Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 108592 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lia Ardiana Kartika Nugraheni
"ABSTRAK
Diabetes mellitus DM adalah masalah kesehatan masyarakat yang utama dan prevalensinya akhir-akhir ini meningkat secara dramatis. Teh putih merupakan jenis teh yang diharapkan dapat dijadikan alternatif penanganan diabetes mellitus karena penggunaan obat antidiabetes oral sintetik sampai saat ini masih menghadapi banyak kendala terkait dengan efek samping yang ditimbulkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui LD50 dan tingkat keamanan ekstrak daun teh putih, serta pengaruhnya terhadap penurunan kadar glukosa darah pada tikus. Uji toksisitas akut dilakukan pada mencit jantan dan betina galur DDY dengan dosis 1,25; 2,5; 5; dan 10 g/kg bb yang diberikan dalam dosis tunggal. Uji aktivitas antidiabetes dilakukan pada tikus Sprague Dawley jantan diabetes yang diinduksi streptozotocin-nikotinamid, melalui pemberian ekstrak daun teh putih dosis 50, 100 dan 200 mg/kg bb yang diberikan selama 14 hari. Hasil perhitungan diperoleh LD50 pada mencit jantan adalah 4,58 g/kg bb dan 2,73 g/kg bb untuk mencit betina. Hasil penelitian menunjukkan pemberian ekstrak daun teh putih selama 14 hari dapat menurunkan kadar glukosa darah secara bermakna dibandingkan kelompok kontrol negatif P.

ABSTRACT
Diabetes mellitus DM is a major public health problem and its incidence has increased dramatically. White tea is a type of tea is expected to be used as an alternative in treatment of diabetes mellitus because of side effect of oral synthetic antidiabetic drugs. This study aims to determine LD50 and the level of safety of white tea leaf extract, and its effect on reducing blood glucose levels in diabetic rats. The acute oral toxicity study performed at dose 1,25 2,5 5 and 10 g kg bw of male and female DDY mice in single dose administration. Antidiabetic activity study of white tea extract was performed on diabetic Sprague Dawley male rats induced streptozotocin nicotinamide, at dose 50, 100 and 200 mg kg BW for 14 days. This studies showed that the oral LD50 of white tea extract is 4.58 g kg bw in male mice and 2.73 g kg bw for female mice. The administration of white tea leaves extracts for 14 days showed decreased blood glucose level significantly compared to negative control group P
"
2017
T49674
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meiliza Ekayanti
"ABSTRAK
Penanganan untuk diabetes mellitus tipe 2 berfokus pada hormon inkretin. Glucagon Like Peptide-1 GLP-1 dan Glucose Dependent Insulintropic Polypeptide GIP merupakan hormon inkretin utama yang disekresikan di usus. Namun, GLP-1 memiliki waktu paruh yang singkat untuk mempertahankan bentuk aktifnya diperlukan penghambatan enzim Dipeptidyl peptidase IV DPP-IV . Berdasarkan tingginya kandungan polifenol daun teh putih Camellia sinensis L. O. Kuntze DTP dibandingkan jenis teh lain dan aktivitas penghambatannya terhadap enzim DPP-IV pada ekstrak DTP, maka dilakukan pengujian aktivitas penghambatan fraksi ekstrak etanol DTP menggunakan serum darah tikus secara ex vivo, karakterisasi dan pengujian aktivitas penurunan kadar glukosa darah fraksi teraktif pada tikus jantan putih galur Sprague-Dawley SD yang diinduksi dengan nikotinamida dan streptozotosin. Fraksi metanol merupakan fraksi teraktif dengan nilai IC50 227 g/mL dan telah diidentifikasi terdapat senyawa golongan flavonoid, alkaloid, tanin dan saponin. Kadar senyawa polifenol, flavonoid dan tanin pada fraksi metanol dihasilkan masing-masing adalah 23,03 ; 0,2 dan 0,6 . Fraksi metanol pada dosis 120 mg/Kg BB dapat menurunkan kadar glukosa darah puasa pada hari ke-14 108,67 mg/dL yang secara klinis berbeda dengan kelompok kontrol negatif 335,67 mg/dL , tetapi penurunan ini secara statistik tidak berbeda bermakna.

