Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 65171 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ridovi Kemal
"Pidana tambahan uang pengganti dalam perkara tindak pidana korupsi pada Bank BUMN Persero selama ini belum berjalan secara maksimal, karena dalam hal terpidana tidak dapat membayar pidana uang pengganti, terpidana dimungkinkan memilih opsi berupa pidana penjara tambahan sebagai alternatif dari uang pengganti tersebut. Penelitian ini menganalisa kerugian Negara atau kerugian BUMN Persero menurut hukum keuangan publik dan memberikan solusi agar pengembalian kerugian melalui pidana uang pengganti tersebut dapat efektif. Metode yang digunakan adalah yuridis normatif doktrinal, dengan pendekatan kasus untuk menghasilkan output berupa pemecahan masalah secara preskriptif evaluatif.
Berdasarkan metode yang digunakan, didapati bahwa terdapat dualisme dalam mengidentifikasi kerugian negara atau kerugian BUMN Persero pasca putusan pengadilan perkara pidana yang berkekuatan hukum tetap, yaitu apakah berdasarkan dari sisa kewajiban yang belum dibayar atau total seluruh kerugian, Selain itu agar kerugian tersebut tidak selalu diklasifikasikan sebagai kerugian Negara yang berujung pada perkara tindak pidana korupsi, penerapan prinsip prudential banking, dan Business Judgement Rule oleh pihak BUMN Persero mutlak harus diterapkan. Uang pengganti dapat diefektifkan melalui mekanisme Tuntutan Ganti Rugi kerugian negara dan Gugatan Perdata kerugian Bank BUMN Persero, pengembalian kerugian dimaksud dapat mengadopsi konsep pemulihan kerugian pada Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2016 tentang Tuntutan Ganti Kerugian Negara secara mutatis mutandis.

An additional penalty of compensation in State Owned Enterprises corruption case has not been maximally executed, it happened because if the convict can not pay the additional penalty of compensation, they might choose additional imprisonment as another alternative. This study analyzes the State`s or State Owned Bank Enterprise`s losses according to the public financial law and then provides solution so that the reversion of the State`s or State Owned Bank Enterprise`s losses could get an effective execution. The method used in this study is normative juridical doctrinal , with case approach to bring a problem solving which is evaluative prescriptively as an output.
Based on the method used, it is found that there was a dualismin defining state`s loss or State Owned Bank Enterprise`s losses after a court verdict, which its judgement define by the outstanding of its losses or by total state`s loss. Besides, in order that the losses are not always considered as a state`s losses which will lead to the corruption case, the implementation of prudential banking and Business Judgment Rule principles must be implemented. The additional penalty of compensation can be effective through the mechanism of Recovery Law Suit state`s losses or Civil Law Suit State Owned Bank Enterprise`s losses , then the recovery procedure can adopt the concept in Government Regulation No. 38 of 2016 regarding State Recovery Law Suit as mutatis mutandis basis.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T48584
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutapea, Risa Meliora
"Kredit macet yang terjadi pada Bank BUMN sering sekali termasuk ke dalam kasus korupsi karena dianggap menyebabkan kerugian negara. Namun apakah kredit macet pada Bank BUMN masih termasuk ke dalam kerugian Negara setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 77/PUU-IX/2011 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 62/PUU-XI/2013. Penelitian yang menggunakan metode yuridis normative ini mengungkapkan bahwa telah terjadi inkonsistensi dalam penentuan kerugian negara pada BUMN khususnya dalam kasus kredit macet pada Bank BUMN di mana seharusnya setelah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 77/PUU-IX/2011 penyelesaian utang piutang BUMN diserahkan kepada Bank BUMN tersebut sehingga kredit macet pada Bank BUMN bukanlah termasuk kerugian Negara. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 62/PUU-XI/2013 tidak menggunakan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 77/PUU-IX/2011 sebagai yurisprudensi sehingga mengakibatkan inkonsistensi dalam penentuan kerugian negara karena adanya dualisme hukum dalam pengertian keuangan negara.

