Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 70456 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhamad Arif Budiman
"Latar Belakang. Penelitian ini bertujuan untuk membakukan teknik pengukuran asam folat serum menggunakan protein ikat folat PIF yang diisolasi dan dimurnikan secara utuh dari susu sapi segar dengan teknik enzyme labeled protein ligand binding assay ELPLBA . Metode. Metode yang digunakan adalah metode eksperimen yang menguji validitas dan perbandingan teknik ELPLBA untuk pembakuan teknik pengukuran folat serum.Hasil. Hasil isolasi dan pemurnian PIF menghasilkan kadar 3 tiga mg/mL. Identifikasi SDS-PAGE dan Western blot menunjukkan 3 tiga pita protein yang diperiksa adalah protein ikat folat. Validitas teknik uji keterulangan menunjukkan nilai yang dapat diterima CV.

Background. This study was aimed to standarized technique of folic acid level serum measurment using folate binding protein FBP that isolated and purified from fresh bovine milk with enzyme labeled protein ligand binding assay ELPLBA technique. Method in this study, we performed an experiment research validated dan compared measurement techniques of ELPLBA with competitive ELISA for the standardization of the serum folic acid measurement technique. Results. FBP concentration yielded from isolated and purification was resulted 3 mg mL. SDS PAGE and western blot result showed 3 three protein bands that was confirmed to be FBP. Validity test repeatability indicate an acceptable CV 10 , whereas reproducible test showed poor results over a 5 day period. The results of the accuracy test of the enzyme labeled protein ligand binding assay technique showed good accuration. Linearity test of two samples showed quite linear results. Comparison of folic acid level measurement in serum between ELPLBA and ELISA technique showed there is no difference between both technique based on independent test T test at 95 confidence level. Conclusion. the enzyme labeled protein ligand binding assay technique on serum folic acid measurements were quite valid dan equivalent to the results obtained by competitive ELISA techniques."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Megawati Kartika
"Tiamin (Vitamin B1) adalah vitamin B yang pertama kali diidentifikasi. Tiamin berperan sebagai koenzim untuk beberapa enzim yang terlibat dalam metabolisme energi.Uji laboratorium terhadap kekurangan tiamin dapat dilakukan dengan mengukur kadar tiamin dalam darah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar tiamin serum pada alkoholic dan penderita DM dengan teknik ELISA, HPLC, dan menggunakan protein ikat tiamin kacang hijau (PITKH) dengan teknik enzyme-labeled protein ligand assay (ELPLA). Untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi ikatan antara PITKH dengan tiamin digunakan teknik dialisis kesetimbangan. Validitas teknik ELPLSBA dilakukan dengan uji presisi dan akurasi. Teknik ELISA dan HPLC digunakan sebagai pembanding pada pengukuran tiamin serum. Konsentrasi PITKH pasca kromatografi afinitas hasil pengenceran liofilisat stabil selama 30 hari pada suhu -20°C dan 3 hari pada suhu 4°C. Aktifitas pengikatan PITKH dengan tiamin optimum pada pH 7,5. Aktifitas pengikatan ini juga dipengaruhi oleh senyawa alkilasi, oksidator, dan reduktor, tetapi kurang dipengaruhi oleh ion kalsium dan logam-logam berat. Kemampuan PITKH dalam mengukur kadar tiamin serum dengan teknik ELPLA memiliki presisi dengan CV 4,1% dan akurasi dengan nilai R 96-98%. Pengukuran dengan ELISA memberikan hasil yang lebih rendah dari teknik ELPLA, sedangkan uji banding dengan HPLC diperoleh p = 0,102 (p > 0,05) ; artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara metode ELPLA dan HPLC. Pengukuran tiamin serum dengan teknik ELISA, HPLC dan ELPLA pada alkoholic dan penderita DM, lebih rendah dari serum normal.

