optimasi pada studi ini, maka skema yang paling optimal adalah skema 2, dikarenakan mempunyai total biaya pokok pembangkitan paling rendah sebesar USD 15.26 billion dan memenuhi target penurunan emisi CO2 dari semula ketika semua PLTU sebesar 221.95 juta ton CO2 menjadi 21.86 juta ton, sehingga penurunan CO2 sebesar 200.09 juta ton, adapun komposisi pembangkitnya adalah Hydropower (54MWx36 unit), Geothermal (50MWx16unit), Gas Engine (162 MWx 6unit), PLTU+CCS (169 MWx 187 unit).Dengan komposisi bervariasi ini memungkin untuk mendapatkan kehandalan system yang lebih, karena berasal dari berbagai sumber energi.

The increase in greenhouse gas due to the increasing number of carbon emissions causes the temperature on the earth to increase, which can lead to climate change that triggers natural disasters. PLTU has the highest emission coefficient compared to other plants, is also a baseload supporter, and has a percentage of up to 51% in the energy mix in Indonesia. Reducing/reducing carbon emissions can be done by replacing PLTU with other generating technologies with lower emissions. In addition to being reviewed in terms of reducing CO2 emissions when PLTU is replaced with other generating technologies, each LCOE (Levelized Cost of Electricity) and production cost of electricity/year will be compared so that the optimal composition can be determined for the type of technology being compared. Other electricity generating technologies that will be compared are Hydropower, Geothermal, Simple cycle gas turbine, Combine cycle gas turbine, Gas Engine, PV+Battery and Carbon Capture and Storage (CCS). Based on the data and optimization results in this study, the most optimal scheme is scheme 2, because it has the lowest total cost of generating the lowest amount of USD 15.26 billion and fulfils the CO2 emission reduction target from when all PLTUs amounted to 221.95 million tons of CO2 to 21.86 million tons, resulting in a CO2 reduction of 200.09 million tons, while the composition of the generators is Hydropower (54MWx36 units), Geothermal (50MWx16units), Gas Engines (162 MWx 6units), PLTU+CCS (169 MWx 187 units). More system, because it comes from various energy sources."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pina Hariyanti
"Pada operasi sistem pembangkitan tenaga listrik, biaya bahan bakar merupakan biaya yang terbesar dari biaya operasi secara keseluruhan [1]. Besarnya biaya bahan bakar yang diperlukan unit pembangkit termal sebagai masukan terhadap keluaran daya pembangkit, sehingga besarnya masukan secara optimal akan mengahasilkan keluaran yang optimal. Penjadwalan operasional pembangkit dan pembebanan ekonomis merupakan langkah operasi ekonomis pada pengoperasian PLTU Labuan dan PLTGU Cilegon pada Subsistem II Wilayah Banten untuk memperoleh estimasi biaya operasi optimal. Penjadwalan yang dilakukan dengan menentukan unit pembangkit yang hidup on dan mati off yang disebut dengan komitmen unit unit commitment. Setelah melakukan penjadwalan operasional unit pembangkit, maka dapat dilakukan pembebanan ekonomis untuk membagi daya yang dapat dibangkitan oleh masing-masing pembangkit untuk memenuhi estimasi permintaan beban pada Subsistem II Wilayah Banten. Estimasi biaya operasi optimal yang didapatkan yaitu sebesar Rp 376.030.525.349 sehingga dapat menghemat 29.5 hingga 32.5 dari total biaya operasi yang dibutuhkan selama sebulan periode Januari 2018 dengan biaya bahan bakar sebesar Rp 604,17/kWh. Selain itu, untuk memenuhi estimasi beban puncak sebesar 952 MW dibutuhkan biaya operasi optimal sebesar Rp 733.762.467 dan biaya operasi optimal beban minimum sebesar 629 MW adalah Rp 378.422.653.