Non performing loan on the state-owned enterprise banks often included in corruption case because it is considered a state loss. However, the non performing loans (NPLs) in the state-owned enterprise (BUMN) banks is still counted as losses of the state after the Decision of the Constitutional Court Number 77/PUU-IX/2011 and Decision of the Constitutional Court Number 62/PUU-XI/2013. The research using normative juridical method reveals that there has been inconsistency in determining state losses in BUMN, especially in the case of NPLs. It argues that after the Constitutional Court Decision Number 77/PUU-IX/2011, debt settlement of state-owned receivables is handed over to the BUMN. Thus, NPLs of the BUMN Banks are not counted as loss of the state. However, the Decision of the Constitutional Court Number 62/PUU-XI/2013 does not use the Decision of the Constitutional Court Number 77/PUU-IX/2011 as jurisprudence. This leads to inconsistency in the determination of state losses due to the existence of legal dualism in the definition of state finances.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Mudzaffar
"Peradilan tata usaha negara bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan kepada warga negara yang ingin mencari keadilan di bidang tata usaha negara. Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara hanya dapat dilaksanakan apabila telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Adanya hambatan dan permasalahan dalam pelaksanaan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap menjadi suatu tantangan apabila dihadapkan dengan tujuan diadakannya suatu peradilan yaitu adanya suatu kepastian hukum, perlindungan hukum dan keadilan bagi para pencari keadilan. Putusan PTUN yang tidak dilaksanakan dapat disebabkan oleh beberapa masalah dalam penerapannya, yaitu masalah eksekusi melalui mekanisme pencabutan keputusan TUN yang bersangkutan, masalah eksekusi melalui mekanisme pembayaran uang paksa, masalah eksekusi melalui mekanisme sanksi administratif, masalah eksekusi melalui pengumuman pada media massa, dan masalah eksekusi melalui pemberitahuan kepada presiden.
Berdasarkan analisis yang dilakukan dalam penulisan ini, disimpulkan bahwa terdapat beberapa faktor yang berpengaruh dalam eksekusi putusan PTUN, yaitu ketiadaan peraturan pelaksanaan dalam penerapan sanksi pembayaran uang paksa dan sanksi administratif, amar putusan hakim, dan kepatuhan Pejabat TUN terhadap putusan Pengadilan TUN. Dampak tidak dilaksanakannya putusan PTUN yang telah berkekuatan hukum tetap yaitu , Pengadilan tata usaha negara menjadi kehilangan kewibawaan, karena putusan-putusan yang dihasilkan tidak dapat dilaksanakan, timbulnya ketidakpercayaan terhadap pengadilan tata usaha negara, dan tidak adanya kepastian hukum.

State Administrative Court is aimed at providing law certainty and protection to the citizens that are looking for justice in state administrative area. The verdict of State Administrative Court can only be implemented when it has already been legally enforceable. The obstacle and problems in the legally enforceable verdict implementation becomes a challenge when it come to the purpose of the undertakings of a court which is a legal certainty, legal protection, and justice for justice seekers. The Verdict of State Administrative Court which cannot be implemented is caused by some problems in the implementation, that is execution issue through the mechanism of the questioned State Administrative Verdict revocation, execution through the payment of forced money, execution issue through administrative sanction mechanism, execution issue through notification to president.