Thiamine (vitamin B1) was the first B vitamin to have been identified. It serves as a coenzyme for several enzymes involved in energy metabolism. The laboratory test against thiamine deficiency can be done by measuring thiamine levels in the blood. The aim of this study was to determine the serum thiamine levels in alcoholics and DM by ELISA, HPLC, and using mung bean thiamine binding protein (MBTBP) with the development of enzyme-labeled protein ligand assay (ELPLA) method. The equilibrium dialysis technique was used to see the factors affecting the bond between TBP and thiamine. The ELPLA method validity was performed with precision and accuracy tests. ELISA and HPLC methods were used as comparators for measurements of serum thiamine. The MBTBP concentration of post-chromatographic affinity resulted from dilution of lyophilisate was stable for 30 days at -20°C and 3 days at 4°C. The optimal pH for binding MBTBP to thiamine was 7,5. This binding activity was also affected by alkylation, oxidizing, and reducing agents, but it was less affected by calcium ions and heavy metals. MBTBP ability to measure serum thiamine levels with the ELPLA technique has precision with CV 4,2% and accuracy with R 96-98%. Measurements by ELISA has lower result than ELPLA. The comparison test with HPLC method obtained p = 0,102 (p > 0,05); meaning no significant difference between ELPSLBA and HPLC methods. Serum thiamine level by ELISA, HPLC and ELPLSBA techniques in alcoholic and DM patients were lower than normal serum."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mardyana Nizar
"Tiamin berfungsi sebagai koenzim untuk beberapa enzim yang terlibat dalam metabolisme karbohidrat. Mengingat pentingnya peran tiamin, maka dilakukan pengembangan teknik pengukuran tiamin yang analog dengan enzyme linked immunosorbent assay ( ELISA), dimana antibodi diganti dengan protein pengikat spesifik yaitu protein ikat tiamin kacang hijau (PITKH). Teknik pengukuran ini dilakukan secara kompetitif, kompetitor akan dikompetisikan dengan tiamin bebas yang akan diukur. Kompetitor tersebut berupa konjugat antara tiamin-biotin. Tiamin murni diikatkan dengan biotin menggunakan senyawa perangkai yaitu glutaraldehid. Pada analisis LC-MS ditemukan 3 puncak, . Puncak ke 3 merupakan konjugat tiamin-biotin. Dibuat kurva standar dan diperoleh persamaan garis lurus dengan nilai R2= 0,9986. Uji validasi menggunakan konjugat tiamin-biotin menunjukan nilai coefficient of variation (CV) = 3,81%, nilai ini lebih kecil dari CV Horwitz = 8,12%, akurasi dengan nilai Recovery (R) =94 %-98%. Hasil ini menunjukan syarat pengukuran dengan teknik ELPLA sudah terpenuhi, dengan presisi dan akurasi yang baik. Aplikasi pengukuran kadar tiamin pada serum normal sebanyak 23 sampel didapatkan kadar tiamin berkisar 2,62-9,76 μg/ml. Dengan demikian, teknik ELPLA dengan konjugat tiamin-biotin sebagai kompetitor dapat digunakan pada pengukuran kadar tiamin dalam serum

Thiamine has a coenzyme function in several enzymes involved in carbohydrate metabolism. Considering the important role of thiamine, a thiamine measurement technique analogous to the enzyme linked immunosorbent assay (ELISA) was developed, that the antibody was replaced by a specific binding protein named mung bean thiamine binding protein (MBTBP). The measurement technique was carried out competitively in which competitors would be competed with free thiamine to be measured. The competitor is a thiamine-biotin bond. Pure thiamine was bound to biotin using a coupling compound called glutaraldehyde. In the LC-MS analysis we found 3 peaks. The third peak was the thiamine-biotin conjugate. A standard curve was made and the value of its straight line equation was obtained R2= 0,9986. The validation test using thiamine-biotin conjugate showed coefficient of variation (CV) value = 3,81% which was smaller than Horwitz CV = 8,12%, with the accuracy of the Recovery (R) value = 94% – 98%. These results indicated that the measurement requirements for the ELPLA technique had been met with good precision and accuracy. The application of the serum measurements to 23 samples showed thiamine levels ranging from 2,62- 9,76 μg/ml. Thus, the ELPLA technique with thiamine-biotin conjugate as a competitor could be used in the measurement of serum thiamine levels"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Sadikin
"Pendahuluan
Masalah terpenting sekarang ialah, bagaimana mengembangkan suatu teknik kuantitatif untuk mengukur konsentrasi asam folat dalam darah, dengan menggunakan sarana yang ada di kebanyakan laboratorium diagnostik di Indonesia. Secara lebih spesifik, hal tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut : bagaimana caranya mengukur kadar asam folat dalam derah secara spektrofotometris ?