In the operation of power generation systems, fuel cost represents the largest of operating cost in the operation of power generation system 1 . The fuel cost of the thermal power plants as input to the generator power and output of the generator is the power generated by each generator, so that optimal input determination optimal output. Operational economic of PLTU Labuan and PLTGU Cilegon in subsystem II Banten can be subdivided into two parts. Those are economic dispatch and unit commitment. The unit commitment problem is to find the minimum cost option to schedule generator startups and shutdowns while meeting forecasted loads, satisfying all plant and system constraints such as generating capacity constraints and power balance constraints. Furthermore, economic dispatch is the method of allocating the load demand between the available power plant units and finds the minimum operating cost of generation for each hour. Estimated optimal operating cost is Rp 376.030.525.349 so that it can save 29.5 to 32.5 of total operating costs required during the month of January 2018 with fuel costs of Rp 604.17 kWh. In addition, estimated operating optimal cost for peak load of 952 MW is Rp 733.762.467 and the optimal operating cost for the minimum load of 629 MW is Rp 378.422.653."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reynald Oloan Caesar
"Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan metode supercritical semakin berkembang secara masif di Indonesia dalam satu dekade ini. Teknologi ini telah sangat dikenal untuk membangkitkan tenaga listrik dikarenakan nilai efisiensi PLTU yang tinggi dan minimnya polusi yang dihasilkan. Saat ini, untuk dapat memprediksi hasil perhitungan termodinamika dari suatu metode operasi adalah dengan menggunakan simulator dan perangkat lunak berbasis termodinamika. Biasanya pada setiap PLTU yang dibangun, juga dipersiapkan simulator yang memiliki karakteristik dan Piping and Instrumentation Diagram (P&ID) yang mirip dengan aslinya. Selain itu, biasanya juga digunakan perangkat lunak pengolah siklus termodinamika secara ideal yaitu Engineering Equation Solver (EES). Diharapkan dengan adanya pembandingan atas kedua perangkat lunak tersebut efisiensi PLTU dapat ditingkatkan mendekati hasil ideal. Pengolahan simulator PLTU menggunakan data pseudostatic operasi beserta data Higher Heating Value (HHV) batubara sebagai basis input. Pada EES, digunakan data input berupa nilai nilai tekanan dan temperatur dari design awal PLTU. Data tersebut diolah menggunakan persamaan termodinamika yang ideal. Pada bagian akhir riset ini, akan didefinisikan hasil pendekatan hasil operasi terhadap hasil perhitungan EES dan simulator. EES menghasilkan nilai efisiensi termal dan konsumsi bahan bakar spesifik yang paling ideal, sedangkan hasil operasi cukup dekat nilainya dengan hasil EES dan kemudian diikuti oleh nilai hasil olahan simulator.

The development of a Steam Power Plant (PLTU) with supercritical methods is increasingly developing in Indonesia in this decade. This technology is very well-known for generating electricity with high efficiency value and its minimum pollution. At present, to be able to predict the results of thermodynamic calculations from an operating method are using simulators and thermodynamic-based software. Specifically for each steam powerplant that was built, simulators that had characteristics and Piping and Instrumentation Diagrams (P&ID) that were similar to the steam powerplant itself were also prepared. In addition, the ideal thermodynamic cycle processing software called Engineering Equation Solver (EES) is also used. It is expected that the comparison with these two devices will improve the efficiency of the power plant to aquire ideal results. Steam powerplant simulator uses pseudostatic operation data and the coals Higher Heating Value (HHV) data as the input base. In EES, the input data used are the pressure and temperature values from the initial design of the power plant. The data then were processed using ideal thermodynamics equaton. At the end of this study, the results of the operation evaluation will be determined on the results of EES and simulator calculations. EES produces the most ideal thermal efficiency and specific fuel consumption values, while the operating results are quite close to the EES results and then followed by the value of the simulator calculation.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Datu Setyanto
"Turbin Gas Generator yang digunakan oleh PLTGU Blok 2 Muara Karang dapat menggunakan dua buah bahan bakar yaitu minyak dan gas. Akan tetapi sejak commissioning pada tahun 2009 hingga saat ini, hanya bahan bakar gas saja yang digunakan. Salah satu alasannya yaitu kebijakan pemerintah mengenai peraturan menteri ESDM No. 12 tahun 2012 tentang pengendalian bahan bakar minyak. Blok 2 memiliki peralatan bantu Turbin Gas yang bernama Purge Air Compressor (PAC) yang berfungsi untuk mencegah proses karbonisasi bahan bakar minyak di Combustion Nozzle dan juga mencegah terjadinya back flow bahan bakar gas pada Pilot Fuel Oil Manifold. Penggunaan Purge Air Compressor itu sendiri dinilai kurang baik karena peralatan tersebut memiliki potensi yang cukup besar dalam menyebabkan outage, derating, dan juga kegagalan start up. Selain itu biaya pemeliharaan dan biaya pemakaian sendiri yang dinilai cukup tinggi. Maka dari itu dilakukan analisa permasalahan mengenai potensi gangguan PAC yang mempengaruhi area ruang bakar dan juga kajian kelayakan operasi, kajian kelayakan finansial dan kajian kelayakan risiko dari peralatan tersebut. Untuk memitigasi permasalahan tersebut dilakukan penonaktifan sistem kompresor udara tekan dengan cara pelepasan pipa di area Fuel Oil Firing System, lalu melakukan plugging pada area pelepasan pipa dan nozzle, dan diakhiri dengan modifikasi logic untuk mencegah malfunction dari sistem interlock dan alarm. Dengan penerapan inovasi ini durasi waktu yang diperlukan untuk pemeliharaan pembangkit (overhaul) dapat dipercepat 16 jam dan menghilangkan biaya operasionalnya yang besar senilai Rp 2,499,814,080 per tahun. Hal tersebut akan memberikan keuntungan sebesar Rp 15,205,413,943.65 selama 10 tahun.