Based on analysis; what is undertaken in this writing, it is concluded that there are several factors influencing in the execution of State Administrative Court?s verdict, that are the absense of implementation regulation in the application of forced money payment sanction and administrative sanction, the ruling of the judge, and compliance of the Court officers on the Court's verdict. The impact of non-performance of the legally forceable State Administrative Court's Verdict is that the Court becomes losing its prestige, since the produced verdicts are unenforceable, distrust to the court, and there is no legal certainty.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T43001
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marcel Raharja
"Dalam UU No 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (“BUMN”), disebutkan bahwa BUMN Persero tunduk pada UU Perseroan Terbatas, sehingga hal-hal yang terkait dengan BUMN ini dianggap sama dengan perseroan lainnya, termasuk tanggung jawab dari Direksinya. Akan tetapi, yang terjadi di Indonesia, ketika BUMN mengalami kerugian, sering dianggap merugikan negara juga. Padahal tujuan utama BUMN Persero adalah memperoleh keuntungan, dimana dalam menjalankan usaha untuk mengejar keuntungan sangat dimungkinkan untuk mengalami kerugian sebagai risiko dalam menjalankan usaha. Akibat dari kerugian BUMN yang dianggap merugikan negara adalah terhadap bentuk pertanggungjawaban dari Direksi BUMN. Oleh sebab itu, terdapat dua rumusan masalah yang ditemukan, yaitu kerugian negara dalam BUMN dan bentuk pertanggungjawaban direksi BUMN atas kerugian yang terjadi dalam pengelolaan BUMN. Penelitian ini mengkhususkan pembahasan mengenai status hukum dari BUMN, hubungan dari kerugian BUMN Persero dengan Kerugian Negara serta bentuk pertanggungjawaban direksi BUMN. Penelitian ini berbentuk yuridis- normatif, dengan tipe deskriptif. Simpulan yang didapat dari penelitian ini adalah bahwa kerugian yang terjadi dalam pengelolaan BUMN tidak selalu menjadi kerugian negara. Seluruh keputusan yang diambil oleh direksi BUMN secara melawan hukum dan menyebabkan kerugian BUMN, merupakan suatu kerugian negara. Sementara kerugian BUMN akibat risiko bisnis terjadi apabila tidak ada perbuatan melawan hukum oleh direksi. Direksi tidak bisa dipertanggungjawabkan atas kerugian perseroan apabila dapat membuktikan bahwa direksi tersebut sudah melakukan tugasnya sesuai dengan prosedur yang ada, serta dalam pengambilan keputusan, direksi tersebut melakukannya dengan itikad baik dan kehati-hatian.

In Law No. 19 of 2003 concerning Badan Usaha Milik Negara ("BUMN") or State- Owned Enterprises, it is stated that State-Owned Enterprises (SOE) are subject to the Limited Liability Company Law, so that matters related to SOE are considered the same as other companies, including the responsibilities of the Board of Directors. However, what happens in Indonesia, when SOEs suffer losses, are often considered to be detrimental to the state as well. Whereas the main goal of SOE Persero is to make a profit, where in running a business to pursue profits it is very possible to experience losses as a risk in running a business. The consequences of SOE losses which are considered detrimental to the state are the form of accountability of the SOE Directors. Therefore, there are two formulations of the problems found, namely state losses in SOE and the form of accountability of SOE directors for losses that occur in the management of SOE. This study specializes in discussing the legal status of SOE, the relationship between SOE losses and State losses and the form of accountability of SOE directors. This research is in the form of juridical-normative, with descriptive type. The conclusion from this research is that the losses that occur in the management of SOEs are not always state losses. All decisions taken by SOE directors are against the law and cause SOE losses, are a state loss. Meanwhile, SOE losses due to business risks occur if there is no unlawful act by the board of directors. The Board of Directors cannot be held responsible for the company's losses if they can prove that the directors have carried out their duties in accordance with existing procedures, and in making decisions, the directors do so in good faith and with prudence."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Reyhan Apriansyah