Tujuan dari penelitian yang dikerjakan ini ialah mengembangkan suatu cara untuk mengukur kadar asam folat dalam darah secara spektrofotometris, dengan menggunakan teknik Competitive Enzyme Ligand Binding Assay, yang analog dengan teknik Competitive Radio Ligand Binding Assay. Hanya saja, dalam teknik yang akan dikembangkan ini, alih-alih senyawa radioaktif, digunakan enzim tertentu yang dapat diukur secara spektrofotometer biasa sebagai senyawa penanda, yang diikatkan ke suatu kompetitor yang berupa asam folat. Dengan demikian, secara teoritis pengukuran kadar asam folat dalam darah tidak lagi memerlukan peralatan dan keterampilan khusus dan karena itu mestinya dapat dilakukan oleh laboratorium diagnostik biasa.
Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan adanya suatu protein khusus yang secara spesifik mampu mengikat asam folat. Dalam banyak hal, keperluan akan adanya protein seperti ini biasanya diselesaikan dengan cara membentuk antibodi spesifik terhadap senyawa yang akan diukur. Teknik ini sekarang secara luas dikenal dengan nama RIA (Radio Immuno Assay) bila menggunakan senyawa radioaktif sebagai penanda, dan EIA (Enzyme Immuno Assay) bila menggunakan enzim sebagai penanda. Dalam mengembangkan teknik pengukuran asam folat ini, keperluan akan adanya protein pengikat yang khan untuk asam folat ini dapat diselesaikan dengan cam yang lebih mudah. Antibodi untuk asam folat tidak perlu lagi dibua terlebih dahulu, oleh karena suatu protein pengikat folat ( PIF : Protein Butt Folat ) tersedia dalam susu sapi. Oleh karena itu, langkah pertama dalam penelitian yang dilaksanakan ini ialah memisahkan (isolasi) dan memurnikan (purilikasi) PIF dari susu sapi?.
"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Lestari Octavia
"Latar belakang: Enzim methylenetetrahydrofolate reductase (MTHFR) terlibat dalam metabolism asam folat dan tipe allele mempengaruhi aktivitas enzim. Memberikan suplementasi asam folat kepada ibu hamil dapat mempengaruhi perubahan dalam derajat metilasi gen tertentu yang mempengaruhi kesehatan janin. Walaupun sudah banyak penelitian yang mempelajari peran asam folat sebagai donor dalam mekanisme epigenetik, namun penelitian pengaruh suplementasi besi-asam folat pada luaran kehamilan melalui pendekatan interaksi zat gizi-gen dalam desain penelitian longitudinal masih jarang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kadar serum asam folat pada ibu dan anak, dan derajat metilasi pada gen pencetak insulin-like growth factor (IGF2) yang dikenal terlibat dalam tumbuh kembang anak dan dapat digunakan sebagai penanda kemunculan penyakit Metode: Di tahun 2018, penelitian longitudinal dilakukan dengan mengunjungi 127 subyek termasuk anak yang dilahirkan dan mengikutsertakannya dalam penelitian. Enam puluh tujuh serum asam folat ibu selama hamil dan pasca melahirkan diperiksa, sementara serum asam folat anak dikumpulkan sebanyak 44 spesimen untuk pemeriksaan penanda darah. Pemeriksaan serum asam folat dengan menggunakan the liquid chromatography-mass spectrometry/mass spectrometry. Untuk pemeriksaan biomolekuler, tipe allele enzim MTHFR 677C>T and 1298A>C menggunakan Taqman polymerase chain reaction. Sementara metode pyrosequencing digunakan untuk menghitung DNA metilasi pada IGF2 pada anak. Hubungan antar variabel dianalisis menggunakan analisis regresi linier multivariat. Hasil:Tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan asam folat dan serum asam folat ibu selama hamil, tiga tahun pasca melahirkan dan anak yang dilahirkan (p>0.05). Penelitian ini tidak dapat menunjukkan hubungan antara tipe allel dari MTHFR 677 C>T dan 1298 A>C dan serum asam folat (p>0.05). Serum asam folat selama hamil juga mempengaruhi status serum asam folat tiga tahun pasca melahirkan (p<0.05) dan status