Gas Turbine Generator is used by PLTGU Block 2 Muara Karang consist of two kind of fuel that are oil and gas. However since commisioning in 2009 until now, only gas fuel that been used. The reason is government policy from Minister of Energy and Mineral Resource number 12 year 2012 concerning on the control of fuel oil. This Gas Turbine has equipment namely Purge Air Compressor (PAC) which been used for prevent carbonization process of fuel oil in the Combustion Nozzle and also prevent the back flow of gas fuel to Pilot Fuel Oil Manifold. The used of Purge Air Compressor assesed to be uneffective because of the equipments can be potential caused of outage, derating and start up failure of Gas Turbine. Furthermore, maintenance cost and auxiliary power are high. Therefore, an analysis of PAC problems is carry out that affect combustion chamber and also feasibility study of operational, financial and risk. In order to mitigate the problems, deactivation of PAC is carried out by removing the pipes in the Fuel Oil Firing System, then plugging on pipe and nozzle, and end with logic modification to prevent the malfuction from interlock system and alarm. From this innovation, overhaul can be accelerated for 16 hours and can remove operational cost for Rp 2,499,814,080 rupiah anually. This will provide a profit amounting Rp 15,205,413,943.65 rupiah for 10 years."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panjaitan, Wimpie F.
"Persaingan dalam bisnis penerbangan berjadwal Indonesia ramai oleh diijinkannya pesawat-pesawat jet swasta, pembukaan route-route
baru, dan perang tar if, padahal marjin labanya sangat bersaing, salah satu fokus utama pengelolaan airlines
tipis. Untuk adalah pada pengendalian biaya per unit, agar tidak merugi. Ini penting karena operasi airlines berbiaya sangat tinggi, dengan sifatnya yang capital intensive, jangkauan operasi luas, tingginya biaya penjualan dan penyiapan SOM, serta biaya-biaya lain untuk menangani
keselamatan dan regulasi yang ketat.
Skripsi ini bertujuan mengidentifikasi komponen-komponen biaya operasi airlines yang membentuk struktur harga pokoknya, mengenal beberapa konsep dan terminologi dalam unit produksi jasa airlines, menghitung besarnya'harga pokok per unit, serta menganalisa struktur dari komponen-komponen harga pokok tersebut. Untuk mempertajam
analisa, maka operasi dibatasi untuk angkutan penumpang, domestik,
berjadwal, dengan pesawat jet. Penulisan mengambil sumber buku-buku
airlines, data kuantitatif dari Kajian Biaya Produk dan Tarif Angkutan Udara Dalam Negeri Dephub, disertai wawancara dengan salah satu airline.
Biaya operasi airlines terbagi atai biaya langsung yang tergantung pada tipe pesawat, dan biaya tak langsung (biaya station dan pendukung darat, biaya tiket, penjualan, promosi, biaya umum dan administratif). Biaya langsung dibedakan lagi atas biaya
variabel/flying cost yang bervariasi sesuai dengan jumlah produksi
jasa penerbangan (BBM, kru varibel, teknik dan pemeliharaan, airport/route, dan pelayanan penumpang), dan biaya tetap/standing
cost (depresiasi dan sewa, asuransi, gaji bulanan, overhead
pemeliharaan).
Analisa terhadap biaya operasi lima tipe pesawat (A-300,. B-737,
DC-9, F-28, F-100) yang dioperasikan oleh Garuda dan Merpati,
menunjukkan komponen yang menonjol dari kelompok biaya variabel
adalah BBM (11~12%) dan pemeliharaan (8-10%), sedang dari kelompok
biaya tetap adalah biaya depresiasi (19-20%) plus bunga modal (13-
14%). Dengan'demikian dalam pemilihan tipe pesawat, faktor keunggulan
harga murah pesawat bekas, lebih kuat daripada keunggulan hemat biaya
BBM dan pemeliharaan yang ditawarkan pesawat baru.