"Penulisan ini bertujuan untuk memberikan perspektif kerugian keuangan negara dan penerapan konsep Business Judgment Rule terhadap anak perusahaan BUMN dalam Perkara Nomor 41/Pid.Sus-Tpk/2022/Pn Ptk. Adapun metode Penelitian ini bersifat doktrinal, yaitu menggambarkan dan menganalisis permasalahan yang dikemukakan yang bertujuan untuk memberikan argumentasi hukum sebagai dasar penentu apakah suatu peristiwa telah benar atau salah serta bagaimana sebaiknya peristiwa itu menurut hukum. Adapun yang menjadi permasalahan dalam karya tulis ini kerugian pada anak perusahaan BUMN dapatkah dikatakan sebagai kerugian keuangan negara selain itu dalam kasus-kasus tindak pidana korupsi yang menimpa anak perusahaan BUMN sejauh mana prinsip Business Judgement Rule dapat diterapkan sehingga memberikan perlindungan kepada pengurus atau karyawan suatu BUMN. Penulis dalam karya tulis ini, mencoba melakukan pembahasan anak perusahaan BUMN dalam Perkara Nomor 41/Pid.Sus-Tpk/2022/Pn Ptk yang mengalami kerugian dapat dianggap merugikan keuangan negara serta penulis mencoba melihat sejauh apa prinsip Business Judgment Rules dapat diterapkan dalam kasus ini. Tentu harapannya adalah penulis dapat memberikan pandangannya mengenai kerugian keuangan negara terhadap anak perusahaan BUMN, dan harapannya Pemerintah dapat membuat sebuah regulasi yang cukup tegas mengenai batasan kerugian terhadap anak perusahaan BUMN, dengan banyaknya tafsiran mengenai kerugian keuangan negara dari berbagai regulasi membuat perdebatan mengenai kerugian keuangan negara tidak kunjung berkahir terutama dalam tataran aparat penegak hukum khususnya Jaksa dan Hakim

This writing aims to provide a perspective on state financial losses and the application of the Business Judgment Rule concept to BUMN (State-Owned Enterprises) subsidiaries in Case Number 41/Pid.Sus-Tpk/2022/Pn Ptk. The research method used is doctrinal, describing and analyzing the issues raised to provide legal arguments as the basis for determining whether an event is right or wrong and how it should be according to the law. The problem in this thesis is whether the losses at BUMN subsidiaries can be considered state financial losses. Additionally, in cases of corruption experienced by BUMN subsidiaries, to what extent can the Business Judgment Rule principle be applied to protect the management or employees of BUMN? In this thesis, the author attempts to discuss the BUMN subsidiaries in Case Number 41/Pid.Sus-Tpk/2022/Pn Ptk that have suffered losses, which can be considered as harming state finances. The author also attempts to see how far the Business Judgment Rule principle can be applied in this case. The hope is that the author can provide their view regarding state financial losses concerning BUMN subsidiaries and that the Government can make sufficiently firm regulations regarding the limits of losses to BUMN subsidiaries. With many interpretations of state financial losses from various regulations, the debate about state financial losses does not end, especially among law enforcement officials, particularly prosecutors and judges."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andre Revalino Agesta
"Dalam hal terjadi kerugian negara, perlu segera dilakukan upaya pemulihan keuangan negara dengan melakukan tuntutan ganti rugi terhadap pelaku kerugian yang dapat dilakukan melalui proses hukum administratif maupun pidana melalui putusan hakim berupa sanksi pidana uang pengganti. Penelitian ini, secara umum bertujuan memberikan gambaran penerapan dan permasalahan uang pengganti dalam kerangka pemulihan keuangan negara menurut hukum keuangan publik. Secara khusus, memberikan pemahaman dan solusi atas akibat pelaksanaan pidana penjara pengganti terhadap pelaksanaan pencatatan kerugian negara dalam laporan keuangan. Mengacu pada konsep sistem hukum Lawrence M. Friedman, sanksi pidana uang pengganti dapat dikatakan sebagai substance dari structure sistem hukum keuangan publik yang berupaya menciptakan legal culture berupa pengembalian kerugian negara oleh yang bersalah. Dalam hal pembayaran uang pengganti tidak dilaksanakan secara sukarela oleh terpidana, maka akan dilakukan penyitaan, bahkan terhadap terpidana dapat dikenakan pidana penjara pengganti. Pelaksanaan pidana penjara pengganti oleh terpidana masih menimbulkan problematika dalam kerangka pemulihan keuangan negara. Pemerintah dalam hal ini perlu memberi pengaturan tegas mengenai pelaksanaan pidana penjara pengganti dan merevisi peraturan terkait pencatatan kerugian negara agar tercipta kepastian hukum dan tidak terjadi dualisme dalam pelaksanaan sanksi pidana uang pengganti maupun pencatatan kerugian negara dalam laporan keuangan.