serum asam folat anak (p<0.05). Namun penelitian ini tidak dapat menunjukkan pengaruh status serum asam folat anak dengan DNA metilasi IGF2 pada anak (p>0.05). Simpulan: Serum asam folat selama hamil berkontribusi pada serum asam folat tiga tahun pasca melahirkan dan anak. Genotipe dari MTHFR gene at 677C>T and 1298 A>C kemungkinan tidak terlibat dalam metabolism asam folat pada ibu. Serum asam folat selama kehamilan tidak memiliki dampak pada status metilasi dari IGF2 pada wilayah differentially methylated region (DMR) untuk subyek anak. Namun, beberapa hal harus menjadi perhatian karena, secara statistik, jumlah subyek penelitian tidak memadai. Saran: Perlu dilakukan penelitian lanjutan yang melibatkan subyek lebih banyak dan metode yang lebih canggih dalam menentukan MTHFR dan metilasi DNA.

Background: Methylenetetrahydrofolate reductase, (MTHFR) enzyme is involved in folic acid metabolism, and their allele types affected its activity. Providing folic acid supplementation to pregnant mothers may influence the change in methylation level in specific genes that affect the susceptibility of disease of their offspring. Although folic acid's role as a donor in the epigenetic mechanism has been investigated, a longitudinal study exploring the influence of iron-folic acid supplementation on maternal dan birth outcome by the nutrient-gene interaction approach is lacking. Therefore, we investigated the relationship of serum folic acid level among the mothers and the children, and the imprinted insulin-like growth factor 2 (IGF2) methylation level that is known actively involved in growth and development in children and possibly utilized as a surrogate marker for the disease Methods: In 2018, the follow-up study conducted by re-visited 67 subjects and put the mother and their children included in the study. For each group, sixty-seven serums were collected for folic acid measurement for mothers during gestation and three-year post-partum. Furthermore, forty-four serums for children were gathered for biomarker measurement. Serum folics were measured by using liquid chromatography-mass spectrometry/mass spectrometry. Determining the genotype of the MTHFR enzyme in position 677C>T and 1298 A>C was used Taqman Polymerase Chain Reaction (PCR) method. The pyrosequencing method was utilized to quantify the methylation level of the IGF-2 of the children. The relationship analysis between variables using multivariate linear regression. Results: There was no relationship between the folic acid intake during gestation and serum folic acid of the mothers during pregnancy, three-year post-partum, and the children (p>0.05). There was no relationship between the allele type of MTHFR 677C>T and 1298A>C and serum folic acid status of the mother (p>0.05). The serum folic acid during pregnancy had a significant relationship to the serum folic acid three-year post-partum (p<0.05) as well as the serum folic acid of the children (p<0.05). There was no significant relationship between the serum folic acid of the children, serum homocysteine, and the methylation status of IGF2 of the children (p>0.05). Conclusion: The serum folic acid during pregnancy contributed to the serum folic acid three-year post-partum of mother and the children. The genotype of the MTHFR gene at 677C>T and 1298 A>C was possibly not involved in folic acid metabolism in the mother. Serum folic acid during pregnancy could not have an effect on the methylation status of the IGF2 in the differentially methylated region (DMR) area of the children. However, this conclusion needs to be taken in caution due to lack of study power Recommendation: Further cohorts studies with a large sample size and more advanced methods in determining the MTHFR enzyme and DNA methylation. Keyword: serum folic acid, genotyping MTHFR 677 C>T, MTHFR 1298 A>C, DNA methylation, IGF2.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mardiana