ABSTRACT
Treatment for type 2 diabetes mellitus focuses on the incretin hormone. Glucagon Like Peptide 1 GLP 1 and Glucose Dependent Insulintropic Polypeptide GIP is the main incretin hormone secreted in the intestine. However, GLP 1 has a short half life. Inhibition of the enzyme Dipeptidyl peptidase IV DPP IV required maintaining the active form of GLP 1. Based on the highest polyphenol compound of white tea leaves extract WTE Camellia sinensis L. O. Kuntze and previous study on highest activity of DPP IV enzyme inhibition on WTE, this study was done on fraction of WTE using rat blood serum ex vivo , characterization and blood glucose activity in Sprague Dawley SD white rats induced with nicotinamide and streptozotocin from its active fraction. The methanol fraction is the most active fraction with IC50 value at 227 g mL. Flavonoid, alkaloid, tannin and saponin has been identified on its fraction with the levels of polyphenol, flavonoid and tannin compounds were 23.03 0.2 and 0.6 . The methanol fraction at 120 mg Kg BW may decrease fasting blood glucose levels on day 14 108.67 mg dL which is clinically different from the negative control group 335.67 mg dL , but statistically not significant."
2017
T48720
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Fatia Fauzia
"Teh memiliki efek antioksidan karena kandungan senyawa polifenol, khususnya katekin dan asam fenolik yang tinggi. Teh hijau dan the putih adalah dua jenis teh yang diperoleh tanpa proses fermentasi. Teh putih berasal dari pucuk dan daun teh muda sementara teh hijau berasal dari daun teh yang lebih tua. Penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas antioksidan dan kestabilan fisik dari formulasi krim ekstrak daun teh hijau dan krim ekstrak daun teh putih. Kedua jenis teh diformulasikan ke dalam sediaan topikal dengan konsentrasi masing-masing 0,15%. Penentuan aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode peredaman DPPH.
Berdasarkan hasil penelitian, krim ekstrak daun tehputih memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi daripada krim ekstrak daun tehhijau. Nilai IC50krim ekstrak teh putihadalah 1184,25 ppm sedangkan nilai IC50 teh hijau adalah 1792,84 ppm. Uji kestabilan fisik dilakukan dengan penyimpanan sediaan pada tiga suhu yaitu suhu kamar (28±2oC); suhu rendah (4±2oC) dan suhu tinggi (40±2oC), uji sentrifugasi dan cycling test. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa formulasi krim ekstrak daun teh hijau dan krim ekstrak daun teh putih memiliki kestabilan fisik yang cukup baik.

Tea has antioxidant effects because the content ofpolyphenol compound, particularly catechin and phenolic acid. The green tea and white tea are two types of tea obtained without the fermentation process. White tea comes from the buds and young tea leaves while green tea comes from the older mature tea leaves.This study aimed to test the antioxidant activity and determine the physical stability of the formulation of green tea leaf extract cream and white tea leaf extract cream. Both of tea were formulated into topical preparations with a concentration of 0.15%, respectively. Determination of antioxidant activity conducted by DPPH reduction method.
Based on this research, white tea leaf extract cream had higher antioxidant activity than green tea leaf extract cream. IC50 values of white tea extract cream is 1184.25 ppm whereas the IC50 value of green tea leaf extract cream was 1792.84 ppm. Physical stability test conducted by keeping those two creams at three temperature conditions: in room temperature (28±2oC); low temperature (4±2oC) and high temperature (40±2oC), centrifuge test dan cycling test. Observations showed that the cream formulation of green tea leaf extract and white tea leaf extract cream had a good physical stability.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
S57184
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irene Sitania
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1995
S31978
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Seshiana Sebti Pramesti
"Transetosom merupakan vesikel yang dapat meningkatkan penetrasi obat ke dalam kulit, contohnya adalah ekstrak bahan alam. Teh hijau (Camellia sinensis L. Kuntze) merupakan bahan alam yang mengandung katekin sebagai senyawa antioksidan. Transetosom dapat menjerap dan membantu penetrasi senyawa ekstrak daun teh hijau ke dalam kulit. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan formula gel transetosom yang dapat meningkatkan penetrasi ekstrak daun teh hijau ke dalam kulit. Gel yang hanya mengandung ekstrak daun teh hijau juga dibuat sebagai kontrol. Uji penetrasi sediaan secara in vitro dilakukan menggunakan sel difusi Franz dengan kulit tikus betina galur Sprague Dawley. Epigalokatekin galat (EGCG) digunakan sebagai penanda analisis.