In the event of loss to the state, It’s urgent to recover state loss immediatelly by imposing indemnity to the perpretrators of losses through a process of administrative and criminal law by judge's decision in the form of compensation of criminal sanctions. This research aims to provide overview of the application and issues of compensation in the framework of state finances recovery within the public finance law. In particular, provide insight and solutions to the implementation of substitute imprisonment to execute recording of state loss in the financial statements. Referring Lawrence M. Friedman legal system, compensation could be defined as a substance of public finance legal system that attempted to create legal culture in the form of indemnification by the guilty. In case the accused doesn’t pay the compensation voluntarily, the wealth can be confiscated or imposed in prison. The execution of substitute imprisonment is still causing problems within the framework of the financial state recovery. The government needs to provide firm arrangements regarding the execution of substitute imprisonment and revise relevant regulations to create legal certainty and there will be no dualism in the execution of compensation as well as the recording of compensation in the financial statements.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T45913
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prita Anindya
"Tesis ini membahas tentang tanggung jawab pribadi Direksi dalam tindak pidana korupsi, serta implikasi hukum atas terbitnya putusan pidana tambahan uang pengganti yang dijatuhkan kepada Direksi terpidana korupsi suatu Perseroan terhadap piutang Perseroan kepada Negara yang timbul dari kerjasama Perseroan dengan Pemerintah. Pidana tambahan uang pengganti merupakan sanksi pidana tambahan yang dikenakan kepada terpidana korupsi dengan tujuan untuk mengembalikan harta yang diperoleh dari tindak pidana korupsi sekaligus sebagai upaya pemulihan kerugian negara. Adanya indikasi terjadinya pencatatan ganda (double counting) pada akun piutang Pemerintah, yaitu yang berasal dari piutang uang pengganti pada laporan keuangan Kejaksaan dengan piutang negara pada Perseroan yang dicatatkan oleh Kementerian Keuangan sebagai Bendahara Umum Negara (BUN) menimbulkan suatu pertanyaan apakah pembebanan uang pengganti yang merupakan bentuk tanggung jawab pribadi Direksi atas kerugian negara dapat sekaligus menjadi bentuk tanggung jawab perseroan kepada negara yang timbul dari hubungan perdata antara Perseroan dengan Pemerintah. Disisi lain, pencatatan ganda akan menimbulkan ketidakadilan, karna Pemerintah menerima pembayaran dua kali atas suatu transaksi yang sama. Penulisan tesis ini menggunakan metode yuridis normative dengan pendekatan terhadap peraturan perundang-undangan. Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi literatur, kemudian diolah dan dianalisa dengan metode kualitatif dan analitis deskriptif. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa penjatuhan sanksi pidana tambahan uang pengganti sebagai pertanggungjawaban pribadi seorang Direksi terpidana korupsi memang tidak dapat serta merta terkonversi menjadi tanggung jawab perseroan kepada Negara, namun demikian peranan pidana tambahan uang pengganti sebagai salah satu bentuk dari asset recovery dalam pertanggungjawaban pidana, membuat negara sebagai korban dari tindak pidana korupsi pada transaksi perdata dengan PT TPPI terpulihkan kerugiannya melalui penjatuhan pidana tambahan uang pengganti.