"Ruang lingkup dan cara penelitian : Asam folat adalah salah satu kompleks vitamin B. Bentuk aktif asam folat berupa tetrahidrofolat (THF) yaitu suatu koenzim yang mempunyai peranan mentransfer gugus metil, metilen, metenil, formil dan formimino. Asam folat diperlukan untuk sintesis DNA dan beberapa asam amino seperti metionin dan serin. Peranan asam folat lainnya adalah dapat mencegah anemia megaloblastik, menurunkan resiko kanker dan menurunkan konsentrasi homosistein plasma darah sehingga dapat mencegah gangguan pembuluh darah. Dengan peranan asam folat yang begitu penting, maka diperlukan kemampuan untuk mengukur kadar asam folat dalam serum.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan teknik pengukuran kadar asam folat dalam serum dengan cara yang aman, mudah dan murah, yaitu suatu teknik analisa yang dianalogikan dengan teknik ELISA (enzyme-linked immuno-sorbent assay). Langkah-langkah dalam penelitian ini adalah isolasi PIF dari susu sapi dengan teknik salting out, dilanjutkan purifikasi dengan teknik kromatografi dan menguji afinitas PIF yang didapat terhadap folat serum dengan teknik yang analog ELISA. Untuk teknik tersebut perlu dibuat suatu konjugat folat-avidin dengan jembatan glutaraldehid. Selanjutnya teknik yang didapat digunakan untuk mengukur folat dalam serum.
Hasil dan kesimpulan : Telah dapat diisolasi protein ikat folat (PIF) dari susu sapi dengan kadar 2,884 mg/mL. PIF yang didapat diuji kemampuannya untuk mengikat folat dengan berbagai pengenceran 11500000, 1150000, 115000, 11500, 1150, 115. Pengenceran yang menunjukkan afinitas tertinggi terhadap folat yaitu 1150. Kemudian dilakukan titrasi lagi dengan tujuan untuk penghematan PIF, yaitu 1150, 11140 dan 11200. Dari ketiga pengenceran yang mempunyai linieritas tertinggi pada pengenceran 11100. Kemudian dilakukan pengukuran folat serum yang dibandingkan dengan metoda lain dengan hasil 26,4; 55,4; 31,4 dan 86,4 ng/mL. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa PIF dari susu sapi dapat digunakan untuk mengukur folat dalam serum."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T16221
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitriana Nugraheni
"Obesitas menjadi tantangan serius di dunia. Konsumsi protein adalah salah satu faktor penting yang berkontribusi terhadap regulasi lemak tubuh, tetapi informasi mengenai sumber protein specific dan pengaruhnya terhadap regulasi lemak di negara berkembang masih terbatas. Sehingga, peneliti ingin mengetahui hubungan antara asupan protein dan sumbernya dengan obesitas pada orang dewasa di Indonesia. Studi cross-sectional ini melibatkan 167 orang dewasa berusia 19-50 tahun di perkotaan Jakarta Timur. Asupan protein didapatkan dari repeated 24H Recall yang diklasifikasikan sebagai asupan rendah dan tinggi protein. Persentase lemak tubuh diukur dengan metode Air Displacement Plethysmograph yang diklasifikasikan sebagai obesitas wanita (>33%) dan obesitas pria (>25%). Sekitar 69% subjek mengalami obesitas. Sumber utama asupan protein nabati dan hewani berasal dari sereal dan produknya (median =11,3 gr/hari atau 22,9% dari total protein), dan unggas (median =7,85 gr/hari atau 15,9% dari total protein). Setelah penyesuaian terhadap status perkawinan dan jenis kelamin mendapatkan hasil bahwa asupan tinggi protein tidak berhubungan dengan obesitas (OR 1,84, p-value = 0,15), dan jenis asupan protein hewani atau nabati tidak berhubungan dengan obesitas (OR protein hewan 0879, p-value = 0,69; OR protein nabati 0,95, p-value =0,98). Promosi jenis konsumsi protein harus diperhatikan agar berhasil menurunkan prevalensi obesitas di negara ini.