Transetosom dibuat dengan metode hidrasi lapis tipis dalam tiga formula yaitu dengan konsentrasi ekstrak daun teh hijau setara dengan EGCG 1% (F1), 1,5% (F2), dan 2% (F3). Hasil menunjukkan transetosom F1 memiliki karakteristik terbaik yaitu berbentuk sferis, Dmean volume 112,14 ± 2,19 nm, indeks polidispersitas 0,163 ± 0,03, potensial zeta -52,05 ± 1,34 mV, dan efisiensi penjerapan 58,06 ± 0,08%. Gel transetosom dan gel kontrol secara berturut-turut memiliki fluks sebesar 61,468 ± 1,66 μg.cm-2.jam-1 dan 31,694 ± 1,02 μg.cm-2.jam-1. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa transetosom dapat meningkatkan penetrasi ekstrak daun teh hijau ke dalam kulit.

Transethosome is a vesicle that can enhance drug?s penetration into the skin, for example are extracts of natural ingredient. Green tea (Camellia sinensis L. Kuntze) is a natural ingredient that contains catechins as an antioxidant. Transethosome is used to entrap the chemical compounds of green tea leaves extract and help their penetration into the skin. The aims of this study are to produce transethosome gel formula that can increase the penetration of green tea leaves extract into the skin. Gel containing only green tea leaves extract was also made as a control. Penetration test of gels performed using in vitro Franz diffusion cell with the skin of female Sprague Dawley rats. Epigallocatechin gallate (EGCG) is used as a marker analysis.
Transethosome were made by using thin layer hydration method in three formulas with different concentration of green tea leaves extract which were equivalent to 1% (F1), 1.5% (F2), and 2% (F3) EGCG. The results showed transethosome F1 had the best characteristics, which had a spherical shape, Dmean volume 112,14 ± 2,19 nm, polydispersity index 0,166 ± 0,03, zeta potential -52,05 ± 1,34 mV, and entrapment efficiency 58,06 ± 0,08%. Transethosome gel and control gel had a flux of 61,468 ± 1,66 μg.cm-2.hour-1 and 31,694 ± 1,02 μg.cm-2.hour-1. It can be concluded that transethosome can increase green tea leaves extract penetration into the skin.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
S64791
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tahmida Diazputri Utami
"Transfersom telah banyak digunakan untuk meningkatkan penetrasi obat yang berasal dari bahan alam. Salah satu bahan alam yang berkhasiat bagi kesehatan dan kosmetik adalah ekstrak daun teh hijau (Camellia sinensis L. Kuntze) yang mengandung katekin sebagai senyawa antioksidan yang kuat. Epigalokatekin galat (EGCG) sebagai salah satu senyawa katekin paling dominan digunakan sebagai penanda analisis. Namun, EGCG memiliki berat molekul yang besar dan bersifat hidrofilik sehingga sulit untuk berpenetrasi melewati kulit.
Tujuan dari penelitian ini adalah memformulasikan dan menghasilkan transfersom dengan karakteristik yang baik sehingga dapat meningkatkan penetrasi melalui kulit. Pada penelitian ini transfersom diformulasikan dengan konsentrasi yang berbeda setara dengan 1% (F1); 1,5% (F2); dan 2% (F3) EGCG dan menggunakan metode hidrasi lapis tipis. Transfersom diformulasikan ke dalam sediaan gel dan gel kontrol dibuat tanpa transfersom. Kedua sediaan dievaluasi dan dilakukan uji penetrasi secara in vitro menggunakan sel difusi Franz pada kulit tikus galur Spargue Dawley.
Hasil menunjukkan bahwa F1 merupakan formula terbaik karena memiliki bentuk yang sferis, nilai Dmean volume 107,82 ± 0,44 nm, indeks polidispersitas 0,07 ± 0,01, zeta potensial -40,3 ± 0,10 mV, dan efisiensi penjerapan 63,16 ± 0,65%. Hasil uji penetrasi in vitro menunjukkan jumlah kumulatif EGCG yang terpenetrasi dari gel transfersom yaitu 1316,60  8.05 μg/cm2 dengan fluks 57,594  0,91 μg.cm-2.jam-1 sedangkan jumlah kumulatif pada gel non transfersom sebesar 414,86  4,40 μg/cm2 dengan fluks 36,144 1,22 μg.cm-2.jam-1. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa sediaan gel transfersom ekstrak daun teh hijau dapat meningkatkan penetrasi.