This thesis examines the personal liability of directors in corruption offenses and the legal implications of the additional penalty of compensation imposed on convicted corporate directors for the company's debt to the state arising from a coperation agreement between the company and the government. The additional penalty of compensation is an additional criminal sanction imposed on convicted corruptors. It aims to return assets obtained from the crime and recover state losses. The indication of double-counting in the government's receivables account, namely from the compensation receivable in the Prosecutor's Office's financial statements and the state debt to the company recorded by the Ministry of Finance as the General Treasurer of the State (BUN), raises the question of whether the imposition of the additional penalty of compensation, which is a form of personal liability of the director for state losses, can also be a form of corporate liability to the state arising from the civil relationship between the company and the government. On the other hand, double counting will create injustice, as the government receives payment twice for the same transaction. This thesis uses a normative juridical method with an approach to statutory regulations. Data was collected through a literature review, processed and analyzed using qualitative and descriptive-analytical methods. The research concludes that the imposition of the additional penalty of compensation as personal responsibility for a convicted corporate director cannot be automatically converted into corporate liability to the state. However, the role of the additional penalty of compensation as a form of asset recovery in criminal liability allows the state, as a victim of corruption in civil transactions with PT TPPI, to recover its losses through the imposition of the additional penalty of compensation."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Damanik, Patricia Nia Sari
"Akumulasi Iuran Pensiun yaitu kumpulan iuran program pensiun milik Pegawai Negeri Sipil yang saat ini dikelola oleh PT TASPEN (Persero). Dana Akumulasi Iuran Pensiun tersebut pada awalnya dikelola oleh Kementerian Keuangan sebelum akhirnya diserahkan kepada PT TASPEN (Persero) yaitu suatu Badan Usaha Milik Negara yang didirikan untuk mengelola program jaminan dan perlindungan bagi Aparatur Sipil Negara. Pengelolaan Akumulasi Iuran Pensiun ini juga diatur secara ketat oleh Menteri Keuangan baik itu penggunaannya, penempatannya, dan mekanisme divestasinya melalui peraturan Menteri Keuangan. Jumlah Akumulasi Iuran Pensiun mengalami penurunan akibat kepemilikan 18 stand/kios pada Jembatan Merah Plaza Surabaya yang dilakukan oleh PT TASPEN (Persero). Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisa posisi Akumulasi Iuran Pensiun dalam keuangan publik, batasan-batasan penerapan Business Judgment Rule, dan pengenaan kerugian negara terhadap Direksi PT TASPEN (Persero) akibat adanya kerugian Akumulasi Iuran Pensiun tersebut. Masalah difokuskan kepada penerapan prinsip Business Judgment Rule atas kerugian Akumulasi Iuran Pensiun akibat kepemilikan stand/kios pada salah satu mall di Surabaya yaitu Jembatan Merah Plaza dan pengenaan kerugian keuangan negara terhadap kerugian tersebut. Penelitian ini adalah penelitian hukum doktrinal dimana menggunakan metode interpretatif untuk menganalisa kasus pengambilan keputusan Direksi PT TASPEN (Persero) yang hasilnya kemudian dikembangkan menjadi analisis deskriptif. Berdasarkan teori Business Judgment Rules, Keuangan Negara, dan Kerugian Negara, maka disimpulkan bahwa kerugian Akumulasi Iuran Pensiun atas kepemilikan stand/kios Jembatan Merah Plaza bukan merupakan kerugian negara dan Direksi PT TASPEN (Persero) tidak dapat dipersalahkan atas kerugian tersebut karena telah memenuhi kriteria Business Judgment Rule. Penelitian ini menyarankan untuk segera dilakukan cut loss dengan melakukan penjualan terhadap stand/kios tersebut dengan terus mendorong Menteri Keuangan untuk menerbitkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan sebagai dasar untuk melakukan cut loss.