Obesity is becoming a serious challenge worldwide. Protein consumption is one of the important contributing factors to body fat regulation, but existing information has limitedly explored type of protein and its influence for fat regulation in developing world. Therefore, we investigated the association between protein intake and its sources with obesity. This cross-sectional study involved 167 adults aged in East Jakarta. Protein intake were collected from repeated 24-hour recalls that was classified as low and high intake. Body fat percentage was measured by Air Displacement Plethysmograph method and classified as female obese (>33%) and male obese (>25%). About 69% of subjects were obese. The main sources of plant and animal protein intake came from cereals and its products (median=11.3 gr/day or 22.9% of protein intake), and white meat (median=7.85 gr/day or 15.9% of protein intake), respectively. After adjustment for marital status and sex those who had higher protein intake did not associated with being obese (Adjusted OR 1.84, p-value=0.15), while, animal-plant protein intake was not associated with obesity (Adjusted OR 0.879 animal protein, p-value=0.69; OR 0.95 plant protein, p-value=0.98). The promotion of type of protein consumption must be concerning to successfully lower the prevalence of obesity in the country."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T55517
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muh Ashar Munadhil
"Biji melinjo Gnetum gnemon L. mengandung banyak senyawa turunan stilbene dan senyawa fenolik yang diketahui berkhasiat sebagai antihipertensi dengan menghambat Angiontensin Converting Enzyme ACE . Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis aktivitas penghambatan ACE dan kadar fenolik total dari ekstrak biji melinjo. Pada penelitian ini biji melinjo diekstraksi menggunakan metode refluks dengan pelarut bertingkat yang dimulai dari n-heksana, diklorometana, etil asetat, metanol dan air. Aktivitas penghambatan ACE diuji menggunakan ACE kit-WST dan ekstrak teraktif diuji IC50 sedangkan penetapan kadar fenolik total diukur dengan metode Folin-Ciocalteu.
Hasil uji aktivitas penghambatan ACE menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat merupakan ekstrak dengan aktivitas penghambatan ACE tertinggi sebesar 92,11, kemudian ekstrak metanol 90,64, ekstrak diklorometana 89,93, ekstrak air 89,81 dan yang terendah adalah ekstrak n-heksana sebesar 79,29. Selanjutnya nilai IC50 ekstrak etil asetat sebagai ekstrak teraktif sebesar 9,77x10-8 g/mL dan nilai IC50 kaptopril sebesar 1,13x10-12 g/mL. Hasil penetapan kadar fenolik total menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat merupakan ekstrak dengan kadar fenolik tertinggi sebesar 575,884 mgGAE/g, ekstrak metanol 398,551 mgGAE/g, ekstrak diklorometana 104,102 mgGAE/g, ekstrak air 41,224 mgGAE/g dan yang terendah adalah ekstrak n-heksana sebesar 30,611 mgGAE/g.

Melinjo seeds Gnetum gnemon L. contains many stilbene derivative and phenolic compounds which known efficacious as antihypertensive by inhibit the Angiotensin Converting Enzyme ACE. The purpose of this study was to analyze the inhibition of ACE activity and total phenol content. In this study, Melinjo seed was consecutively extracted with reflux method using five different solvents such as nhexane, dichloromethane, ethyl acetate, methanol, and water. ACE inhibitory activity was tested using ACE kit WST and the highest ACE inhibitory extract tested with IC50 while determination of total phenolic content was measured by Folin Ciocalteu method.