Transfersome has been widely used to increase the penetration of drugs derived from natural ingredients. One of the natural ingredient for health and cosmetics is green tea leaves extract (Camellia sinesis L Kuntze) containing catechin has potent antioxidant activity. Epigallocatechin gallate (EGCG) as one of the most dominant catechin compounds used as a marker analysis. However, EGCG has a large molecular weight and hydrophilic so that it?s difficult to penetrate through the skin.
The aims of this study were to formulated and produced transfersome with good characteristics that increase penetrated through the skin. In this research, transfersome were formulated with different concentrations, equal to 1% (F1), 1.5% (F2), and 2% (F3) of EGCG and using thin layer hydration method. Transfersome then formulated into a gel and control gel prepared without transfersome. Both gels were evaluated and in vitro penetration tested using Franz diffusion cell with the skin of female Sprague Dawley rats.
The result showed that F1 had the best formula with spherical shape, Dmean volume 107.82 ± 0.44, polidispersity index 0.07 ± 0.01, zeta potential -40.3 ± 0.10 mV, and entrapment efficiency 63.16±0.65%, Total cumulative amount of penetrated EGCG from transfersom gel was 1302.63  20.67 μg/cm2 and the flux was 57.594  0.91 μg.cm-2.hour-1. Total cumulative amount of penetrated EGCG from non-transfersom gel was 414,86  4.40 μg/cm2 and the flux was 36.144  1.22 μg.cm-2.hour-1. Based on these result it can be concluded that gel transfersome green tea leaves extract can increase penetration.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
S63790
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ghina Desviyanti Ardi
"Transetosom merupakan salah satu sistem vesikular lipid yang dapat memudahkan penetrasi obat melalui kulit. Penggunaan transetosom dapat diformulakan untuk menjerap zat aktif kimia maupun herbal, salah satunya yaitu katekin pada ekstrak daun teh hijau Camellia sinensis L. Kuntze . Pada penelitian ini, epigalokatekin galat EGCG digunakan sebagai penanda analisis karena merupakan komponen utama dari katekin yang memiliki aktivitas antioksidan yang paling tinggi serta diketahui memiliki penetrasi dan absorbsi yang rendah melalui kulit. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menghasilkan formula krim transetosom yang mampu meningkatkan penetrasi zat aktif dari ekstrak daun teh hijau ke dalam kulit. Pada pembuatan transetosom, digunakan metode hidrasi lapis tipis dalam tiga formula dengan variasi konsentrasi Span 80 dan etanol yang digunakan. Transetosom selajutnya dikarakterisasi morfologinya menggunakan Transmission Electron Microscopy TEM , ukuran partikel, indeks polidispersitas dan potensial zeta menggunakan Particle Size Analizer PSA , dan dilakukan pengujian efisiensi penjerapan.
Hasil menunjukkan transetosom F2 yang mengandung ekstrak daun teh hijau setara 3 EGCG, Lipoid P30 4 , Span 80 0,75 dan etanol 95 30 memiliki karakteristik terbaik yaitu berbentuk sferis, ukuran partikel 35,35 nm, indeks polidispersitas 0,319, potensial zeta -29,97 3,05 dan efisiensi penjerapan 45,26 8,15 . Uji penetrasi sediaan secara in vitro dilakukan menggunakan sel difusi Franz dengan kulit tikus betina galur Sprague Dawley sebagai membran. Krim transetosom memiliki fluks sebesar 60,56 4,52 g.cm-2.jam-1 pada fase 1 dan 23,13 1,38 g.cm-2.jam-1 pada fase 2. Krim non transetosom memiliki laju penetrasi sebesar 25,69 0,83 g.cm-2.jam-1 pada fase 1 dan 7,36 1,59 g.cm-2.jam-1 pada fase 2. Kesimpulan dari penelitian ini adalah transetosom dapat meningkatkan penetrasi ekstrak daun teh hijau ke dalam kulit.

Transethosome is a lipid vesicle system that can enhance drug rsquo s penetration through the skin. Transethosome can be used to entrap the chemical compound or natural ingredients, one of the natural ingredients is catechin from green tea leaves extract Camellia sinensis L. Kuntze . In this study, epigallocatechin gallate EGCG used as a marker analysis because EGCG is one of the most dominant catechin compounds that has potent antioxidant activity and also has a weak penetration and absorption through the skin. The aim of this study were to formulate transethosome cream that can increase the penetration of green tea leaves extract through the skin. Transethosome were made by using thin layer hydration method in three formulation with variation concentration of Span 80 and ethanol. Transethosome characterized by morphology using Transmission Electron Microscopy TEM , particle size, polidispersity index and zeta potential by Particle Size Analizer PSA , and entrapment efficiency.