Accumulated Pension Contributions is the contributions of pension program belongs to civil servants which collected and currently managed by PT TASPEN (Persero Accumulated Pension Contributions Fund was initially managed by the Ministry of Finance before finally being handed over to PT TASPEN (Persero) one of State-Owned Enterprise established to manage the social insurance program for civil servants. The management of Accumulated Pension Contributions is strictly regulated by the Minister of Finance regarding its use, placement, and divestment mechanism through Minister of Finance regulations. The accumulated amount of pension contributions has decreased due to the ownership of 18 stands/kiosks at the Jembatan Merah Plaza Surabaya carried out by PT TASPEN (Persero). This research aims to examine and analyze Accumulated Pension Contribution's position in public finances, the limitations of implementing the Business Judgment Rule, and the imposition of state financial losses on the Directors of PT TASPEN (Persero) due to Accumulated Pension Contribution's losses. The problem focuses on the application of the Business Judgment Rule principle to the losses of accumulated pension contributions due to ownership of Jembatan Merah Plaza stand/kiosk and the imposition of state financial losses on these losses. This research is doctrinal legal research which uses interpretive methods to analyze cases of decision making by the Directors of PT TASPEN (Persero) whose results are then developed into descriptive analysis. Based on the theory of Business Judgment Rules, State Finances, and State Losses, it is concluded that the loss in Accumulated Pension Contributions from the ownership of the Jembatan Merah Plaza stand/kiosk is not a state financial loss and the Directors of PT TASPEN (Persero) cannot be blamed for this loss because they have met the criteria of Business Judgment Rules. This research suggests cutting loss immediately by selling the stand/kiosk while continuing to encourage the Minister of Finance to issue implementing regulations for Law Number 4 of 2004 concerning Development and Strengthening of the Financial Sector as a basis for cutting loss."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Cakra Alam Pratama Razzad
"ABSTRAK
Meluasnya praktik korupsi telah mengakibatkan kerugian yang sangat besar
terhadap pembangunan dan perekonomian suatu negara. Sedemikian besarnya
uang Negara yang dinikmati oleh pelaku tindak pidana korupsi telah
mengakibatkan dirampasnya hak-hak ekonomi dan masa depan rakyat Indonesia. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang kemudian telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 bertujuan untuk
menghukum pelaku dengan hukuman penjara yang berat dan mengembalikan
kerugian negara yang terjadi akibat tindak pidana korupsi. Pasal 18 undangundang pemberantasan tindak pidana korupsi mengatur pengembalian kerugian negara melalui penjatuhan sanksi pidana tambahan uang pengganti. Banyak terpidana tidak membayar uang pengganti sehingga menjadi piutang Kejaksaan Agung sebesar Rp13,146 triliun. Tulisan dengan judul ?Mengoptimalkan Pengembalian Kerugian Negara melalui Penjatuhan Sanksi Pidana Tambahan Uang Pengganti dalam Tindak Pidana Korupsi? menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang bersifat kualitatif. Tulisan tersebut menjelaskan penegak hukum mempunyai andil dalam mengoptimalkan pengembalian kerugian negara. Mekanisme pidana tambahan dilakukan dengan membayar uang pengganti dalam waktu 1 (satu) bulan setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap ke kas
negara, jika terpidana tidak membayar maka harta bendanya dapat disita oleh
jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Apabila harta
bendanya tidak mencukupi, maka dijatuhi pidana penjara yang telah dinyatakan
dalam putusan pengadilan. Penerapan pidana tambahan uang pengganti masih
memiliki banyak kendala. Dalam praktik, terpidana lebih memilih pidana penjara
pengganti yang rendah dibandingkan besarnya uang pengganti yang dijatuhkan, maka untuk mengoptimalkan pengembalian kerugian negara penegak hukum dapat memperberat pidana penjara pengganti atau dengan hanya menjatuhkan uang pengganti tanpa pidana kurungan pengganti sebagai cara untuk memaksa terdakwa mengembalikan uang negara

ABSTRACT
Widespread corruption has resulted in huge losses to the development and