The results of ACE inhibitory activity showed that the ethyl acetate extract is an extract with highest ACE inhibitory activity 92.11, then the methanol extract 90.64, dichloromethane extract 89.93, water extract 89,81, and the lowest is n hexane extract 79.29. Furthermore, IC50 results show the ethyl acetate extract is 9,77x10 8 g mL and IC50 value captopril is 1,13x10 12 g mL. The results of determination of total phenolic content showed that ethyl acetate extract is an extract with the highest phenolic content 575.884 mgGAE g, then the methanol extract 398.551 mgGAE g, dichloromethane extract 104.102 mgGAE g, water extract 41.224 mgGAE g and the lowest is n hexane extract of 30.611 mgGAE g."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
S68136
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atikah Isna Fatya
"Latar Belakang: Terdapat dua jenis obesitas berdasarkan risiko kardiometaboliknya, yaitu metabolically healthy obese (MHO) dan metabolically unhealthy obese (MUO). Kelompok MUO lebih berisiko mengalami DM tipe 2 karena terdapat resistensi insulin yang dicetuskan endotoksemia metabolik akibat disbiosis usus, melalui peningkatan permeabilitas usus. Belum ada data mengenai perbedaan permeabilitas usus, yang diwakili oleh kadar intestinal fatty acid binding protein (I-FABP), pada penyandang obesitas dengan dan tanpa DM tipe 2 di Indonesia.
Tujuan: Mengetahui perbedaan rerata kadar I-FABP pada penyandang obesitas dengan dan tanpa DM tipe 2 di Indonesia.
Metode: Studi potong lintang menggunakan data sekunder dari penelitian Divisi Endokrin, Metabolik, Diabetes FKUI-RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta yang berjudul “Profil Mikrobiota Usus, Mikrobiota Rongga Mulut, Inflamasi, dan Resistensi Insulin pada Berbagai Spektrum Disglikemia” periode Juli 2018-Agustus 2019. Sebanyak 63 subjek obesitas berdasarkan kriteria WHO untuk Asia (IMT ≥25 kg/m2) dibagi menjadi 2 kelompok berdasarkan kriteria ADA: dengan dan tanpa DM tipe 2. Kadar I-FABP diperiksa dengan metode Enzyme-linked immunosorbent assay. Analisis data dengan uji T tidak berpasangan untuk perbedaan rerata I-FABP. Uji regresi logistik dilakukan untuk faktor perancu.
Hasil: Mayoritas subjek ialah perempuan (82,53%), usia >45 tahun (63,50%), obesitas grade I (54,00%), obesitas sentral (93,70%). Rerata I-FABP pada kelompok dengan DM tipe 2 lebih tinggi, yaitu 2,82 (1,23) ng/mL vs. 1,78 (0,81) ng/mL (p<0,001; IK95% 0,51-1,55).
Simpulan: Rerata kadar I-FABP lebih tinggi pada kelompok obesitas dengan DM tipe 2 dan independen terhadap faktor usia.

Background: There are two types of obesity based on its cardiometabolic risk, which are metabolically healthy obese (MHO) and metabolically unhealthy obese (MUO). The MUO exerts higher risk to develop type 2 DM because of higher state of insulin resistance due to metabolic endotoxemia through gut dysbiosis and increased intestinal permeability. There is no study regarding the difference of intestinal permeability, using intestinal fatty acid binding protein (I-FABP), in obese people with and without type 2 DM in Indonesia.
Objective: To know the mean difference of I-FABP in obese people with and without T2DM in Indonesia.
Method: A cross-sectional study using secondary data from the study of Division of Endocrine, Metabolism and Diabetes FMUI-RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta entitled "Profile of the Intestinal Microbiota, Oral Cavity Microbiota, Inflammation, and Insulin Resistance in Various Spectrums of Dysglycemia" for the period July 2018-August 2019. A total of 63 obese subjects based on WHO criteria for Asia (BMI ≥25 kg/m2) were divided into 2 groups based on ADA criteria for diabetes: with and without T2DM. The I-FABP levels were checked using enzyme-linked immunosorbent assay method. Data was analyzed using unpaired T test for mean difference of I-FABP while logistic regression test was performed for confounding factors.
Results: The majority of the subjects were women (82.53%), age >45 years (63.50%), obesity grade I (54.00%) and central obesity (93.70%). The I-FABP level of T2DM group was higher compared to without T2DM group, namely 2.82 (1.23) ng/mL vs. 1.78 (0.81) ng/mL (p<0.001; 95% CI 0.51-1.55).