The result showed transethosome F2 that contains green tea extract equal to 3 of EGCG, Lipoid P30 4 , Span 80 0,75 and ethanol 95 30 had the best characteristic, which had a spherical shape, particle size 35,35 nm, polidispersity index 0,319, zeta potential 29,97 3,05 mV and entrapment efficiency 45,26 8,15 . Penetration test of creams performed using in vitro Franz diffusion cell with the skin of female Sprague Dawley rats as a membrane. Transethosome cream had a flux of 60,56 4,52 g.cm 2.hour 1 at the first phase and 23,13 1,38 g.cm 2.hour 1 at the second phase. Non transethosome cream had a flux of 25,69 0,83 g.cm 2.hour 1 at the first phase and 7,36 1,59 g.cm 2.hour 1 at the second phase. The conclusion is transethosome can increase green tea leaves extract penetration through the skin.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S68922
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marsha Harme
"Transfersom telah banyak digunakan untuk meningkatkan penetrasi obat terutama yang berasal dari bahan alam. Salah satu bahan alam yang berkhasiat bagi kesehatan dan kosmetik adalah ekstrak daun teh hijau Camellia sinensis L. Kuntze yang mengandung katekin sebagai senyawa antioksidan yang kuat. Epigalokatekin galat EGCG sebagai salah satu senyawa katekin paling dominan digunakan sebagai penanda analisis. Namun, EGCG memiliki berat molekul yang besar dan bersifat hidrofilik sehingga sulit untuk berpenetrasi melewati kulit. Tujuan dari penelitian ini adalah menghasilkan krim transfersom dengan karakteristik yang baik sehingga dapat meningkatkan penetrasi EGCG melalui kulit. Transfersom diformulasikan dengan varian konsentrasi dari fosfolipid dan surfaktan. Perbandingan antara fosfolipid dan surfaktan yang digunakan yaitu 95 :5 F1 ; 90 :10 F2 ; dan 85 :15 F3 , sementara konsentrasi EGCG yang digunakan tetap yaitu 3. Pembuatan transfersom dilakukan dengan menggunakan metode hidrasi lapis tipis. Karakterisasi transfersom meliputi morfologi bentuk vesikel menggunakan Transmission Electron Microscopy TEM, distribusi ukuran partikel, indeks polidispersitas dan potensial zeta menggunakan Particle Size Analyzer PSA, dan efisiensi penjerapan.
Hasil menunjukkan bahwa F1 merupakan formula terbaik karena memiliki bentuk yang sferis, ukuran partikel 80,6 nm, indeks polidispersitas 0,214, potensial zeta -41,1 7,06 mV, dan efisiensi penjerapan 49,36 4,03. Selanjutnya, transfersom F1 diformulasikan ke dalam sediaan krim dan dibuat krim tanpa transfersom sebagai kontrol. Kedua sediaan dievaluasi dan dilakukan uji penetrasi secara in vitro menggunakan sel difusi Franz pada kulit tikus galur Sprague Dawley. Hasil uji penetrasi in vitro menunjukkan jumlah kumulatif EGCG yang terpenetrasi pada krim transfersom sebesar 1003,61 157,93 ?g/cm2 dengan fluks fase 1 sebesar 48,57 12,65 ?g/cm2.jam dan fase 2 sebesar 27,76 1,87 ?g/cm2.jam sedangkan jumlah kumulatif EGCG pada krim non transfersom yaitu sebesar 400,09 47,53 ?g/cm2 dengan fluks fase 1 sebesar 22,89 1,76 ?g/cm2.jam dan fluks fase 2 sebesar 8,37 0,78 ?g/cm2.jam. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa sediaan krim transfersom ekstrak daun teh hijau dapat meningkatkan penetrasi EGCG ke dalam kulit.