economy of a country. The amount of money the State enjoyed by perpetrators of corruption have resulted take away from economic rights and the future of the people of Indonesia. Law No. 31 of 1999 which was then revised and amended by Law No. 20 of 2001 aims to punish with heavy prison and restore the losses that occur as a result of corruption. Article 18 legislation combating corruption arrange the return loss to the state through the imposition of criminal sanctions additional money substitutes. Many of the convict to pay compensation becomes receivable Attorney General of Rp13,146 trillion. Article entitled "Optimizing Returns Losses State through the imposition of criminal sanctions Extra Money Substitutes in Corruption" normative juridical research methods are qualitative. The article explained the law enforcers have a contribution to optimizing return on state losses. Additional criminal mechanism is done by paying replacement within one (1) month after the verdict had permanent legal power to the state treasury, if the convicted person does not pay, his property may be seized by the prosecutor and auctioned to cover the compensation. If possessions are not sufficient, then
sentenced to prison in the court judgment. Application of additional criminal
restitution money still has many obstacles. In practice, the convict would prefer
imprisonment substitute lower than the amount of compensation is imposed, it is to optimize the return loss of state law enforcement can aggravate imprisonment for a replacement or by simply dropping money substitutes without imprisonment for a replacement as a way to force the defendants reimburse the state"
2016
T47090
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Dhafin Mahran
"Disharmonisasi peraturan perundang-undangan pada ranah hukum keuangan publik, khususnya yang beririsan dengan BUMN dan Anak Perusahaan BUMN, merupakan isu yang mendasar dan krusial. Inkonsistensi tersebut mempengaruhi penegakan hukum. Penelitian ini menganalisis pengaruh dualisme status hukum kekayaan dan keuangan negara, dan mengenai mekanisme pengembalian serta hak penguasaan dan kepemilikan secara riil atas Dana Kerja Sama Operasional (Dana KSO) yang telah disetor ke kas negara sebagai uang pengganti tindak pidana korupsi dalam kasus tindak pidana korupsi pada Anak Perusahaan BUMN (PT PLNBB). Metode penelitian dilakukan yuridis-normatif dengan pendekatan undang-undang (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach), serta metode kepustakaan yang didasarkan pada argumentasi melalui studi pustaka. Berdasarkan metode yang digunakan, mekanisme pengembalian kerugian pada PT PLNBB sebagai Anak Perusahaan BUMN berdasarkan Putusan Kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 3318 K/Pid-Sus/2019 dapat mengacu pada ketentuan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebab hak kepemilikan dan penguasaan Dana KSO telah berada di negara. Salah satu langkah hukum yang dapat dilakukan PT PLNBB sebagai salah satu Anak Perusahaan BUMN yang dipersamakan sebagai BUMN dapat mengajukan permohonan fatwa Mahkamah Agung. Pada lain sisi, menurut teori hukum keuangan publik, analisis pengembalian tersebut dapat dikaitkan dengan ketentuan hukum perdata dan adanya kerugian yang ada pada PT PLNBB. Keabsahan Perjanjian KSO Penambangan Batu Bara antara PT PLNBB dan PT TME tidak memenuhi unsur sebab yang halal, sehingga perjanjian KSO tersebut seharusnya batal demi hukum (null and void), serta Dana KSO seharusnya dapat dikembalikan agar seperti semula dalam Kas PT PLNBB.

Disharmonization of laws and regulations in public finance law, especially those that cross with BUMN and BUMN Subsidiaries, is a fundamental and crucial issue. The inconsistency affects law enforcement. This study analyzes the effect of dualism on the legal status of wealth and state finances and regarding the return mechanism as well as rights of control and ownership in real terms over the Operational Cooperation Fund (Dana KSO), which has been accepted into the state treasury as a substitute for corruption in corruption cases in BUMN Subsidiary (PT PLNBB). The research method is juridical-normative with a statutory approach (statute approach) and a case approach (case approach), as well as a library method based on arguments through literature study. Based on the method used, the mechanism for returning losses to PT PLNBB as a BUMN Subsidiary based on the Cassation Judgement of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 3318 K/Pid-Sus/2019 can refer to non-tax avenue (PNBP) provisions because the ownership and control rights of the KSO Fund are already in the country. One of the legal steps PT PLNBB can take as a BUMN Subsidiary, equated to a BUMN, is to apply for a fatwa from the Supreme Court. On the other hand, according to the theory of public finance law, the analysis of these returns can be correlated to civil law provisions and losses in PT PLNBB. The validity of the Coal Mining KSO Agreement between PT PLNBB and PT TME does not fulfill the elements of lawful purpose, so the KSO Agreement should be null and void, and the KSO Funds should be able to be returned to PT PLNBB."
2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>