Hasil kalkulasi harga pokok per unit rata-rata adalah Rp. 298,93
(14,17 sen dollar) p~r satuan penumpang-KM, 143% dari tarif ratarata
yang Rp .. 208,22 (9,87 sen dollar). Tarif yang diusulkan INACA
adalah 12 sen dollar,'sementara standar ASEAN 22 sen dollar.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1993
S18683
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ridha Moulina
"ABSTRAK
Peningkatan permintaan tenaga listrik yang terus meningkat menjadikan listrik adalah kebutuhan bagi manusia sehingga perlu diimbangi dengan ketersediaan daya yang cukup. Penyediaan kapasitas cadangan pada sistem bertujuan untuk memenuhi kebutuhan beban serta menjaga keandalan sistem dengan reserve margin. Untuk memenuhi kebutuhan beban dan menjaga keandalan sistem maka diperlukan adanya perencanaan pembangkit dan agar perencanaan yang diperoleh optimal, digunakan perhitungan sederhana untuk teknologi pembangkit dengan menggunakan optimasi statis pada wilayah Jawa-Bali. Pada pembahasan ini pembangkit termal direpresentasikan oleh pembangkit listrik tenaga uap PLTU , pembangkit listrik tenaga gas PLTG , dan pembangkit listrik tenaga gas-uap PLTGU . Diperoleh hasil bahwa jenis pembangkit yang optimum untuk memenuhi beban dasar ialah PLTU dengan kapasitas >50 , PLTGU paling optimum untuk beban menengah dengan kapasitas antara 12-50 , dan PLTG paling optimum dan ekonomis untuk beban puncak dengan kapasitas 0-12 . Kebutuhan pembangkit di Jawa-Bali berdasarkan hasil perhitungan dengan mengggunakan metode optimasi statis hingga akhir tahun 2016 sebesar 32,566 MW sedangkan kapasitas pembangkit yang eksisting yang mencapai 36,720 MW termasuk dengan reserve margin 30 yang berarti sistem di Jawa-Bali sudah sangat handal dalam memenuhi kebutuhan pembangkit. Hasil proyeksi kebutuhan pembangkit hingga tahun 2020 juga memperlihatkan hasil yang sama bahwa adanya kelebihan daya pembangkit eksisting daripada kebutuhan pembangkit dengan menggunakan optimasi statis dengan pembangkit eksisting pada tahun 2020 berdasarkan perhitungan mencapai 45,426 MW dan berdasarkan jumlah pembangkit eksisting dengan perencanaan PT.PLN Persero mencapai 51,462 MW, hal ini berdampak pada biaya investasi tinggi sehingga biaya untuk sistem pembangkitan yang harus dikeluarkan pun semakin besar.

ABSTRACT
Escalation of electricity demand which cannot be avoided anymore has made electricity a primary need for human race. This climbing demand need to be balanced out with a sufficient power available on the system. The availability of extra generation capacity is required in order to maintaining the reliability of generation system for so called reserve margin. For ensuring the demand get enough power supplied, the generation planning system is needed and for it to provide the optimum option for system it require a calculation regarding each generation technologies with screening curve method. This calculation modelling the generation planning system in Jawa Bali region. On this study the main focus for the calculation is thermal generation which represented by three generation technologies Coal Fired Power Plant, Gas Turbine Power Plant, and Combined Cycle Power Plant . Therefore, from this study we can obtain that Coal Fired Power Plant is an optimum option for base load as well as economically for capacity between 50 . For intermediate load Combine Cycle Power Plant provide cheaper source of energy for capacity between 12 50 , and lastly for peak load Gas Turbine Power Plant provide the optimum option for capacity between 0 12 . The results for generation system planning based on screening curve method until the end of 2016 is 32,566 MW for generation capacity compared to the existing generation and system planning based on PT. PLN Persero which is 36,720 MW. The generation system planning until 2020 also shows a difference based on calculation which is 45,426 MW and the existing generation capacity reach 51,462 MW. This shows that Jawa Bali region has more generation existing meaning that the system is reliable. On the other hand, the reliability comes with higher investment costs making the costs needed for the system also increased. It is believed that to ensure reliability of the generating system there will be higher costs to pay. "
2017
S67041
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>