Transfersome has been widely used to increase the penetration of drugs derived from natural ingredients. One of the natural ingredients for health and cosmetics is green tea leaves extract Camellia sinesis L Kuntze that contained catechin as a potential antioxidant. Epigallocatechin gallate EGCG as one of the most dominant catechin compounds used as a marker analysis. However, EGCG has a large molecular weight and hydrophilicity so that it is difficult to penetrate through the skin. The aims of this study was to produce transfersomal cream with good characteristics that increases penetration through the skin. In this research, transfersome were formulated with different concentrations of phospholipid and surfactant. The concentration used between phospholipid and surfactant were 95 5 F1 90 10 F2 dan 85 15 F3, while the EGCG concentration used was constant at 3. The Transfersome were made by thin layer hydration method. Transfersome characterized by morphology using Transmission Electron Microscopy TEM, particle size, polidispersity index and zeta potential using Particle Size Analyzer PSA, and entrapment efficiency.
The result showed that F1 had the best formula with spherical shape, particle size 80.6 nm, polidispersity index 0.214, zeta potential 41.1 7.06 mV, and entrapment efficiency 49.36 4.03 . Furthermore, transfersome were formulated into a cream and a cream without transfersome as a control. Both creams were evaluated and in vitro penetration tested using Franz diffusion cell with the skin of female Sprague Dawley rats. Total cumulative amount of penetrated EGCG from transfersom cream was 1003.61 157.93 g cm2 and fluxs at the first phase was 48,57 12,65 g cm2.hour and at the second phase was 27,76 1,87 g cm2.hour. Total cumulative amount of penetrated EGCG from non transfersom cream was 22,89 1,76 g cm2 and fluxs at the first phase was 16.84 1.79 g cm2.hour and at the second phase was 8,37 0,78 g cm2.hour. Based on these result it can be concluded that transfersome green tea leaves extract cream can increase penetration EGCG through the skin.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S69576
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Didit Darmawan
"Ekstrak daun teh hijau memiliki kandungan polifenol aktif berupa epigalokatekin galat (EGCG). EGCG memiliki absorpsi dan penetrasi yang buruk karena ukuran molekul flavonoid yang besar, koefisien partisi yang kecil serta zat yang bersifat hidrofilik. Pada penelitian ini, Ekstrak daun teh hijau dimodifikasi dalam bentuk nanovesikel fitosom yang diformulasikan dalam sediaan gel untuk mengatasi permasalahan absorpsi dan penetrasi. Tujuan dari penelitian ini ialah memformulasikan gel fitosom dan gel ekstrak tanpa fitosom serta membandingkan penetrasi diantara keduanya. Fitosom di formulasi kedalam tiga formula yaitu F1, F2 dan F3 dengan konsentrasi ekstrak daun teh hijau yang setara dengan EGCG 1%; 1,5 % dan 2 %.
Pembutan fitosom dilakukan dengan metode hidrasi lapis tipis. Setelah formulasi, dilakukan karakterisasi untuk mengidentifikasi formula terbaik yang akan diformulasikan kedalam gel. Hasil menunjukan bahwa F1 merupakan formula terbaik yang memiliki bentuk partikel sferis dengan ukuran Dmean volume 179,83 ± 4,86 nm , PDI sebesar 0,235 ± 0,11 dan potensial zeta sebesar -61 ± 1,72 serta presentase efisiensi penjerapan sebesar 53,68 ± 2,14 %. Uji penetrasi sel difusi Franz dilakukan pada kedua gel menggunakan membran abdomen tikus galur betina Sprague-Dawley. Jumlah kumulatif EGCG terpenetrasi dari sediaan gel fitosom dan gel non fitosom sebesar 930,39 ± 7,77 μg/cm2 dan 365,26 ± 0,75 μg/cm2 .
Presentase jumlah EGCG yang terpenetrasi dari sediaan gel fitosom dan non fitosom sebesar 41,49 ± 0,35 % dan 16,28 ± 0,03 %. Fluks dari sediaan gel fitosom dan non fitosom sebesar 45,54 ± 0,23 dan 39,35 ± 0,26. Gel fitosom ekstrak daun teh hijau memiliki daya penetrasi lebih baik dibandingkan gel ekstrak daun teh hijau tanpa fitosom. Selain itu, uji stabilitas fisik dilakukan pada kedua sediaan untuk menilai stabilitas dari formula. Sediaan gel fitosom dan gel non fitosom menunjukan stabilitas secara fisik melalui hasil analisa pengamatan organoleptis, homogenitas dan viskositas yang dilakukan selama 2 bulan pada berbagai suhu.