Conclusion: The mean level of I-FABP was higher in the obese group with T2DM which is independent of age.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Almeira Azizah Luthfianty
"Asam folat merupakan salah satu nutrien yang sangat penting bagi tubuh karena memegang peranan dalam sistem pertumbuhan manusia. Penentuan kadar asam folat dalam makanan, minuman, dan suplemen obat menjadi sangat penting karena defisiensi asam folat dapat menyebabkan timbulnya beberapa penyakit, cacat janin pada ibu hamil, dan gejala stunting pada anak-anak. Pada penelitian ini, sensor asam folat dikembangkan berdasarkan fenomena electrochemiluminescene (ECL) senyawa perylenetetracarboxylic acid (PTCA) pada permukaan screen-printed carbon electrode untuk mendapatkan suatu metode deteksi yang memiliki sensitivitas tinggi, cepat, mudah dan murah. PTCA dipilih sebagai luminofor karena memiliki sifat optis dan listrik yang baik serta stabilitas yang baik. Pengukuran secara simultan dengan teknik cyclic voltammogram dengan detektor ECL pada SPCE menunjukkan chemiluminescence terjadi pada reaksi reduksi PTCA dalam pelarut buffer fosfat pada potensial -1,6 V (vs. Ag/AgCl). Interaksi PTCA dengan asam folat menyebabkan penurunan intensitas ECL PTCA. Pada kondisi optimum pH 9 dan konsentrasi koreaktan 30mM, penurunan intensitas ECL PTCA memiliki korelasi linear (R2=0,9903) terhadap kenaikan kosentrasi asam folat dengan sensitivitas sebesar 1702,15 a.u. ppm-1 cm-2 sehingga berpotensi untuk dikembangkan sebagai sensor. Performa sensor yang baik terlihat dari nilai limit deteksi (LOD) dan limit kuntifikasi (LOQ) berturut-turut sebesar 0,161 ppm dan 0,538 ppm dengan kestabilan intensitas ECL yang tinggi dengan standar deviasi relatif (RSD) 3,46% untuk 10 kali pengulangan. Sensor juga menunjukkan selektivitas yang baik terhadap senyawa-senyawa KCl, L-lisin, leusin, dan glukosa. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa sensor yang dikembangkan dapat digunakan untuk deteksi asam folat pada sampel nyata berupa obat dan susu dengan %recovery sebesar 80-120%.

Folic acid is a very important nutrient for the body because it plays a role in the human growth system. Determination of folic acid levels in food, drink, and drug supplements is very important because folic acid deficiency can cause several diseases, fetal defects in pregnant women, and symptoms of stunting in children. In this study, a folic acid sensor was developed based on the electrochemiluminescence (ECL) phenomenon of perylenetetracarboxylic acid (PTCA) compounds on the surface of screen-printed carbon electrodes to obtain a detection method that has high sensitivity, fast, easy and inexpensive. PTCA was chosen as a luminophore because it has good optical and electrical properties and good stability. Simultaneous measurements using the cyclic voltammogram technique with the ECL detector on SPCE showed that chemiluminescence occurred in the PTCA reduction reaction in phosphate buffer solvent at a potential of -1.6 V (vs. Ag/AgCl). The interaction of PTCA with folic acid causes a decrease in PTCA ECL intensity. At the optimum condition of pH 9 and 30mM corectant concentration, the decrease in PTCA ECL intensity had a linear correlation (R2=0.9903) to the increase in folic acid concentration with a sensitivity of 1702.15 a.u. ppm-1 cm-2 so that it has the potential to be developed as a sensor. Good sensor performance can be seen from the detection limit (LOD) and quantification limit (LOQ) values of 0.161 ppm and 0.538 ppm respectively with high ECL intensity stability with a relative standard deviation (RSD) of 3.46% for 10 repetitions. The sensor also showed good selectivity for KCl, L-lysine, leucine, and glucose compounds. The results obtained indicate that the developed sensor can be used for the detection of folic acid in real samples of drugs and milk with a % recovery of 80-120%."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>