Green tea leaves extract contains active polyphenolic content in form of epigallocatechin-3-gallate (EGCG). The absorption and penetration properties of EGCG are poor due to its large flavonoid molecule, small partition coefficient, and its hydrophilic properties. In order to overcome these obstacles, a modification of green tea leaf extract is made by formulating a gel containing phytosome nanovesicles in this research. This research aim is to formulate phytosome gels and non-phytosome gels with the extract, also comparing the penetration properties between them. Optimization of phytosome formula which consists of F1, F2, and F3 with green tea leaf extract concentrations equal to 1%, 1.5%, and 2% EGCG were conducted during the experiment.
The phytosomes were made by thin layer hydration method. After the formulation was formed, characterization was done to identify the best phytosome formula, which would be formulated into the gel. Results showed that F1 was the best formulation that contains spherical particles that measures Dmean 179,83 ± 4,86 nm in volume, and a PDI value of 0,235 ± 0,11, also a Zeta potential of -61 ± 1,72. The F1 formulation possesses the largest entrapment efficiency percentage, valued at 53,68 ± 2,14. Franz diffusion cell penetration test was done to both gels using abdominal membranes of Sprague-Dawley rats. The cumulative amount of EGCG penetrated from the phytosome anda non phytosome gel amounts 930,39 ± 7,77 μg/cm2 and 365,26 ± 0,75 μg/cm2.
Percentage of EGCG which penetrated from the phytosome and non phytosome gel reaches 41,49 ± 0,35 % dan 16,28 ± 0,03 %. Flux from the phytosome and non phytosome gel amounts 45,54 ± 0,23 and 39,35 ± 0,26. Based on these results, it can be concluded that the extract of green tea leaves in phytosomal gel holds a better penetration property compared to the extract not formulated with phytosomes. Both phytosomal and non-phytosomal gel are showing good physical stability through organoleptic, homogenicity, and viscosity observations which are done throughout two month at various temperatures.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
S65387
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lestari Rahayu
"Penelitian di bidang kultur jaringan tanaman menunjukkan bahwa sel-sel dalam kultur kalus dan suspensi sel dapat menghasilkan senyawa-senyawa yang sama dengan yang terdapat pada tanaman, (Nickel, 1980; Mantel]'& Smith, 1983 dan Pawelka dkk., 1986). Ogutuga dan Nortcote telah berhasil memperoleh salah satu alkaloid yaitu kafein dari kultur jaringan teh (lihat Nickel, 1980). Analisis polifenol dalam kalus dari potongan batang teh, menunjukkan adanya katekin, leukosianin, bila potongan organ tersebut ditanam dalam medium Heller (Forrest, 1969. Salah satu klon teh yang ada di Indonesia dengan sifat tidak rentan terhadap serangan fungi dan berproduksi dengan baik adalah TRI 2025 (Setiawati & Nasikun, 1991). Untuk mengetahui pertumbuhan kalus dari teh (Camellia sinensis (0.) Kuntze) klon TRI 2025 dan kandungan tannin dari potongan daun yang ditanam dalam variasi medium, maka telah dilakukan penanaman potongan daun the (Camellia sinensis) (0). Kuntze) dalam medium, modifikasi Murashige dan, Skoog (MS) dengan penambahan 2,4-D: 1 dan 3 ppm serta kinetin 3 ppm. Produktivitas kalus pada umur 4bulan tertinggi pada medium MS+2;4'-D ,3 ppm (F, ) ; 1,4138 g dan pada P6 : 1,5871 g serta berat kering : 0,3892 g dan 0,4789 'g. Namun kebutuhan nutrient untuk memperoleh kalus yang meningkat sesuai, dengan umur dari 2;3 dan 4 bin adalah medium P6. Kandungan tannin dari 1 g berat basah kalus pada P6 umur 4' bin adalah 0,58030 setiap 1 g berat kering kalus sebesar 0,0917 g. Hal ini tidak berbeda nyata dengan semua perlakuan lainnya dengan rata-rata: 0,4801 g berat basah dan berat kering kalus: 0,,08102 g. Perbandingan antara kandungan tannin pada kalus umur 4 bulan dalam medium P6 sama dengan kandungan tannin dalam daun tanaman induknya baik dari bahan segar: 0,5803 dan 0,58171 g dan bahan kering: 0,0917 g dan 0,0987 g. Dengan demikian kandungan tannin dari semua bahan segar jauh lebih besar 58,2% daripada kandungan tannin dari bahan kering 9,27%. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam langkah alternatif memperoleh senyawa metabolit sekunder dari teh."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>